• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Khamir Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Khamir Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI BIOETANOL DARI RUMPUT LAUT Kappaphycus

alvarezii MENGGUNAKAN KHAMIR Saccharomyces cerevisiae IPBCC

ALXVII

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Khamir Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

(4)

ABSTRAK

AMILYA ROMDHANI. Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Khamir Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII. Dibimbing oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA dan MULYORINI RAHAYUNINGSIH

Rumput laut Kappaphyus alvarezii mengandung polisakarida jenis karaginan yang terdiri dari galaktosa sebagai monomernya. Setelah dihidrolisis secara asam, galaktosa dapat diubah menjadi etanol dengan proses fermentasi. Namun beberapa khamir lebih menyukai glukosa sebagai substrat makanannya. Salah satu kultur khamir S. cerevisiae dari laboratorium SBRC yaitu S. cerevisiae IPBCC ALXVII diharapkan dapat mengubah galaktosa yang terkandung dalam hidrolisat rumput laut menjadi etanol. Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi kamir S.cerevisiae IPBCC ALXVII dalam memproduksi etanol dari rumput laut K. alvarezii. Pada penelitian ini inokulum khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII dipersiapkan dengan dilakukan penumbuhan berulang sebanyak delapan kali. Proses fermentasi menggunakan dua hidrolisat yang berbeda jumlah konsentrasi gula pereduksinya. Fermentasi pada hidrolisat dengan kadar gula pereduksi 150,46 g/L menghasilkan kadar etanol yang lebih rendah yaitu 1,69 g/L sedangkan pada kadar gula pereduksi 57,33 g/L menghasilkan kadar etanol tertinggi sebesar 14,56 g/L dengan efisiensi fermentasi sebesar 49,80%. Waktu optimum fermentasi menggunakan kultur Saccharomyces cerevisiae IPBCC AL XVII adalah 144 jam.

Kata kunci: Kappaphycus alvarezii, hidrolisis, etanol, energi

AMILYA ROMDHANI

. Bioethanol Production from Kappaphycus

alvarezii Using Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII . Supervised by DJUMALI MANGUNWIDJAJA and MULYORINI RAHAYUNINGSIH

Kappaphyus alvarezii contains carrageenan type polysaccharide which consists galactose as its monomers. After acidly hydrolysis process, galactose can be converted into ethanol through fermentation process. However, some yeasts prefer glucose as their food substrate. One of the yeast from Surfactant and Bioenergy Research Centre (SBRC) Laboratory is Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII is expected can convert galactose inside hydrolyzed seaweed into ethanol. This study aims to analyze the potential of S. cerevisiae IPBCC ALXVII in production of ethanol from K. alvarezii seaweed. In this study, the inoculum of S. cerevisiae IPBCC ALXVII was prepared by repeated batch for eight times. Fermentation process used two hydrolyzed seaweed with different concentrate of sugar reductor. Fermentation with 150.46 g/L sugar reductor concentrate produced lower content of ethanol i.e. 1.69 g/L while with 57.33 g/L produced the highest content of ethanol i.e. 14.56 g/L with fermentation efficiency about 49.80%. The optimum fermentation time using S. cerevisiae IPBCC ALXVII was 144 hours.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

AMILYA ROMDHANI

PRODUKSI BIOETANOL DARI RUMPUT LAUT Kappaphycus

alvarezii MENGGUNAKAN KHAMIR Saccharomyces cerevisiae

IPBCC ALXVII

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Khamir Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII

Nama : Amilya Romdhani NIM : F34100039

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA Pembimbing I

Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia – Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan adalah bioetanol, dengan judul Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII.

Terima kasih penulis ucapakan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA dan Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan selama penelitian dan penyusunan skripsi serta bantuan dana penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Dwi Setyaningsih, STP, MSi atas arahan dan bantuan dana penelitian yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kak Nelli Muna, kak Indah Khayati, kak Melan, kak Lili dan seluruh teknisi di Laboratorium Surfactant Bioenergy Research Center (SBRC) atas kesediaannya dalam membantu penulis selama melaksanakan penelitian. Terimakasih juga kepada rekan satu bimbingan yaitu M. Hijran Djayani, serta rekan – rekan TIN 47 atas semangat dan bantuan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Jamil, ibunda Yati Setia, adik-adik Dwi Sanfarlela, Maharani, Mahdini, M. Febri serta seluruh keluarga, atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Lingkup Penelitian 2

METODOLOGI 3

Bahan 3

Alat 3

Metode Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Analisis Kimia Rumput Laut K. alvarezii dan Hidrolisat asam 4 Kinetika Fermentasi Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII 6 Fermentasi Khamir S. cerevisiae IPBCC AL XVII pada Hidrolisat Asam K. alvarezii dengan Kandungan gula pereduksi berbeda 9

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN Error! Bookmark not defined.

(10)

2

DAFTAR TABEL

1 Hasil karakterisasi rumput laut K. alvarezii 5

2 Parameter kinetika fermentasi khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII

terhadap substrat hidrolisat K. alvarezii 8

3 Efisiensi fermentasi, konsumsi gula, kadar etanol dan Yield Yp/s pada

hasil fermentasi dengan perbandingan kadar gula pereduksi 9

DAFTAR GAMBAR

1 Hasil fermentasi khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisis proksimat rumput laut K. alvarezii 13 2 Prosedur pengujian gula pereduksi dan kadar etanol 15

3 Perhitungan parameter fermentasi 16

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Upaya pencarian sumber energi terbarukan sedang marak dilakukan mengingat krisis energi yang terjadi. Indonesia memiliki beragam sumber energi terbarukan yang sangat potensial, khususnya bioetanol. Bioetanol merupakan energi alternatif yang berasal dari bahan terbarukan, memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan bensin karena dapat meningkatkan efisiensi pembakaran, dan energi yang ramah lingkungan dengan mengurangi emisi gas rumah kaca (Hambali et al 2007). Bioetanol dihasilkan dari substrat yang mengandung karbohidrat seperti gula, pati, dan selulosa melalui proses fermentasi. Dengan demikian bioetanol menjadi salah satu alternatif bahan bakar yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia mengingat ketersediaan bahan baku yang melimpah. Namun demikian, pengembangan bioetanol dianggap membahayakan pasokan pangan. Hal ini karena kebanyakan bioetanol bersumber dari bahan baku pati yang pemanfaatannya berkompetensi dengan sumber pangan dan pakan. Oleh karena itu, muncul alternatif untuk menggunakan bahan baku yang belum banyak dimanfaatkan, ketersediaan melimpah, masa panennya cepat dengan harga murah dan mengandung struktur gula sederhana yang dapat diubah menjadi etanol. Contoh bahan baku dengan karakteristik tersebut adalah rumput laut.

Menurut Winarno (1996), rumput laut Kappaphycus alvarezii mengandung karaginan (kappa karaginan) yang tersusun dari perulangan unit-unit galaktosa dan 3,6 anhidro galaktosa sebesar 54 -73% yang dapat diubah menjadi bioetanol. Rumput laut dapat dipanen 3-5 kali dalam setahun, tidak mengandung lignin dan dapat menyerap CO2 sebanyak 36.7 ton/ha, atau 5-7 kali tanaman darat. Keunggulan lain dari rumput laut adalah tidak berkompetisi dengan lahan pertanian dan tidak membutuhkan pupuk kimia atau irigasi.

Penelitian Produksi bioetanol dari rumput laut masih jarang dilakukan. Hal ini karena terdapat kendala dari sisi fermentasinya. Mikroba yang digunakan dalam fermentasi bioetanol seperti khamir masih dalam proses pengembangan. Khamir Saccharomyces cerevisiae lebih menyukai glukosa sebagai substrat dalam fermentasi dibandingkan gula lain. Selain itu setelah hidrolisis asam, terdapat beberapa inhibitor seperti 5-hidroksimetil fulfural (HMF) dan asam levulinik (AL) yang menghambat proses fermentasi hidrolisat rumput laut menjadi bioetanol (Meinita et al 2011).

(12)

2

Perumusan Masalah

Mengacu pada lingkup dan tujuan penelitian, masalah yang dapat dirumuskan adalah rumput laut K. alvarezii dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol karena mengandung gula sederhana yaitu galaktosa. Untuk mendapatkan etanol dari rumput laut K. alvarezii digunakan khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII yang diperoleh dari Laboratorium Surfactant Bioenergy Research Center (SBRC). Proses fermentasi juga dilakukan dengan konsentrasi gula yang tinggi untuk melihat bagaimana peningkatan etanol yang diperoleh. Dalam proses fermentasi mikroba mempunyai waktu optimum fermentasi dan yield yang dihasilkan sehingga perlu diuji lama waktu fermentasi optimum dan yield yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memanfaatkan khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII untuk memproduksi bioetanol dari hidrolisat asam rumput laut K. alvarezii, yang secara rinci dijelaskan sebagai berikut:

1. Mengetahui potensi khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII dalam memproduksi bioetanol dari rumput laut

2. Mengetahui waktu optimum fermentasi dan yield khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII

3. Mengetahui perbandingan kinerja khamir dengan konsentrasi gula rendah dan tinggi

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian produksi bioetanol dari rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII antara lain: 1. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan tentang produksi bioetanol dari rumput laut. 2. Bagi peneliti lanjutan

Sebagai informasi awal yang bisa dikembangkan untuk penelitian produksi bioetanol selanjutnya.

3. Bagi masyarakat

Sebagai sumber informasi untuk menambah pengetahuan tentang peluang pemanfaatan rumput laut dalam produksi bioetanol yang ramah lingkungan dalam mencegah dampak pencemaran lingkungan.

Lingkup Penelitian

Ruang lingkup yang menjadi batasan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Proses kimia yaitu hidrolisis rumput laut secara asam

(13)

3 3. Fermentasi dilakukan selama 168 jam dengan analisis hasil fermentasi yaitu kadar etanol, konsentrasi sel dan kadar gula pereduksi sisa yang diuji setiap 24 jam.

METODOLOGI

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut Kappaphycus alvarezii yang didapatkan dari sentra produksi daerah Serang, Banten. Mikroba yang digunakan adalah kamir Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII dari Laboratorium SBRC. Media yang digunakan adalah media YMGP dan media PGA. Media YMGP terdiri dari ekstrak khamir, ekstrak malt, galaktosa dan pepton. Media PGA terdiri dari ekstrak kentang, galaktosa dan agar. Selain itu terdapat urea dan NPK (nitrogen, fosfor, kalium) yang ditambahkan saat proses fermentasi. Bahan kimia lain yang digunakan antara lain akuades, pereaksi DNS, H2SO4 dan kapur tohor.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi fermentor berupa labu erlenmeyer ukuran 250ml, inkubator, autoklaf, lemari es, pH-meter, neraca analitik, desikator, mikroskop, hemasitometer, spektrofotometer, alat destilasi, densitometer, tanur, pemanas, perlengkapan inokulasi, tabung reaksi, pipet, bunsen, cawan petri, gelas piala, tabung Kjeldahl, tabung Soxhlet dan buret.

Metode Penelitian

1. Persiapan dan Analisis proksimat Bahan

Persiapan bahan meliputi pencucian, pengecilan ukuran rumput laut dan pengeringan rumput laut. Kemudian dilakukan analisis proksimat rumput laut yaitu analisis kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat (by different). Prosedur analisis proksimat yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Hidrolisis Rumput Laut menjadi Gula

(14)

4

penyaringan dan penetralan dengan kapur tohor pada hidrolisat yang dihasilkan. Metode hidrolisis ini metode perlakuan terbaik dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih et al. (2012). Hidrolisat yang diperoleh kemudian dianalisis kadar gula pereduksi menurut Miller (1959) serta total padatan terlarut menggunakan refraktometer. Untuk mendapatkan hidrolisat dengan konsentrasi gula yang lebih tinggi, dilakukan pemekatan hidrolisat menggunakan alat evaporator vakum.

3. Proses penyiapan inokulum

Persiapan inokulum dilakukan dengan cara sebanyak dua ose khamir S. cerevisiae terlebih dahulu diinokulasikan ke 10 ml media YMGP (yeast malt pepton galactose agar) lalu di inkubasi selama 24 jam pada suhu 30oC. Kemudian sebanyak 10 % (v/v) campuran kultur khamir dan media YMGP dimasukkan ke dalam media hidrolisat asam K. alvarezii lalu diinkubasi selama 72 jam. Setelah itu ditumbuhkan pada media PGA. Koloni yang tumbuh kemudian diinokulasi kembali ke 10 ml media YMGP diinkubasi selama 24 jam kemudian kembali dilakukan sebanyak 10 % (v/v) campuran kultur khamir dan media YMGP dimasukkan ke dalam media hidrolisat asam K. alvarezii lalu diinkubasi selama 72 jam. Proses ini dilakukan berulang sebanyak 8 kali dan inokulum khamir yang diperoleh digunakan dalam penelitian ini dan diuji kinerjanya untuk memproduksi etanol dari rumput laut.

4. Proses Fermentasi

Sebelum proses fermentasi dilakukan, inokulum yang sebelumnya telah disiapkan disegarkan pada media PGA 1% kemudian sebanyak dua ose di inokulasikan ke 10 ml media dan dinkubasi selama 24 jam pada suhu 30o. Fermentasi dilakukan secara sederhana pada fermentor labu erlenmeyer 250 ml. Substrat fermentasi berupa hidrolisat asam K. alvarezii sebanyak 90 ml dimasukan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml dengan inokulum yang ditambahkan sebanyak 10 ml. Kemudian ditambah nutrisi urea (0,5 % dari 0brix), dan NPK (0,06 % dari 0brix). Fermentasi berlangsung pada kondisi anaerobik, pada suhu kamar dengan lama fermentasi 168 jam. Metode ini sesuai dengan perlakuan terbaik pada penelitian Syarfat (2013). Analisis hasil fermentasi meliputi analisis kadar etanol, konsentrasi sel, dan kadar gula pereduksi. Pengukuran gula perduksi sesuai dengan metode Miller 1959. Perhitungan konsentrasi sel menggunakan hemasitometer. Prosedur pengukuran kadar etanol menggunakan alat densitometer.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kimia Rumput Laut K. alvarezii dan Hidrolisat Asam

(15)

5 Karakterisasi limbah padat yang dilakukan berupa analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat kasar, dan kadar karbohidrat. Hasil karakterisasi rumput laut K. alvarezii disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil karakterisasi rumput laut K. alvarezii Karakteristik Hasil

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil karakterisasi yang dilakukan pada penelitian berbeda dengan karakterisasi yang dilakukan oleh Yunizal (2004). Perbedaan karakteristik ini dipengaruhi oleh faktor perbedaan tempat dan kondisi pengambilan sampel.

Kadar air rumput laut K. alvarezii yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 29,93 % basis basah sedangkan pada penelitian Yunizal (2004) sebesar 14,96 % basis basah. Hal ini menunjukkan sebelum diolah rumput laut harus mengalami pengeringan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar airnya sehingga proses pengolahannya menjadi mudah. Abu merupakan zat anorganik yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan organik (Sudarmadji et al 1997). Kadar abu hasil penelitian mencapai 16,67 %. Nilai ini hampir sama dengan penelitian Yunizal (2004) yaitu kadar abu sebesar 16,05%. Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral pada bahan. Kadar protein yang dihasilkan dari penelitian adalah sebesar 6,52 % basis basah. Nilai ini sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan hasil pengujian yang dilakukan oleh Yunizal (2004) yaitu sebesar 3,46 % basis basah. Begitu pula dengan nilai kadar serat kasar dan kadar lemak yaitu sebesar 9,3% dan 1,89% basis basah sedangkan pada penelitian Yunizal (2004) didapatkan kadar serat kasar sebesar 7,08% dan kadar lemak 0,93% basis basah.

(16)

6

Hidrolisis adalah pengubahan atau konversi gula kompleks menjadi gula sederhana. Jenis hidrolisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hidrolisis secara asam. Hidrolisis secara asam memiliki kelebihan dari segi biaya dibandingkan dengan hidrolisis enzim yang biayanya cukup mahal. Rumput laut K. alvarezii dihidrolisis untuk mendapatkan gula sederhana yang digunakan sebagai substrat dalam proses fermentasi. Hasil hidrolisat pada penelitian ini hanya dilakukan pengukuran total padatan terlarut dan kandungan gula pereduksi. Total padatan terlarut pada hidrolisat adalah 12 0brix dan kandungan gula pereduksi yang terdapat pada hidrolisat adalah sebesar 57,33% (g/L). Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula yang termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain. Galaktosa juga termasuk dalam golongan senyawa gula pereduksi. Gula reduksi dapat mereduksi ion logam karena gugus aldehida atau keton yang dapat menarik kembali O2 dari logam basa, sehingga logam basa akan tereduksi dan mengendap sebagai Cu2O. Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil / OH oleh suatu senyawa. Menurut Tjokroadikoesoemo (1986), hidrolisis asam akan memecah pati secara acak dan sebagian gula yang terbentuk merupakan gula pereduksi. Ciptadi dan Machfud (1980) menambahkan bahwa selama proses hidrolisis, akan terjadi penurunan berat molekul pati yang ditunjukkan dengan adanya penurunan viskositas larutan dan meningkatnya kadar gula pereduksi. Pada penelitian Syarfat (2013) dilakukan pengukuran kandungan komponen gula sederhana yang terdapat pada hidrolisat rumput laut K. alvarezii. Pengukuran komponen gula tersebut dilakukan menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Berdasarkan pengukuran tersebut diperoleh komponen gula tertinggi pada hidrolisat rumput laut adalah galaktosa yaitu sebesar 4,95%. Selain galaktosa terdapat beberapa jenis gula lain pada hidrolisat yaitu glukosa sebesar 0,25%, xilosa 0,04%, dan maltoheptaosa 0,02%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Karunakara dan Gurusamy (2011) yang menyatakan bahwa komponen gula tertinggi pada jenis rumput laut K. alvarezii adalah galaktosa.

Kinetika Fermentasi Saccharomyces cerevisiae IPBCC ALXVII

(17)

7

Gambar 1 Peningkatan konsentrasi sel, penurunan gula pereduksi dan perolehan etanol pada fermentasi khamir S. cerevisiae IPBCC AL XVII terhadap substrat hidrolisat K. alvarezii

Peningkatan konsentrasi sel menunjukkan adanya pertumbuhan sel. Pola pertumbuhan sel terdiri dari fase adaptasi (lag) yaitu fase penyesuaian khamir terhadap lingkungannya ketika dipindahkan dalam medium. Setelah fase adaptasi, perbanyakan sel mulai terjadi pada fase eksponensial yang mengakibatkan peningkatan jumlah sel dalam cairan fermentasi. Pada fase eksponensial ini laju pertumbuhan mengalami peningkatan. Fase stasioner merupakan fase dimana jumlah sel mati seimbang dengan jumlah sel yang tumbuh (sel baru) dan populasinya stabil. Pada fase ini terjadi akumulasi zat – zat metabolik yang menghambat pertumbuhan (Stanbury dan Whitaker 1993). Fase kematian adalah dimana jumlah sel menurun karena nutrisi untuk pertumbuhan telah habis dikonsumsi.

Pada penelitian ini fase adaptasi terjadi sebelum jam ke-0 lama fermentasi, kemudian diikuti oleh fase eksponensial sampai jam ke 144. Setelah itu pola pertumbuhan sel memperlihatkan fase stasioner dan pada akhirnya mengalami fase kematian setelah jam ke 168. Fase lag terjadi sebelum jam ke-0 fermentasi disebabkan karena inokulum sebelumnya telah ditumbuhkan dalam media propagasi YMGP selama 24 jam.

Berdasarkan hasil pengamatan, kadar etanol tertinggi diperoleh saat fermentasi berlangsung selama 6 hari yaitu sebesar 13,95 g/L dengan efisiensi fermentasi sebesar 47,63 %. Pada proses fermentasi, sel akan mengkonversi sumber karbon untuk pertumbuhan sel dan pembentukan produk. Hal ini ditandai dengan berkurangnya kadar gula pereduksi yang digunakan sebagai sumber karbon. Kadar gula pereduksi akhir menunjukkan kadar gula pereduksi setelah didapatkan kadar etanol yang maksimum. Semakin rendah gula pereduksi sisa semakin tinggi kadar etanol dan konsentrasi sel yang dihasilkan. Pada akhir

(18)

8

10,48±0,007 g/L. Dari informasi tersebut dapat dilihat bahwa masih terdapat komponen gula yang tidak dikonsumsi oleh khamir. Hal ini disebabkan karena kandungan hidrolisat mengandung gula lain yang sulit dikonsumsi oleh khamir. Gula sederhana yang disukai oleh khamir adalah glukosa dan khamir yang digunakan sudah mengalami proses adaptasi pada media dengan gula galaktosa. Dari data analisa hidrolisat terlihat bahwa hidrolisat asam rumput laut K. alvarezii yang dijadikan media fermentasi tidak hanya mengandung gula glukosa dan galaktosa namun terdapat jenis gula lainnya seperti xilosa dan maltoheptaosa. Berbagai parameter kinetika fermentasi khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII terhadap substrat hidrolisat K. alvarezii disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Parameter kinetika fermentasi khamir S. cerevisiae IPBCC ALXVII terhadap substrat hidrolisat K. alvarezii

Kinetika fermentasi menggambarkan pertumbuhan dan pembentukan produk. Pertumbuhan pada mikroorganisme diartikan sebagai penambahan jumlah atau konsentrasi sel yang melebihi inokulum asalnya. Nilai laju pembentukan sel, laju pembentukan produk dan laju penggunaan substrat digunakan untuk perhitungan kinetika fermentasi. Sistem reproduksi khamir adalah dengan cara pembelahan biner melintang, satu sel membelah diri menjadi 2 sel anakan yang identik dan terpisah. Nilai μmaks digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan spesifik maksimum khamir. Menurut Stanbury dan Whitaker (1993), selama fermentasi, laju pertumbuhan spesifik adalah konstan dan tidak tergantung pada perubahan konsentrasi nutrientnya. Nilai μmaks dalam penelitian ini adalah 0,023 jam-1. Waktu pengandaan sel adalah waktu yang dibutuhkan mikroorganisme untuk memperbanyak diri dua kali jumlah semula. Hasil penelitian menunjukan waktu pengandaan sel khamir dalam penelitian ini adalah 42,89 jam.

Parameter lainnya dalam kinetika fermentasi adalah nilai Yp/x, Yp/s, Yx/s yang merupakan parameter yang sangat penting dalam proses fermentasi. Yp/x adalah rendemen pembentukan produk terhadap sel. Yp/s adalah rendemen pemakaian substrat terhadap pembentukan produk. Yx/s adalah nilai rendemen pemakaian substrat untuk pembentukan sel. Nilai – nilai ini berguna untuk menentukan jumlah substrat yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah produk tertentu. Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroorganisme merupakan proses – proses biokonversi. Nutrient kimiawi yang diumpankan pada fermentasi dikonversi menjadi massa sel dan metabolit – metabolit. Setiap konversi dapat dikuantifikasikan oleh suatu koefisien hasil yang dinyatakan sebagai massa sel atau produk yang terbentuk per unit massa nutrien yang dikonsumsi. Informasi kinetika digunakan untuk meningkatkan efisiensi fermentasi. Penelitian ini

Parameter Nilai

Laju pertumbuhan spesifik (µ) (jam-1) 0,023 Waktu penggandaan sel (jam) 42,89

Yp/s (b/b) 0,30±0,007

Yp/x (b/b) 0,46±0,049

Yx/s (b/b) 0,65±0,067

Efisiensi fermentasi (%) 47,63

(19)

9 menghasilkan nilai Yp/x = 0,46±0,049 (g/g), Yp/s = 0,30±0,007 (g/g), Yx/s = 0,65±0,067 (g/g).

Fermentasi Khamir S. cerevisiae IPBCC AL XVII pada Hidrolisat Asam K. alvarezii dengan Kandungan gula pereduksi berbeda

Pada tahap fermentasi ini dilakukan fermentasi dengan dua jenis hidrolisat yang berbeda yaitu hidrolisat dengan kadar gula pereduksi 57,33 g/L dan hidrolisat dengan konsentrasi gula pereduksi 150,46 g/L. Data fermentasi menunjukkan hasil yang jauh berbeda pada kinerja khamir untuk kedua jumlah gula pereduksi ini. khamir menunjukkan kinerja yang lebih baik pada hidrolisat dengan kadar gula 57,33 g/L. Kadar etanol tertinggi sebesar 14,56 g/L. Hasil fermentasi pada hidrolisat dengan kadar gula 150,46 g/L diperoleh kadar etanol tertinggi sebesar 1,69 g/L. Data hasil proses fermentasi pada kedua jenis hidrolisat yang berbeda tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Efisiensi fermentasi, konsumsi gula, kadar etanol dan Yield Yp/s pada hasil fermentasi dengan perbandingan kadar gula pereduksi

Konsentrasi

Berdasarkan hasil penelitian ini, semakin tinggi konsentrasi gula pada media diawal fermentasi tidak membuat gula yang terkonversi menjadi etanol semakin tinggi, melainkan gula yang terkonversi menjadi etanol semakin rendah. Data yang diperoleh dari hasil fermentasi hidrolisat asam K. alvarezii dengan perlakuan perbedaan konsentrasi gula pereduksi pada media memberikan informasi bahwa semakin tinggi konsentrasi gula pada media fermentasi, maka jumlah gula yang terkonsumsi semakin rendah, efisiensi penggunaan substrat semakin rendah, konsentrasi sel semakin sedikit, konsentrasi etanol yang dihasilkan semakin rendah, dan efisiensi fermentasi semakin rendah.

Fermentasi etanol terjadi pada kondisi anaerob dengan menggunakan khamir tertentu yang dapat mengubah gula sederhana menjadi etanol melalui tahap glikolisis (Embden-Meyerhof-Parnas Pathway). Secara teoritis, satu molekul gula diubah menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2. Hal ini sesuai dengan persamaan berikut (Judoamidjojo 1990)

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 (1) (gula) (etanol) (karbondioksida)

(20)

10

konsumsi gula sebesar 43,40 g/L dan etanol yang dihasilkan adalah 14,56±0,006 g/L atau artinya sebanyak 33,54 % substrat diubah menjadi etanol, sisanya diubah menjadi karbondioksida dan produk samping. Produk samping yang dapat dihasilkan adalah asam – asam organik seperti asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat. Sedangkan hasil fermentasi pada hidrolisat dengan kandungan gula yang tinggi yaitu 150,46 g/L hanya sebanyak 7,50% substrat yang terkonversi menjadi etanol.

Hasil ini berbeda dengan asumsi awal yang mengharapkan dengan konsentrasi gula yang tinggi dapat meningkatkan perolehan jumlah etanol. Pada penelitian ini diperoleh informasi bahwa konsentrasi gula sebesar 150,46 g/L merupakan konsentrasi gula yang terlalu tinggi sehingga menghambat kinerja khamir dalam proses fermentasi yang dibuktikan dengan rendahnya jumlah etanol yang didapat pada hasil fermentasi. Menurut Roukas (1996), konsentrasi gula yang semakin tinggi pada media fermentasi sampai konsentrasi maksimal yang dianggap sebagai konsentrasi optimum dapat meningkatkan perolehan etanol selama fermentasi namun konsentrasi gula yang terlalu berlebih dapat menghambat pembentukan etanol karena akan mengurangi jumlah oksigen terlarut pada media sehingga sel tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam proses fermentasi, oksigen tetap dibutuhkan walaupun dalam jumlah yang sedikit. S. cerevisiae membutuhkan oksigen untuk tetap tumbuh dan menjaga konsentrasi sel tetap tinggi pada media fermentasi (Hepworth 2005). Selain itu kadar etanol yang rendah pada hidrolisat kandungan gula tinggi juga dapat disebabkan oleh semakin banyaknya senyawa inhibitor seperti 5-hidroksimetil furfural (HMF) dan asam levulinik (AL) pada hidrolisat asam K. alvarezii. Maharani (2011) menyatakan bahwa konsentrasi yang tinggi dari HMF dan asam levulinik dapat menghambat produktivitas fermentasi khamir sehingga menurunkan produksi etanol. Hal ini karena S. cerevisiae diduga menggunakan gula sebagai sumber energi untuk menghilangkan inhibitor HMF dan AL daripada memproduksi etanol.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(21)

11 menggunakan hidrolisat dengan kadar gula 57,33 g/L didapatkan kadar etanol maksimal 14,56 g/L dengan efisiensi fermentasi sebesar 49,80%.

Saran

Proses fermentasi rumput laut K.alvarezii menggunakan khamir S. cerevisiae disarankan dilakukan pada konsentrasi gula yang tidak terlalu tinggi. Selain itu diperlukan sistem fermentasi lain selain batch yang dapat meningkatkan efisiensi fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official method of analysis of The association of official analytical chemistry. Washington DS (US): AOAC International.

Hambali, E., S. Mujdalipah, A.H. Tambunan, A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Hepworth M. 2005, Technical, Environmental and Economic Aspects of Unit Operation for The production of Bioethanol From Sugar Beet in the United Kingdom, CET IIA Exercise 5, Corpus Christi College.

Judoamidjojo RM. 1990. Teknologi Fermentasi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Bioteknologi.

Karunakara S and Gurusamy R. 2011. Bioethanol production as Renewable Biofuel from Rhodopyhtes Feedstock. International Journal of Biological Technology. 2(2) :94 – 99.

Kunkee, R.E. and M.A. Amerine. 1970. Yeast technology: yeasts in wine-making. In Rose. A.H and J.S. Harrison (editors). The Yeasts. London: Academic Press.

Maharani DM. 2011. Adaptasi Saccharomyces cerevisiae terhadap hidrolisat asam ubi kayu untuk produksi bioetanol [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Meinita NDM, Kang YJ, Jeong TG, Koo MH, Park MS, Hong KY. 2011. Bioethanol production from acid hydrolysate of the carrageenophyte Kappaphycus alvarezii (cottonii). Journal of Applied Phycology. 24:857-862.

Miller, G.I. 1959. The use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing sugar. J Anal. Chem: 31(3) : 426 – 428.

Roukas T. 1996. Continuous Ethanol Production fromNonsterilized Carob Pod Extract by Immobilized Saccharo myces cerevisiae on Mineral Kissiris Using A Two-reactor System, JournalApplied Biochemistry and Biotechnology, Vol. 59, No. 3.

(22)

12

Setyaningsih D, Sri W, Indah K, Nely M, dan Pandit H. 2012. Acid Hydrolysis Technique and Yeast Adaptation to Increase Red Macroalgae Bioethanol Production. The 2nd Korea - Indonesia Workshop & International Symposium on Bioenergy from Biomass. OP-018.

Stanbury, P.F. dan Whitaker, A. 1993. Principles of Fermentation Technology. New York (US): Pergamon Press.

Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta (ID): Penerbit Liberty.

Syarfat M. 2013. Modifikasi Fermentasi Hidrolisat Asam Eucheuma cottonii Menjadi Bioetanol Menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Pachysolen Tannophilus.

Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

(23)

13 Lampiran 1 Prosedur analisis proksimat rumput laut K. alvarezii

1. Kadar Air (AOAC 1995)

Pinggan alumunium dipanaskan pada suhu 105oC, kemudian didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang beratnya. Lebih kurang dua gram contoh dimasukkan di dalam pinggan alumunium dan dipanaskan di dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam (pengukuran 1jam dimulai ketika suhu oven tepat 105oC ). Setelah itu pinggan cepat-cepat dimasukkan di dalam eksikator dan ditimbang setelah mencapai suhu kamar. Pemanasan diulang hingga diperoleh berat tepat. Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan berat yang hilang sebagai kadar air. Kadar air dihitung dengan rumus :

2. Serat Kasar (AOAC 1984)

Contoh sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N dan dididihkan selama kurang lebih 30 menit. Ditambahkan lagi 50 ml NaOH 1,25 N dan dididihkan selama 30 menit. Dalam keadaan panas disaring dengan kertas Whatman No.40 setelah diketahui bobot keringnya. Kertas saring yang digunakan dicuci berturut-turut dengan air panas, 25 ml H2SO4 dan etanol 95%. Kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 100-110°C sampai bobotnya konstan. Kertas saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

3. Kadar abu (AOAC 1995)

Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral sebagai hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550°C. Penentuan dilakukan dengan memanaskan cawan porselin di dalam tanur, didinginkan di dalam eksikator dan secepatnya ditimbang setelah dicapai suhu kamar. Contoh sekitar 2-3 gram ditimbang di dalam cawan kemudian dibakar di dalam tanur pada suhu 550°C hingga abu berwarna kelabu atau beratnya konstan, didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang secepatnya setelah mencapai suhu kamar. Kadar abu dihitung dengan rumusan sebagai berikut :

4. Kadar Protein (AOAC 1995)

(24)

14

diatas tanpa menggunakan bahan yang dianalisis. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :

a = selisih ml NaOH yang digunakan untuk mentitrasi blanko dan contoh N = Normalitas larutan NaOH

5. Kadar Lemak (AOAC 1995)

Contoh sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam kertas saring yang dibuat seperti kantong. Kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet dan diekstraksi selama 6 jam dengan menggunakan petroleum benzene. Sebelumnya labu lemak dan batu didih dikeringkan di dalam oven 105 – 110 oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Setelah ekstraksi cukup, pelarut dalam labu lemak diuapkan sampai habis lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut :

a = berat contoh

c = berat labu dan batu didih setelah diekstraksi 6. Kadar Karbohidrat (by different)

(25)

15

Lampiran 2 Prosedur pengujian gula pereduksi dan kadar etanol 1. Prosedur pengujian gula pereduksi metode DNS (Miller, 1959)

Prinsip ujinya adalah suasana alkali gula pereduksi akan mereduksi asam 3,5 – dinitrosolisilat (DNS) membentuk senyawa yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm. Tahapan prosesnya terdiri dari penyiapan pereaski DNS, penentuan kurva standar, dan penetapan total gula pereduksi. Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5 dinitrosalisilat dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu, ditambahkan 306 g Na – K Tartarat, 7,6 g fenol yang dicairkan pada suhu 50 oC, dan 8,3 g Na – Metebisulfit. Larutan ini diaduk rata. Kemudian, sebanyak 3 ml larutan ini dititrasi dengan HCL 0,1 N dengan indikator fenolftalein. Banyaknya titran berkisar 5 – 6 ml. Jika kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap ml kekurangan HCL 0,1 N. Penentuan kurva standar dibuat dengan mengukur untuk mengetahui nilai gula pereduksi pada glukosa pada selang 0,2 – 0,5 mg/l. Kemudian nilai gula pereduksi dicari dengan metode DNS. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam grafik secara linier. Pengujian gula pereduksi menggunakan kurva standar DNS adalah sebagai berikut : 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian, ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Biarkan sampai dingin pada suhu ruang. Selanjutnya, diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm.

2. Prerhitungan kadar etanol dengan alat densitometer

(26)

16

Lampiran 3 Perhitungan parameter fermentasi 1. Efisiensi fermentasi (%) =

Konsentrasi etanol teoritis = So x 0,51*

Keterangan: *Nilai etanol yang terbentuk pada persamaan glikolisis 2. Efisiensi Substrat (%)

Efisiensi substrat (%) = –

x 100%

(27)

17 Lampiran 4 Hasil perhitungan kinetika fermentasi S. cerevisiae IPBCC ALXVII

Hasil perhitungan Yx/s (b/b), Yp/x (b/b) dan Yp/s(b/b)

Hari Yx/s (b/b) Yp/x (b/b) Yp/s (b/b)

Hasil perhitungan laju pertumbuhan spesifik dan waktu penggandaan sel

(28)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Delas, Bangka Belitung pada tanggal 11 Maret 1993 dari ayah Jamil dan Ibu Yati Setia. Penulis adalah putri pertama dari lima bersaudara dengan adik Dwi Sanfarlela Jaya P, Maharani Swarajaya, Mahdini Jaya dan M. Febri Jaya. Penulis menempuh pendidikan di SD N 11 Delas 1998 – 2004; SMP N 1 Airgegas 2004 – 2007; SMA N 2 Pangkalpinang 2007 – 2010, dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar

Tabel 1  Hasil karakterisasi rumput laut K. alvarezii
Gambar 1 Peningkatan konsentrasi sel, penurunan gula pereduksi dan perolehan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Introduksi gen PaCS penyandi sitrat sintase ke dalam rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan Agrobacterium

Metode isolasi karagenan dari rumput laut Kappaphycus alvarezii Doty dioptimasi dengan menggunakan rancangan Desain Percobaan Faktorial menggunakan program Desain

Studi Pembuatan Alkohol dari Biji nangka menggunakan Khamir Saccharomyces cerevisiae. Di bawah Bimbingan

Tahapan transgenesis yang penting berikutnya dalam rangka perakitan rumput laut Kappaphycus alvarezii transgenik, adalah pemeliharaan lanjut dari eksplan transgenik

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui titik tanam dan berat bibit yang tepat sehingga mampu menghasilkan pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii hasil

Spesies bakteri yang berhasil diisolasi dari thallus rumput laut Kappaphycus alvarezii yang terserang penyakit ice-ice pada pengelolaan budidaya rumput laut di perairan

Mengingat bahan baku utama Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii, maka jumlah produksi rumput laut yang dapat disuplai Industri tepung Semi refined carrageenan

ABSTRAK PEMBERIAN EKSTRAK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii MENGHAMBAT PENINGKATAN ALANINE AMINOTRANSFERASE DAN PERLEMAKAN SEL HATI TETAPI TIDAK MENGHAMBAT ASPARTATE