BAB VIII
ASPEK TEKNIS PER SEKTOR
8.1
Pengembangan Permukiman
8.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
A. Arah Kebijakan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman maka UU No. 1/2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:
A. Tugas
1. Pemerintah Pusat
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba.
c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional. 2. Pemerintah Provinsi
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional. b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas
kabupaten/kota.
c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.
e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota.
f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
g. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR.
h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.
b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.
d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.
f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.
h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.
j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
B. Wewenang
1. Pemerintah Pusat
a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman. b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman. c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang perumahan
dan kawasan permukiman.
d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.
e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.
f. Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional. g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan
kawasan permukiman.
h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.
i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.
f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi.
g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.
h. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.
e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR.
f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.
g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.
B. Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan pengembangan permukiman mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas
permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
8.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis
Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan.
Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Directive Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.
Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.
Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.
Belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman
B. Kondisi Eksisting
Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen SPPIP, 108 dokumen RPKPP, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.
Sumber: Bappeda, 2014 NO NAMA
LOKASI
LUAS (Ha)
LINGKUP ADMINISTRATIF KEKUMUHAN
LEGALITAS LAHAN PRIORITAS
RT
KELURAHAN
/DESA
KECAMATAN
/DISTRIK
NILAI TINGKATAN
1
Gandekan
0,20
2
Bantul
Bantul
264
Sedang
Tanah kas desa
Tinggi
2
Deresan
1,94
7
Ringinharjo
Bantul
252
Sedang
Tanah milik masyarakat
Tinggi
3
Mandingan
0,57
3
Ringinharjo
Bantul
200
Ringan
Tanah milik masyarakat
Sedang
4
Soropaten
0,71
2
Ringinharjo
Bantul
282
Sedang
Tanah milik masyarakat
Tinggi
5
Karangmojo 1,68
2
Trirenggo
Bantul
268
Sedang
Tanah milik masyarakat
Tinggi
6
Kweden
0,93
3
Trirenggo
Bantul
274
Sedang
Tanah milik masyarakat
Tinggi
7
Jaranan
0,34
8
Banguntapan
Banguntapan
292
Sedang
Tanah milik masyarakat
Sedang
8
Jomblang
3,60
2
Banguntapan
Banguntapan
242
Sedang
Tanah milik masyarakat
Tinggi
9
Blado
3,18
1 dan 2 Potorono
Banguntapan
252
Sedang
Tanah kas desa
Tinggi
10 Semoyan
0,94
3
Singosaren
Banguntapan
352
Sedang
Tanah milik masyarakat
Tinggi
11 Dladan
0,55
4
Tamanan
Banguntapan
352
Sedang
Tanah milik masyarakat
Tinggi
12 Ngewotan
0,77
7
Ngestiharjo
Kasihan
280
Sedang
Tanah milik masyarakat
Tinggi
13 Gonjen
0,75
2
Tamantirto
Kasihan
220
Ringan
Tanah milik masyarakat
Sedang
14 Kalipakis
0,34
1
Tirtonirmolo
Kasihan
250
Sedang
Tanah milik masyarakat
Tinggi
15 Salakan
2,43
3
Bangunharjo
Sewon
272
Sedang
Tanah milik masyarakat
Rendah
16 Glugo
2,83
3
Panggungharjo Sewon
286
Sedang
Tanah milik masyarakat
Tinggi
17 Cepit
2,04
5
Pendowoharjo
Sewon
340
Sedang
Tanah milik masyarakat
Sedang
18 Pacetan
2,08
20
Pendowoharjo
Sewon
302
Sedang
Tanah milik masyarakat
Sedang
Tabel 8. 2 Data Kegiatan Peningkatan Infrastruktur RSH di Kabupaten Bantul
No. Lokasi RSH Tahun
1 RSH Perumnas Guwosari, Pajangan, Guwosari, Kab. Bantul 2009
2 RSH Griya citra Asri, Pajangan, Kab. Bantul 2011
3 RSH Griya Sedayu Sejahtera, Argosari, Kec. Sedayau Kab. Bantul 2011
4 RSH Tambak, Kec. Sedayu Kab. Bantul 2012
5 RSH Trimulyo, Kec. Jetis, Kab. Bantul 2013
Sumber: Satker Bangkim DIY, 2014
Tabel 8. 3 Data Kondisi Rusunawa MBR di Kabupaten Bantul Tahun 2014
Sumber: DPUPESDM DIY
Tabel 8. 4 Data Kondisi Pengembangan Kawasan Perdesaan Tahun 2014
No. Lokasi Kawasan Luas
Kawasan (ha)
1 Kws. Agropolitan Triharjo, Pandak 643
2 Kws. Mina, Srigading, Sanden 757
3 Kws. Wukirsari, Imogiri 1.539
4 Kws. Segoroyoso, Pleret 425
5 Kws. Argorejo, Sedayu 500
6 Kws. Sumbermulyo, Bambalipuro 820
7 Kws. Bangunjiwo, Kasihan 1.543
Sumber: Bappeda Kab. Bantul
Tabel 8. 5 Data Kondisi Kawasan Rawan Bencana Tahun 2014
No. Lokasi Kawasan Luas
Kawasan (ha)
Jumlah Penduduk
(jiwa) 1 Kws. Dlingo (Des. Dlingo, Des. Terong, Des. Munthuk, Kec.
Dlingo) Kab. Bantul
2977 18.408
2 Kws. Imogiri, Desa Sriharjo, Kab. Bantul 632 9.025
3 Kws. Imogiri, Wukirsari, Kab. Bantul 1.539 14.323
4 Kws. Piyungan, Kab. Bantul 858 15.914
5 Kws. Pleret (Wonolelo) , Kab. Bantul 454 4.499
No. Nama Rusunawa Kecamatan Jml Unit Tahun Huni
1 Panggungharjo(Glugo) 1 Sewon 96 2009
2 Panggungharjo(Glugo) 2 Sewon 96 2009
3 Tambak Kasihan 96 2010
Sumber: Bappeda Kab. Bantul
C. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan pengembangan permukiman secara nasional diantaranya:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman secara nasional diantaranya: 1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.
3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
6. Penguatan Sinergi SPPIP/RPKPP dalam Penyusunan RPIJM Kab./Kota
Hasil identifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman Kabupaten Bantul dijelaskan melalui tabel di bawah ini.
Tabel 8. 6 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Bantul
No. Aspek Permasalahan Tantangan Solusi
No. Aspek Permasalahan Tantangan Solusi
No. Aspek Permasalahan Tantangan Solusi kelestarian
lingkungan hidup
berwawasan pelestarian lingkungan hidup dan "Sustainable Human Settlements
Development”
8.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (target tahun 2020 untuk pengurangan proporsi rumah tangga kumuh), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman. Analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah pengembangan permukiman dapat diuraikan pada tabel berikut.
Tabel 8. 7 Kebutuhan & Target Program Pengembangan Permukiman Kabupaten Bantul untuk Lima Tahun Ke Depan
No. Uraian Lokasi Satuan
Target
Target Tahun ke-
1 2 3 4 5
Kawasan Perkotaan
1 Penurunan Kawasan
Kumuh
Kec. Bantul
(Ringinharjo, Trirenggo, Sabdodadi, Palbapang) Kec. Bantul, Kab. Bantul
Ha 41 39 37 35 33
2 Pembangunan
Rusunawa
Kab. Bantul TB 1
3 Penanganan RSH Kws. Sedayu (Des.
Argorejo, Kec. Sedayu) Kab. Bantul
Kws. 1
Kws. Guwosari, Kec. Pajangan, Kab. Bantul
Kws. 1
No. Uraian Lokasi Satuan
5 Penanganan Kawasan
Rawan Bencana
Kws. Imogiri, Wukirsari, Kab. Bantul
8.1.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Permukiman
A. Program Kegiatan
1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta
2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,
2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), 3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan SPPIP dan RPKPP ataupun review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan Infrastruktur kawasan permukiman kumuh Infrastruktur permukiman RSH
Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan) Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW) Infrastruktur perdesaan PPIP
Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
B. Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1. Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra. Kesiapan lahan (sudah tersedia).
Sudah tersedia DED.
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP, RPKPP, Masterplan Kws. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
Ada unit pelaksana kegiatan.
Ada lembaga pengelola pasca konstruksi. 2. Khusus
• Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
• Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
• Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya
• Ada calon penghuni b. RIS PNPM
• Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
• Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
• Tingkat kemiskinan desa >25%.
• Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.
c. PPIP
• Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
• Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya
• Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
• Tingkat kemiskinan desa >25% d. PISEW
• Berbasis pengembangan wilayah
• Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
• Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana a. Kondisi Jalan
b. Drainase c. Air bersih d. Air limbah
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.
8.1.5 Usulan Program dan Kegiatan
No Kegiatan Detail Lokasi Vol. Sat. Tahun APBN APBD Penyediaan PSD Kawasan Perdesaan Potensial Kws. Agropolitan Bangunjiwo, Kec. Kasihan 1 Kws 2016 1.000 300
18 Penyediaan PSD Kawasan Perdesaan Potensial Kws. Agropolitan Bangunjiwo, Kec. Kasihan 1 Kws 2017 1.000 300
19 Penyediaan PSD Kawasan Perdesaan Potensial Kws. Agropolitan Bangunjiwo, Kec. Kasihan 1 Kws 2018 1.000 300
20 Penyediaan PSD Kawasan Perdesaan Potensial Kws. Agropolitan Bangunjiwo, Kec. Kasihan 1 Kws 2019 1.000 300
PROV. KAB/KOTA DAERAH
MASYARA-Penyediaan PSD Kawasan Rawan Bencana
PROV. KAB/KOTA DAERAH MASYARA-KAT
CSR DAK
RM PHLN
49
Penyediaan PSD Kawasan Perdesaan Potensial
8.2
Penataan Bangunan dan Lingkungan
8.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
A. Arah Kebijakan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam
penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan,
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
.
B. Lingkup Kegiatan
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara. Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012
Gambar 8. 1 Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;
Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional. b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan; Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;
Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; Paket dan Replikasi.
8.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis
Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya. Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis Kabupaten Bantul untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal; e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah
Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 112.358 KK atau 399.789 jiwa. b. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam
penanggulangan kemiskinan.
B. Kondisi Eksisting
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.
Sedangkan kondisi eksisting penataan bangunan dan lingkungan Kabupaten Bantul yang akan diuraikan meliputi peraturan daerah terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan, dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), data penanganan kebakaran, data kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH), serta data kawasan tradisional bersejarah, yang dijelaskan melalui tabel-tabel sebagai berikut ini.
Tabel 8. 9 Peraturan Daerah Bangunan Gedung Kabupaten Bantul
No. No. Perda Substansi Pengaturan
1. No. 11 Tahun 2012 Persyaratan Bangunan Gedung
Penyelenggaraan Bangunan Gedung Pemanfaatan Bangunan Gedung Pelestarian Bangunan Gedung
Pembongkaran Bangunan Gedung
Tabel 8. 10 Dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Bantul
No RTBL Kawasan Visi Penataan Tahun
Penyusunan RTBL 1 Kws. Pantai Parangtritis,
Kecamatan Kretek
Penataan Kawasan Pariwisata
Pantai
2005
2 Kws. Kota Bantul,
Kecamatan Bantul
Penataan Kawasan Permukiman Perkotaan
2008
3 Kws. Gabusan, Desa
Sabdodadi
Penataan Kawasan Seni Budaya & Pariwisata
2011
Sumber: Satker PBL DIY, 2013
Tabel 8. 11 Penanganan Kebakaran Kabupaten Bantul Tahun 2014
No Daerah/Kawasan
Tabel 8. 12 Kawasan Ruang Terbuka Hijau Kabupaten Bantul Tahun 2014
No Nama Lokasi Luas
1 Taman Jalur Hijau Gapuro
Melikan- Perempatan Gose
2072 Kec. Bantul Taman Jalur Hijau
2 Taman Jalur Hijau Perempatan
Gose – Trirenggo
165 Kec. Bantul Taman Jalur Hijau
3 Taman Tugu Adipura
Perempatan Klodran
239 Kec. Bantul Taman Kota
4 Taman Depan BRI Bantul 250 Kec. Bantul Taman Kota
5 Taman Depan Pasar Bantul 250 Kec. Bantul Taman Kota
6 Taman Parkir Gajah Mada 629 Kec. Bantul Taman Parkir Kota
7 Lapangan Paseban 650 Kec. Bantul Fasilitas Olahraga
dan Taman Kota
8 Lapangan Olahraga Selatan
Masjid Agung
3500 Kec. Bantul Fasilitas Olahraga
No Nama Lokasi Luas Lingkungan
(m2)
Cakupan Wilayah Administrasi
Karakter Lokasi
9 Taman Pramuka 629 Kec. Bantul Taman Kota
10 Taman Depan Masjid Agung
Bantul
677 Kec. Bantul Taman Kota
11 Taman Depan Gereja Bantul 600 Kec. Bantul Taman Kota
Sumber: DPU Kab. Bantul
Tabel 8. 13 Kawasan Tradisional Bersejarah Kabupaten Bantul Tahun 2014
No. Nama Kawasan Lokasi
1 Kws. Kotagedhe Desa Jagalan dan Desa Singosaren
Kecamatan Banguntapan
2 Kws. Paseban Kec. Bantul,
3 Kompleks Makam Raja-raja Imogiri di Desa Girirejo
Kec. Imogiri
4 Kws. Goa Ceremai, Kec. Imogiri,
5 Situs Keraton Mataram Ds. Pleret, Kec. Pleret, Kab. Bantul
6 Makam Sewu Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak
7 Situs Ambarbinangun dan Masjid Patok Negara
Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan
8 Padepokan Ki Ageng Mangir Desa Sendangsari, Kecamatan
Pajangan Sumber: RTRW Kab. Bantul
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan nasional yang dihadapi, antara lain:
a. Penataan Lingkungan Permukiman:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
b. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;
Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien; Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.
c. Kapasitas Kelembagaan Daerah:
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
d. Target Pemenuhan SPM Penataan Ruang
Kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini, yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan.
Sedangkan hasil identifikasi permasalahan dan tantangan penataan bangunan dan lingkungan Kabupaten Bantul dijelaskan melalu tabel berikut ini.
Tabel 8. 14 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Bantul
No. Aspek Permasalahan Tantangan Solusi
No. Aspek Permasalahan Tantangan Solusi
8.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan program penataan bangunan dan lingkungan Kabupaten Bantul untuk lima tahun ke depan disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 8. 15 Kebutuhan Program Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Bantul untuk Lima Tahun Ke Depan
No. Uraian Lokasi Satuan
5 Dukungan Prasarana
No. Uraian Lokasi Satuan
13 Kawasan Perkantoran
Terpadu Manding
Pemberdayaan Komunitas untuk Penangunlangan Kemiskinan
1 Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM)
PNPM ND
Kab. Bantul Paket 1 1 1 1 1
8.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL
A. Program dan Kegiatan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
A. RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi,
ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan
pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:
• Program Bangunan dan Lingkungan;
• Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
• Rencana Investasi;
• Ketentuan Pengendalian Rencana;
• Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
B. RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
C. Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
D. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan); 2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; 3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.
B. Kriteria Kesiapan
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah: E. Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung
Kriteria Khusus:
• Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung;
• Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas:
• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;
• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM Pronangkis-nya;
• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
G. Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria Lokasi :
• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;
• Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
• Kawasan yang dilestarikan/heritage;
• Kawasan rawan bencana;
• Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district);
• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;
• Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
H. Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.
Kriteria Umum:
• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;
• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);
• Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:
• Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;
• Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);
• Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang);
• Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:
• Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
• Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;
• Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
I. Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):
• Ada Perda Bangunan Gedung;
• Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;
• Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi
• Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata Ruang;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
J. Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah:
• Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-
Bersejarah;
• Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
• Ada DDUB;
• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
• Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
K. Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:
• Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);
• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);
• Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
• Ada lahan yg disediakan Pemda;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
L. Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:
• Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
• Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);
• Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun);
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
8.2.5 Usulan Program dan Kegiatan
8.3
Penyediaan Air Minum
8.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
A. Arah Kebijakan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM. Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
1) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
3) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. 4) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air.
B. Lingkup Kegiatan
Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang-undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005. Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:
• Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;
• Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
• Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
• Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.
8.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis
Isu-isu strategis terkait penyediaan air minum Kabupaten Bantul diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum 2. Pengembangan Pendanaan
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum
6. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat
7. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi
8. Percepatan Pencapaian Target MDGs Tujuan 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga tahun 2015.
Kondisi eksisting dalam aspek teknis penyediaan air minum Kabupaten Bantul meliputi data cakupan pelayanan air minum, gambaran umum pelayanan PDAM, sistem pemyediaan air minum perpipaan perkotaan (PDAM) dan perdesaan, serta data daerah sulit air bersih, dijelaskan melalui tabel-tabel dan gambar-gambar sebagai berikut ini.
Tabel 8. 17 Cakupan Pelayanan Air Minum Kabupaten Bantul
No Keterangan Capaian 2013
(jiwa) (%)
I Perkotaan
1 Jumlah Penduduk Perkotaan 350.951
2 Jumlah Penduduk Terlayani Perpipaan Perkotaan 125.615 35,79% 3 Jumlah Penduduk Terlayani Non Perpipaan Perkotaan 126.100 35,93%
4 Jumlah Penduduk Perkotaan Terlayani 251.715 71,72%
II Perdesaan
1 Jumlah Penduduk Perdesaan 583.249
2 Jumlah Penduduk Terlayani Perpipaan Perdesaan 59.585 10,22% 3 Jumlah Penduduk Terlayani Non Perpipaan Perdesaan 395.973 67,89%
4 Jumlah Penduduk Perdesaan Terlayani 455.558 78,11%
III Sistem Perpipaan dan Non Perpipaan
1 Jumlah Penduduk (r = 0,90%) 934.200
2 Jumlah Penduduk Terlayani Perpipaan 185.200 19,82%
3 Jumlah Penduduk Terlayani Non Perpipaan 522.073 55,88% IV Jumlah Penduduk Terlayani Air Minum Layak 707.273 75,71% V Jumlah Penduduk Belum Terlayani Air Minum Layak 226.927 24,29% Sumber: BPS, PDAM, Pamaskarta & Analisis, 2013
Tabel 8. 18 Gambaran Umum Pelayanan PDAM Kabupaten Bantul
No. Keterangan Volume Satuan
1 Jumlah penduduk wilayah administratif 934.200 jiwa
2 Jumlah penduduk (perkotaan/wilayah pelayanan) 350.951 jiwa
3 Jumlah penduduk terlayani 125.615 jiwa
4 Cakupan pelayanan terhadap jumlah penduduk perkotaan 35,79 % 5 Cakupan pelayanan terhadap jumlah penduduk wilayah administratif 13,45 %
6 Kapasitas terpasang 177 lt/det
7 Kapasitas produksi 151 lt/det
8 Kapasitas belum termanfaatkan 26 lt/det
9 Tingkat kehilangan air 31,05 %
10 Jumlah SR 20.733 SR
11 Tarif air 2.300 Rupiah
12 Biaya produksi 2.187 Rupiah
13 Kondisi PDAM Sehat
Tabel 8. 19 Cakupan Pelayanan PDAM Kabupaten Bantul
No Kecamatan Jumlah Penduduk
(jiwa)
Sumber: BPS, PDAM & Analisis, 2013
Tabel 8. 20 Sistem Penyediaan Air Minum Perpipaan PDAM Kabupaten Bantul
No IKK
Sumber Air Baku Pelayanan
Nama
Kasihan SDWL Kasihan dan Mata Air
Kalipakis
SDWL Kasihan dan Mata Air
No IKK
Sumber Air Baku Pelayanan
Nama
Tabel 8. 21 Sistem Penyediaan Air Minum Perpipaan Perdesaan Kabupaten Bantul
No SPAM
Perdesaan
LOKASI Jenis sistem dan Kapasitas
No SPAM Perdesaan
LOKASI Jenis sistem dan Kapasitas
KK ter
Termalang Imogiri Krg Tengah
Karang
40 Catur Makaryo Imogiri
Selopamior
II Imogiri Wukirsari
Karang
songo Jetis Trimulyo
Kembang
No SPAM Perdesaan
LOKASI Jenis sistem dan Kapasitas
KK ter
Tirto Piyungan Sitimulyo
Pager
Gunung II Mata air pompa 1,50 90 450
66
Puntuk
Makmur Piyungan Sitimulyo
Pager
86 Hargo tirta Piyungan Srimulyo
Duwet
Gentong Mata air Gravitasi 1,50 34 170
87 Tirto rejo Piyungan Srimulyo
No SPAM Perdesaan
LOKASI Jenis sistem dan Kapasitas
KK ter
Sumber: BPS & Pamaskarta, 2013
Tabel 8. 22 Daerah Sulit Air Bersih Kabupaten Bantul
Kecamatan Keterangan
Imogiri Di bagian perbukitan yaitu di Desa Selopamioro
Dlingo Sebagian besar Kecamatan Dlingo di dataran tinggi kekurangan air yaitu Desa Muntuk, Mangunan, Jatimulyo
Piyungan Sebagian dari Kecamatan Piyungan kekurangan air Desa Sitimulyo dan Srimulyo
Gambar 8. 2 Sistem Penyediaan Air Minum Perpipaan Kabupaten Bantul
II. Aspek Pendanaan
Sumber pendanaan pembangunan SPAM Perpipaan Perkotaan dilaksanakan melalui pendanaan APBN dan APBD, sedangkan pembangunan SPAM Perpipaan Perdesaan dilaksanakan melalui pendanaan APBN, APBD dan masyarakat. Operasional sistem penyediaan air minum perpipaan perdesaaan (SPAMDes) didanai oleh masyarakat yang dikelola oleh kelompok masyarakat pengelolaa air minum yang tergabung di dalam Kelompok Pamaskarta. Sedangkan operasional sistem perpipaan perkotaan didanai melalui PDAM. Tarif air PDAM Kabupaten Bantul dijelaskan melalui tabel berikut ini.
Tabel 8. 23 Tarif Air PDAM Kabupaten Bantul
NO
KELOMPOK
PELANGGAN
TARIF BERDASARKAN KLASIFIKASI
KONSUMSI AIR (Rp)
0-10 M
311-20 M
3> 20 M
3I.
KELOMPOK I
Sosial Umum
1.200
1.200
1.200
II.
KELOMPOK II
1.
Sosial Khusus
1.500
1.875
2.250
2.
Rumah Tanggan A1
1.500
1.875
2.250
3.
Instansi Pemerintah
2.250
2.800
3.375
III.
KELOMPOK III
1.
Rumah Tangga A2
2.250
2.800
3.375
2.
Rumah Tangga B
2.250
3.000
3.600
3.
Niaga Kecil
3.500
4.000
4.
Industri Kecil
3.500
4.000
IV. KELOMPOK IV
1.
Niaga Besar
4.000
2.
Industri Besar
6.000
Sumber: Pebup Bantul No. 75 Tahun 2007
III. Aspek Kelembagaan
Pengelola sistem penyediaan air minum perpipaan perkotaan dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bantul. PDAM Kabupaten Bantul berdasarkan audit BPPSPAM (2012) telah dinyatakan sehat. Sedangkan pengelola sistem penyediaan air minum perpipaan perdesaan (SPAMDes) dikelola oleh kelompok-kelompok masyarakat pengelola air minum yang disebut dengan kelompok Pamaskarta, hingga saat ini di Kabupaten Bantul terdapat 103 kelompok masyarakat pengelola air minum perpipaan perdesaan.
IV. Aspek Peraturan Perundangan
pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam penyediaan air bersih melalui peningkatan kinerja Perusahaan Daerah Air Minum sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
V. Aspek Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan penyediaan air minum diwujudkan dengan membentuk kelompok-kelompok masyarakat pengelola air minum perdesaan yang tergabung di dalam kelompok Pamaskarta. Saat ini telah terbentuk 103 kelompok masyarakat pengelola air minum perdesaan di Kabupaten Bantul.
C. Permasalahan dan Tantangan
Adapun beberapa permasalahan pengembangan SPAM pada tingkat nasional antara lain: 1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas
a) Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk
b) Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan.
c) Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan tekanan air pada jaringan distribusi umumnya masih rendah.
d) Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus membayar lebih mahal.
e) Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum masyarakat belum memadai.
f) Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.
g) Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan buruknya akses air minum yang aman.
2) Pendanaan
a) Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan.
b) Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri.
c) Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM masih rendah.
3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan
a) Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM.
b) Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh penyelenggara SPAM (PDAM).
c) Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong pemekaran badan pengelola SPAM di daerah.
4) Air Baku