• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tali pusat dan pembuluh darah vitalnya merupakan bagian yang paling riskan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tali pusat dan pembuluh darah vitalnya merupakan bagian yang paling riskan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tali pusat dan pembuluh darah vitalnya merupakan bagian yang paling riskan dari anatomi fetal. Total jumlah putaran pada setiap bagian tali pusat dipercayai terjadi sejak kehamilan dini11, 12. Pola putaran tali pusat berkembang selama trimester kedua dan ketiga, diperkirakan terjadi karena hambatan pada tali pusat, dan putaran akan berubah sesuai dengan keberlanjutan kehamilan. Tanpa menghiraukan putaran pembuluh darah tali pusat yang terjadi pada awal gestasi, maka belumlah diketahui apakah putaran ini berhubungan dengan genetik atau peristiwa yang didapatkan pada kehamilan.

Beberapa teori mencoba menjelaskan mengenai putaran tali pusat termasuk penjelasan bahwa putaran adalah bawaan tali pusat sendiri, juga penjelasan bahwa yang mengatakan bahwa putaran tali pusat disebabkan oleh rotasi fetus secara aktif maupun pasif13. Tanpa mengesampingkan hal tersebut diatas, maka putaran tali pusat menghasilkan turgor pada unit tali pusat, sehingga menjadikan tali pusat yang kuat namun fleksibel 14

Membicarakan mengenai tali pusat maka tidak terlepas dari membahas plasenta, karena tali pusat dan plasenta sangat dekat hubungannya. Selanjutnya akan dibahas pula mengenai plasenta dan hubungan tali pusat dengan plasenta sesuai dengan tujuan penelitian.

Plasenta dari setiap persalinan seharusnya dilakukan pemeriksaan secara makroskopis. Setiap kelainan yang ditemukan secara mikroskopis seperti

(2)

permukaan maternal yang tidak lengkap, perdarahan retro-plasental, dan lain-lain harus dicatat dan direkam dalam rekam medik. Panjang tali pusat diukur, walaupun tali pusat yang dikirimkan tidak keseluruhan. Spesimen plasenta segar untuk sitogenetik, kultur plasenta untuk kasus kasus yang diduga infeksi atau kelahiran premature, dan jaringan plasenta beku untuk pemeriksaan kasus kasus penyakit metabolic juga dapat dilihat dengan cara ini.

Idealnya, plasenta yang dikirimkan untuk pemeriksaan adalah plasenta segar, walaupun pada sebagian institusi, hal tersebut tidak dilakukan, dan plasenta difiksasi dalam formalin 10%. Plasenta segar dapat disimpan selama 1 minggu dalam suhu 4°C, masa ini masih dapat mendeteksi kejadian pada neonatal untu pemeriksaan plasenta. 15

Sebagai pengantar dari klinik sebaiknya informasi yang diberikan untuk dievaluasi harus adekuat, mencakup usia ibu, paritas, usia gestasi, dan setiap masalah yang berhubungan dengan masalah prenatal atau masalah persalinan, seperti oligohidramnion atau bahaya yang mengancam fetus, penyakit penyakit pada maternal, intervensi diagnostik ataupun terapi pada fetus atau plasenta selama masa kehamilan, dan setiap abnormalitas pada fetus/ neonatus.

Jika terjadi kelahiran premature, maka hal tersebut harus dideskripsikan. Khususnya pada Seksio Cesaria, sehingga plasenta dapat dinilai. Evaluasi berbagai antepartum dapat dilihat untuk menentukan nasib fetus.

(3)

Profil fetus dapat dilakukan dengan membuat skoring baik melalui USG seperti yang dilakukan oleh Manning dan kawan-kawan, skoring makroskopis (Scott and Jordan), mikroskopis (Benirschke et al.). 16

Sesaat setelah bayi lahir, penolong persalinan biasanya langsung melakukan penilaian terhadap bayi tersebut. Perangkat yang digunakan untuk menilai dinamakan Skor APGAR. Kata APGAR diambil dari nama belakang penemunya, yaitu Dr. Virginia Apgar. Virgnia Apgar adalah seorang ahli anak sekaligus ahli anestesi. Skor ini dipublikasikan pada tahun 1952. Pada tahun 1962, seorang ahli anak bernama Dr. Joseph Butterfield membuat akronim dari kata APGAR yaitu Appearance (warna kulit), Pulse (denyut jantung), Grimace (respon refleks), Activity (tonus otot), and Respiration (pernapasan). (Wikipedia,2007)Skor Apgar biasanya dinilai pada menit pertama kelahiran dan biasanya diulang pada menit kelima. Dalam situasi tertentu, Skor Apgar juga dinilai pada menit ke 10, 15 dan 20. (MedicineNet,2007). Hal yang dinilai pada Skor Apgar adalah :

Appearance (warna kulit)

0 — Seluruh tubuh bayi berwarna kebiru-biruan atau pucat

1 — Warna kulit tubuh normal, tetapi tangan dan kaki berwarna kebiruan 2 — Warna kulit seluruh tubuh normal

Pulse (denyut jantung) 0 — Denyut jantung tidak ada

1 — Denyut jantung kurang dari 100 kali per menit 2 — Denyut jantung lebih atau diatas 100 kali per menti

(4)

Grimace (respon refleks)

0 — Tidak ada respon terhadap stimulasi 1 — Wajah meringis saat distimulasi

2 — Meringis, menarik, batuk, atau bersin saat stimulasi

Activity (tonus otot)

0 — Lemah, tidak ada gerakan

1 — Lengan dan kaki dalam posisi fleksi dengan sedikit gerakan 2 — Bergerak aktif dan spontan

Respiration (pernapasan) 0 — Tidak bernapas

1 — Menangis lemah, terdengar seperti merintih, pernapasan lambat dan tidak teratur

2 — Menangis kuat, pernapasan baik dan teratur

Kelima hal diatas dinilai kemudian dijumlahkan. Jika jumlah skor berkisar di 7 – 10 pada menit pertama, bayi dianggap normal. Jika jumlah skor berkisar 4 – 6 pada menit pertama, bayi memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas dengan suction, atau pemberian oksigen untuk membantunya bernapas. Biasanya jika tindakan ini berhasil, keadaan bayi akan membaik (KidsHealth,2004) dan Skor Apgar pada menit kelima akan naik. Jika nilai skor Apgar antara 0 – 3, diperlukan tindakan medis yang lebih intensif lagi. Perlu diketahui, Skor Apgar hanyalah sebuah tes yang didisain untuk menilai keadaan bayi secara menyeluruh, sehingga dapat ditentukan secara cepat apakah seorang bayi memerlukan tindakan medis segera. Skor Apgar bukanlah patokan untuk memperkirakan kesehatan dan

(5)

kecerdasan bayi dimasa yang akan datang (KidsHealth,2004). Sampai sekarang, skor apgar masih terus digunakan. Selain karena ketepatannya, juga karena cara penerapannya sederhana, cepat, dan ringkas. 17

2.1. Plasenta

Minggu pertama (hari 7-8), sel-sel trofoblas yang terletak di atas embrioblas yang berimplantasi di endometrium dinding uterus, mengadakan proliferasi dan berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda :

1. Sitotrofoblas : terdiri dari selapis sel kuboid, batas jelas, inti tunggal, di sebelah dalam (dekat embrioblas).

2. Sinsitiotrofoblas : terdiri dari selapis sel tanpa batas jelas, di sebelah luar (berhubungan dengan stroma endometrium).

Unit trofoblas ini akan berkembang menjadi Plasenta. Di antara massa embrioblas dengan lapisan sitotrofoblas terbentuk suatu celah yang makin lama makin besar, yang nantinya akan menjadi Rongga Amnion. Sel-sel embrioblas juga berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda:

1. Epiblas : selapis sel kolumnar tinggi, di bagian dalam, berbatasan dengan bakal rongga amnion.

2. Hipoblas : selapis sel kuboid kecil, di bagian luar, berbatasan dengan rongga blastokista (bakal rongga kuning-telur).

(6)

Unit sel blast ini akan berkembang menjadi Janin. Pada kutub embrional, sel-sel dari hipoblas membentuk sel-selaput tipis yang membatasi bagian dalam sitotrofoblas (selaput Heuser). Selaput ini bersama dengan hipoblas membentuk dinding bakal yolk sac (kandung kuning telur). Rongga yang terjadi disebut rongga eksoselom (exocoelomic space) atau kandung kuning telur sederhana. Dari struktur-struktur tersebut kemudian akan terbentuk Kandung Kuning Telur, Lempeng Korion dan Rongga Korion. Pada lokasi bekas implantasi blastokista di permukaan dinding uterus terbentuk lapisan fibrin sebagai bagian dari proses penyembuhan luka.

Jaringan endometrium di sekitar blastokista yang berimplantasi mengalami reaksi desidua, berupa hipersekresi, peningkatan lemak dan glikogen, serta edema. Selanjutnya endometrium yang berubah di daerah-daerah sekitar implantasi blastokista itu disebut sebagai desidua. Perubahan ini kemudian meluas ke seluruh bagian endometrium dalam kavum uteri (selanjutnya lihat bagian selaput janin). Pada stadium ini, zigot disebut berada dalam stadium bilaminar (cakram berlapis dua).

2.1.1. Pembentukan Plasenta

Pada hari 8-9, perkembangan trofoblas sangat cepat, dari selapis sel tumbuh menjadi berlapis-lapis. Terbentuk rongga-rongga vakuola yang banyak pada lapisan sinsitiotrofoblas (selanjutnya disebut sinsitium) yang akhirnya saling berhubungan. Stadium ini disebut stadium berongga (lacunar stage). Pertumbuhan sinsitium ke dalam stroma endometrium makin dalam kemudian

(7)

terjadi perusakan endotel kapiler di sekitarnya, sehingga rongga-rongga sinsitium (sistem lakuna) tersebut dialiri masuk oleh darah ibu, membentuk sinusoid-sinusoid. Peristiwa ini menjadi awal terbentuknya sistem sirkulasi uteroplasenta / sistem sirkulasi feto-maternal.

Sementara itu, di antara lapisan dalam sitotrofoblas dengan selapis sel selaput Heuser, terbentuk sekelompok sel baru yang berasal dari trofoblas dan membentuk jaringan penyambung yang lembut, yang disebut mesoderm ekstraembrional. Bagian yang berbatasan dengan sitotrofoblas disebut mesoderm ekstraembrional somatopleural, kemudian akan menjadi selaput korion (chorionic plate). Bagian yang berbatasan dengan selaput Heuser dan menutupi bakal yolk sac disebut mesoderm ekstraembrional splanknopleural. Menjelang akhir minggu kedua (hari 13-14), seluruh lingkaran blastokista telah terbenam dalam uterus dan diliputi pertumbuhan trofoblas yang telah dialiri darah ibu. Meski demikian, hanya sistem trofoblas di daerah dekat embrioblas saja yang berkembang lebih aktif dibandingkan daerah lainnya. Di dalam lapisan mesoderm ekstraembrional juga terbentuk celah-celah yang makin lama makin besar dan bersatu, sehingga terjadilah rongga yang memisahkan kandung kuning telur makin jauh dari sitotrofoblas. Rongga ini disebut rongga selom ekstraembrional (extraembryonal coelomic space) atau rongga korion (chorionic space). Di sisi embrioblas (kutub embrional), tampak sel-sel kuboid lapisan sitotrofoblas mengadakan invasi ke arah lapisan sinsitium, membentuk sekelompok sel yang dikelilingi sinsitium disebut jonjot-jonjot primer (primary stem villi). Jonjot ini memanjang sampai bertemu dengan aliran darah ibu. Pada awal minggu ketiga, mesoderm ekstraembrional somatopleural yang terdapat di bawah jonjot-jonjot primer (bagian dari selaput korion di daerah kutub

(8)

embrional), ikut menginvasi ke dalam jonjot sehingga membentuk jonjot sekunder (secondary stem villi) yang terdiri dari inti mesoderm dilapisi selapis sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Menjelang akhir minggu ketiga, dengan karakteristik angiogenik yang dimilikinya, mesoderm dalam jonjot tersebut berdiferensiasi menjadi sel darah dan pembuluh kapiler, sehingga jonjot yang tadinya hanya selular kemudian menjadi suatu jaringan vaskular (disebut jonjot tersier / tertiary stem villi) (selanjutnya lihat bagian selaput janin). Selom ekstraembrional / rongga korion makin lama makin luas, sehingga jaringan embrional makin terpisah dari sitotrofoblas / selaput korion, hanya dihubungkan oleh sedikit jaringan mesoderm yang kemudian menjadi tangkai penghubung (connecting stalk). Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi Tali Pusat.

Setelah infiltrasi pembuluh darah trofoblas ke dalam sirkulasi uterus, seiring dengan perkembangan trofoblas menjadi plasenta dewasa, terbentuklah komponen sirkulasi utero-plasenta. Melalui pembuluh darah tali pusat, sirkulasi utero-plasenta dihubungkan dengan sirkulasi janin. Meskipun demikian, darah ibu dan darah janin tetap tidak bercampur menjadi satu (disebut sistem hemochorial), tetap terpisah oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion. Dengan demikian, komponen sirkulasi dari ibu (maternal) berhubungan dengan komponen sirkulasi dari janin (fetal) melalui plasenta dan tali pusat. Sistem tersebut dinamakan sirkulasi feto-maternal.

(9)

Pertumbuhan plasenta makin lama makin besar dan luas, umumnya mencapai pembentukan lengkap pada usia kehamilan sekitar 16 minggu. Plasenta “dewasa” / lengkap yang normal :

1. Bentuk bundar / oval

2. Diameter 15-25 cm, tebal 3-5 cm. 3. Berat rata-rata 500-600 g

4. Insersi tali pusat (tempat berhubungan dengan plasenta) dapat di tengah / sentralis, di samping / lateralis, atau di ujung tepi / marginalis.

5. Sisi ibu, tampak daerah2 yang agak menonjol (kotiledon) yang diliputi selaput tipis desidua basalis.

6. Sisi janin, tampak sejumlah arteri dan vena besar (pembuluh korion) menuju tali pusat. Korion diliputi oleh amnion.

7. Sirkulasi darah ibu di plasenta sekitar 300 cc/menit (20 minggu) meningkat sampai 600-700 cc/menit (aterm).

(10)

Gambar 2.1. Perkembangan Plasenta 2.2. Selaput Janin (Amnion dan Korion)

Pada minggu-minggu pertama perkembangan, villi / jonjot meliputi seluruh lingkaran permukaan korion. Dengan berlanjutnya kehamilan maka jonjot pada kedua kutub akan membentuk formasi berikut :

1. Jonjot pada kutub embrional membentuk struktur korion lebat seperti semak-semak (chorion frondosum).

2. Jonjot pada kutub abembrional mengalami degenerasi, menjadi tipis dan halus disebut chorion laeve.

Seluruh jaringan endometrium yang telah mengalami reaksi desidua, juga mencerminkan perbedaan pada kutub embrional dan abembrional :

1. Desidua di atas korion frondosum menjadi desidua basalis.

2. Desidua yang meliputi embrioblas / kantong janin di atas korion laeve menjadi desidua kapsularis.

3. Desidua di sisi / bagian uterus yang abembrional menjadi desidua parietalis.

Antara membran korion dengan membran amnion terdapat rongga korion. Dengan berlanjutnya kehamilan, rongga ini tertutup akibat persatuan membran amnion dan membran korion. Selaput janin selanjutnya disebut sebagai membran korion-amnion (amniochorionic membrane). Kavum uteri juga terisi oleh konsepsi sehingga tertutup oleh persatuan chorion laeve dengan desidua parietalis.

(11)
(12)
(13)

Gambar 2. 3. Arsitektur normal vili

Untuk mengenal jonjot/vili maka harus diketahui lebih dulu perkembangan jonjot/ vili seperti yang digambarkan pada diagram berikut ini :

Source : Knox WF, Fox H.; Placental Development

Gambar 2.4. Perkembangan Vili (vilous development) pada trimester kehamilan

(14)

2.3. Tali Pusat

Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi Tali Pusat. Pada tahap awal perkembangan, rongga perut masih terlalu kecil untuk usus yang berkembang, sehingga sebagian usus terdesak ke dalam rongga selom ekstraembrional pada tali pusat. Pada sekitar akhir bulan ketiga, penonjolan lengkung usus (intestional loop) ini masuk kembali ke dalam rongga abdomen janin yang telah membesar. Kandung kuning telur (yolk-sac) dan tangkai kandung kuning telur (ductus vitellinus) yang terletak dalam rongga korion, yang juga tercakup dalam connecting stalk, juga tertutup bersamaan dengan proses semakin bersatunya amnion dengan korion. Setelah struktur lengkung usus, kandung kuning telur dan duktus vitellinus menghilang, tali pusat akhirnya hanya mengandung pembuluh darah umbilikal (2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis) yang menghubungkan sirkulasi janin dengan plasenta. Pembuluh darah umbilikal ini diliputi oleh mukopolisakarida yang disebut Wharton’s jelly.

Tali pusat merupakan hal yang sangat vital dalam perkembangan, kehidupan dan pertahanan fetus, bagian lain pada unit fetoplasental seperti pembuluh darah sangat riskan untuk tertekuk, tertekan, tertarik dan terputar. Perlindungan untuk pembuluh darah sangat diperlukan, dan hal terebut dilakukan oleh Wharton jelli, cairan amnion, pola heliks atau putaran dari pembuluh darah tali pusat. Awal terjadinya putaran tali pusat ini belumlah diketahui secara jelas. Putaran tali pusat berkembang bahkan sebelum hari ke 28 setelah konsepsi dan 95% terlihat pada fetus sekitar 7 minggu setelah konsepsi. Beberapa penelitian telah

(15)

menunjukkan adanya korelasi antara putaran tali pusat yang abnormal dengan hasil persalinan. Peningkatan abnormalitas putaran tali pusat akan sejalan dengan kelainan kelainan yang ditemukan pada kelahiran. Namun didapatkan pula hasil yang seimbang pada beberapa kasus. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan korelasi yang bermakna antara putaran tali pusat yang abnormal dan persalinan prematur, kematian fetus, restriksi pertumbuhan, abnormalitas kromosomal atau struktur, persalinan melalui operasi pada fetal distres, dan meconium staining, tetapi hal yang lain tidak termasuk. 17

(16)

2.4. Indikasi Pemeriksaan Patologi Plasenta

Sebagian besar plasenta adalah normal, seperti juga pada bayinya. Namun begitu, pada seluruh pemeriksaan plasenta belumlah menjamin apakah kondisi plasenta dan bayi akan normal juga, walaupun hal tersebut sudah dianjurkan berulang ulang. Altshuler dan Hyde (1996) menemukan bahwa 92% dari plasenta yang diperiksa yang diminta oleh ahli obstetric maupun nenonatologis mempunyai hubungan dengan patologi. Acuan indikasi pemeriksaan plasenta di laboratorium patologi sangat bervariasi, tetapi pada prinsipnya ditujukan untuk menilai profil fetal, maternal dan plasenta. Tujuannya adalah untuk menilai penyakit yang terjadi pada fetus atau maternal, untuk mendapatkan prognosis nasib kehamilan, mengevaluasi pengaruh penyakit maternal pada kehamilan, dan untuk kepentingan medikolegal. Klinis plasenta harus dinilai pada ruang persalinan. 15

Pemeriksaan plasenta dilakukan sejak dari ruang persalinan secara makroskopis sampai pengambilan spesimen untuk selanjutnya diperiksa secara mikroskopis. Menurut Scott and Jordan bayi yang sehat dan kuat adalah pertanda fungsi plasenta yang baik. Scott and Jordan memperkenalkan sistem skoring untuk menentukan plasenta yang mengalami insufusiensi sebagai berikut :

A. Skor ≤ 5 : Normal plasenta

B. 5 – 10 : Insufisiensi ringan (mildly insufficient) C. > 10 : Insufisiensi berat (markedly insufficient)

(17)

Penilaian adalah ditemukannya paling sedikit 7 poin dari tanda tanda berikut : 1. Tali pusat ( 5 point ):

a. Obstruksi pada aliran sirkulasi (true knot, band, excessive twisting) b. Insersi yang abnormal (Battledore, Vilamentous)

c. Permukaan yang kasar

d. Tipis (diameter kurang dari 1 cm, biasanya ditemukan pada tali pusat yang jumlah pembuluh darahnya kurang dari normal) e. Single Umbilical Artery (SUA)

2. Membran (2 poin) :

a. Meconium staining

b. Amnion nodosum atau excessive scarring 3. Berat :

a. <10 persentil : 5 poin b. <20 persentil : 2 poin c. <30 persentil : 1 poin 4. Tampilan Umum (2 poin ) :

a. Bentuk yang abnormal (sirkummarginata, bipartite, dll)

b. Warna yang abnormal (warna sianosis pada pemotongan lamelar) 5. Lesi lesi minor (3 poin) :

a. Poin ½ diberikan pada setiap dijumpainya subchorionic, periferal, interlobular fibrin, desidual fibrin (bukan floor infarction), desidual kalsifikasi dan trombosis intervillous.

(18)

6. Lesi lesi Mayor (12 poin) : a. Infark :

i. > 20% : 3 poin ii. 10-20 % : 2 poin iii. <10% : 1 poin b. Vili iskemia nekrosis : 3 poin

c. Perdarahan retroplasental kecil : 3 poin d. Daerah yang pucat : 3 poin

7. Penilaian secara histologis 18,19

Penilaian kemudian dilanjutkan kepada pemeriksaan secara mikroskopis dari spesimen yang diambil dari setiap daerah yang mewakili plasenta. Pada penelitian ini khususnya penilaian maturasi villi.

(19)

Gambar 2.6. maturasi vili menurut Bernieschke et. al. Pada diagram diatas akan dilakukan koding untuk setiap tahap maturasi vili sebagai berikut :

- 00 : villi immature pada hampir keseluruhan daerah lapangan pandang - 11 : villi matur pada hampir keseluruhan daerah lapangan pandang - 22 : villi terminal pada hampir keseluruhan daerah lapangan pandang

- 33 : villi terminal dengan branching angiogenesis pada hampir keseluruhan daerah lapangan pandang

- 44 : villi terminal dengan nonbranching angiogenesis pada hampir keseluruhan daerah lapangan pandang

Digit pertama adalah untuk menjelaskan setiap tahapan vili yang dijumpai lebih dominan dan diikuti oleh digit kedua yang menandakan tahapan vili yang dijumpai selebihnya, misalnya kode 01 menunjukkan bahwa villi yang dijumpai adalah dominan villi imatur dan selebihnya dalah vili matur.

(20)

2.5. Kerangka Konsepsional

Kerangka Konsep pada penelitian ini adalah dengan mendapatkan nilai Umbilical Coiling Index dari Ibu melahirkan tanpa penyulit kemudian akan dilakukan konfirmasi histopatologi, kemudian keadaan plasenta yang dinilai dengan melakukan skoring maturitas villi menurut Bernieschke et.al. dilihat dari diagram maturitas villi diharapkan akan tetap menghasilkan gambaran yang normal atau apakah masih didapatkan keadaan yang tidak normal (menyimpang). Konsep tersebut dapat dilihat pada diagram berikut.

UCI

Maturitas Vili

11

22

33

44

00

Gambar 2.7. Kerangka Konsepsional Maturitas vili :

0 0 = vili imatur 1 1 = vili matur

2 2 = terminal vili dengan balance angiogenesis 3 3 = terminal vili dengan branching angiogenesis 4 4 = terminal vili dengan non branching angiogenesis

Gambar

Gambar 2.2. Struktur dasar vili
Gambar 2.4.  Perkembangan Vili (vilous development) pada trimester  kehamilan
Gambar 2. 5. Perkembangan Tali Pusat
Gambar 2.6.  maturasi vili menurut Bernieschke et. al.  Pada diagram diatas akan dilakukan koding untuk setiap tahap maturasi vili  sebagai berikut :
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jawab: Tujuan perusahaan kami dalam program pemasarannya adalah untuk meningkatkan penjualan dari produk kami dengan penjualan tahun lalu.. Bagaimana anda (PT.

c. Dari sisi lingkungan meliputi keseimbangan kawasan perencanaan dengan sekitarnya, keseimbangan peruntukan lahan dengan daya dukung lingkungan, serta

Keberhasilan program pendidikan karakter dalam pembelajaran menulis puisi dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sesuai dengan standar kompetensi

Diet tinggi lemak menurunkan kadar TNF-α pada serum darah tikus putih jantan setelah induksi Staphylococcus aureus walaupun secara uji statistik didapatkan hasil

Panduan pelayanan ambulance adalah pelayanan transportasi medis Panduan pelayanan ambulance adalah pelayanan transportasi medis dengan menggunakan mobil ambulance,

Penerapan teori comfort Kolcaba dapat dijadikan acuan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien di ruang bedah anak, terutama pasien yang mengalami nyeri ringan dan

Kategori Film Film pendek, film eksperimental, teaser&amp;katalog film.. Film cerita, film dokumenterdan film

Penderita sindrom nevus displastik sindrom nevus displastik ternyata memiliki mola yang tidak ternyata memiliki mola yang tidak lazim, berukuran lebih besar dan