• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEKNIS KERAMIK SEBAGAI ALAT SAJI BUBUR TRADISIONAL ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN TEKNIS KERAMIK SEBAGAI ALAT SAJI BUBUR TRADISIONAL ABSTRAK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN TEKNIS KERAMIK SEBAGAI ALAT SAJI BUBUR TRADISIONAL

ABSTRAK

Banyak istilah keramik seperti gerabah, pottery, terracotta, stoneware,

porselin dan lainnya.Keramik merupakan semua barang yang dibuat dari bahan

tanah atau batuan silikat sebagai bahan utama yang dalam proses pembuatannya disertai pembakaran.

Bahan tanah liat yang digunakan untuk membentuk benda keramik secara umum dibedakan menjadi tiga sesuai dengan suhu pembakarannya: earthenware, stoneware, dan porselin.

Pembentuk produk keramik untuk alat saji bubur tradisional dilakukan dengan teknik putar dan cetak tuang yang dilapisi dengan glasir suhu bakaran rendah dan menengah. Sebagai alat saji bubur tradisional, maka bahan yang digunakan harus bebas dari bahan-bahan beracun sehingga tidak menimbulkan efek yang membahayakan bagi pemakainya.

Kata kunci: Keramik, bahan, pembentukan, glasir, pembakaran.

A. PENDAHULUAN

Bagi kebanyakan orang, keramik atau gerabah bukan merupakan hal yang terlalu asing, baik dari sisi penyebutan, persepsi visual atau pemahaman secara keseluruhan. Tetapi barangkali ada sedikit keraguan dan pertanyaan ketika berhadapan dengan beberapa istilah seperti gerabah, pottery, terracotta,

stoneware, porselin, dan lain sebagainya. Pemanfaatan benda-benda tersebut dalam kehidupan sehari-hari kini sudah semakin luas dengan berkembangnya penelitian ilmu dan teknologi. Salah satu produk keramik yang dibahas dalam artikel kali ini adalah alat saji bubur tradisional, yang merupakan alat saji makanan khas yang dimiliki hampir di seluruh daerah di Indonesia, seperti Plered (Jawa Barat), Anjun Kanoman (Karawang), Siti Winangun (Cirebon), Bayat (Klaten), Mayong Lor (Jepara), Klampok (Banjarnegara), Kasongan dan Pundong (Bantul), Bojonegoro dan Dinoyo (Malang), Banyumulek (Lombok). Alat saji bubur tradisional ini dibuat dari bahan tanah liat yang diglasir pada bagian dalamnya, sedang pada bagian luar dibiarkan sehingga kelihatan warna dan

(2)

B. PENGERTIAN KERAMIK

Mendengar kata keramik biasanya masyarakat akan mengartikannya secara terbatas pada barang gerabah, seperti: periuk, belanga, kendi, asbak, dsb. Benda-benda hanyalah sebagian dari produk keramik tradisional yang ruang lingkupnya masih sangat luas.

Kata keramik berasal dari bahasa Yunani yakni ‘keramos’ yang berarti barang pecah belah atau barang dari tanah yang dibakar. Selanjutnya ditegaskan bahwa ‘keramos’ merupakan barang yang dibuat dari tanah liat dengan melalui proses pembakaran. Dalam perkembangannya, keramik merupakan semua barang yang dibuat dari bahan-bahan anorganik bukan logam, dengan bahan tanah atau batuan silikat sebagai bahan terpenting dalam proses pembuatannya yang disertai dengan pembakaran.

Tanah liat sebagai bahan pokok untuk proses pembuatan keramik mudah didapat serta memiliki sifat yang menguntungkan, yaitu apabila dicampur air dengan perbandingan tertentu, tanah liat tersebut menjadi plastis sehingga mudah dibentuk tanpa mengalami keretakan selama proses pembentukan.

C. BAHAN KERAMIK

Bahan tanah liat sebagai bahan utama pembuatan benda keramik mudah didapatkan, namun demikian tanah liat tersebut harus memenuhi persyataran sehingga mudah untuk dibentuk menjadi keramik. Berdasarkan bahan-bahan yang digunakan untuk membentuk benda keramik , tanah liat dapat digolongkan menjadi:

1. Earthenware dengan suhu bakar 9000C-11800C

2. Stoneware dengan suhu bakar 12000C-13000C

(3)

Alat saji bubur tradisional yang dibuat termasuk dalam jenis keramik

earthenware (gerabah) dan stoneware yang diglasir.

Bahan tanah liat yang digunakan dalam proses pembuatan alat saji bubur tradisional meliputi:

1. Produk earthenware (gerabah) dari Bayat dan Dolon Tanah liat local 90

Pasir sungai 10

2. Produk stoneware PPPPTK-SB Yogyakarta a. Tanah liat massa plastis

1) Tanah liat Godean

Tanah liat Godean 75

Ballclay Mayong Jepara 10

Kaolin Pacitan 15

2) Tanah liat Singkawang

Tanah liat Singkawang 75 Ballclay Mayong Jepara 10

Kaolin Pacitan 15

3) Tanah liat Sukabumi

Tanah liat Sukabumi 75

Ballclay Mayong Jepara 10

Kaolin Pacitan 15

b. Tanah liat massa tuang

1) Tanah liat Godean – Yogyakarta

Tanah liat Godean 10

Tanah liat Tangerang 35

Kaolin 15

(4)

2) Tanah liat Singkawang

Tanah liat Singkawang 50 Tanah liat Tangerang 35

Kaolin Pacitan 15

Waterglass 0.3

D. TEKNIK PEMBENTUKAN BENDA KERAMIK

Pembentukan benda keramik alat saji bubur tradisional dilakukan dengan keteknikan:

1. Pembentukan dengan teknik putar (throwing)

Alat saji bubur dari bahan earthenware (gerabah) yang berasal dari desa Bayat (kabupaten Klaten) dibentuk dengan alat putaran miring (kick wheel) yang dilapisi terrasigillata (bahan untuk melapisi badan benda keramik dengan formula tanah liat local 100, waterglass 0,3 dan air 200) dan digosok pada bagian luarnya. Sedangkan alat saji bubur dari bahan stoneware

PPPPTK-SB dibentuk dengan alat putar listrik (electric wheel). 2. Pembentukan dengan teknik cetak tuang (casting)

Casting merupakan teknik pembentukan benda keramik dengan bantuan alat cetak (terbuat dari bahan gips dengan perbandingan gips : air = 1.25 : 1) untuk mempermudah proses pembentukan. Khusus produk dengan teknik cetak ini termasuk jenis stoneware (bakaran menengah) yang dibuat di PPPPTK-SB.

Keuntungan pembentukan dengan teknik cetak adalah: a. Bentuk dan ukuran sama

(5)

E. GLASIR

Glasir merupakan material yang terdiri dari beberapa bahan tanah atau batuan silikat, dimana bahan-bahan tersebut selama proses pembakaran akan melebur dan membentuk lapisan tipis seperti gelas yang melekat menjadi satu pada permukaan badan benda keramik.

Sebagai benda fungsional, alat saji bubur tradisional dilapisi dengana bahan glasir

frit (suhu bakar 11000C) untuk produk earthenware (gerabah) dan glasir mat

(suhu bakar 11960C) untuk produk stoneware. Glasir yang digunakan untuk

melapisi alat saji bubur tersebut merupakan glasir yang tidak mengandung racun. Dengan demikian, apabila alat saji tersebut digunakan tidak menimbulkan efek yang membahayakan bagi pemakai.

Glasir yang digunakan untuk alat saji bubur tradisional adalah:

1. Glasir Frit (suhu bakar 11000C), merupakan glasir siap pakai yang diproduksi

oleh Balai Besar Keramik Bandung

2. Glasir Mat (suhu bakar 11960C), dengan formula sbb:

Feldspar 47.5 Whiting 18.6 Kaolin 14.6 Zinc Oxide 13.4 Kuarsa 5.9 Titanium 5.0

Adapun fungsi glasir dalam benda keramik adalah untuk: 1. Menambah keindahan dan kekuatan benda keramik 2. Memberikan sifat higienis

3. Mengurangi porositas terhadap air 4. Menambah nilai jual benda keramik

(6)

keramik dengan glasir dapat menyatu dengan kuat pada waktu proses pembakaran, tanpa mengalami perubahan bentuk.

F. PEMBAKARAN

Dalam proses pembakaran benda keramik alat saji bubur tradisional dilakukan dua kali, yaitu:

1. Pembakaran biskuit (suhu 8000C- 9000C)

2. Pembakaran glasir:

a. Glasir frit bakaran rendah (suhu 11000C)

b. Glasir mat bakaran menengah (11960C).

Pembakaran biskuit untuk produk gerabah Bayat dan Dolon dilakukan dengan tungku tradisional dengan bahan bakar kayu, sedangkan pembakaran biskuit dan glasir untuk produk keramik stoneware dilakukan dengan tungku listrik dan tungku gas.

G. HASIL TES

1. Penyusutan

Dari hasil tes susut bakar, masing-masing jenis tanah liat memiliki persentase penyusutan yang berbeda-beda sebagai berikut.

a. Tanah liat Bayat, Klaten, setelah dibakar glasir dengan suhu 11000C

mengalami penyusutan kurang lebih 16%

b. Tanah liat Sukabumi, Jawa Barat, setelah dibakar glasir suhu 11960C

mengalami penyusutan 10%

c. Tanah liat Singkawang setelah dibakar glasir suhu 11960C mengalami

penyusutan kurang lebih 12%

d. Tanah liat massa tuang dengan campuran tanah liat Godean setelah dibakar glasir suhu 11960C mengalami penyusutan kurang lebih 13%.

(7)

2. Porositas

Dari hasil tes porositas, masing-masing jenis tanah liat memiliki porositas yang berbeda, yaitu:

a. Tanah liat Bayat, Klaten, porositasnya 7%

b. Tanah liat Singkawang, Kalimantan Barat, porositasnya 5.6% c. Tanah liat Sukabumi, Jawa Barat, porositasnya 6.1%

d. Tanah liat massa tuang porositasnya 9.4%

Porositas tanah liat cukup besar karena produk alat saji bubur tidak seluruhnya dilapisi glasir (hanya bagian dalam saja).

H. PRODUK

Untuk menghasilkan produk alat saji bubur tradisional dilakukan dengan teknik putar dan teknik cetak tuang. Proses pembentukan dengan teknik putar dilakukan melalui proses: pembentukan, pengeringan, pembakaran biskuit, pengglasiran, dan pembakaran glasir, sedangkan proses pembentukan dengan teknik cetak tuang dilakukan melalui proses: pembuatan model, pembuatan cetakan, dan pencetakan yang selanjutnya dilakukan proses pembakaran biskuit, pengglasiran, dan pembakaran glasir.

(8)

dalam, suhu 11000C

Tanah liat gerabah, teknik putar, glasir dalam, suhu 11000C

Tanah liat stoneware, teknik putar, glasir dalam, suhu 11960C

Tanah liat stoneware, teknik cetak tuang, glasir dalam, suhu 11960C

Tanah liat stoneware, teknik cetak tuang, glasir dalam, suhu 11960C

Tanah liat stoneware, teknik cetak tuang, glasir dalam, suhu 11960C

Tanah liat stoneware, teknik cetak tuang, glasir dalam, suhu 11960C

(9)

I. PENUTUP

Berbagai teknik pembentukan keramik dapat digunakan untuk membentuk alat saji bubur tradisional, namun untuk mempercepat proses pembentukannnya dilakukan dengan teknik putar dan teknik cetak tuang. Keramik sebagai alat saji makanan dan minuman, tidak saja dilihat dari sisi bahan baku dan bentuknya saja tetapi juga fungsi atau kegunaan dan kemudahan dalam penyimpanan dan perawatannya. Bentuk keramik sebagai alat saji makanan dan minuman dapat dikembangkan, namun hal yang terpenting adalah bahwa keramik sebagai alat saji sudah selayaknya mengikuti fungsi atau kegunaan dalam proses penyajian makanana atau minuman.

DAFTAR PUSTAKA

Ambar Astuti, Dra., MA. 1997. Keramik-Ilmu dan Proses Pembuatnnya.

Yogyakarta: Jurusan Kriya Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia. Cowley, David. 1984. Moulded & slip casting pottery & ceramics. London: B T

Batsford.

Pudyotomo A. Saroso. 2000. Kria Gerabah dan Keramik untuk Alat Saji Bubur Tradisional di Indonesia. Makalah Seminar. Hotel Indonesia Jakarta.

(10)

BIODATA PENULIS

Nama : Wahyu Gatot Budiyanto

NIP : 19620527 199203 1 002

Jabatan : Widyaiswara Madya

Pangkat/Golongan : Pembina /IVa Spesialisasi : Kriya Keramik

Instansi : PPPPTK Seni dan Budaya

Jl. Kaliurang Km. 12,5 Sleman Yogyakarta 55581

Referensi

Dokumen terkait

di frame ini kaki kanan akan kita turunkan seperti posisi semula, TAPI INGAT, jangan meng-copy keyframe dari frame 100 atau 120 ke frame 140 ini, karena status “planted”-nya akan ikut

Mengingat IRR hasilnya lebih besar dari minimum rate of return standar atau requered rate of return atau lebih besar dari biaya kapital atau weighted cost usulan investasi, yaitu 8

Hong Kong, dengan nama resmi Hong Kong Special Administrative Region (Hong Kong SAR) Republik Rakyat China , menganut sistem ekonomi pasar bebas dan sangat tergantung

Model alternatif terbaik hasil pengembangan dengan skenario perubahan tingkat kedatangan dengan komposisi unit pelayanan tetap adalah tingkat kedatangan pada stasiun

Buah pepaya (Carica papaya L) muda mengandung serat kasar sebanyak 9 gram dari setiap 100 gram daging buah (Duke,1984); oleh karena itu daging buah pepaya muda

Na svijetu postoje razne organizacije koje se bave standardizacijom procesa upravljanja projekata te će se ovaj pristup ba zirati na standardu koji je uveo Project Management

Hasil penelitian menunjukkan dari 35 pasien dispepsia fungsional ditemukan luas daerah hiperemis di gaster yang luas paling banyak terdapat pada disepsia derajat

Daripada segi bentuknya perbincangan dalam ilmu mantik menghuraikan yang proses menggambarkan (tasawwur) boleh berlaku melalui perkataan mufrad. Ada perkataan