• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIPA FAUZIYAH. Program Studi Pendidikan Matematika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIPA FAUZIYAH. Program Studi Pendidikan Matematika"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK

PESERTA DIDIK

(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIII MTs. NU Al-Hamidiyah Langkaplancar Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2012/2013)

SIPA FAUZIYAH

e-mail: sipa.fauziyah@student.unsil.ac.id Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh positif penggunaan pendekatan problem posing terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Data dalam penelitian ini diambil melalui pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mendapatkan nilai gain. Nilai gain bertujuan untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penelitian dilaksanakan di kelas VIII MTs NU Al-Hamidiyah tahun pelajaran 2012/2013 pada materi lingkaran. Dua kelas diambil sebagai sampel, kelas pertama yaitu kelas VIII B sebagai kelas eksperimen menggunakan pembelajaran dengan pendekatan problem posing, sedangkan kelas kedua yaitu kelas VIII C sebagai kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Untuk menentukan kelas sampel dan kelas kontrol dari populasi seluruh peserta didik kelas VIII MTs NU Alhamidiyah, maka digunakan cara acak. Instrumen yang digunakan berupa soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dan skala sikap model likert. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji perbedaan dua rata-rata. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif penggunaan pendekatan problem posing terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dan sikap peserta didik terhadap pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem posing menunjukan sikap positif.

Kata kunci: Pendekatan Problem Posing, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Sikap Peserta Didik

(2)

ABSTRACT

The aim of this research is to know the positive influence of using problem posing approach on the improvement of the students’ mathematics problem solving ability. The data in this research was obtained based on the result of students’ pre-test and post-test about the ability of mathematics problem solving that was conducted at the experiment and control class to gather the gain score. The gain score functions to know the improvement of the students’ mathematics problem solving ability at the experiment and control class. The research was conducted at the eight class of MTs. NU. Al-Hamidiyah in the academic year of 2012/2013 in the material about circle. It was selected two classes as the sample, those were class VIII B as the experiment class that was given the treatment by using problem posing approach, and class VIII C as the control class that was given the treatment by using conventional teaching model. The researcher used random technique to get the sample and control class from the population of class VIII MTs. NU. Al-Hamidiyah. The instrument used was test about the students’ mathematics problem solving ability and attitude scale of likert model. The technique of analysing the data used to examine the hypothesis was t-test. Based on the research result, it can be concluded that there is a positive influence of using problem posing approach on the improvement of the students’ mathematics problem solving ability, and the students’ attitude toward the learning process by using problem posing approach indicates prositive attitude.

Key Words : Problem Posing Approach, Students’ Mathematics Problem Solving Ability, Students’ Attitude

PENDAHULUAN

Masalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap manusia hidup selalu berhadapan dengan masalah, yang berbeda adalah bagaimana mereka menyikapi masalah tersebut. Menurut Sugiyono (2012: 32) “Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dengan praktek, antara aturan dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan”. Agar seseorang memiliki kemampuan pemecahan masalah maka diperlukan kemampuan berpikir sistematis, logis, dan kemampuan bekerja sama yang efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika.

Tujuan utama dalam pembelajaran matematika lebih terfokus pada pemecahan masalah. Menurut Gagne (Ruseffendi, E.T., 2006: 335) “Pemecahan masalah adalah tipe belajar yang tingkatannya paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar lainnya”. Kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting, karena dalam proses pembelajaran peserta didik

(3)

dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.

Pada setiap pembelajaran matematika, peserta didik harus menyelesaikan masalah yang berbeda-beda. Dalam menyelesaikan masalah terkadang mereka dihadapkan pada suatu soal yang pelik dan kadang-kadang pemecahannya tidak dapat diperoleh dengan segera. Berdasarkan informasi yang disampaikan guru mata pelajaran matematika kelas VIII MTs NU Al-Hamidiyah Langkaplancar Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2012/2013, banyak permasalahan yang terjadi pada peserta didik maupun pembelajaran matematika itu sendiri. Diantaranya apabila guru memberikan soal berupa pemecahan masalah matematik, sebagian besar peserta didik tidak dapat mengerjakannya. Disamping kemampuan dalam menyelesaikan soal masih kurang, hal itu juga disebabkan karena guru matematika jarang memberikan soal berupa pemecahan masalah serta metode pembelajaran yang sering digunakan adalah metode ceramah. Hal tersebut juga mengakibatkan proses belajar mengajar cenderung membosankan dan sikap peserta didik lebih pasif serta malas mengikuti pembelajaran matematika. Berdasarkan informasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik masih kurang berkembang.

Oleh karena itu diperlukan adanya pendekatan untuk membantu peserta didik lebih aktif mengikuti pembelajaran matematika. Penggunaan pendekatan problem posing atau pengajuan pertanyaan adalah salah satu cara yang dapat meningkatkan keaktifan dan kreativitas peserta didik sehingga belajar matematika tidak membosankan. Silver dan Cai (Siswono, Tatang Yuli Eko, 2002: 2) menjelaskan bahwa apabila peserta didik terlibat dalam aktivitas yang terkait dengan pengajuan masalah/soal maka terdapat pengaruh positif terhadap kemampuan memecahkan masalah dan sikap mereka terhadap matematika serta berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah. Dikarenakan pemecahan masalah merupakan cara berpikir tingkat tinggi, maka pengajuan masalah secara berkelompok menjadi alternatif untuk membantu peserta didik yang memiliki kemampuan rendah.

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah mengetahui adanya pengaruh positif penggunaan pendekatan problem posing terhadap peningkatan kemampuan

(4)

pemecahan masalah matematik peserta didik, serta mengetahui sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan problem posing.

Ecols dan Shadily (Muhfida, 2010: 1) mendefinisikan bahwa Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya mengajukan.

Budiarsih dan Kartini (Ramdhani, Sendi, 2012: 22) mengemukakan bahwa langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing adalah: a.Membuka kegiatan pembelajaran, b.Menyampaikan tujuan pembelajaran, c.Menjelaskan materi pelajaran, d.Memberikan contoh soal, e.Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas, f.Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya, g.Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan, h.Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa, i.Menutup kegiatan pembelajaran.

Pengajuan soal pada penelitian ini dilakukan secara berkelompok, Ibrahim (Safa’at, Asep, 2012: 3) mengemukakan bahwa langkah-langkah pembelajaran secara berkelompok adalah: a.Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik, b.Menyajikan informasi, c.Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar, d.Membimbing kelompok-kelompok belajar, e.Evaluasi, f.Memberi penghargaan

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penulis memodifikasi langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing secara berkelompok yang diadaptasi dari pendapat Budiarsih dan Kartini (Ramdhani, Sendi, 2012: 22) serta Ibrahim (Safa’at, Asep, 2012: 3) yaitu: a.Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi peserta didik untuk belajar; b.Guru membagi peserta didik ke dalam kelompok beranggotakan 5-6 orang yang bersifat heterogen; c.Guru menyajikan informasi kepada peserta didik melalui bahan ajar, kemudian membuat contoh cara pengajuan soal matematika dari sebuah situasi bersama peserta didik; d.Guru membagikan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), pada LKPD terdapat beberapa situasi berkaitan dengan materi yang disampaikan. Kemudian peserta didik dituntut untuk mengajukan soal matematika dari situasi tersebut dan menyelesaikannya dengan cara diskusi; e.Guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan dalam mengajukan soal matematika dan menyelesaikannya; f.Guru

(5)

mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan cara perwakilan salah satu kelompok mempresentasikan hasil jawabannya.

Sumarmo (Wardani, Sri, 2009: 29) menjelaskan bahwa pemecahan masalah sebagai kemampuan dasar merupakan jawaban pertanyaan yang sangat kompleks, bahkan lebih kompleks dari pengertian pemecahan masalah itu sendiri. Jadi yang dimaksud pemecahan masalah disini adalah kemampun peserta didik dalam memecahkan suatu soal matematika yang dianggap sebagai masalah dengan menggunakan pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki melalui proses menemukan jawaban yang sangat kompleks. Langkah pemecahan masalah yang digunakan adalah langkah pemecahan masalah menurut Bransford dan Stein (Susiana, Eny, 2010: 75) yaitu: mengidentifikasi masalah, menentukan tujuan, mengeksplorasi strategi yang mungkin, mengantisipasi hasil dan bertindak serta melihat dan belajar.

Penelitian tentang penggunaan pendekatan problem posing yang dilaporkan oleh Arifin, Agus (2010) dengan judul “Pendekatan Problem Posing pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Adaptive Reasoning Siswa SMP” Penelitian terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bojong. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa peningkatan kemampuan adaptive reasoning siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan problem posing lebih tinggi daripada kemampuan adaptive reasoning siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika secara konvensional.

Penelitian relevan lainnya dilaporkan oleh Faizah, Eka Nurul (2011) dengan judul “Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan Problem Posing dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa SMP” Penelitian terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tanjungpandan. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa peningkatan kemampuan penalan induktif matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing lebih baik dari siswa yang menggunakan pembelajaran ekspositori.

Penelitian relevan lainnya dilaporkan oleh Ramdhani, Sendi (2012) dengan judul “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa” Penelitian terhadap siswa kelas X Madrasah Aliyah (MA) Al Basyariyah Kabupaten Bandung. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah

(6)

siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimen, karena dalam penelitian ini menggunakan pendekatan problem posing. Kemudian melihat pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Populasinya adalah seluruh peserta didik kelas VIII MTs NU Al-Hamidiyah tahun pelajaran 2012/2013, terdiri dari tiga kelas yaitu kelas VIII A, VIII B, dan VIII C dengan jumlah seluruh populasi adalah 91 orang. Sampel pada penelitian ini diambil dua kelas secara acak atau random kelas dari seluruh populasi. Didapat dua kelas yang dijadikan sampel penelitian, yaitu kelas VIII B dan kelas VIII C. Kelas VIII B sebagai kelas eksperimen menggunakan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing dan kelas VIII C sebagai kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pretes dilaksanakan sebelum pembelajaran dimulai, sedangkan postes dilaksanakan setelah pembelajaran (semua materi penelitian) diberikan kepada peserta didik. Angket hanya diberikan kepada kelas eksperimen, yaitu kelas yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan problem posing. Angket diberikan setelah semua pembelajaran dilaksanakan dengan pengukuran skala sikap.

Teknik analisis data dilakukan berdasaran data yang di dapat dari hasil pretes dan postes berupa soal kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Data hasil pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol diolah menjadi nilai gain ternormalisasi yang kemudian diuji normalitasnya. Berdasarkan hasil pengujian normalitas diperoleh nilai = 11,34. Kelas eksperimen menghasilkan = 5,46 < = 11,34, artinya sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Kelas kontrol menghasilkan = 8,95 < = 11,34, artinya sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Karena kedua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas. Hasil pengujian menunjukan bahwa kedua varians homogen dengan = 1,13 < =

(7)

2,42, artinya kedua varians homogen. Kemudian dilanjutkan dengan uji perbedaan dua rata-rata, pengujian menunjukan bahwa nilai = 2,39 dan = 2,75. Oleh karena itu < , maka diterima dan ditolak artinya ada pengaruh positif penggunaan pendekatan problem posing terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik.

Pengelompokan peserta didik yang meiliki sikap positif atau negatif terhadap penggunaan pendekatan problem posing dihitung dengan menggunakan rerata skor per item angket. Jika rata-rata keseluruhan skor angket yang digunakan lebih dari skor netral yaitu 3, maka sikap peserta didik menunjukan sikap positif terhadap penggunaan pendekatan problem posing. Berdasarkan hasil analisis pernyataan angket sikap diperoleh rata-rata keseluruhan yaitu 4,17 lebih dari skor netral yaitu 3. Artinya, sikap peserta didik terhadap penggunaan pendekatan problem posing menunjukan sikap positif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian

Data diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pretes diberikan di luar jam pelajaran sebelum pembelajaran dilaksanakan, tes awal ini diberikan kepada 60 orang peserta didik yaitu 30 orang pada kelas eksperimen dan 30 orang pada kelas kontrol. Pembelajaran dilaksanakan setelah pretes dengan jumlah pertemuan sebanyak 9 kali. Setelah pembelajaran selesai dilaksanakan, peserta didik diberikan tes akhir atau postes dengan menggunakan soal yang sama pada saat pretes berlangsung. Penskoran dilaksanakan sesuai dengan pedoman penskoran pemecahan masalah matematik yang dimodifikasi dari pendapat Schoen dan Ochmke (Wardani, Sri, 2002: 16).

Data hasil pretes dan postes kelas eksperimen menunjukan rata-rata pretes sebesar 7,73 dan rata-rata postes sebesar 28. Sedangkan hasil pretes dan postes kelas kontrol menunjukan rata-rata pretes kelas kontrol sebesar 7,43 dan rata-rata postes kelas kontrol sebesar 24,17. Melihat rata-rata postes lebih besar dari pada rata-rata pretes, maka terdapat kemajuan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

(8)

Skor pretes dan postes diolah menjadi gain ternormalisasi, guna melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi lingkaran. Dari data pengolahan tersebut didapat rata-rata gain ternormalisasi kelas eksperimen yaitu 0,64 dan rata-rata gain ternormalisasi kelas kontrol yaitu 0,53. Perbedaan rata-rata gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada diagram berikut:

Diagram 1

Rata-Rata Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Untuk melihat tingkat perolehan gain ternormalisasi, maka peneliti mengklasifikasikan kemampuan peserta didik ke dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Data klasifikasi gain ternormalisasi peserta didik kelas eksperimen disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen Skor Gain Frekuensi Presentasi

Pencapaian Interpretasi

10 33,33% Tinggi

20 66,67% Sedang

- - Rendah

Jumlah 30 100%

Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa kemampuan peserta didik kelas eksperimen berdasarkan klasifikasi gain ternormalisasi hanya dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu kategori dengan kemampuan tinggi sebanyak 10 orang (33,33%) dan kategori dengan kemampuan sedang sebanyak 20 orang (66,67%). Sedangkan tidak terdapat peserta didik dengan kemampuan rendah (0%). Untuk data klasifikasi gain ternormalisasi peserta didik kelas kontrol disajikan pada tabel berikut:

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Rerata Gain Ternormalisasi

Eksperimen Kontrol

(9)

Tabel 2

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Kelas Kontrol Skor Gain Frekuensi Presentasi

Pencapaian Interpretasi

> 0,7 4 13,33% Tinggi

0,3 < ≤0,7 23 76,67% Sedang

≤0,3 3 10% Rendah

Jumlah 30 100%

Dari Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa kemampuan peserta didik kelas kontrol berdasarkan klasifikasi gain ternormalisasi dapat diklasifikasikan menjadi kategori dengan kemampuan tinggi sebanyak 4 orang (13,33%), kategori dengan kemampuan sedang sebanyak 23 orang (76,67%), dan kategori dengan kemampuan rendah sebanyak 3 orang (10%).

Berdasarkan hasil klasifikasi gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol, ternyata peserta didik dengan kemampuan tinggi didominasi oleh kelas eksperimen. Untuk peserta didik dengan kemampuan sedang didominasi oleh kelas kontrol, sedangkan peserta didik dengan kemampuan rendah hanya terdapat pada kelas kontrol. Artinya peserta didik yang memiliki kemampuan pemecahan masalah matematik lebih banyak terdapat pada kelas eksperimen.

Data-data yang dianalisis berupa data kuantitatif yang terdiri dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang berupa data gain ternormalisasi dan skala sikap. Hasil perhitungan analisis terhadap data gain ternormalisasi menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan oleh peneliti diterima, maka dari itu penggunaan pendekatan problem posing dapat dijadikan sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Sedangkan untuk mengukur aspek sikap peserta didik terhadap penggunaan pendekatan problem posing, analisis dilakukan terhadap 17 pernyataan angket yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Pengukuran sikap peserta didik, dilihat dari hasil analisis per item angket kemudian dihitung rata-rata angket per indikatornya. Peneliti menyimpulkan jawaban pertanyaan penelitian dengan melihat rata-rata angket secara keseluruhan. Hasil perhitungan tersebut disajikan pada tabel berikut:

(10)

Tabel 3

Analisis Pernyataan Sikap Peserta Didik Per Item Kompo nen Indikator No Pernyataan Pernyataan Jml Positif Negatif Kognitif kepercayaan terhadap penggunaan pendekatan problem posing 1  123 4,10 3  123 3,93 6  124 4,13 9  126 4,2 10  135 4,50 13  122 4,07 17  126 4,20 Rata-rata 126 4,16 Afektif kepekaan perasaan terhadap penggunaan pendekatan problem posing 2  118 3,93 4  134 4,47 8  126 4,20 16  135 4,50 Rata-rata 128 4,28 Konatif Dorongan bertindak terhadap penggunaan pendekatan problem posing 5  120 4,00 7  122 4,07 11  122 4,07 12  130 4,33 14  119 3,97 15  118 3,93 Rata-rata 122 4,06 Rata-rata total 125 4,17 Berdasarkan hasil pengolahan data angket sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan problem posing, menunjukan rata-rata sebesar 4,17. Karena rata-rata angket lebih besar dibandingkan dengan skor netral yaitu 3, artinya sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan problem posing positif.

Pembahasan

Pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas eksperimen yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran ini melibatkan aktivitas peserta didik yang maksimal, sehingga kemampuan pemecahan masalah dilatih oleh kemampuan sendiri dengan menemukan konsep yang dipelajari serta diterapkan pada konsep yang lain atau serupa.

Pada proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing terdapat enam langkah yaitu menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi

(11)

peserta didik, membentuk kelompok belajar yang bersifat heterogen, menyajikan informasi, membagikan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), membimbing kelompok yang mengalami kesulitan dalam mengajukan soal matematika dan menyelesaikannya serta evaluasi.

Sedangkan pada kelas kontrol pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Materi tidak disampaikan oleh peneliti tetapi oleh guru mata pelajaran matematika kelas VIII. Kegiatan awal di kelas kontrol yaitu menjelaskan materi yang dipelajari dan peserta didik hanya mendengarkan. Kemudian guru memberikan contoh soal dan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Pada akhir pembelajaran peserta didik diberikan latihan soal-soal berupa pekerjaan rumah (PR) yang harus dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik dapat dilihat dari rata-rata gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata gain kelas eksperimen yaitu 0,64 lebih baik dari rata-rata gain kelas kontrol yaitu 0,53. Selain itu juga dapat dilihat dari klasifikasi gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perbandingan klasifikasi gain ternormalisasi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada diagram berikut:

Diagram 2

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Dari diagram di atas dapat dilihat peserta didik yang termasuk kategori tinggi lebih banyak terdapat di kelas eksperimen, artinya peningkatan kemampuan pemecahan

0 5 10 15 20 25

Tinggi Sedang Rendah

Eksperimen Kontrol

(12)

masalah matematik peserta didik kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan problem posing lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Walaupun peserta didik dengan kategori sedang lebih didominasi oleh kelas kontrol, hal tersebut tidak berpengaruh karena tidak terdapat peserta didik dengan kategori rendah pada kelas eksperimen.

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa nilai postes kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol, rata-rata postes kelas eksperimen sebesar 28 sedangkan rata-rata postes kelas kontrol sebesar 24,17. KKM pada materi lingkaran adalah 70 setara dengan SMI 28. Untuk itu peserta didik yang sudah mencapai KKM pada kelas eksperimen sebanyak 18 orang dan peserta didik yang belum mencapai KKM sebanyak 12 orang. Sedangkan pada kelas kontrol, peserta didik yang sudah mencapai KKM sebanyak 14 orang dan peserta didik yang belum mencapai KKM sebanyak 16 orang. Data tersebut menunjukan bahwa penggunaan pendekatan problem posing pada pembelajaran matematika memberikan hasil yang optimum.

Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen menggunakan pendekatan problem posing yang melibatkan aktivitas peserta didik secara maksimal. Sehingga kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dapat meningkat. Sesuai dengan pendapat Hamdi (2012: 2) yang menjelaskan bahwa tipe belajar yang berkaitan dengan problem posing adalah pemecahan masalah karena untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membiasakan peserta didik mengajukan masalah, soal atau pertanyaan matematika sesuai dengan situasi yang diberikan oleh guru.

Pada kelas kontrol pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan pembelajaran konvensional, dimana guru berperan aktif sebagai pentransfer ilmu pengetahuan. Sedangkan peserta didik pasif sebagai penerima ilmu, sehingga kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik kurang maksimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Jhoni (2011: 1) “dalam pelaksanaan ceramah peran murid adalah mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok-pokok materi penting yang dikemukakan oleh guru”.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis data gain ternormalisasi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif penggunaan pendekatan problem posing terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik.

(13)

Hasil analisis angket sikap peserta didik terhadap penggunaan pendekatan problem posing, dapat dilihat dari tiap indikator yang terdiri dari kognitif, afektif dan konatif. Skor rata-rata untuk aspek kognitif yaitu 4,16. Hal ini menunjukan bahwa kepercayaan terhadap penggunaan pendekatan problem posing positif membangun konsep peserta didik dalam menggunakan ide-ide yang dimiliki sebelumnya. Indikator kognitif menunjukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing mampu mengarahkan peserta didik menggunakan pengetahuan yang dimilikinya pada saat proses pembelajaran. Seperti yang dikemukakan oleh English (Siswono, Tatang Yuli Eko, 2002: 44) “Pendekatan pengajuan soal dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan performanya dalam pemecahan masalah”.

Rata-rata skor untuk aspek afektif yaitu 4,28. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing memberikan perasaan yang positif bagi peserta didik. Sehingga timbul perasaan senang mengikuti pembelajaran matematika dan memotivasi peserta didik untuk giat belajar.

Rata-rata skor untuk aspek konatif yaitu 4,06. Hal ini menunjukan bahwa peserta didik memiliki dorongan untuk bertindak positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing. Terlihat pada saat proses pembelajaran berlangsung mereka selalu berperan aktif dan tanggungjawab atas tugasnya masing-masing. Sejalan dengan pendapat Andrianus (2011: 1) yang mengemukakan bahwa pendekatan problem posing dapat dilakukan dengan cara melibatkan peserta didik secara aktif untuk mengkonstruksi dan mengajukan masalah, soal, atau pertanyaan matematika sesuai dengan situasi yang diberikan.

Berdasarkan hasil pengolahan angket sikap terhadap penggunaan pendekatan problem posing menghasilkan rata-rata yaitu 4,17. Artinya rata-rata skor keseluruhan pernyataan angket lebih dari skor netral yaitu 3, maka dapat disimpulkan bahwa sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan problem posing adalah positif.

(14)

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan teori dan pembahasan yang telah dibahas sebelumnya, maka penulis dapat menarik simpulan yaitu: ada pengaruh positif penggunaan pendekatan problem posing terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik serta sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan problem posing menunjukan sikap positif.

Peneliti selanjutnya berharap dapat mengungkapkan lebih dalam lagi efektivitas pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing dalam pembelajaran matematika dengan bahasan yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianus. (2012). Teori Belajar Jerome S. Bruner dalam Pendekatan Problem Posing. [online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2260491-teori-belajar-jerome-bruner-dalam/. [19 Desember 2012].

Hamdi. (2012). Teori Belajar Robert M. Gagne dalam Problem Posing. [online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2264380-teori-belajar-robert-gagne-dalam/. [19 Desember 2012].

Jhoni. (2011). Model Pembelajaran Konvensional . [online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2254158-model-pembelajaran-konvensional/. [19 Desember 2012].

Muhfida. (2010). Pengertian Pendekatan Problem Posing . [online]. Tersedia: http://aqilacourse.com/2010/04/10/pengertian-pendekatan-problem-posing/. [15 Desember 2012].

Ramdhani, Sendi. (2012).Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa. Tesis FPMIPA UPI. UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (2006).Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan

CBSA.Bandung: Tarsito.

Safa’at, Asep. (2012). Problem Posing. [online]. Tersedia: http://kuliahpgsdonline.blogspot.com/2012/07/problem-posing-adalah.html [14 Januari 2013].

Siswono, Tatang Yuli Eko. (2002). Proses Berpikir Siswa dalam Pengajuan Soal. Jurnal nasional matematika. [online]. Tersedia: http://tatagyes.files.wordpress.com. [15 Desember 2012].

(15)

Susiana, Eny. (2010). Ideal Problem Solving. [online]. Tersedia: journal.unes.ac.id . [15 Desember 2012].

Wardani, Sri. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Kooperatif Tipe Jigsaw (Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas satu SMU Negeri 1 Tasikmalaya). Laporan Penelitian Unsil: tidak dipublikasikan.

Wardani, Sri. (2009).Pembelajaran Inkuiri Model Silver untuk Mengembangkan Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi UPI. UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gambar enam, dilihat dari pola penyebaran kabupaten/kota berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan persentase penduduk miskin, penyebaran di dominasi pada kudran IV

Sesuai dengan uraian yang telah disampaikan dan dikemukakan sebelumnya maka kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan implementasi metode Scrum dalam pengembangan test engine try

Pada kasus anak autis yang memasuki masa puber, orang tua dituntut untuk dapat menciptakan komunikasi yang baik agar dapat membantu perkembangan sang anak dalam

penelitian ini guru sepakat bahwa kecerdasan emosional diri dimiliki seorang guru dapat diperlihatkan dengan kemampuan guru dalam mengelola emosi, memotivasi, empati,

Kegagalan aksi pemogokan buruh Pabrik Alat-alat Penuai Chicago (Pebruari 1886) dan peristiwa aksi pelemparan bom di Kantor Kepolisian Chicago (Pertengahan Mei 1886) yang

Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antibakteri adalah bawang putih (Allium sativum L), Aplikasi bawang putih pada wajah juga mempunyai beberapa manfaat

Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean merupakan model penelitian yang mengukur kesuksesan sebuah sistem informasi dari tiga aspek yaitu kualitas

transformasi realitas; hubungan siswa-siswa, harus mencerminkan kesetaraan mereka tanpa diskriminasi yang bertentangan dengan kemanusiaan yang adil dan beradab;