• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wiranto: Pengawal Setia Yang Ingin Terus Mengabdi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Wiranto: Pengawal Setia Yang Ingin Terus Mengabdi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Wiranto:

Pengawal Setia Yang Ingin Terus Mengabdi

Oleh: Bagus Takwin, Niniek L. Karim, Nurlyta Hafiyah, dan Dicky Pelupessy

Wiranto hampir selalu tampil mengedepankan pentingnya pengabdian dan pelayanan, seperti yang ia nyatakan dalam Jakarta Press, Jumat,19 Juni 2009, “Jadi, pemimpin itu harus tahu masalah yang dihadapi rakyatnya. Bukan sebaliknya menunggu apa yang diminta rakyat. Sebab, pemimpin adalah pelayan masyarakat.” Di Pemilu Presiden 2009, ia masih ingin

berkiprah sebagai pemimpin; ingin me-wakaf-kan sisa hidupnya untuk kepentingan bangsa dan negara (Berita Sore, Senin 12 Januari 2009).

Meski tidak menjadi capres, pencalonan Wiranto sebagai cawapres menunjukkan

keinginan itu. Dan menginginkan dirinya sebagai pemimpin berarti juga menyediakan diri untuk mengabdi dan melayani masyarakat. Pensiunan jendral yang pernah diduga terlibat pelanggaran HAM ini tetap konsisten menampilkan diri sebagai pengawal yang ingin melindungi.

Setelah kalah dalam Pemilu Presiden 2004, Wiranto sering berkeliling Nusantara untuk mengetahui apa yang terjadi di masyarakat. Dari sana ia menyimpulkan, masih banyak persoalan bangsa yang belum beres. Ia merasa terpanggil membenahi ketakberesan itu dan tak bisa

menghindarinya. "Prinsip saya, siapa pun yang terpanggil untuk memperbaiki nasib bangsa, ya harus bersedia,“ kata Wiranto dikutip Soehartoreview.com Sabtu, 27 Juni 2009.

“Kita sudah menyimpang dari apa yang dijanjikan kepada rakyat ketika kita merdeka... Kita gagal memenuhi amanat pendiri negeri ini, untuk melindungi seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.” Kata-kata Wiranto yang dikutip Berita Sore Rabu 11 Maret 2009 ini

menunjukkan ia sebagai orang yang menganggap penting menepati janji. Nilai kesetiaan masih dipegangnya kuat-kuat dan menjadi salah satu pemandunya untuk mengawal negara Indonesia.

Karakteristik kepribadian Wiranto yang menjadikannya seorang pengawal yang setia masih tetap menonjol. Ditempa oleh kehidupan masa kecil yang serba pas-pasan, ia terbiasa menghadapi situasi sulit dan bertahan menghadapi pasang-surut kehidupan. Ketika usianya baru sebulan, putra pasangan RS Wirowijoto, seorang guru Sekolah Rakyat, dan Suwarsijah dibawa hijrah dari Yogyakarta ke Surakara setelah agresi militer Belanda. Setelah itu, menurut

pengakuannya yang dikutip Merdekanews.com Jumat 15 Mei 2009, hidupnya sangat susah. Ia berjualan koran untuk membiayai sekolah dan membeli singkong guna mengisi perut laparnya. Jika ada sisa uang keuntungan jualan, ia sedekahkan kepada saudara-saudaranya.

Kehidupan keluarganya membentuk Wiranto sebagai pribadi sederhana dan tangguh menghadapi tantangan. Keadaan serba pas-pasan juga membentuk pribadi Wiranto yang mudah bersimpati terhadap penderitaan rakyat miskin. Seperti sumur di depan rumah masa kecilnya, ia

(2)

ingin menjadi sumber kehidupan banyak orang. Seperti sumur itu, ia selalu siap sedia memberi manfaat, siap mengabdi untuk masyarakat.

Menjadi tentara adalah cita-citanya sejak kecil. Dalam bukunya Bersaksi di Tengah Badai, Wiranto menyatakan bahwa ia mendambakan jadi tentara sejak dini dan setiap kali ada anggota keluarganya yang bepergian, dia hanya minta satu oleh-oleh: helm baja tentara. Tahun 1965, cita-citanya terwujud setelah diterima masuk Akademi Militer Nasional (AMN). Di tahun 1968, ia lulus dari AMN dan sejak itu kiprahnya sebagai pengawal negara pun dimulai.

Aspek Kognitif:

Trait (sifat), Belief (kepercayaan), Kompleksitas Pikiran dan Pola Penalaran

Seperti umumnya orang dengan tipe kepribadian pengawal (David Keirsey, 1998), Wiranto menunjukkan ciri bangga terhadap dirinya sebagai orang yang dapat diandalkan,

penolong, pekerja keras, setia, peduli kepada keluarga, dan bertanggungjawab sebagai orang tua. Sebagai pimpinan ia mampu menstabilkan keadaan dan orang-orang yang dipimpinnya, taat dalam menjalankan tugas, waspada, rendah hati, serta fokus pada konstitusi dan tradisi, sedang sebagai bawahan, ia taat dan patuh pada atasan. Ini membuat penampilan Wiranto mengesankan adanya ketegasan. Persepsi sosial terhadapnya (N = 2198) menangkap kesan adanya sifat tegas dan setia pada diri Ketua Partai Hanura ini.

Dalam menjalani peran sebagai warga negara, Wiranto menampilkan kepedulian terhadap masyarakatnya, percaya pada otoritas, senang bergabung dalam kelompok, mencari keamanan, suka memberi dan memperoleh penghargaan, bermimpi untuk mencapai keadilan. Seorang pengawal seperti Wiranto juga selalu berpenampilan tenang, trampil, praktis, membumi, disiplin dan berorientasi pada penyelesaian tugas. Ia senang berada bersama teman-temannya meski sering tampak serius dan jarang tersenyum.

Para pengawal umumnya tak suka mencoba hal baru yang terlalu berisiko. Ini juga tampak pada Wiranto. Ia sangat hati-hati terhadap perubahan, bahkan ketika ia tahu itu bisa menyehatkan organisasinya. Ia lebih memilih perubahan perlahan-lahan, sesuai dengan konstitusi, dan terkendali. Dalam pekerjaan, ia lebih suka bekerja dengan sistem yang pasti, memiliki prosedur yang ajek dan rinci, serta jadwal yang jelas.

Ciri-ciri otoritarianisme menonjol pada orang tipe pengawal. Demikian juga pada Wiranto. Indikasi sifat konvensional, tunduk/patuh, menerima tanpa syarat moral otoritas yang dianut kebanyakan orang, tidak terlalu suka pada perbedaan prinsip, oposisi terhadap yang subjektif, menolak hal-hal imajinatif, serta menilai rendah pikiran lentur (the tender-minded) sebagai sifat lemah yang tak berprinsip tampil pada dirinya. Di situ tampil juga indikasi dari kecenderungan mengandalkan kekuasaan dan ketangguhan, serta menempatkan hubungan antar manusia dalam dimensi dominan-submisif, kuat-lemah, atau pemimpin-pengikut. Ciri lain yang indikasinya juga kuat adalah sifat agresi otoritarian, mencakup kecenderungan menjaga dan

(3)

mempertahankan, menyerang, menolak, serta menghukum orang yang melanggar nilai-nilai konvensional.

Orang dengan karakter kepribadian pengawal mudah terusik oleh situasi yang mereka nilai sebagai tidak tentram, tidak aman, dan tidak sejahtera. Wiranto pun demikian. Di hadapan massa kampanye di Gunung Kidul tanggal 2 April 2009, ia menilai saat ini Indonesia sedang berada dalam masa “kalabendu” yang mengandung “jaman edan”, sebuah masa yang diramalkan pujangga Jawa abad ke-19, Jayabaya. Ada kecenderungan memandang kehidupan, juga

kehidupan politik, sebagai ajang konflik pada Wiranto. Pandangan seperti itu sudah terlihat sejak ia menjadi calon presiden di Pemilu 2004. Waktu itu ia menyatakan, “Sekarang ini, konfrontasi antarelite politik tidak lagi mencerminkan preperensi yang jelas antara kekuatan prodemokrasi dan kekuatan antidemokrasi. Yang terjadi adalah sebuah pertarungan perebutan kekuasaan sesaat...” Sebagai pengawal, ia memang selalu waspada dan peka terhadap carut-marut yang ada di lingkungannya.

Sebagai orang yang ingin diandalkan, Wiranto melengkapi dirinya dengan sebanyak mungkin pengetahuan dan keterampilan. Kemampuan dan kemauan belajarnya yang tinggi mendukungnya. Ia berpengetahuan luas, mampu memahami berbagai dimensi dan sudut pandang dari permasalahan yang dihadapinya. Kewaspadaan membantunya untuk awas pada berbagai kemungkinan. Lalu dengan prinsip-prinsip dan kategori-kategori kognitif yang dimilikinya, ia menyelesaikan masalah dengan dasar ketentraman, kesejahteraan, dan keamanan. Meski secara potensial kompleksitas pikirannya cukup tinggi tetapi pada prakteknya ia lebih suka penyelesaian masalah secara sederhana, praktis, cepat, dan efisien. Sebagai pensiunan militer, Wiranto terbiasa bekerja dengan struktur komando yang jelas. Pola penalarannya yang linear dipengaruhi oleh pengalaman itu. Ia menjelaskan dan menyelesaikan masalah secara runut berdasarkan prinsip-prinsip yang dianutnya.

Motif Sosial

Setelah menjadi cawapres mendampingi Jusuf Kalla di Pemilu Presiden 2009, pensiunan jendral berbadan tegap dan bertubuh terjaga ini jadi murah senyum. Ia juga cepat menyesuaikan diri dengan situasi yang dijalaninya. Pembawaannya lebih bersahabat dan cara bicaranya lembut. Ia mengesankan dirinya sebagai orang yang memiliki motif afiliasi.

Tetapi, mengingat penampilannya itu dimunculkan dalam konteks usaha untuk mendapat simpati massa maka motif afiliasi itu tak dapat dilepaskan dari motif kekuasaan yang menonjol pada dirinya. Keinginannya untuk berperan penting dan berpengaruh dalam masyarakat

Indonesia digerakkan oleh kebutuhannya akan kekuasaan. Ia juga ingin memiliki kontrol terhadap jalannya kehidupan masyarakat Indonesia.

Sebagai seorang pengawal yang setia, ia peduli dan selalu tergugah oleh situasi yang dinilainya tidak menentu. Keingingannya memberi pengaruh terhadap lingkungan

(4)

mengabdi dan melayani masyarakat juga dapat dipahami sebagai keinginan untuk punya

pengaruh dan itu didorong oleh motif kekuasaan. Ia merasa perlu duduk di kursi kekuasaan agar dapat memberi kontribusi berarti bagi Indonesia. Itulah sebabnya Wiranto mau menjadi

cawapres.

Kepribadian dan Kepemimpinan Wiranto

Ciri-ciri kepribadian Wiranto, merujuk psikologi-diri dari Heinz Kohut (1977),

menunjukkan tingginya peranan kutub ideal dalam dirinya. Kehidupan yang pas-pasan di masa kecil menuntutnya untuk selalu menahan dan mengendalikan ambisi-ambisinya. Dalam usaha itu, ia menggunakan citra-citra dan penjelasan-penjelasan ideal yang membenarkan situasi yang dialaminya. Dengan begitu, ia tetap dapat memandang dan menjalani hidup sebagai hal yang baik. Kemampuan menahan dan mengendalikan diri menjadikan Wiranto sebagai orang yang sabar, tekun, dan stabil. Sifat-sifat itu yang membawanya menjadi orang yang dapat diandalkan oleh atasannya dan mencapai posisi tertingi di ABRI

Jika Wiranto mendapatkan kesempatan untuk mencapai posisi lebih tinggi namun melanggar konstitusi maka kesempatan itu dilepasnya. Begitu pula jika kesempatan untuk mendapatkan kekuasaan lebih tinggi itu besar kemungkinan menghasilkan ketidak-tentraman, ketidak-amanan, dan ketidak-sejahteraan masyarakat. Ia bertindak berdasarkan citra dan prinsip ideal yang dipegangnya. Ini menjelaskan mengapa di tahun 1998 ia tidak memanfaatkan

instruksi presiden yang memberinya wewenang untuk mengambil kendali negara. Ia tetap menjalankan perannya sebagai pengawal yang setia dan hingga kini ia tetap ingin mengabdi.

(5)

Tabel Aspek Kepribadian yang menonjol, kekuatan dan kelemahan Wiranto sebagai pemimpin politik

Aspek yang menonjol Kekuatan Kelemahan

Konvensional, setia, sabar, tekun, berhati-hati terhadap perubahan, mengandalkan ketangguhan dan kekuasaan, serta

berpegang pada citra dan prinsip ideal

Memelihara dan menjaga hal-hal yang baik, pekerja keras, bisa diandalkan, penolong dan menjaga kehormatan teman-teman, atasan dan kerabat, mampu menjaga stabilitas politik dan keamanan serta berkemauan untuk menjaga ketentraman, mampu mengendalikan diri, serta selalu ingin menampilkan diri sesuai dengan citra ideal

Sulit menerima perubahan apalagi perubahan yang dratis,

menggunakan pendekatan keamanan dan stabilitas yang sangat mungkin menghambat perubahan, serta cenderung tidak cermat terhadap kemungkinan adanya penyimpangan dan kesalahan atasan.

Menjunjung dan mengandalkan otoritas formal di atas kehendak bebas individual, mementingkan

kesejahteran, keamanan, dan ketentraman

Bekerja dengan dasar dan sistem yang jelas, selalu terdorong untuk menghindari penyimpangan, menyukai keadaan terstruktur, berusaha menstabilkan situasi tak menentu, tahan menghadapi krisis, dan berpegang pada aturan

Melempar tanggung jawab pada otoritas atau aturan formal, menghindari tanggungjawab pribadi, kurang inisiatif, dan kurang transformatif Menjunjung tinggi kehormatan, mengutamakan moralitas dan norma-norma tradisional

Menjaga tingkahlaku dan menghindari penyimpangan

Konservatif, tidak fleksibel, dan tidak berani mengambil keputusan di luar aturan meski dibutuhkan

Teratur dan disiplin Mengerjakan tugas tepat waktu, jelas dan efisien dalam membuat program

Kaku dan cenderung lambat melakukan perubahan; kurang mampu improvisasi

Menghukum pihak-pihak yang melanggar

moralitas dan norma-norma konvensional tanpa ampun

Tegas dalam menegakkan hukum dan aturan serta berkesiapan mencegah terjadinya penyimpangan

Kurang toleran terhadap hal-hal tidak sesuai dengan moralitas dan norma

Waspada dan tanggap terhadap siatuasi

Cepat dalam menemukan adanya kemungkinan bahaya

Mudah curiga dan terlalu cepat melakukan pencegahan

(6)

Membumi dan praktis Mampu menemukan solusi yang aplikatif dalam waktu cepat dan menerapkannya untuk menyelesaikan masalah

Kurang reflektif dan kurang imajinatif

Senang belajar Berpengetahuan luas dan mendalam; selalu ingin mengerjakan tugas sebaik-baiknya

Menampilkan kesan superior yang mungkin menimbulkan rasa rendah diri pada bawahan

Mementingkan penampilan fisik, berwibawa dan kharismatik

Disegani, dituruti dan mampu menjadi teladan

Menampilkan kesan yang dapat menghambat bawahan

mengemukakan pikiran dan pendapat

Kebutuhan Kekuasaan Mampu membentuk tim yang efisien dan kuat; kontrol yang kuat dan memiliki pengaruh besar terhadap bawahan

Kurang memberi ruang kepada bawahan untuk mengambil inisiatif dan cenderung mendikte bawahan

Gambar

Tabel Aspek Kepribadian yang menonjol, kekuatan dan kelemahan Wiranto sebagai  pemimpin politik

Referensi

Dokumen terkait

Ada 30 variabel yang diajukan oleh peneliti berkaitan dengan manfaat dan kekurangan dalam penerapan SMM, ternyata responden menyatakan bahwa manfaat yang secara signifikan

yang menghubungkan dua titik sudut yang terletak pada rusuk-rusuk berbeda pada satu bidang sisi kubus atau balok..?. Lab-Mini

Distribusi spasial diamati berdasarkan kecenderungan jumlah/macam spesies dan jumlah individu setiap spesies yang ditemukan pada setiap tapak dan rentang waktu yang

dengan metode subjektif kuantitatif, nilai potensi lahan yang dapat dibuat

Analisis Efisiensi Pasar Modal Indonesia Perioda 1998-2000 (Studi pada PT Bursa Efek Jakarta). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Return Harga Saham di Sekitar Pengumuman

Asuhan yang diberikan berupa menginformasikan kepada ibu dan suami bahwa bayi dalam keadaan sehat, tanda vital dalam batas normal, hasil pemeriksaan fisik

yang diukur dengan menggunakan asset utilization bahwa struktur modal, kepemilikan saham terbesar, dan ukuran perusahaan mempunyai hubungan yang positif dengan agency

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang diperoleh dari penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : Remediasi pembelajaran Fisika menggunakan model