• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 87df1b2ea4 BAB VIBAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 87df1b2ea4 BAB VIBAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

6.1. PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan

hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai

prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi

lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

6.1.1. Arahan Kebijakan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada

amanat peraturan perundangan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa

pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana

dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat,

sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa

permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga

mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c),

penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan

dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan

kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh

(butir f).

6

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

(2)

3. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan

penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan

penanggulangan kawasan kumuh.

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum

dan Tata Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas

permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada

tahun 2014.

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka

Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang

perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan

pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang

pengembangan permukiman.

Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman

adalah:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan

permukiman di perkotaan dan perdesaan;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi

pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan

pengembangan kawasan perdesaan potensial;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan

kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan

pembangunan rumah susun sederhana;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan

(3)

perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan

bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta

pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang

pengembangan permukiman;

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

6.1.2. Kondisi Eksisting dan Isu Strategis

A. PERMUKIMAN FORMAL

Dalam pembangunan perumahan, memiliki tiga unsur

persyaratan yang harus di penuhi, yaitu unsur kualitas,

Kesehatan dan harmonis. Ketiga unsur tersebut diuraikan

berdasarkan pendapat para ahli, sebagai berikut;

Lingkungan Permukiman Yang Berkualitas

Masalah permukiman yang dialami oleh perkotaan

pada umumnya adalah dengan menurunya kualitas

permukiman, dan penurunan ini kemudian menimbulkan

kawasan kumuh dalam arti:

 Kepadatan bangunan/perumahan yang terlalu tinggi

 Lenyapnya taman-taman dan ruang terbuka.

 Tidak mencukupinya jaringan air bersih, listrik dan

pembuangan air kotor.

 Berkurangnya tingkat pelayanan dan fasilitas umum

seperti sekolah, tempat pertemuan dan olah raga,

rekreasi, dan lain-lain.

 Hilangnya ciri-ciri khas atau karakter spesifik dari daerah

permukiman tertentu.

 Perumahan adalah tempat kediaman yang dilengkapi

(4)

sosial dan budaya. Lebih lanjut ditegaskan bahwa untuk

mendukung kualitas permukiman, perencanaan dan

pembangunan lingkungan perumahan baru harus

memiliki persyaratan sebagai berikut:

 Prasarana Lingkungan, meliputi:

- Jalan,

- Saluran pembuangan air limbah dan

- Saluran pembuangan air hujan

 Utilitas umum, meliputi

- Jaringan air bersih, disediakan sebagai fasilitas

kebakaran (kran kebakaran)

- Listrik

- Pembuangan sampah

- Telepon dan

- Gas

 Fasilitas umum, meliputi:

- Fasilitas pendidikan

- Kesehatan

- Perbelanjaan-niaga

- Pemerintahaan-pelayanan umum

- Peribadatan

- Rekreasi-bidaya

- Olah raga dan

- Lapangan terbuka.

(5)

Rumah yang sehat dimaksudkan adalah rumah yang

memiliki makna lebih luas, yaitu rumah yang memiliki

kualitas keamanan, kesehatan dan kenyamanan

bertempat tinggal.

Sehubungan dengan pembangunan perumahan, The

Committe on the Hygiene of Housing of the American

Public Health Association telah menyarankan persyaratan

pokok suatu rumah sehat adalah sebagai berikut :

 Harus memenuhi kebutuhan fisiologis;

Yang meliputi suhu optimal di dalam rumah,

pencahayaan, perlindungan terhadap kebisingan,

ventilasi yang baik, serta tersediannya ruang untuk

latihan dan bermain anak-anak.

 Harus memenuhi kebutuhan psikologis;

Yang meliputi jaminan ‘ privacy” yang cukup, kesempatan dan kebebasan untuk kehidupan

keluarga secara normal, hubungan yang serasi antara

orang tua dan anak, terpenuhinnya persyaratan

sopan santun

 Dapat memberikan perlindungan terhadap penularan

penyakit dan pencemaran;

Yang meliputi tersediaanya penyediaan air bersih

yang memenuhi persyaratan, adanya fasilitas

pembuangan air kotor, tersedia fasilitas untuk

penyimpanan makanan, terhindar dari serangga atau

hama-hama lain yang mungkin dapat berperan dalam

(6)

 Dapat memberikan perlindungan/pencegahan

terhadap bahaya kecelakaan dalam rumah;

Yang meliputi konstruksi yang kuat, dapat

menghindarkan bahaya kebakaran, pencegahan

kemungkinan kecelakaan jatuh atau kecelakaan

mekanis lainnya dan sebagainnya.

 Pengembangan Prasarana Dan Sarana Perkotaan

Kriteria pengembangan prasarana dan sarana

perkotaan dituangkan dalam pengembangan

prasarana dan sarana oleh Departemen Kimpraswil

adalah untuk mendukung kawasan secara

terintegrasi, memperhatikan keterbatasan

lingkungan dan daya dukung lingkungan, mendukung

pengembangan SDM, serta mendukung

pengembangan sosial kemasyarakatan dan budaya.

Indikator yang digunakan berupa:

- tingkat pelayanan prasarana transportasi

- tingkat pelayanan prasarana air bersih

- tingkat pelayanan prasarana air limbah

- tingkat pelayanan prasarana persampahan

- tingkat pelayanan prasarana drainase, serta

- tingkat pelayanan sarana perumahan dan

permukiman

B. PERMUKIMAN UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN

RENDAH (MBR)

Saat ini Pemerintah Kota Palangka Raya dibebani

(7)

pertumbuhan ekonomi, antara lain terkait dengan tingginya

angka kemiskinan Kota yang saat ini telah mencapai jumlah 24

% dari total penduduk Kota Palangka Raya. Rendahnya

pertumbuhan ekonomi dan daya serap tenaga kerja, tidak

terlepas dari minimnya investasi yang masuk ke wilayah Kota

Palangka Raya sepanjang tahun 2002-2006, dan berimplikasi

pada besaran target serapan tenaga kerja sebesar 45,75 %

akan sulit terpenuhi, meskipun target pertumbuhan ekonomi

rata-rata sebesar 4,5 % terlampuai.

Berkenaan dengan itu, Pemerintah Kota Palangka

Raya, selain harus memanfaatkan secara optimal APBD yang

tersedia, dan mampu dialokasikan pada kegiatan untuk

memfasilitasi kegiatan yang memberikan dampak

meningkatkan pertumbuhan, juga harus menyadari bahwa

investasi swasta atau peran masyarakat secara luas untuk

berperan dalam rangka penyediaan sumber daya yang

mampu mengungkit pertumbuhan. Untuk itu kebijakan

anggaran dan kebijakan investasi harus dibuat untuk

mendorong pertumbuhan, bukannya menghambat investasi.

Berdasarkan Keputusan Walikota Palangka Raya No.

171 Tahun 2007, telah ditetapkan sebanyak 15 kelurahan

yang dijadikan sasaran penanggulangan kemiskinan Kota

sebagaimana tabel berikut.

Tabel 6.1

Kategori Kelurahan Miskin Kota Palangka Raya

No Kecamatan Luas Kelurahan

Bukan Miskin Miskin

1 Pahandut 125.195 Pahandut Tumbang Rungan

Langkai Pahandut Seberang

(8)

No Kecamatan Luas Kelurahan

2 Jekan Raya 34.209 Menteng Petuk Ketimpun

Bukit Tunggal Palangka

3 Sebangau 145.997 Kereng Bengkirai Bereng Bengkel

Kalampangan Kameloh Baru

Sabaru Danau Tundai

4 Bukit Batu 14.711 Banturung Marang

Tangkiling Sei Gohong

Tumbang Tahai Kanarakan

Habaring Hurung

5 Rakumpit 8.038 Petuk Bukit Panjehang

Petuk Berunai Mungku Baru

Pager Gaung Baru

Bukit Sua

Sumber : SPPIP Kota Palangkaraya Tahun 2010

Permasalahan kemiskinan di wilayah Kota Palangka

Raya, mencakup keterbatasan kecukupan pangan dan mutu

pangan, terbatasnya akses layanan kesehatan, terbatasnya

akses layanan pendidikan, terbatasnya kesempatan kerja dan

berusaha, terbatasnya akses layanan perumahan, terbatasnya

akses hubungan transportasi, memburuknya kondisi Sumber

Daya Alam dan Lingkungan Hidup, dan lemahnya partisipasi.

Faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya

kesejangan disebabkan oleh konidis masyarakat. Masyarakat

yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih

belum banyak tersentuh oleh program–program

pembangunan sehingga akses terhadap pelayanan sosial,

ekonomi, dan politik masih sangat terbatas serta terisolir dari

wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu kesejahteraan

(9)

memerlukan perhatian dan keberpihakan pembangunan yang

besar dari pemerintah Kota Palangka Raya.

Gambar 6.1 Kondisi rumah yang menunjukan kualitasrendah

C. KASIBA DAN LISIBA

Kawasan siap bangun, adalah sebidang tanah yang

fisiknya telah disiapkan untuk pembangunan permukiman dan

perumahan skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan

siap bangun dan pelaksanaanya dilakukan secara bertahap

dengan lebih dulu dilengkapi dengan jaringan primer dan

sekunder prasarana sesuai rencana tata ruang.

Pembangunan perumahan dan permukiman di

Propinsi Kalimantan Tengah tidak menjadi penekanan utama.

Dalam RTRWP Kalimantan Tengah tahun anggaran 2000/2001

pembangunan wilayahnya lebih ditekankan pada

pengembangan hutan lindung yang memang merupakan

bagian terbesar dari wilayah Propinsi Kalimantan Tengah.

Namun hal ini bukan berarti bahwa sektor perumahan dan

permukiman diabaikan.

Kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman

di Propinsi Kalimantan Tengah lebih ditekankan untuk

mengikuti perencanaan pusat-pusat pertumbuhan sesuai

dengan fungsi yang telah ditetapkan. Perumahan dan

permukiman yang dikembangkan tersebut lebih diarahkan

(10)

permukiman perdesaan transmigrasi yang dilengkapi dengan

sarana dan prasarana pendukung.

Direncanakan kawasan Kasiba/Lisiba tersebut akan

mampu menampung 18.390 jiwa, dengan total 3.678 unit

rumah. Saat ini kendala yang dihadapi dalam rangka

pengembangannya, antara lain terbentur dari aspek belum

terbentuknya Badan Pengelola, yang akan menangani

kawasan tersebut secara independen.

Kedepan kawasan tersebut perlu mendapatkan

perhatian pemerintah kota sebagai kawasan pengembangan

Perkotaan, sebagai alternatif lokasi penyediaan dan

pembangunan perumahan tersebut berada di kawasn Mahir

Mahar.

D. PERMUKIMAN KUMUH

Munculnya kawasan permukiman kumuh merupakan

satu indikasi kegagalan program perumahan yang terlalu

berpihak pada produksi rumah langsung terutama bagi

masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas, dan

prioritas program perumahan pada rumah milik dan

mengabaikan potensi rumah sewa. Program pemberdayaan

masyarakat didalam menyediakan rumah yang layak bagi

dirinya sendiri belumlah dilaksanakan dengan optimal.

Konsentrasi program pemerintah pada rumah milik telah

mengabaikan realitas potensi rumah sewa sebagai salah satu

alternatif pemecahan masalah perumahan terutama bagi

masyarakat golongan ekonomi lemah ke bawah.

Membanjirnya penduduk pedesaan mengadu nasib ke

daerah perkotaan telah berimplikasi terhadap berbagai aspek

(11)

perumahan, kesehatan lingkungan, penyediaan sarana dan

prasarana umum, sektor tenaga kerja, perekonomian kota,

tata ruang, dan sebagainya.

Hal ini tentu memerlukan pendekatan yang berbeda

pula, baik dalam memandang dan memecahkan

permasalahan yang timbul akibat dampak urbanisasi ini. Bagi

sebagian besar orang terutama para pengambil kebijakan,

rumah kumuh dipandang sebagai suatu masalah terutama

dilihat dari sisi penampilan fisiknya, jika di lihat dari kondisi

fisik topografi dan hidrologi wilayah perkotaan Palangka Raya

merupakan area yang memiliki lahan gambut/rawa sehingga

masyarakat menggunakan tiang penyangga sebagai pondasi

rumah dan itulah yang dianggap berkesan kumuh. Rumah

kumuh selalu menjadi kambing hitam bagi kumalnya wajah

kota dan menyiratkan terlalu vulgar tentang kegagalan

pembangunan, sesuatu yang haram bagi kebanyakan

pemimpin. Lingkungan yang kotor, becek, sanitasi yang

buruk, bangunan yang semrawut, penampilan yang jorok,

sumur yang tercemar, kepadatan bangunan dan hunian yang

tinggi, penggunaan bahan bangunan bekas dan murahan, dan

sebagainya, merupakan gambaran umum yang dikaitkan

dengan eksistensi rumah kumuh. Disamping itu, dalam rumah

kumuh mungkin juga melekat streotipe kriminalitas tinggi dan

(12)

Gambar 6.2 Kondisi lingkungan yang menambah kekumuhan permukiman Flamboyan

Gambar 6.3 Kondisi lingkungan permukiman Mendawai

Secara Fisik kawasan perencanaan yang berada pada

kemiringan topografi dalam kawasan perencanaan relatif

datar (berkisar antara 0 - 2%). Kondisi sangat menguntungkan

untuk pengembangan bangunan karena faktor kemiringan

lahan tidak menjadi kendala pengembangan selanjutnya.

Bagian timur kawasan perencanaan lebih tinggi

dibandingkan dengan sisi barat kawasan. hal ini memberikan

kemudahan bagi pengairan drainase. Namun, apabila kondisi

air Sungai Kahayan pasang maka akan terjadi genangan di

beberapa tempat.

Kekumuhan kawasan permukiman ditinjau dari aspek fisik, yang

terlihat dari:

 Ketimpangan tampilan fisik bangunan yang terjadi di

kawasan studi yaitu adanya bangunan mewah atau modern

(13)

bangunan tradisional sederhana di permukiman. Bangunan

sektor formal yang berbur dengan sektor informal yang liar

dan tidak tertata

 Munculnya bangunan-bangunan tidak permanen baru di

badan jalan maupun di trotoar yang mengakibatkan

terganggunya fungsi jalan dan kenyamanan pengguna

jalan, - Pemanfaatan daerah sungai oleh masyarakat untuk

kegiatan ekonomi, yang menjadikan terganggunya fungsi

sungai secara maksimal

 Tidak adanya jarak antar bangunan yang mengakibatkan

rumah menjadi tidak sehat,

 Kumuhnya permukiman akibat aktivitas kawasan yang

terlalu berlebihan, sehingga menyebabkan lingkungan

hunian menjadi tidak sehat dan tidak nyaman untuk

ditinggali,

 Tidak berfungsinya saluran drainase kota di kawasan

tersebut secara optimal,

 Sampah dan limbah akibat aktivitas warga yang tidak

dikelola dengan baik, sehingga menyebabkan

pemandangan yang kotor, terutama didaerah dengan

sistem rumah dengan penyangga tiang.

 Kurangnya sarana prasarana juga kurang terpeliharanya

sarana prasarana (jalan lingkungan, tempat sampah, MCK

umum)

 Terlalu padatnya jumlah penduduk, yang kurang seimbang

dengan daya tampung ruang hunian dan penataan ruang

(14)

Tabel 6.2

Potensi dan Permasalahan Kawasan Permukiman di Kota Palangka Raya

NO KAWASAN ASPEK KRITERIA INDIKATOR POTENSI PERMASALAH

AN dan lingkungan perumahan dalam areal perkotaan yang memiliki nilai ekonomis dan atau strategis tinggi. fungsi khusus dalam skala pembangunan wilayah kota atau wilayah yang lebih luas

(15)

NO KAWASAN ASPEK KRITERIA INDIKATOR POTENSI PERMASALAH dan lingkungan perumahan dalam

perkotaan yang memiliki nilai ekonomis dan fungsi khusus dalam skala pembangunan wilayah kota atau wilayah yang lebih luas

 Dominasi yang memiliki kondisi yang potensial terkena bencana (alam maupun konflik sosial) yang tukan rencana tata ruang.

 Sesuai RTRW  RP4D  RPIJM

(16)

NO KAWASAN ASPEK KRITERIA INDIKATOR POTENSI PERMASALAH dan lingkungan perumahan kumuh dalam areal perkotaan yang memiliki nilai ekonomis dan atau fungsi khusus dalam skala pembangunan wilayah kota atau wilayah yang lebih luas

 Dominasi yang memiliki kondisi yang potensial terkena bencana (alam maupun konflik sosial) yang tukan rencana tata ruang. dan lingkungan perumahan

(17)

NO KAWASAN ASPEK KRITERIA INDIKATOR POTENSI PERMASALAH AN areal perkotaan

yang memiliki nilai ekonomis dan atau fungsi khusus dalam skala pembangunan wilayah kota atau wilayah yang lebih luas

(18)

NO KAWASAN ASPEK KRITERIA INDIKATOR POTENSI PERMASALAH yang memiliki kondisi

Jauh dari pusat pelayanan

 BENCANA  Kawasan permukiman yang potensial terkena bencana (alam maupun konflik sosial) yang

Sumber : Hasil Analisa, 2014

6.1.3. Arahan Pengembangan

Pembangunan perumahan dilakukan dalam rangka

memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang layak bagi masyarakat

dan/atau untuk pemukiman kembali (resettlement) sebagai

akibat dari pembangunan prasarana dan sarana Kabupaten.

Pembangunan perumahan dilakukan dengan pengembangan

perumahan yang sudah ada maupun pembangunan perumahan

baru. Pembangunan perumahan baru dilakukan secara intensif

(19)

optimal pada kawasan-kawasan di luar kawasan lindung dengan

fungsi kegiatan perumahan permukiman.

Untuk klasifikasi dari permukiman yang ada di Kota

Palangka Raya dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

a) Permukiman yang dibangun oleh pribadi (masyarakat)

b) Permukiman yang dibangun oleh pengembang

c) Permukiman/rumah dinas

Jika dilihat dari kecenderungan yang ada pada

umumnya permukiman yang dibangun oleh pribadi (masyarakat)

ada tiga jenis yaitu yang tertata dengan rapi, sembarangan dan

tidak teratur, serta kampung kumuh. Permukiman yang

dibangun/dikembangkan oleh pengembang umumnya berupa

rumah dalam berbagai tipe, sedangkan untuk rumah dinas tidak

ada penambahan.

Pengembangan kawasan perumahan dan permukiman

di Kota Palangka Raya ditentukan berdasarkan atas luasan

kapling rumah dibawah ini:

a) Rumah kapling kecil, setidaknya seluas ≥200 meter persegi.

b) Rumah kapling menengah, luas lahan antara >250 meter

persegi.

c) Rumah kapling besar, luas lahan >500 meter persegi.

Arahan pengembangan untuk kawasan perumahan di

Kota Palangka Raya pada masa mendatang adalah sebagai

berikut :

a) Pembangunan rumah tidak boleh merusak kondisi

lingkungan yang ada.

b) Dalam penataan rumah harus memperhatikan lingkungan

dan harus berpegang pada ketentuan KDB dan KLB yang

telah ditetapkan.

(20)

sebagai ruang terbuka hijau dan bersifat khusus sebaiknya

tidak dialihfungsikan untuk permukiman atau kegiatan lain

yang diperkirakan dapat menurunkan kualitas lingkungan.

d) Mendorong partisipasi masyarakat untuk mengadakan

rumah sendiri tetapi penataannya harus mengikuti rencana

tata ruang dan advis planning yang dikeluarkan oleh Dinas

Pekerjaan Umum/atau instansi yang menangani tentang

permukiman dan perumahan

e) Untuk pengembangan perumahan yang dilakukan oleh

developer harus disertai juga dengan pembangunan fasilitas

umum dan sosial terutama pada RTH dan lapangan olah

raga, tempat ibadah, makam, perbelanjaan, serta jalan yang

menghubungkan dengan jalan yang ada disekitarnya dan

jalan utama kota.

Rencana pengembangan perumahan di Kota Palangka

Raya adalah sebagai berikut:

a) Pembangunan kawasan perumahan baru

Berdasarkan proyeksi penduduk diarahkan merata pada

pusat pelayanan permukiman (PPL) untuk menghindari

jumlah penduduk yang terpusat di Kota Pangkalan Bun dan

Kota Kumai.

b) Peningkatan lingkungan perumahan kampung perkotaan

Terpusatnya jumlah penduduk di Kecamatan Arut Selatan

dikhawatirkan dapat berdampak pada munculnya lingkungan

permukiman kumuh sehingga perlu dilakukan pengawasan

terhadap setiap pembangunan rumah baru agar tidak

melanggar batas-batas sempadan sungai.

c) Peningkatan lingkungan perumahan kampung perdesaan

Dapat dilakukan dengan pengembangan sarana dan

(21)

sehingga tidak terjadi pertumbuhan kawasan yang tidak

seimbang/tertinggal.

d) Penyediaan lahan lisiba dan kasiba

6.2.PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)

6.2.1. Arahan Kebijakan

Beberapa arahan kebijakan yang menjadi dasar dalam

pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pada

pasal 40

Arahan UU no 7 tahun 2004 mengamanatan bahwa pemenuhan

kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan

pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk

pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggungjawab

Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka

Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana

masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan

Sistem Penyediaan Air Minum

Dalam peraturan ini berisi bahwa Pengembangan SPAM adalah

kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau

meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan,

manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam

kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum

kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan

tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan

SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum,

keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian,

(22)

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang

Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan

pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan

SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau

meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh

untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat

menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang

Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang

aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan

perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan

kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

6.2.2. Kondisi Eksisting dan Isu Strategis

Dari seluruh sistem yang ada saat ini, jumlah kapasitas terpasang

adalah sebesar 272,5 liter/detik, dengan kapasitas operasi sebesar 140

l/detik. Sehingga dengan kondisi tersebut satu ini idle capasity adalah

sebesar 132,5 l/detik, hal itu terjadi karena jumlah pelanggan baru

mencapai 14.375 ( data Nopember 2008).

Dengan menggunakan data kependudukan sampai dengan tahun

2007, maka cakupan pelayanannya bartu mencapai 58,7 % dari total

jumlah penduduk.

Saat ini pasokan air baku Perusahaan Daerah Air Minum Palangka Raya

yang berasal dari intake sungai Kahayan, semakin tahun dirasakan semakin

menurun kualitasnya, antara lain tingkat kekeruhan yang semakin tinggi.

Tingginya tingkat kekeruhan sumber bahan baku dari Sungai Kahayan,

terutama di musim hujan disebabkan lokasi intake sumber bahan baku

(23)

Rungan dan Manuhing. Di mana aliran air dari sungai Rungan berwarna

merah bercampur dengan air sungai Kahayan yang berwarna kecoklatan.

Tingginya tingkat kekeruhan tersebut menyebabkan biaya operasional

penjernihan akan meningkat.

Permasalahan lainnya saat ini tingkat kebocoran air yang

didistribusikan oleh PDAM cukup tinggi, yaitu sekitar 30,68 % pada tahun

2006 dan pada tahun 2007 sebesar 28.90 %. Data tersebut menunjukan

dari aspek prosentase menurun, namun dari sisi jumlah meningkat dari

sebelumnya tahun 2006 sebesar 1.104.704 m3/tahun menjadi 1.210.189 m3/tahun.

Tingginya tingkat kebcoran tersebut terjadi karena oleh jaringan air

minum kurang dikelola dengan baik, minimnya dana pemeliharaan dan

perawatan terhadap pipa jaringan akibat tarif yang terlalu rendah, selain

itu disebabkan adanya penyebab non teknis. Dari aspek peralatan, sampai

saat ini PDAM hanya memiliki 1 unit pompa intake, sehingga secara terus

menerus dioperasikan. Peralatan lainnya yang sudah dalam kondisi tua

meliputi mixer pengaduk bahan kimia, pompa dozing yang tidak layak pakai

dan peralatan pengangkat bahan kimia.

Secara teknis sumber tersebut tidak memiliki masalah intrusi air

asin, namun permasalahan yang cukup potensial terkait kendala yang

dihadapi PDAM saat ini mencakup :

1. Air Sungai Kahayan setelah pertemuan dengan S. Rungan berwarna

coklat kemerahan disebabkan pasokan air dari S. Rungan yang

berwarna lebih pekat terutama pada saat debit S. Rungan besar

(Musim Hujan). Hal ini mengakibatkan PDAM kesulitan dalam

mengolah air baku menjadi air bersih yang berkualitas.

2. Perkembangan Kota Palangka Raya yang cukup pesat ke arah barat

baik berupa permukiman maupun industri mengharuskan adanya

(24)

3. Oleh sebab itu dirasa perlu untuk merencanakan intake baru di bagian

hulu dari pertemuan antara S. Rungan dan S. Kahayan untuk mengatasi

permasalahan tersebut.

4. Kualitas SDM kurang

5. Tarif masih rendah dan Biaya oprasional tinggi

6. Kualitas air tanah dan sungai yang digunakan masyarakat kurang

memenuhi syarat sebagai air minum.

6.2.3. Arahan Pengembangan

Adapun rencana pengembangan sistem air bersih di Kota

Palangka Raya adalah sebagai berikut :

a) Rencana pengembangan sistem air bersih diusahakan terintegrasi

dengan pelayanan sistem air bersih eksisting yang telah ada.

b) Terkait dengan cakupan pelayanannya, diusahakan untuk ditambah

seluas mungkin hingga akhir tahun perencanaan.

c) Mengintegrasikan pengembangan sistem air bersih dengan sistem

jaringan jalan, sehingga semua kawasan yang memiliki tingkat

kemudahan aksesibilitas dapat memperoleh pelayanan air bersih

yang memadai.

d) Terkait dengan sumber air baku, maka diusahakan menggunakan

sumber air baku yang terdekat dengan wilayah pelayanannya.

e) Proses pengolahan air bersih diusahakan menggunakan sistem

konvensional atau menggunakan paket dalam negeri untuk

memudahkan operasional dan perawatan.

f) Distribusi pelayanan sistem air bersih diusahakan dilakukan dengan

menggunakan sistem gravitasi.

g) Kawasan-kawasan prioritas dalam penyediaan kebutuhan air bersih

(25)

6.3.PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

6.3.1. Air Limbah

A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Air Limbah

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur

pengelolaan air limbah, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi

diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar

masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya,

seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa

sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya

pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya

perlindungan dan pelestarian sumber air.

3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana

air limbah permukiman secara terpadu dengan

penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.

4. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah

satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan

jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum

(26)

Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang

memadai dan tersedianya sistem air limbah skala

komunitas/kawasan/kota.

6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998

tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan

Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap

air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat

dibuang ke badan air penerima menurut standar yang

diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar

efluen (effluent standard)

B. Kondisi Eksisting dan Isu Strategis

Limbah cair rumah tangga pada permukiman apabila tidak

ditangani dengan cukup baik, akan berpengaruh terhadap kualitas

lingkungan diantaranya penurunan kualitas air badan air dan air

tanah, penurunan tingkat kesuburan tanah, maupun penurunan

tingkat estetika suatu wilayah.

Ketika jumlah penduduk masih sedikit, maka daya dukung

lingkungan masih mampu melalukan pembersihan sendiri (self

purification), namun dengan bertambahnya jumlah penduduk dan

peningkatan debit limbah cair yang dihasilkan maka diperlukan

metode pengelolaan sehingga yang terbuang pada lingkungan

diharapkan sudah memenuhi.

Pengelolaan air limbah di Kota Palangka Raya sampai saat ini

belum sepenuhnya mampu ditangani dan dibiayai oleh Pemerintah

Kota, terutama dalam hal pembangunan sarana dan prasarananya.

Penanganan air limbah selama ini diusahakan oleh masyarakat

secara swadaya untuk membuat septicktank yang sederhana dan

lainnya berupa cubluk. Akan tetapi dari jumlah penduduk Kota

(27)

mereka membuang air limbah langsung kedalam badan air Sungai

Kahayan, sungai Rungan-Manuhing dan Sungai Sabangau.

Adapun permasalahan yang muncul dalam pengelolaan air

limbah dapat diuraikan sebagai berikut ini :

1. Sistem pengelolaan air limbah secara terpadu dan terpusat di

wilayah Kota Palangka Raya masih belum ada, hal itu terjadi

karena keterbatasan anggaran pemerintah Kota serta belum

menjadi skala prioritas.

2. Penggunaan kawasan sungai sebagai tempat pembuangan tinja

masih tinggi terutama yang tinggal dibentaran sungai.

3. Secara umum persentase masyarakat Kota Palangka Raya yang

mempunyai akses terhadap jamban keluarga, jamban umum

atau jamban bersama dilengkapi dengan bangunan pengolah

seperti cubluk dan tangki septic masih belum berkembang,

kalupun tersedia hanya terbatas di kawasan pusat

perdagangan.

4. Pola pendanaan investasi di bidang pembiayaan prasarana dan

sarana air limbah selama ini sangat bertumpu kepada

kemampuan pemerintah.

5. Kedepan peran Pemerintah baik pusat dan daerah dalam

penyediaan anggaran akan sangat terbatas, untuk itu upaya

pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyediaannya

harus lebih ditingkatkan.

6. Sampai saat ini produk hukum yang berkaitan dengan

pengembangan kerangka peraturan untuk mendorong

partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan,

(28)

Gambar 6.4 Kondisi sistem sanitasi di Flamboyan Bawah dan Mendawai

6.3.2. Persampahan

A. Arahan Kebijakan

Beberapa peraturan perundangan yang mengamanatkan

tentang sistem pengelolaan persampahan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Berdasarkan undang-undang No. 17 tahun 2007, aksesibilitas,

kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana

masih rendah, yaitu baru mencapai 18,41 persen atau

mencapai 40 juta jiwa.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan akan pentingnya

pengaturan prasarana dan sarana sanitasi (air limbah dan

persampahan) dalam upaya perlindungan dan pelestarian

sumber air.

3. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah.

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah

yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah,

pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi

terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20

disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib

melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah

(29)

- Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap

dalam jangka waktu tertentu;

- Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; - Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah

lingkungan;

- Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur

ulang; dan

- Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus

menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang

dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open

dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak

diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini

4. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

Peraturan ini menyebutkan bahwa PS Persampahan meliputi

proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan,

pengolahan dan pembuangan akhir, yang dilakukan secara

terpadu.

B. Kondisi eksisting dan isu strategis

Hal pertama yang perlu diketahui dalam mengelola

persampahan adalah karakter dari sampah yang ditimbulkan oleh

masyarakat perkotaan.berbagai karakter sampah perlu dikenali,

dimengerti dan difahami agar dalam menyusun sistem pengelolaan

yang dimulai dari perencanaan strategi dan kebijakan serta hingga

pelaksanaan penanganan sampah dapat dilakukan secara benar.

Karakter sampah dapat dikenali sebagai berikut: (1) tingkat

produksi sampah, (2) komposisi dan kandungan sapah, (3)

kecenderungan perubahannya dari waktu ke waktu. Karakter

(30)

penduduk, pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran serta gaya

hidup dari masyarakat perkotaan. Oleh karena itu sistem

pengelolaan yang direncanakan haruslah mampu mengakomodasi

perubahan-perubahan dari karakter sampah yang ditimbulkan.

Pengumpulan sampah pada lokasi timbulan sampah

merupakan hal selanjutnya yang perlu diketahui, berbagai

permasalahan pada kegiatan pengumpulan sampah antara lain

banyaknya timbunan sampah yang terkumpul tapi tidak tertangani

(diangkut/ditanam) sehingga pada saat sampah tersebut menjadi

terdekomposisi dan menimbulkan bau yang akan mengganggu

pernafasan dan mengundang lalat yang merupakan pembawa dari

berbagai jenis penyakit.

Tempat sampah yang memadai menjadi hal yang sangat

langka pada kawasan yang padat penduduknya. Sungai dianggap

merupakan salah satu tempat pembuangan sampah yang paling

mudah bagi masyarakat perkotaan.

Hal tersebut dilakukan tanpa memikirkan apa yang akan

terjadi kemudian, memang untuk sementara sampah yang

dihasilkan tidak tertimbun pada lokasi penimbunan sampah tetapi

untuk jangka panjang akan menyebabkan berbagai masalah yang

tidak kalah besarnya.Kegiatan selanjutnya adalah berkaitan dengan

pengangkutan sampah dari tempat timbulan sampah ke Tempat

Pembuangan Sementara (TPS).

Pengangkutan sampah umumnya dilakukan dengan

mengunakan gerobak atau truk sampah yang dikelola oleh

kelompok masyarakat maupun dinas kebersihan kota. Beberapa hal

yang terjadi pada pengangkutan sampah tersebut adalah ceceran

sampah maupun cairannya sepanjang rute pengangkutan, atau

terhalangnya arus trasportasi akibat truk sampah yang digunakan

(31)

daerah yang padat penduduknya TPS sangat kecil dan tidak cukup

untuk menampung sampah yang ditimbulkan. Hal tersebut akan

mengakibatkan timbunan sampah yang tidak terangkat, dan bila

terdekomposisi akan menimbulkan bau dan akan mengundang lalat.

Pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sementara

ke tempat pembuangan akhir merupakan kegiatan selanjutnya yang

perlu dipikirkan. Memindahkan sampah dari tempat pembuangan

sampah sementara yang hanya ditimbun dan tidak ditempatkan

pada tempat penampungan akan menyebabkan kesulitan pada saat

memindahkan sampah tersebut. Proses pemindahan tersebut harus

dilakukan cepat agar tidak menggangu kelancaran lalulintas dan

penggunaan truk pengangkut menjadi efisien.

Di Kota Palangka Raya proses pengangkutan dari TPS ke TPA

banyak yang dilakukan dengan menggunakan truk bak terbuka dan

sudah bocor, sehingga sering terjadi sampah dan cairan sampah

yang diangkut tersebar disekitar rute perjalanan. Hal ini menjadikan

keindahan kota tergangu karena sampah tercecer dan bau yang

ditimbulkan akan menggangu pernafasan.

Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan

banyak truk pengangkut, dengan keterbatasan jumlah truk yang

dimiliki oleh Dinas Kebersihan, rotasi truk pengangkut menjadi lebih

tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya perawatan truk

pengangut akan meningkat dan masa pakai kendaraan pengangkut

akan semakin pendek.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah waktu tempuh ke

TPA, jarak tempuh dan kondisi jalan yang kurang memadai

menyebabkan waktu tempuh menjadi lama, sulitnya memperoleh

lahan yang sesuai untuk TPA pada kawasan perkotaan

(32)

dan lebih panjang. Hal terakhir dari aspek teknis yang perlu

diketahui adalah TPA.

Semakin banyaknya volume sampah yang dibuang akan

memerlukan TPA yang lebih luas. Sebagai konsekuensinya

diperlukan tanah yang luas sebagai tempat pembuangan dan tanah

penimbun sampah di TPA. Para ahli lingkungan merekomendasikan

agar pengelolaan TPA menggunakan sistem sanitary landfill, namun

demikian dari sekian banyak TPA yang ada, umumnya menggunakan

sistem open dumping atau controlled dumping. Baru sedikit kota

yang telah menerapkan sistem sanitary landfill.

Penanganan TPA yang tidak bijaksana tersebut menyebabkan

terjadinya kerusakan lingkungan karena bau yang ditimbulkan dari

sampah yang terdekomposisi, bau tersebut kemudian akan

mengundang lalat yang dapat menyebabkan berbagai penyakit

menular. Selain hal tersebut tanah maupun air permukaan dan air

bawah tanah terkontaminasi oleh cairan lindi yang timbul karena

TPA tidak dilengkapi dengan kolam pengolah lindi. Hal tersebut

menyebabkan kesulitan bagi peng elola persampahan untuk

menyediakan lahan yang akan digunakan sebagai TPA karena

umumnya penduduk setempat akan menolak bila sekitar daerahnya

akan digunakan sebagai TPA.

Fakta yang terlihat sehari-hari menunjukkan bahwa umumnya

sampah-sampah domestik atau industri, baik dari bahan organik

maupun non-organik dibuang begitu saja dalam satu bak yang sama

dan tercampur satu sama lain dalam berbagai komposisi, dan

kemudian melalui berbagai cara transportasi, sampah berpindah

tempat mulai dari tempat sampah di rumah sampai ke tempat

pembuangan akhir (TPA).

Selama perjalanan ini, sampah mengalami pembusukan yang

(33)

kelembaban, terjadi berbagai proses oksidasi dan reduksi yang

menghasilkan emitten dalam bentuk gas atau cairan yang beraroma

busuk. Emitten ini mengandung gas methan yang mengkontaminasi

udara, tanah dan perairan. Sementara sisa-sisa padat bahan organik

atau non organik tertumpuk dalam kuantitas melampaui daya

tampung lahan TPA, sehingga secara fisik menimbulkan deteriorasi

kualitas lingkungan hidup di sekitarnya seperti polusi udara, air,

tanah penyumbatan saluran sanitasi yang mengakibatkan banjir,

pemupukan dan akumulasi bahan beracun dan berbahaya.

Permasalahan lain dari cara penanganan sampah yang kurang baik

antara lain tidak dimanfaatkannya sampah organik secara maksimal,

padahal di dalamnya terkandung potensi ekonomi yang

menguntungkan, yaitu bisa dijadikan kompos.

Disamping itu perlu kiranya ditumbuhkan kesadaran

masyarakat akan pentingnya penanganan sampah dengan baik

dimulai dari rumah tangga hingga lingkungan RT, RW, kelurahan

atau kecamatan.

Aspek Kelembagaan

Pada beberapa kota umumnya pengelolaan persampahan

dilakukan oleh Dinas Kebersihan kota, dan khususn di Kota Palangka

Raya ditangani oleh Dinas Pasar dan Kebersihan. Sedangkan

keterlibatan masyarakat maupun pihak swasta dalam menangani

persampahan pada beberapa kota sudah dilakukan untuk beberapa

jenis kegiatan. Masyarakat banyak yang terlibat pada sektor

pengumpulan sampah di sumber timbulan sampah, sedangkan

pihak swasta umumnya mengelola persampahan pada kawasan elit

dimana kemampuan membayar dari konsumen sudah cukup tinggi.

Umumnya Dinas Kebersihan selain berfungsi sebagai

(34)

pengawas, dan pembina pengelola persampahan. Sebagai pengatur,

Dinas Kebersihan bertugas membuat peraturan-peraturan yang

harus dilaksanakan oleh operator pengelola persampahan. Sebagai

pengawas, fungsi Dinas kebersihan adalahmengawasi pelaksanaan

peraturan-peraturan yang telah dibuat dan memberikan sangsi

kepada operator bila dalam pelaksanaan tugasnya tidak mencapai

kinerja yang telah ditetapkan, fungsi Dinas kebersihan sebagai

pembina pengelolaan persampahan, adalah melakukan peningkatan

kemampuan dari operator. Pembinaan tersebut dapat dilakukan

melalui pelatihan-pelatihan maupun menyelenggarakan

kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat untuk mendapatkan umpan

balik atas pelayanan pengelolaan persampahan.

Tumpang tindihnya fungsi-fungsi tersebut menjadikan

pengelolaan persampahan menjadi tidak efektif, karena sebagai

pihak pengatur yang seharusnya mengukur kinerja keberhasilan

pengelolaan sampah dan akan menerapkan sangsi bila pihak

operator tidak dapat melakukannya secara baik tidak mungkin

dilakukan karena pihak operator tersebut tidak lain adalah dirinya

sendiri. Dengan demikian kinerja operator sulit diukur dan

pelayanan cenderung menurun.

Untuk mengetahui tingkat tingkat permasalahan

pengelolaan sampah di Kota Palangka Raya dapat dilakukan dengan

menggunakan gap analisis yaitu suatu metoda yang

membandingkan antara kebutuhan dan pengelolaan yang tersedia

sehingga dapat direncanakan kapasitas penyediaan pengelolaan

persampahan 5 tahun ke depan.

Dari gap analisis di bawah terlihat gap timbulan sampah dan

kapasitas pengolahan yang tersedia tiap tahun cukup besar

sehingga perlu segera merencanakan program pengembangan

(35)

mengasumsikan pertumbuhan kebutuhan sampah sejalan dengan

proyeksi pertumbuhan penduduk (0,90%). Timbulan sampah awal

2,5 lt/orang/hari angka peningkatan setiap tahunnya. Sementara

Kapasitas pengelolaan sampah yang ada diasumsikan hanya mampu

melayani 60 % saja tahun 2009 dan diharapkan akan dapat

meningkat kapasitasnya menjadi 80 % pada tahun 2013.

Permasalahan Umum Sampah Di Lingkungan Permukiman

Palangka Raya

Masalah mendasar didalam kawasan permukiman ini adalah

belum tercapainya keinginan dan kebutuhan, yang berpengaruh

pada kondisi lingkungan yang kumuh, kondisi perumahan dibawah

standar, sehingga diperlukan isu strategis untuk memberikan

masukan selanjutnya didalam perencanaan permukiman ditepian

sungai khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.

Masalah kebersihan karena tidak disediakan TPA dan tidak

ada akses untuk mengangkutnya pada layanan kota menyebabkan

masyarakat membuang sampah secara sembarang sehingga

mengakibat sumber penyakit dan proses kekumuhan, dan kualitas

tanah dan sungai semakin menurun.

C. Arahan pengembangan

Rencana prasarana persampahan merupakan bagian dari

upaya penyediaan serta pengelolaan persampahan di Kota Palangka

Raya berdasarkan perkiraan timbulan sampah dan kebutuhan

prasarana sampah di Kota Palangka Raya.

Berdasarkan perhitungan timbulan sampah dan perkiraan

prasarana persampahan hingga tahun 2029, maka rencana

(36)

a) Tempat pembuangan sampah sementara (TPS) di Kota Palangka

Raya akan menggunakan sistem container yang ditempatkan

pada :

 Untuk lokasi tempat pembuangan sampah akhir (TPA)

diusulkan akan ditempatkan di Kecamatan Kotawaringin

Lama dengan lokasi yang memiliki kemudahan

akses/jaringan jalan, jauh dari pemukiman penduduk

namun masih mampu melayani buangan sampah dari

TPS-TPS dari kecamatan lain di Palangka Raya.

 Untuk sistem pembuangan sampah yang ada di wilayah

Kota Palangka Raya dilakukan dengan menggunakan sistem

pembuangan TPS dan TPA yaitu petugas kebersihan

mengambil sampah dari rumah penduduk kemudian

dibawa ke TPS dan dari TPS langsung dibawa ke TPA.

b) Sistem pemusnahan sampah akan dilakukan dengan cara

sanitary landfill (penimbunan saniter).

c) Untuk mengurangi beban sampah dan peningkatan manfaat

sampah lebih lanjut maka perlu usaha pembuatan kompos,

upaya pemanfaatan kembali sampah, dan pembuatan

klasifikasi pembuangan sampah sehingga tidan semua sampah

ditempatkan dalam satu wadah.

d) Perlu peningkatan peranserta masyarakat dalam pembuangan

sampah baik mekanisme pembuangannya, penyediaan

prasarana, maupun menjaga kebersihan dari sampah.

6.3.3. Drainase

A. Arahan Kebijakan

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang

sistem pengelolaan drainase, antara lain :

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana

(37)

Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan

prasarana masih rendah berdasarkan UU No.17 tahun 2007.

Untuk sektor drainase, cakupan pelayanan drainase baru

melayani 124 juta jiwa.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Mengatur Pembagian wewenang dan tanggungjawab

Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kab./Kota dan

Pemerintah Desa dalam pengelolaan sumber daya air

3. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah

satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan

jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.

4. Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014

Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan

dalam RPJMN tahun 2010-2014 khususnya drainase adalah

menurunnya luas genangan sebesar 22.500 ha di 100 kawasan

strategis perkotaan.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum

dan Tata Ruang.

Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna

memenuhi SPM perlu tersedianya sistem jaringan drainase

skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan

(lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali

setahun

B. Kondisi Eksisting dan Isu Strategis

Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan merupakan kesatuan

(38)

secara dinamik dan terdapat saling ketergantungan

(interdependensi) komponen-komponen penyusunnya. Pengelolaan

DAS merupakan pengelolaan sumberdaya alam dengan tujuan

untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS

terutama di sungai Kahayan, agar dapat menghasilkan barang dan

jasa khususnya kuantitas, kualitas dan kontinuitas air (water yield)

untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan,

perikanan, industri dan masyarakat.

Keberhasilan pengelolaan DAS diindikasikan dengan

memperkecil fluktuasi debit, beban sedimen sungai, serta

terjaganya kelestarian sumber-sumber air. Oleh kerena itu,

usaha-usaha konservasi tanah dan air perlu dilakukan secara terintegrasi

dengan usaha pengembangan sumber-sumber air, dan kedua upaya

tersebut harus dilaksanakan secara simultan.

Pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang cukup

pesat menyebabkan peningkatan kebutuhan manusia akan

sumberdaya. Pemenuhan kebutuhan penduduk akan menyebabkan

eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan yang tidak sesuai

dengan kemampuannya. Untuk itu, pengendalian dan pengelolaan

sumberdaya alam harus dilakukan secara komprehensif dan

terpadu. Sehingga diharapkan sumberdaya alam dapat

dimanfaatkan selama mungkin untuk kepentingan manusia secara

lestari dan berkelanjutan.

Adanya tekanan penduduk terhadap kebutuhan lahan baik

untuk kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun

kegiatan lain akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan.

Perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya

terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan dari

kawasan hutan ke penggunaan lainnya seperti, pertanian,

(39)

Apabila kegiatan tersebut tidak segera dikelola dengan baik,

maka akan menyebabkan kelebihan air (banjir) pada saat musim

hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan

karena perubahan penggunaan lahan yang tidak bijaksana (tidak

disertai penanganan tindakan konservasi), sehingga hujan yang

jatuh sebagian besar akan menjadi aliran permukaan (Run-Off).

Beberapa permasalahan terkait dengan pengembangan

sistem drainase Kota Palangka Raya, yang mencakup aspek

kelembagaan, teknis operasional, pembangunan saluran, aspek

araturan perundang-undangan dan peran serta masyarakat meliputi

antara lain :

1. Kondisi dan lokasi genangan di wilayah Kota Palangka Raya

pada umumnya terjadi pada bulan Oktober, Nopember dan

Desember meliputi kawasan pusat kota seperti kawasan

Temanggung Tilung, Jl. Yos Sudarso, Komplek Amaco, kiri-kanan

Jalan G. Obos dan daerah Perumnas Jl. Garuda, dengan tinggi

genangan antara 20 – 70 cm. Hal itu terjadi karena sebagian

besar kondisi saluran yang ada masih dalam bentuk galian

tanah, terutama pada saluran primer.

2. Pada beberapa ruas saluran drainase terjadi luapan pada

musim hujan karena kapasitas saluran tidak terpenuhi.

3. Tidak berfungsinya dengan baik beberapa saluran pengeringan

(drainase) akibat genangan.

4. Pada beberapa wilayah tidak adanya gorong-gorong untuk

saluran sekunder dan adanya saluran sekunder dan tersier tidak

terawat, adanya bangunan di atas saluran, dan penutupan

saluran untuk akses pertokoan, endapan dan sampah.

5. Tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat yang belum

maksimal dilibatkan untuk bersama-sama melakukan

(40)

6. Kendala dan permasalahan lainnya terkait dengan keterbatasan

anggaran yang mampu disediakan oleh Pemerintah Kota

Palangka Raya untuk mempercepat peningkatan dan

pemeliharaan saluran drainase sehingga dapat menurunkan

tingkat genangan yang muncul pada saat musim penghujan.

Berdasarkan kondisi kinerja drainase dan permasalahan yang

teridentifikasi, maka kebutuhan pengembangan drainase perkotaan

adalah sebagai berikut:

1. Pembinaan Pengelolaan Sistem Drainase

Pembinaan pengelolaan sistem drainase dengan target

peningkatan NSPM sistem drainase dan pengembangan

perangkat pengaturan, serta peningkatan peran, fungsi dan

kinerja lembaga/institusi dan SDM pengelola sistem drainase di

Kabupaten. Pola pengelolaan dilaksanakan oleh Seksi yang

mengelola bidang drainase pada Dinas terkait dan bekerjasama

dengan perguruan tinggi, Diklat PU, para praktisi dan lembaga

swasta.

2. Pengembangan Program dan Perencanaan Pembangunan

Sistem Drainase

Pengembangan program dan perencanaan pembangunan

sistem drainase dengan target tersusunnya dokumen Master

Plan Sistem Drainase dan dokumen – dokumen derivatnya

seperti : dokumen studi kelayakan, dan dokumen perencanaan

yang dapat dipakai sebagai acuan dalam implementasi program

di bidang drainase di setiap Kabupaten.

3. Pemeliharaan dan Pembangunan Prasarana Drainase

Pemeliharaan dan pembangunan Prasarana sistem drainase

dengan target antara lain :

a. Peningkatan cakupan pelayanan sistem drainase dalam

(41)

b. Pengembangan jaringan drainase, sistem polder/kolam

penampung/retensi serta prasarana

pendukung/pelengkapnya untuk meningkatkan pelayanan

sarana drainase dan melindungi kawasan permukiman dan

kawasan strategis dari resiko genangan.

Menjaga, mengembalikan dan meningkatkan fungsi prasarana

dan drainase yang ada, serta untuk menciptakan sistem

jaringan drainase wilayah yang terpadu dengan kapasitas yang

cukup.

4. Pengembangan Drainase Skala Kawasan Berbasis Masyarakat

Pembangunan drainase skala kawasan berbasis

masyarakat dengan target peningkatan kesehatan lingkungan

dan menjaga kualitas air tanah melalui peningkatan peran serta

masyarakat dalam menjaga serta memelihara parasarana

drainase dan pembuatan sumur peresapan. Pola pengelolaan

dilaksanakan oleh Seksi yang mengelola bidang drainase pada

Dinas terkait dan bekerjasama dengan lembaga swasta dan

masyarakat.

5. Pengelolaan Sistem Drainase Terpadu Mendukung Konservasi

Sumber Daya Air.

Pengelolaan sistem drainase terpadu mendukung

konservasi sumber daya air dengan target pengembangan

sistem drainase skala kawasan secara terpadu untuk

mendukung keseimbangan tata air.Penanganan program

dilakukan melalui kegiatan – kegiatan :

a. Pembuatan Sumur Peresapan Air Hujan (SPAH)

b. Fasilitasi dan Pembuatan Green Drainage untuk Mengatasi

Erosi Lahan.

(42)

C. Arahan Pengembangan

Pembangunan sistem pematusan/drainase dilakukan secara

terpadu dengan pembangunan prasarana dan sarana Kabupaten

yang lain, yang mendukung rencana pengembangan wilayah

sehingga sistem pematusan ini dapat berfungsi secara optimal.

Pembangunan sistem pematusan ditekankan pada upaya

optimalisasi prasarana dan sarana drainase yang telah ada serta

pembangunan prasarana dan sarana drainase baru. Pembangunan

sistem drainase dilakukan untuk mewujudkan prasarana dan

sarana drainase yang terpadu sehingga dapat meningkatkan

kinerja sistem drainase Kota Palangka Raya.

Pengembangan dan pembangunan sistem drainase

dilakukan secara terpadu melalui koordinasi dan kerjasama antara

Pemerintah Daerah dan pihak-pihak lain yang terkait.

Pembangunan sistem drainase ditetapkan sebagai berikut:

a) Peningkatan dan optimalisasi fungsi saluran drainase dan

lokasi penampungan air yang telah ada yang disertai dengan

penyediaan prasarana dan sarana penunjang yang dapat

meningkatkan kinerja saluran pematusan;

b) Pembangunan saluran drainase dan lokasi penampungan air

baru terutama pada kawasan-kawasan pertumbuhan baru

yang diintegrasikan dengan sistem saluran yang telah ada; dan

c) Peningkatan dan pembangunan saluran drainase disertai

dengan upaya pengawasan terhadap pembangunan dan

pemanfaatan lahan di sekitar saluran pematusan, serta upaya

Gambar

Gambar 6.1 Kondisi rumah yang menunjukan kualitas rendah
Gambar 6.3 Kondisi lingkungan permukiman Mendawai
Tabel 6.2
Gambar 6.4  Kondisi sistem sanitasi di Flamboyan Bawah dan Mendawai

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan penelitian ini, ada delapan nilai edukatif yang terkandung dalam novel PGNJ, yaitu: (1) nilai pendidikan religius, yakni ketaatan dan kepatuhan

1) Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengetahui perasaan diri sendiri. 2) Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengungkapkan perasaan sendiri. 3) Keyakinan untuk

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Persepsi Dosen Akuntansi,

Uji hipotesis asosiatif ini untuk menguji hipotesis keempat yang berbunyi “ Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penggunaan gaya mengajar personal dan

Skala yang digunakan untuk mengukur data penelitian adalah skala tingkah laku prososial yang dibuat oleh Carlo dan Randall (2002, hal.31-44) yang bernama

“Guru ilmu faroidl sudah menggunakan teknik POGIL dalam pembelajarannya, sehingga dengan menggunkan teknik tersebut dapat meningkatan kemampuan kognitif siswa, guru

syeikh Ahmad bin Yusuf bin Muhammad al Ahdal dalam kitab al Ahlak. az Zakiyyah fi Adabit Tholib

Schubungan dengan hal tersebut saya mohon sudi kiranya Bapak/lbu bcrkenan memberi ijin bagi mahasiswa yang bersangkutan untuk mcngambil data di tempat yang Bapa,k!Ibu