• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Tangkapan

Ikan, menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2010) pada pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No 45 tahun 2009 tentang Perikanan merupakan segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Ikan ini meliputi ikan bersirip

(Pisces); udang, rajungan, kepiting dan sebangsanya (Crustacea); kerang, tiram,

cumi-cumi, gurita, siput dan sebangsanya (Mollusca); ubur-ubur dan sebangsanya

(Coelenterata); teripang, bulu babi dan sebangsanya (Echinodermata); paus,

lumba-lumba, pesut, duyung dan sebangsanya (Mamalia); rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya dalam air (Algae); dan biota perairan lainnya yang terkait dengan jenis-jenis di atas termasuk ikan.

Sumberdaya ikan menurut Mallawa (2006) terbagi menjadi dua yaitu ikan konsumsi dan ikan non konsumsi. Ikan konsumsi tersebut terdiri dari ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, udang dan crustacea lainnya, ikan karang konsumsi dan cumi-cumi. Ikan non konsumsi terdiri dari ikan hias dan benih alam komersial.

Sumberdaya ikan yang ditangkap oleh alat penangkap ikan, melalui operasi penangkapan ikan, disebut dengan hasil tangkapan. Hasil tangkapan secara umum digunakan sebagai bahan makanan sumber protein (ikan konsumsi). Hasil tangkapan dapat diklasifikasikan berdasarkan habitat asalnya terbagi menjadi dua jenis yaitu hasil tangkapan pelagis dan demersal. Hasil tangkapan pelagis adalah hasil tangkapan sumberdaya ikan yang hidup di bagian atas dan kolom perairan. Menurut Aryadi (2007) sifat sumberdaya ini di habitatnya suka berkelompok, sehingga penyebarannya tidak merata. Selain itu ruayanya jauh dengan olah gerak yang besar. Sumberdaya ikan pelagis juga dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan ukurannya, yaitu ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil. Contoh ikan pelagis besar adalah cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna mata besar

(Thunnus obesus) dan tuna sirip biru (Thunnus maccoyii), sedangkan beberapa

ikan yang termasuk ikan pelagis kecil adalah tongkol (Auxis sp.) dan tenggiri

(2)

Hasil tangkapan demersal merupakan hasil tangkapan sumberdaya ikan yang hidup di dekat atau di dasar perairan. Adapun sifatnya menurut Aryadi (2007), membentuk kelompok yang kecil, penambahan populasinya tidak banyak bervariasi karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang relatif stabil, dan ruaya yang tidak terlalu jauh dengan aktivitas gerak yang relatif rendah. Hasil tangkapan yang termasuk jenis ikan demersal antara lain adalah cucut (Sphyrna

sp.), layur (Trichiurus savala), kakap merah (Lutjanus sp.), pari (Dasyatis sp.) dan lainnya.

Selain ikan, binatang berkulit lunak dan berkulit keras juga merupakan hasil tangkapan yang penting di Indonesia. Contoh binatang berkulit lunak adalah cumi-cumi yang termasuk jenis cumi dan sotong. Menurut Mallawa (2006) terdapat banyak jenis cumi-cumi di Indonesia namun yang paling banyak tertangkap adalah jenis Loligo edulis. Contoh binantang berkulit keras adalah udang, kepiting dan rajungan; berbagai jenis udang antara lain udang jerbung, udang windu dan udang lainnya.

Hasil tangkapan di atas tidak semuanya selalu terdapat di setiap pelabuhan perikanan. Hal itu bergantung kepada keadaan perairan daerah penangkapan ikan dimana ikan tersebut ditangkap yang menentukan jenis dan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan, sehingga jenis dan jumlah hasil tangkapan di suatu pelabuhan dapat berbeda dengan pelabuhan lainnya.

Tidak semua hasil tangkapan di suatu pelabuhan memiliki nilai jual dan permintaan konsumen yang tinggi. Hasil tangkapan yang memiliki nilai jual dan permintaan konsumen yang tinggi disebut dengan ikan ekonomis penting. Menurut Aryadi (2007), ikan ekonomis penting tersebut memiliki perbedaan pada tingkat kontinuitas dan jumlah produktifitasnya. Hasil tangkapan yang memiliki tingkat kontinuitas dan jumlah produktifitas yang tinggi dari pada ikan ekomomis penting lainnya disebut dengan komoditas unggulan.

Aryadi menambahkan bahwa secara garis besar komoditas unggulan hasil tangkapan dapat dikelompokkan menjadi dua yakni :

1) Komoditas unggulan lokal, yaitu jika komoditas tersebut telah memenuhi kriteria komoditas unggulan, tetapi masih dipasarkan di dalam negeri (lokal), baik dalam bentuk segar maupun telah diolah

(3)

2) Komoditas unggulan ekspor, yaitu komoditas yang telah memenuhi kriteria komoditas unggulan dan dipasarkan ke luar negeri (ekspor)

2.2 Penanganan dan Mutu Hasil Tangkapan

Penanganan hasil tangkapan merupakan segala cara memperlakukan hasil tangkapan untuk menjaga mutu hasil tangkapan. Penanganan dalam usaha penangkapan ikan memegang peran yang sangat penting. Hal tersebut dikarenakan baik dan buruknya penanganan akan mempengaruhi mutu hasil tangkapan yang ditangani. Semakin bagus mutu hasil tangkapan maka harga dan permintaan hasil tangkapan tersebut juga akan semakin bagus.

Hasil tangkapan mempunyai karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan komoditas lain, yaitu mudah busuk dan rusak. Penanganan yang semestinya diharapkan mampu membantu mempertahankan mutu hasil tangkapan, karena mutu hasil tangkapan sebenarnya tidak dapat ditingkatkan lagi. Mutu hasil tangkapan hanya dapat dipertahankan dengan menghentikan metabolisme bakteri yang ada di dalam tubuh hasil tangkapan. Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu dengan penyimpanan yang menggunakan es untuk mengurangi degradasi

atau penurunan kesegaran fisik hasil tangkapan, mencegah penurunan mutu dan penciutan karena hasil tangkapan mengering (Junianto, 2003).

Penanganan hasil tangkapan dimulai dari setelah hasil tangkapan tiba di atas kapal sampai dengan hasil tangkapan didistribusikan, karena proses perubahan mutu hasil tangkapan telah terjadi sejak ikan selesai ditangkap sampai didistribusikan. Ikan ditempatkan di palka kapal, sesampainya di pelabuhan selanjutnya dikeluarkan ke dek sampai dermaga bongkar kemudian dari dermaga tersebut diangkut menuju ke tempat pelelangan ikan (TPI) dan seterusnya sampai pendistribusian ke konsumen (Mulyadi, 2007).

Penanganan terhadap hasil tangkapan dapat berupa pencucian, pembersihan, pemotongan, pengklasifikasian, pengolahan, penyimpanan, pemberian bahan lain, pengaturan suhu dan lainnya. Cara penanganan hasil tangkapan baik di atas kapal, di darat, maupun selama pengangkutan dan pendistribusian, serta penanganan selama penjualan dan pengeceran menurut Berita Perikanan Papua (2007) adalah sebagai berikut :

(4)

1) Penanganan di atas kapal

(1) Hasil tangkapan dipisahkan berdasar spesies dan ukuran

(2) Hasil tangkapan dibongkar dari kapal atau perahu secara cepat dan higienis agar terhindar dari kenaikan suhu dan bakteri

(3) Mencuci hasil tangkapan harus dengan air yang bersih, jangan memakai air dari kolam pelabuhan

(4) Hasil tangkapan dimasukkan ke dalam wadah dan diselimuti es curah (5) Harus dihindarkan pemakaian alat-alat yang dapat menimbulkan

kerusakan fisik, seperti sekop, garpu, pisau dan lain-lain.

(6) Lantai dek kapal dibersihkan sebelum dan sesudah pembongkaran hasil tangkapan dan tidak menggunakan air dari kolam pelabuhan

2) Penanganan di darat

(1) Wadah hasil tangkapan segera dinaikkan ke atas lantai dermaga dan langsung diangkut menuju TPI

(2) TPI harus bersih dan hasil tangkapan tidak boleh diletakkan langsung di lantai TPI tanpa wadah

(3) Setelah hasil tangkapan sampai di TPI hasil tangkapan segera dilelang dan selama proses lelang berjalan suhu hasil tangkapan harus senantiasa terjaga

(4) Hasil tangkapan langsung dibawa oleh pemenang lelang 3) Penanganan selama pengangkutan dan pendistribusian

(1) Suhu hasil tangkapan harus selalu dijaga dan hasil tangkapan jangan terkena matahari langsung

(2) Hasil tangkapan dilapisi dengan es curah, bagian lapisan paling bawah dan paling atas esnya lebih tebal daripada lapisan lainnya

(3) Sebaiknya menggunakan mobil bak tertutup yang telah dilengkapi dengan pengatur suhu

4) Penanganan selama penjualan dan pengeceran

(1) Hasil tangkapan ditempatkan di wadah khusus dan diusahakan tumpukannya tidak besar dan tinggi karena dapat menyebabkan hasil tangkapan pada lapisan terbawah rusak

(5)

(2) Sebaiknya hasil tangkapan ditempatkan di dalam wadah yang mampu melindungi hasil tangkapan dari matahari, debu, serangga, binatang dan kotoran

(3) Sebaiknya suhu hasil tangkapan selama penjualan dan pengeceran tetap terjaga, bisa dilakukan dengan cara dilapisi es

(4) Selain itu hasil tangkapan akan lebih terjamin mutunya jika tidak sering disentuh dengan tangan

Agar dapat melakukan penanganan hasil tangkapan dengan baik, diperlukan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan yang menunjang keberlangsungan penanganan hasil tangkapan. Adapun sarana dan prasarana pelabuhan perikanan yang dimanfaatkan dalam kegiatan penanganan hasil tangkapan adalah tempat pelelangan ikan (TPI), instalasi air bersih, pabrik es, dermaga, kolam pelabuhan dan lain sebagainya. Jika sarana dan prasarana pelabuhan perikanan tersebut tersedia dalam keadaaan baik, maka penanganan hasil tangkapan dapat berjalan dengan lancar, sehingga mutu hasil tangkapan akan terjaga dengan baik pula.

Penilaian mutu hasil tangkapan yang akan ditangani perlu diketahui. Penilaian mutu tersebut menurut Pane (2012) dapat diketahui setidaknya dengan 3 cara yaitu :

1) Pengukuran kadar N dari hasil tangkapan

2) Perhitungan jumlah bakteri yang terkandung di dalam hasil tangkapan 3) Penilaian skala organoleptik dari hasil tangkapan

Penilaian skala organoleptik jika dibandingkan dengan kedua cara lainnya memiliki kelebihan yaitu waktu penilaian yang lebih cepat dan biayanya relatif tidak ada, namun kelemahannya yaitu penilaian skala organoleptik bersifat subjektif karena sangat bergantung kepada ketajaman indra dari orang yang melakukan penilaian. Pengujian organoleptik dilakukan dengan berpedoman kepada daftar spesifikasi dan skala nilai skala organoleptik yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian (1984) dan SNI 01.2346.2006 dari Badan Standarisasi Nasional (Tabel 1):

(6)

Tabel 1 Daftar nilai skala organoleptik hasil tangkapan

Spesifikasi Nilai

Skala 1. MATA

- Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih 9

- Cerah bola mata rata, kornea jernih 8

- Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak

jernih 7

- Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak

keruh 6

- Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh 5 - Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea

keruh 4

- Bola mata cekung, pupil putih susu, kornea jernih 3 - Bola mata tenggelam, ditutupi lendir kuning yang tebal 1 2. INSANG

- Warna merah cemerlang, tanpa lendir dan bakteri 9 - Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir 8

- Warna merah agak kusam, tanpa lendir 7

- Merah agak kusam, tanpa lendir 6

- Mulai ada kolaborasi merah muda, merah coklat, sedikit lendir 5

- Mulai ada diskolaborasi, sedikit lendir 4

- Perubahan warna merah coklat, lendir tebal 3 - Warna merah coklat atau kelabu, lendir tebal 2

- Warna putih kelabu, lendir tebal sekali 1

3. DAGING DAN PERUT

- Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada sayatan tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut, dagingnya utuh, bau isi perut segar

9 - Sayatan daging sangat cemerlang, warna asli, tidak ada pemerahan

sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut, dagingnya masih utuh, bau netral

8 - Sayatan daging cemerlang, warna asli, ada sedikit pemerahan pada

sepanjang tulang belakang, perut agak lembek, ginjal merah mulai pudar, bau netral

7 - Daging agak lembek, agak kemerahan pada tulang belakang, perut

agak lembek, sedikit bau susu 6

- Sayatan daging mulai pudar, didua perut lembek, banyak pemerahan pada tulang belakang, bau seperti susu 5 - Sayatan daging tidak cemerlang, didua perut lunak, pemerahan

sepanjang tulang belakang, rusuk mulai lembek, bau perut sedikit asam

4 - Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali pada sepanjang

tulang belakang, dinding perut lunak sekali, bau asam amoniak 2 - Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sepanjang tulang

(7)

Lanjutan Tabel 1

Spesifikasi Nilai

Skala 4. KONSITENSI

- Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari

tulang belakang 9

- Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek jari dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya

8 - Agak lunak, elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah

menyobek daging dari tulang belakang 7

- Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah

menyobek daging dari tulang belakang 6

- Agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan, mudah menyobek

daging dari tulang belakang 5

- Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang, mudah

menyobek daging dari tulang belakang 4

- Lunak, bekas jari terlihah lama bila ditekan dan mudah menyobek

daging dari tulang belakang 3

- Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah sekali

menyobek daging dari tulang belakang 2

- Sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang 1 Keterangan : 1 sampai 3 = hasil tangkapan dalam kondisi sangat busuk

4 sampai 5 = hasil tangkapan dalam kondisi busuk 6 sampai 7 = hasil tangkapan dalam kondisi agak baik 8 = hasil tangkapan dalam kondisi baik

9 = hasil tangkapan dalam kondisi sangat baik (prima)

Sumber : Standar Penelitian Indonesia Bidang Perikanan, Petunjuk Pengujian Organoleptik, Departemen Pertanian (1984) dan SNI 01.2346.2006 dari Badan Standarisasi Nasional

Nilai skala organoleptik dengan skala 9 merupakan nilai untuk hasil tangkapan dengan mutu tertinggi, sedangkan nilai skala organoleptik dengan skala 1 merupakan nilai untuk hasil tangkapan dengan mutu terendah. Berdasarkan hal tersebut diketahui semakin tinggi nilai skala organoleptiknya maka semakin bagus mutu hasil tangkapan tersebut, demikian sebaliknya semakin rendah nilai skala organoleptiknya maka mutu hasil tangkapan tersebut semakin buruk.

Menurut Pane (2012) di Indonesia ikan dengan nilai skala organoleptik 9 sampai 6 layak dikonsumsi, sedangkan ikan dengan nilai skala organoleptik 5 sampai 1 tidak layak dikonsumsi. Berbeda dari Indonesia, di Uni Eropa ikan yang layak dikonsumsi adalah ikan dengan nilai skala organoleptik 9 dan 8, ikan dengan nilai skala organoleptik 7 ke bawah tidak layak di konsumsi.

(8)

Selain menurut nilai skala organoleptik seperti di atas, mutu hasil tangkapan juga dapat diperhatikan berdasarkan ciri-ciri hasil tangkapan yang segar dan yang busuk. Adapun ciri-ciri tersebut menurut Junianto (2003) terdapat pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2 Ciri hasil tangkapan segar dan hasil tangkapan busuk

Parameter Hasil Tangkapan Segar Hasil Tangkapan Busuk 1. Tekstur

daging

Elastis dan jika ditekan tidak ada bekas jari serta padat atau kompak

Daging kehilangan elastisitasnya atau lunak dan jika ditekan maka bekas tekanannya lama hilang 2. Mata Pupil hitam menonjol dengan

kornea jernih, bola mata cembung dan cemerlang atau cerah

Pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung dan keruh

3. Insang Insang berwarna merah cemerlang atau merah tua tanpa adanya lendir

Warna merah coklat sampai keabu-abuan dan lendir tebal 4. Bau Bau segar atau sedikit berbau

amis yang lembut

Bau menusuk seperti asam asetat dan lama kelamaan menjadi bau busuk yang menusuk hidung 5. Keadaan

perut dan sayatan daging

Perut tidak pecah masih utuh dan warna sayatan daging cemerlang serta jika hasil tangkapan dibelah daging melekat pada tulang terutama rusuknya

Perut sobek, warna sayatan daging kurang cemerlang dan terdapat warna merah sepanjang tulang belakang serta jika dibelah daging mudah lepas 6. Keadaan

kulit dan lendir

Warnanya sesuai dengan aslinya dan cemerlang, lendir dipermukaan jernih dan transparan dan baunya khas menurut jenisnya

Warna sudah pudar dan memucat, lendir tebal dan menggumpal serta lengket, warnanya berubah seperti putih susu

Sumber : Junianto 2003

Jika daftar nilai skala organoleptik hasil tangkapan pada Tabel 1 dibandingkan dengan ciri-ciri hasil tangkapan segar dan busuk pada Tabel 2, maka diketahui bahwa ciri-ciri hasil tangkapan segar sesuai dengan nilai skala organoleptik 9, sedangkan ciri-ciri hasil tangkapan busuk mulai terlihat pada nilai skala organoleptik 5. Berdasarkan uraian ini dapat juga disimpulkan bahwa hasil tangkapan yang segar adalah ikan dengan nilai skala organoletik 9, sedangkan ikan yang sudah busuk adalah ikan dengan skala organoleptik 5 sampai dengan 1.

(9)

2.3 Pendistribusian Hasil Tangkapan

“Mengalirkan” hasil tangkapan kepada pihak lain dapat disebut dengan pendistribusian hasil tangkapan, sedangkan pendistribusian menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP. 01/MEN/2007 vide Departeman Kelautan dan Perikanan (2007) yaitu rangkaian kegiatan penyaluran hasil perikanan dari suatu tempat ke tempat lain dari produksi sampai dengan pemasaran.

Menurut Mc Donald (1993) vide Malik (2006), pendistribusian adalah istilah yang biasa digunakan dalam pemasaran untuk menjelaskan bagaimana suatu produk atau jasa dibuat secara fisik tersedia bagi konsumen. Pendistribusian meliputi kegiatan pergudangan, transportasi, persediaan, penanganan pesanan dan lain-lain. Pendistribusian hasil tangkapan akan sangat berbeda dengan pendistribusian barang hasil pabrik, dikarenakan hasil tangkapan memiliki sifat dan keadaan khusus yang membuat cara pendistribusiannya berbeda. Ciri-ciri pendistribusian hasil tangkapan menurut Malik (2006) antara lain :

1. Hasil tangkapan sangat bergantung kepada musim dan iklim, sehingga penawarannya tidak stabil sepanjang tahun. Padahal permintaan hasil tangkapan sepanjang tahun relatif stabil karena hasil tangkapan merupakan bahan pangan yang dibutuhkan oleh konsumen

2. Adanya sifat hasil tangkapan yang sesuai dengan musim membuat pendistribusian hasil tangkapan tersebut juga musiman

3. Adanya sistem ijon (pemberian kredit atau modal) oleh pengumpul membuat nelayan harus menjual dan mendistribusikan hasil tangkapannya melalui pengumpul tersebut.

4. Kelembagaan pendistribusian hasil tangkapan terdiri dari nelayan, pengumpul, perusahaan, grosir dan pedagang eceran. Pengumpul memiliki kedudukan yang paling penting dalam pendistribusian hasil tangkapan

Menurut Siregar (1990) vide Aryadi, (2007) ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum terjadinya proses pendistribusian yaitu :

1) Ada muatan yang diangkut (sumberdaya)

2) Tersedianya kendaraan sebagai angkutannya (media transportasi) 3) Ada jalan yang dilalui (jalur pendistribusian)

(10)

Selain persyaratan, dalam pendistribusian terdapat dua jenis peralatan yang digunakan yakni :

1. Sarana angkutan yaitu berupa peralatan yang dipakai untuk mengangkut barang dan penumpang yang digerakkan oleh mesin motor atau penggerak lainya.

2. Prasarana angkutan yang terdiri dari jalanan (sebagai tempat bergeraknya sarana angkutan) dan terminal (sebagai tempat memberikan pelayanan kepada penumpang dalam perjalanan, barang dalam pengiriman dan kendaraan sebelum maupun sesudah melakukan operasi)

Pendistribusian hasil tangkapan terdiri dari beberapa jenis seperti yang dijelaskan oleh Moeljanto (1992) vide Aryadi (2007), pendistribusian hasil tangakapan berdasarkan jalurnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : 1) Pendistribusian melalui jalur darat

Pendistribusian ini menggunakan jalur darat, adapun sarana yang dapat digunakan di jalan darat antara lain gerobak, kereta api, truk terbuka, atau truk bak tertutup dengan pendingin. Komoditas yang melalui jalur ini harus didinginkan sampai suhu 0ºC agar mutunya terjaga.

2) Pendistribusian melalui jalur laut

Pendistribusian lewat jalur laut memakai kapal sebagai sarananya. Konstruksi palka kapalnya harus lebih baik karena di laut sering terjadi goncangan, palka yang baik akan melindungi hasil tangkapan dari kehancuran akibat goncangan.

3) Pendistribusian melalui jalur udara

Sarana pendistribusian lewat jalur udara adalah pesawat terbang. Sarana ini merupakan sarana pendistribusian yang paling cepat sekaligus paling mahal. Pendistribusian jenis ini cocok untuk mendistribusikan komoditas hasil tangkapan yang mempunyai harga mahal dan memerlukan waktu yang singkat untuk mencapai tujuan.

Kegiatan pendistribusian memerlukan daerah sebagai tujuan pendistribusian. Daerah tujuan pendistribusian dapat diartikan sebagai daerah-daerah yang menerima pasokan hasil tangkapan dari pelabuhan perikanan. Daerah tersebut

(11)

dapat berada di sekitar pelabuhan, ke laur daerah tetapi masih di dalam negara Indonesia dan sampai ke luar negeri.

2.4 Pemetaan Pendistribusian Hasil Tangkapan

Menurut Hanafiah dan Saepudin (1986) vide Malik (2006) pemetaan pendistribusian merupakan kegiatan yang meliputi pemetaan wilayah pasar secara geografis. Kegiatan pemetaan ini berguna untuk mengetahui bagaimana nelayan meningkatkan produksi sesuai dengan pemesanan dan permintaan, serta bagaimana keadaan pendistribusian dan cara-cara memperbaikinya dalam menghadapi permintaan dan pesanan.

Departemen Perdagangan (1977) vide Darmawan (2006) menyebutkan ada lima jenis pemetaan di dalam kegiatan pendistribusian yaitu :

1) Pemetaan wilayah pasar (market areas mapping)

Langkah pertama yang dapat memberikan gambaran struktur geografis dalam pendistribusian adalah pembuatan peta (map) yang dapat menggambarkan secara jelas mengenai batas-batas geografisnya. Secara ideal suatu wilayah dapat dibagi-bagi kedalam struktur geografis yang menunjukkan luas areal supply untuk semua ukuran dari barang yang didistribusikan. Peta ini digunakan untuk merencanakan areal penjualan dan melihat kemungkinan proses pengolahan. 2) Pemetaan kuantitatif (quantified mapping)

Pemetaan kuantitatif berfungsi untuk mengetahui berapa banyak, dari mana dan kemana hasil tangkapan dijual. Data kuantitatif dapat ditambahkan kedalam peta wilayah pasar geografis yang telah dibuat. Membandingkan peta untuk waktu yang berbeda dalam satu tahun akan menunjukkan pola musiman pendistribusian, sedangkan jika membandingkan peta untuk tahun yang berbeda akan menunjukkan indikasi peningkatan atau penurunan pendistribusian di suatu pasar. 3) Pemetaan harga (price mapping)

Pemetaan harga berguna dalam perbaikan efisiensi pemasaran, selain itu komoditas pendistribusian hasil tangkapan biasanya tidak sama satuan dan kualitasnya, sehingga sangat perlu mencatat satuan dan kualitas yang disesuaikan dengan harga. Membandingkan peta harga pada waktu yang berbeda bertujuan untuk mengetahui perubahan dalam struktur harga.

(12)

4) Pemetaan kualitas (quality mapping)

Berdasarkan kualitas hasil tangkapan dapat dipetakan daerah pasar tujuan pendistribusian suatu hasil tangkapan. Pemetaan ini dapat menunjukkan kecendrungan permintaan dan daya beli suatu daerah terhadap hasil tangkapan yang didistribusikan. Peta kualitas akan sangat membantu dalam memprediksi dan menggambarkan permintaan konsumen dan trend konsumsi komoditi perikanan. 5) Skema arus barang niaga (commodity flow chart)

Merupakan bagan alir kegiatan pendistribusian hasil tangkapan yang menunjukkan jalur pendistribusian serta komponen yang terlibat dalam proses pendistribusian hasil tangkapan dari produsen sampai ke konsumen. Pada peta ini digambarkan secara jelas struktur kelembagaan atau organisasi dari kegiatan pendistribusian hasil tangkapan. Tujuannya adalah untuk melihat saluran atau pola pendistribusian mana yang memungkinkan kegiatan pendistribusian yang paling efisien.

2.5 Pelabuhan Perikanan

Berdasarkan Departemen Kelautan dan Perikanan (2010) pada pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No 45 tahun 2009 tentang Perikanan, pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, pelabuhan perikanan berfungsi sebagai :

1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan 2) Pelayanan bongkar muat

3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan 4) Pemasaran dan distribusi ikan

5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan

6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan

8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan 9) Pelaksanaan kesyahbandaran

(13)

11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan

12) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan 13) Pemantauan wilayan pesisir dan wisata bahari 14) Pengendalian lingkungan

Menurut Lubis (2006), salah satu fungsi pelabuhan yaitu sebagai kepentingan komersil. Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan sebagai tempat awal untuk mempersiapkan pendistribusian produk hasil tangkapan melalui transaksi pelelangan hasil tangkapan. Selanjutnya pedagang atau bakul hasil tangkapan akan mengambil hasil tangkapan yang telah dilelang atau dibeli secara cepat dan diberi es untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan tersebut. Para pedagang atau bakul hasil tangkapan tersebut lalu mendistribusikan hasil tangkapan dalam bentuk segar dengan menggunakan truk, mobil bak terbuka yang dilapisi styrofoam, atau mobil yang dilengkapi dengan alat pendingin.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 vide

Departemen Kelautan dan Perikanan (2006) menyatakan bahwa klasifikasi pelabuhan perikanan dibagi menjadi empat yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) atau tipe A, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) atau tipe B, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) atau tipe C dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) atau tipe D. Klasifikasi tersebut didasarkan kepada kriteria pada Tabel 3. Beberapa contoh pelabuhan perikanan yang terdapat di Indonesia berdasarkan klasifikasi tersebut adalah :

1. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) : PPS Nizam Zachman Jakarta, PPS Bungus, PPS Belawan, PPS Cilacap dan PPS Kendari

2. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) : PPN Palabuhanratu, PPN Sibolga, PPN Pekalongan dan PPN Brondong

3. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) : PPP Muncar, PPP Blanakan, PPP Bojomulyo dan PPP tasik Agung

4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) : PPI Cisolok, PPI Cituis, PPI Muara Angke dan PPI Jetis

(14)

Tabel 3 Kriteria tipe pelabuhan perikanan di Indonesia Pelabuhan

Perikanan

Kriteria

1. Samudera (A) a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut Teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif dan laut lepas

b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT

c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal

perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus

e. Hasil tangkapan yang didaratkan sebagian untuk ekspor f. Terdapat industri perikanan

2. Nusantara (B) a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut Teritorial dan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.

b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT

c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal

perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus

e. Hasil tangkapan yang didaratkan sebagian untuk ekspor 3. Pantai (C) a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan

perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut Teritorial

b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT

c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal

perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus

4. Pangkalan Pendaratan Ikan (D)

a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan

b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT

c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m

d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus

(15)

2.6 Analisis Pengujian Perbedaan Mutu Hasil Tangkapan : Mann-Whitney Test dan Kruskal Wallis Test

Santoso (1999) menjelaskan mengenai statistika seperti penjelasan di bawah ini. Statistika dalam praktek berhubungan dengan banyak angka, sehingga statistika sering diasosiasikan dengan sekumpulan data. Statistika dipakai untuk melakukan berbagai analisis terhadap data seperti peramalan, pengujian dan lainnya. Statistika terbagi menjadi dua berdasarkan karakteristik datanya yaitu : 1) Statistika parametrik

Statistika parametrik dipakai untuk menganalisis data yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Statistika parametrik dapat berupa rata-rata/mean, median, standar deviasi, varians, t-test, f-test dan lainnya.

2) Statistika non parametrik.

Statistika non parametrik dipakai untuk menganalisis data yang jumlahnya sedikit, berupa data kategori atau berasal dari populasi data yang tidak normal. Statistika non parametrik memiliki beberapa kelebihan dibandingkan statistika parametrik yaitu :

(1) Tidak mengharuskan data berdistribusi normal, karena itu statistika ini sering juga dinamakan uji distribusi bebas (distribution free test), dengan demikian statistika ini dapat dipakai untuk semua bentuk distribusi data dan lebih luas penggunaannya

(2) Dapat dipakai untuk level data seperti nominal dan ordinal. Hal ini penting bagi para peneliti sosial

(3) Cenderung lebih sederhana dan mudah dimengerti daripada pengerjaan statistika parametrik

Disamping kelebihan di atas, statistika non parametrik juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu tidak adanya sistematika yang jelas seperti statistika parametrik dan tabel yang yang dipakai lebih bervariasi dibandingkan tabel-tabel standar pada statistika parametrik.

Berikut ini adalah beberapa statistika non parametrik yang dapat digunakan pada software SPSS (Statistical Product and Service Solutions) pada Tabel 4 berikut ini :

(16)

Tabel 4 Jenis aplikasi statistika parametrik dan non parametrik berdasarkan hubungan sampel

Aplikasi Test

Parametrik Test Non Parametrik 1. Dua sampel saling berhubungan

(Two Dependent Sampels)

t-test z-tes

Sign test

Wilcoxon Signed-Rank Mc Nemar Change test

2. Dua sampel tidak berhubungan (Two Independent Sampel)

t-test z-tes

Mann-Whitney U test Moses Extreme reactions Chi-Square test

Kolmogorov-Smirnov test Walt-Wolfowitz runs

3. Beberapa sampel berhubungan (Several Dependent Sampels)

Friedman test

Kendall W test Cochran’s Q

4. Beberapa sampel tidak berhubungan

(Several Independent Sampel)

ANOVA test (f-test)

Kruskal-Wallis test Chi Square test Median test

Sumber : Santoso (1999)

1) Mann-Whitney test

Menurut Santoso (1999) analisis statistika menggunakan Mann-Whitney test

digunakan untuk membandingkan dua data independent atau data yang tidak berhubungan. Data pada sampel yang diambil bersifat bebas dan tidak saling terikat satu dengan lainnya. Analisis ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

 Buka software SPSS

 Buka lembar kerja baru

 Membuat dan member nama variabel sesuai data

 Mengisi data sesuai dengan variabelnya

 Memilih menu statistika, nonparametrik test, grouping variabel, define

group, test type mann-whitney dan oke

 Merangkum dan menganalisis hasil pengujian statistika

 Mengambil keputusan (terima H0 atau tolak H0)

2) Kruskal Wallis test

Santoso (1999) menyatakan bahwa analisis statistika menggunakan Kruskal

Wallis test digunakan untuk membandingkan tiga atau lebih data independent atau

(17)

bebas dan tidak saling terkait satu dengan lainnya. Analisis ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

 Buka software SPSS

 Buka lembar kerja baru

 Membuat dan member nama variabel sesuai data

 Mengisi data sesuai dengan variabelnya

 Memilih menu statistika, nonparametrik test, grouping variabel, define

group, test type kruskal-wallis dan oke

 Merangkum dan menganalisis hasil pengujian statistika

 Mengambil keputusan (terima H0 atau tolak H0)

2.7 Analisis Finansial

Menurut Kadariah (1988) terdapat dua jenis analisis biaya yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial merupakan analisis biaya yang dilihat dari sudut penanam modal, sedangkan analisis ekonomi dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan.

Pada analisis finansial terdapat dua jenis pengeluaran yaitu pengeluaran untuk barang investasi dan biaya untuk produksi. Biaya produksi menurut Rosyidi (2009) merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk dapat menghasilkan produk atau semua nilai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk. Biaya produksi ini terbagi atas tiga jenis yaitu :

1. Biaya tetap/fixed cost (FC)

Biaya tetap merupakan biaya yang tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan atau biaya yang tidak berubah walaupun jumlah produk yang dihasilkan berubah. Biaya ini tetap harus dikeluarkan atau dibayarkan walaupun tidak ada produk yang dihasilkan. Contoh dari biaya tetap adalah sewa, asuransi, biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, bagi hasil, gaji, pajak dan alat tulis kantor. 2. Biaya variabel/variabel cost (VC)

Biaya variabel merupakan biaya yang dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan atau biaya yang berubah sesuai dan searah dengan perubahan jumlah produk. Biaya ini tidak dikeluarkan atau dibayarkan jika tidak ada produk yang

(18)

dihasilkan. Contoh dari biaya variabel adalah bahan mentah atau bahan baku, bahan bakar, penggunaan listrik, penggunaan air dan pengangkutan.

3. Biaya total/total cost (TC)

Biaya total merupakan keseluruhan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh pengusaha, sehingga biaya ini adalah hasil penjumlahan dari biaya tetap dengan biaya variabel.

Penyusutan merupakan pengalokasian investasi setiap tahun sepanjang umur ekomomis proyek atau kegiatan untuk memastikan modal terhitung dalam neraca rugi laba tahunan (Kadariah, 1988). Standar Akuntansi Keuangan (2007) vide

(Nurlaelani, 2011) mendefinisikan penyusutan sebagai alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang disetimasi.

Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokan sebagai berikut (Nurlaelani, 2011):

1) Metode aktivitas (Activity Method)

Metode aktivitas (activity method) juga disebut pendekatan beban variabel, mengasumsikan bahwa penyusutan adalah fungsi dari penggunaan atau produktivitas bukan dari berlalunya waktu.

2) Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

Metode garis lurus mempertimbangkan penyusutan sebagai fungsi dari waktu, bukan fungsi dari penggunaan.

3) Metode Beban Menurun (Decreasing Charge Method)

Metode beban menurun (Decreasing Charge Method) yang seringkali disebut metode penyusutan dipercepat menyediakan biaya penyusutan yang lebih tinggi pada tahun tahun awal dan beban yang lebih rendah pada periode mendatang. Metode ini terbagi dua yaitu :

 Metode Jumlah Angka Tahun (Sum Of The Year Digits) adalah yang menghasilkan beban penyusutan yang menurun berdasarkan pecahan yang menurun dari biaya yang dapat disusutkan.

 Metode Saldo Menurun adalah metode yang menggunakan tarif penyusutan berupa beberapa kelipatan dari metode garis lurus.

(19)

4) Metode Penyusutan Khusus

 Metode Kelompok dan Gabungan merupakan metode dimana beberapa akun aktiva seringkali disusutkan dengan satu tarif. Metode kelompok sering digunakan apabila aktiva bersangkutan cukup homogen dan memiliki masa manfaat yang hampir sama. Pendekatan gabungan digunakan apabila aktiva bersifat heterogen dan memiliki umur manfaat yang berbeda.

 Metode Campuran atau Kombinasi dimana selain metode penyusutan diatas, perusahaan bebas mengembangkan metode penyusutan sendiri yang khusus atau dibuat khusus.

Gambar

Tabel 1  Daftar nilai skala organoleptik hasil tangkapan

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja di masa datang, perencanaan SDM lebih menekankan adanya usaha peramalan (forecasting) mengenai ketersediaan tenaga kerja yang

David Smith, terjemahan baihaqi, Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2006), h.. teman pada umumnya pada setting pendidikan yang sama, dan dekat dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran Make a Match (MM) lebih baik dari pada siswa dengan model

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) terdapat perbedaan prestasi belajar aspek kognitif siswa antara penggunaan metode TGT dan TAI pada materi pokok sistem

adalah kekuatan primitif dan utama yang oleh Ibnu Khaldun disebut dengan Ashabiyah, atau elemen-elemen pengikat masyarakat, solidaritas sosial atau perasaan

Interaksi antara kerangka sistem dan teori pencapaian tujuan didasarkan pada satu asumsi yang menyeluruh, berfokus pada keperawatan yaitu manusia yang saling

1) Advertensi, merupakan suatu bentuk penyajian dan promosi dari gagasan, barang atau jasa yang dibiayai oleh suatu sponsor tertentu yang bersifat non-personal. Media

Atas dasar penelitian dan pemeriksaan lanjutan secara seksama terhadap berkas yang diterima Mahkamah Pelayaran dalam Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan (BAPP)