• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - PEMAKAIAN TANAH DIATOMAE DENGAN PERLAKUAN KALSINASI SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN UNTUK PRODUKSI BETON NORMAL DENGAN FAS 0.60 - Repository utu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 - PEMAKAIAN TANAH DIATOMAE DENGAN PERLAKUAN KALSINASI SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN UNTUK PRODUKSI BETON NORMAL DENGAN FAS 0.60 - Repository utu"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus, agregat kasar, semen portland, dan air (PBBI 1971). Dengan penambahan umur beton akan semakin mengeras, dan akan mencapai kekuatan rencana (f’c) pada usia 28 hari. Pada saat keras, beton diharapkan mampu memikul beban sehingga sifat utama yang harus dimiliki oleh beton adalah kekuatannya. Kekuatan beton terutama dipengaruhi oleh banyaknya air dan semen yang digunakan atau tergantung pada faktor air semen dan derajat kekompakannya. Adapun faktor yang mempengaruhi kekuatan beton adalah perbandingan berat air dan semen, tipe dan gradasi agregat, kualitas semen, dan perawatan (curing).

Tanah diatomae dikenal dengan berbagai istilah seperti diatomit, kieselguhr, tripolit atau tepung fosil atau tanah serap (Hoeve, 1984). Menurut Khan (1980) kadar senyawa silika dalam tanah diatomae sangat bervariasi, demikian juga strukturnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh asalnya. Komponen tanah diatomae yang berhubungan dengan sifat sebagai adsorben adalah silika, yang tentu saja berkaitan erat dengan struktur senyawa silika tanah diatomae tersebut. Tanah diatomae sekarang digunakan untuk berbagai hal, yaitu sebagai penyaring (filter), material pengisi, bahan isolasi, amplas atau penggosok, bahan penyerap atau adsorben, katalis, sumber silika, bahan bangunan dan campuran semen pozolan. Di samping itu, tanah diatomae dapat pula digunakan sebagai penyaring pada berbagai industri, seperti : gula, minyak mineral, jus buah, bir, anggur, minyak tumbuhan, minyak binatang serta sabun cair. Pemanfaatan tanah diatomae secara luas pada berbagai bidang maupun proses pengolahan, dengan terlebih dahulu mengetahui keadaan dan sifat tanah diatomae tersebut secara utuh.

(2)

Provinsi NAD, 2012). Diatomae memiliki daya serap tinggi, mudah diperoleh dengan harga yang tidak mahal dan bahan dasar yang merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Uraian di atas mendasari studi ini dilakukan untuk mencari alternatif pengganti sebagian semen dalam produksi beton karena tanah diatomae memiliki sifat pozolan yang mirip dengan bahan pozolan lainnya sepertifly ashdan metakaolin.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan tanah diatomae dengan perlakuan kalsinasi sebagai subtitusi semen terhadap kuat tekan beton serta mencari proporsi campuran tanah diatomae yang optimum, sehingga dapat dijadikan acuan untuk penggantian (replacement) sebagian semen pada produksi beton pada skala laboratorium.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:

1. Dapat memberikan informasi kepada akademisi untuk penelitian dan aplikasi pekerjaan di bidang terkait serta memberi konstribusi untuk perkembangan ilmu teknologi tentang material beton.

2. Dapat memproduksi beton dengan bahan yang dapat meningkatkan kekuatan, workability, daya tahan, dan biaya produksi yang lebih murah dari semen. 3. Dapat memanfaatkan bahan pozolan tanah diatomae.

1.4 Batasan Penelitian

Agar penelitian tidak menyimpang dari tujuannya, maka diberi batasan antara lain :

(3)

direncanakan dengan faktor air semen (FAS) 0,60. Dan tanah diatomae yang digunakan dari Aceh Besar.

2. Bahan pembuat beton yaitu semen portland, agregat halus (pasir), agregat kasar, dan air yang digunakan dari Laboratorium Kontruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala.

3. Benda uji yang digunakan adalah silinder dengan ukuran diameter 10 cm dan tinggi 20 cm.

4. Pengujian dilakukan pada umur beton 7 hari, 28 hari, dan 56 hari.

5. Tanah diatomae yang digunakan untuk substitusi diperlakukan dengan calcinasipada temperatur antara 2000C sampai dengan 4000C.

6. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kontruksi dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala.

1.5 Hasil Penelitian

(4)
(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton

Beton merupakan bahan bangunan yang diperoleh dari dengan mencampurkan agregat kasar, agregat halus, air dan semen sebagai pengikat hidrolis, pada saat ini beton sangat banyak digunakan dalam pembangunan infrastruktur karena mempunyai kuat tekan yang cukup tinggi, mudah dikerjakan dan ekonomis.

Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per satuan luas (Mulyono, 2004). Nilai kekuatan beton diketahui dengan melakukan pengujian kuat tekan terhadap benda uji silinder pada umur 28 hari yang dibebani dengan gaya tekan sampai mencapai beban maksimum. Beban maksimum didapat dari pengujian dengan menggunakan alatcompression testing machine.

Faktor-faktor yang membuat beton banyak digunakan karena memiliki keunggula –keunggulannya antara lain :

1. Kemudahan pengolahannya. 2. Material yang mudah didapat. 3. Kekuatan tekan tinggi.

4. Daya tahan yang tinggi terhadap api dan cuaca.

Selain memiliki kunggulan-keunggulan seperti disebutkan di atas, beton juga memiliki kekurangan seperti berikut

1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah

2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi 3. Berat (bobotnya besar)

(6)

2.2 Tanah Diatomae (diatomite)

Tanah Diatomae merupakan salah satu bahan galian yang cukup melimpah di Indonesia yang merupakan salah satu bahan penyerap yang tersedia di alam. Tanah diatomae dikenal dengan berbagai istilah seperti diatomite, kieselguhr, tripolit atau tepung fosil (Johnstone, 1961), atau tanah serap (Hoeve, 1984).

2.3 Sifat dan karakteristik tanah diatomae

Diatomae memiliki sifat dasar yakni strukturnya unik, berat jenisnya rendah (± 0,45), permukannya luas dan berpori-pori, warnanya putih-coklat (tergantung kontaminasinya), kemampuan daya hantar listrik atau panas rendah serta tidak abrasif (Rahmah, 2011).

Tanah diatomae diketahui mengandung zat-zat organik dan oksida-oksida logam yang diduga mengganggu kemampuan absorpsi ion logam. Proses pemanasan akan menurunkan kadar zat-zat organik dan oksida-oksida logam selain SiO2 sehingga kadar SiO2 makin dominan. Kemampuan absorpsi tanah diatomae dipengaruhi oleh adanya gugus siloksan O-Si) dan gugus silanol (Si-OH).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen utama tanah diatomae adalah silika yang tersusun atas satuan-satuan tetrahedron. Menurut Clark (1960), Kirk dan Othmer (1979), silika sebagai komponen utama tanah diatomae adalah amorf (SiO2 nH2O), dimana atom-atom silikon dan oksigen dalam silika tersusun secara tetrahedron mirip dengan silika kristal tetapi jaringan tersebut tidak terulang secara periodik dan simetri seperti halnya dalam kristal.

(7)

Berbagai fungsi tersebut berhubungan dengan beberapa sifat penting, yaitu porositas, daya serap, ukuran partikel, serta konduktivitas.

Pozolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silica alumina dan alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen akan tetapi dalam bentuk yang halus dan dengan adanya air maka senyawa- senyawa tersebut akan bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu normal membentuk senyawa kalsium hidrat yang bersifat hidraulis dan mempunyai angka kelarutan yang cukup rendah. Standar mutu pozolan menurut ASTM dibedakan menjadi tiga kelas, dimana tiap-tiap kelas ditentukan komposisi kimia dan sifat fisiknya. Pozolan mempunyai mutu yang baik apabila jumlah kadar SiO2+ Al tinggi dan reaktifitasnya tinggi dengan kapur. Ketiga kelas pozolan tersebut adalah :

1. Kelas N : Pozolan alam atau hasil pembakaran, pozolan alam yang dapat digolongkan didalam jenis ini seperti tanah diatomoic, opaline cherts dan shales, tuff dan abu vulkanik atau pumicite, dimana bisa diproses melalui pembakaran atau tidak. Selain itu juga berbagai material hasil pembakaran yang mempunyai sifat pozolan yang baik.

2. Kelas C : Fly ash yang mngandung CaO di atas 10% yang dihasilakan dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batu bara.

(8)

Tabel 2.1 Komposisi Tanah Diatomae

No Komposisi Senyawa Persentase ( % )

1 SiO₂ 75,1

2 A₂lO₃ 12,21

3 LOI 5,5

4 Kadar Air 4,73

5 Fe₂O₃ 3,4

6 K₂O 2,96

7 Na₂O 1,58

8 CaO 1.11

9 MgO 0,79

10 TiO₂ 0,54

11 MnO 0.24

Sumber : Carter, 2007.

Bentuk tanah diatomae yang berasal dari Desa Lampanah Leungah Kecamatan Seulimum Aceh Besar dapat dilihat pada gambar dibawah.

2.4 Kalsinasi (Calcinasi)

Menurut Wendlandt 1986, tanah diatomae alam mempunyai kapasitas absorpsi lebih besar dibandingkan dengan tanah diatomae yang dipanaskan pada suhu 500ºC sampai dengan 900ºC. Tanah diatomae alam masih mengandung senyawa-senyawa organik yang dapat membentuk ikatan organo-logam dan masih

(9)

diatomae alam mempunyai kapasitas absorpsi lebih rendah dari pada tanah diatomae yang dipanaskan pada suhu 100ºC. Pemanasan tanah diatomae pada temperatur 100ºC akan memutuskan ikatan hidrogen antara air dengan gugus silanol atau antara air dengan gugus siloksan, sehingga kandungan airnya menjadi lebih sedikit.

Tanah diatomae memiliki sifat pozolan mirip dengan bahan pozolan lainnya seperti fly ash dan metakaolin. Tanah diatomae dikalsinasi menggunakan tungku batch pada suhu antara 200ºC sampai dengan 400ºC selama 5 jam digunakan untuk mengetahui pengaruh kalsinasi pada reaksi pozolan.

2.5 Agregat

Menurut Antoni 2007, Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada beton, yang mencapai 70%-75% dari volume beton, sehingga agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis. Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir, dan lain sebagainya) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan.

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (artificial aggregates). Contoh agregat dari alam adalah pasir alami dan kerikil, sedangkan contoh agregat buatan adalah agregat yang berasal dari stone crusher, hasil residu terak tanur tinggi (blast furnace slag), pecahan genteng, pecahan beton, fly ash dari residu PLTU, agregat buatan dapat menjadi agregat alternatif sebagai bahan pengisi dalam beton.

(10)

2.5.1 Agregat halus

Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus (pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

2.5.2 Agregat kasar

Yang dimaksud dengan agregat kasar adalah agregat yang berukuran lebih besar dari 5 mm, sifat yang paling penting dari suatu agregat kasar adalah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia serta ketahanan terhadap penyusutan.

2.6 Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan. Beton yang baik terbuat dari material yang kuat dan tahan lama secara alami. Maksudnya, jika material pembentuk beton sudah kuat dan tahan, bisa dijamin beton yang dihasilkan juga lebih kuat. Ciri-cirinya beton yang kuat dan memiliki daya tahan yang tinggi adalah: padat, kedap air (tidak berpori), tahan terhadap perubahan suhu, dan tahan terhadap keausan dan pelapukan (SNI 2011).

(11)

Salah satu masalah yang sangat berpengaruh pada kuat tekan beton adalah adanya porositas. Semakin besar porositasnya maka kuat tekannya semakin kecil, sebaliknya semakin kecil porositas kuat tekannya semakin besar. Besar dan kecilnya porositas dipengaruhi besar dan kecilnya faktor air semen yang digunakan.

2.7 Pengujian Benda Uji

Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat benda uji berumur 7 hari, 28 hari, dan 56 hari sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu benda uji ditimbang beratnya serta dilakukan pengukuran dimensi.

Menurut Salmon (1990) kuat tekan yang terjadi dapat dihitung dengan Persamaan 2.1.

A P c f' Max

... (2.1)

Dimana :

f’c = Tegangan beton yang timbul (MPa); P = besar beban maksimum yang bekerja (N); A = luas tampang benda uji (mm2).

2.8 Pola Kehancuran

Pengamatan visual juga dilakukan untuk mengetahui pola kehancuran yang terjadi pada benda uji. Menurut (Anonim, 2004) ada beberapa bentuk kehancuran dari benda uji akibat pengujian kuat tekan, seperti yang terlihat pada Gambar. 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2. Sketsa Type Pola Retak Sumber : Anonim, 2004

(12)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Tahapan dalam penelitian ini diawali dengan studi literatur dan dilanjutkan dengan prosedur pelaksanaan penelitian, dimana dalam penelitian ini perlu dilakukan penyiapan peralatan dan bahan/material, pemeriksaan material, perhitungan komposisi campuran beton, pembuatan benda uji, perawatan benda uji dan pengujian benda uji serta analisa data.

3.1 Peralatan

3.1.1 Pemeriksaan material

Pemeriksaan yang perlu dilakukan terhadap tanah diatomae adalah Pemeriksaan sifat kimia terhadap tanah diatomae yang meliputi kandungan CaO, Fe2O3, Al2O3, dan SiO2. Untuk pemeriksaan komposisi senyawa kimianya dilakukan pemeriksaan oleh pegawai yang bekerja di Balai Riset dan Standarisasi Industri Kementerian Perindusterian Banda Aceh.

Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen portland tipe I tanah diatomae yang sudah dihancurkan diambil dari Desa Lampanah Leungah Kecamatan Seulimeum Kabupaten Aceh Besar. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan material agregat sebagian besar telah tersedia di Laboratorium Konstruksi dan Bahan Bangunan, Fakultas Teknik Unsyiah.

3.1.2 Pengecoran dan pemeriksaan adukan beton

Peralatan yang digunakan untuk pengecoran dan pemeriksaan adukan beton adalah :

- Mesin pengaduk beton (concrete mixer) berkapasitas 90 liter; - Peralatan pengukuran slump (kerucut Abram’s);

(13)

- Cetakan benda uji silinder beton. - Tongat besi

Sebelum dilakukan pengecoran terlebih dahulu dilakukan penimbangan agregat, semen, tanah diatomae dan air, dimana sebelumnya telah direncanakan komposisi campuran beton (concrete mix design). Pengecoran dilakukan dengan memasukkan bahan tersebut kedalam mesin pengaduk beton (concrete mixer), setelah teraduk rata terlebih dahulu dilakukan pengujian slump kemudian dituangkan kedalam cetakan benda uji silinder beton dengan diameter 10cm dan tinggi 20 cm.

3.1.3 Pengujian kekuatan beton

Pengujian kekuatan beton dilakukan untuk mengetahui kekuatan beton tersebut. Sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu benda uji ditimbang kemudian barulah dilakukan pengujian dengan menggunakan Mesin pembebanan merk ton industrie kapasitas 100 ton.

3.2 Prosedur Penelitian 3.2.1 Persiapan

Pekerjaan persiapan meliputi : 1. Pengadaan material.

2. Pemeriksaan kandungan kimia tanah diatomae. 3. Pemeriksaan bahan material.

4. Perencanaan mutu beton. 5. Persiapan cetakan.

3.2.2 Pemeriksaan Bahan Material

(14)

Pemeriksaan terhadap agregat kasar dan agregat halus sebagai material pembentuk beton untuk mendapatkan mutu material pembentuk beton perlu dilakukan untuk mendapatkan mutu material yang baik sesuai dengan Anonim (1982). Pemeriksaan ini dilakukan terhadap sifat-sifat agregat yang meliputi berat jenis (specific gravity), penyerapan (absorbtion), berat volume (bulk density), analisa saringan (sieve analyisis), sifat-sifat ketahanan agregat dan kadar bahan organik. Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat kasar dan agregat halus didasarkan pada standar ASTM.

Pemeriksaan sifat kimia terhadap tanah diatomae yang meliputi kandungan CaO, Fe2O3, Al2O3dan SiO2.

Air yang akan digunakan untuk campuran beton dan perawatannya berasal dari air bersih Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Daroy.

3.2.3 Rancangan benda uji

Perencanaan benda uji didasarkan kepada kebutuhan sifat mekanis yang mana perlu dilakukan terhadap pengujian kuat tekan beton, sehingga direncakan pembuatan benda uji sebagai berikut:

a. Untuk pengujian kuat tekan beton pada umur 7 hari, 28 hari, dan 56 hari dibuat benda uji silinder dengan ukuran diameter 10 cm dan tinggi 20 cm dengan FAS 0,60.

b. Proporsi campuran sebagai bahan substitusi semen dengan 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% masing-masing sebanyak 3 buah benda uji dengan treatment calcinasi.

(15)

Tabel 3.1 Variasi dan jumlah pembuatan benda uji silinder untuk pengujian kuat tekan beton dengan FAS 0,60 (ukuran benda uji Diameter 10 cm dan Tinggi 20cm)

No

Umur Pengujian

Persentase Tanah Diatomae Jumlah Benda Uji

0% 10% 20% 30% 40%

1 7 hari 3 3 3 3 3 15

2 28 hari 3 3 3 3 3 15

3 56 hari 3 3 3 3 3 15

Jumlah Total Benda Uji 45

3.3 Kalsinasi (Calcinasi)

Kalsinasi (calcinasi) adalah proses pemanasan suatu benda hingga temperaturnya tinggi, untuk penguraian partikel bahan baku yang bersenyawa karbonat menjadi senyawa oksida dan karbondioksida. Tanah diatomae sebelum digunakan untuk pembuatan benda uji pada substitusi semen, terlebih dahulu diperlakukan dengan kalsinasi pada persentase tanah masing-masing 10%, 20%, 30% dan 40%. Proses kalsinasi menggunakan tungku pembakaran batu bata. Untuk mengukur suhu menggunakan alat termometer pada suhu antara 2000C sampai dengan 4000C dengan dibakar selama 4-5 jam untuk mengetahui pengaruh kalsinasi pada reaksi pozolan.

3.4 Proporsi Campuran

(16)

dan 40% dari berat semen. Diameter agregat maksimum yang digunakan 25,4 mm.

Perhitungan komposisi campuran beton untuk 1 m3 = 1000 lt adalah : 1. Slumpdipilih 75–100 mm ;

2. Diameter maksimum agregat 24,4 mm ;

3. Jumlah air berdasarkan Tabel B.4.8.1 Lampiran B.4.8 Halaman 74 dihitung dengan cara interpolasi. Jumlah air yang dibutuhkan = 194 kg/m3.

4. Mutu beton K 200 ;

Rumus untuk menghitung mutu beton rata– rata (f’c): f’cr = f’c + z.S

5. Nilai faktor air semen 0,60 ;

Nilai faktor air semen dari Tabel B.4.8.4 Lampiran B.4.8 Halaman 74 dengan menggunakan perhitungan interpolasi dapatlah nilai FAS 0,60 ;

6. Semen yang dibutuhkan untuk 1 m3adalah 323,333 kg/m3; Rumus untuk menghitung semen adalah :

Semen = = = 323,333 kg/m3.

7. Berat agregat kasar dapat dihitung dengan rumus :

Berat agregat kasar = volume kerikil × berat volume kerikil ;

8. Agregat halus diperoleh dari selisih berat beton dengan total berat air, semen, dan agregat kasar.

3.5 Pembuatan dan Perawatan Benda Uji

(17)

dikeluarkan setelah beton teraduk rata. Persiapan selanjutnya adalah mengolesi cetakan silinder yang telah disediakan sebelumnya dengan oli, pengolesan oli ini bertujuan untuk memudahkan pembukaan cetakan benda uji setelah beton mengeras.

Setelah semua persiapan selesai, pengadukan material beton dilakukan dengan memasukkan material pembentuk beton yaitu agregat kasar dan agregat halus, kemudian semen, tanah diatomae dan air secara berurutan dengan tujuan mencegah terjadinya penggumpalan campuran beton. Lamanya waktu pengadukan sekitar 15 menit. Setelah material teraduk rata, lalu mortar yang dihasilkan dituangkan ke dalam kereta sorong untuk dibawa ke tempat cetakan benda uji.

Setelah proses pengadukan selesai, selanjutnya adukan mortar diperiksa kekentalannya melalui pengujian slump dengan menggunakan kerucut Abram’s seperti yang disyaratkan oleh ASTM C. 143-78. Kerucut Abram’s adalah kerucut terpancung (konis) yang terbuat dari plat logam dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah 20 cm dan tinggi 30 cm. Kerucut diletakkan diatas plat baja berukuran 45 cm x 45 cm dan dilengkapi dengan tongkat besi berdiameter 16 mm dan panjang 60 cm, dangan salah satu ujungnya yang dibulatkan untuk pemadatan. Mortar dimasukkan kedalam kerucut sebanyak tiga lapisan dengan volume tiap lapisannya sama. Tiap lapisan dipadatkan dengan cara ditumbuk sebanyak 25 kali tinggi jatuh tongkat 15 cm. Pengukuran nilai slump dilakukan dengan cara mengukur turunnya permukaan beton segar setelah kerucut ditarik vertikal keatas.

(18)

Gambar 3.1 : Sketsa Proses Pengujian kuat tekan beton Sumber : Anonim (1990)

3.6 Pengujian Kekuatan Beton

Pengujian kuat tekan silinder beton dilakukan pada umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari. Pengujian dilakukan dengan mesin penguji kuat tekan merek Ton Industrie kapasitas 100 ton dan 400 ton. Sebelum pengujian, benda uji ditimbang beratnya dan diukur dimensinya. Pembebanan kuat tekan dilakukan perlahan-perlahan dengan beban 2 sampai 4 N/mm2/detik sampai benda uji hancur sesuai dengan SNI 03-1973-1990 (Anonim : 1990). Besar beban yang menyebabkan benda uji hancur merupakan data yang akan digunakan untuk memperoleh kuat tekan beton. Posisi beban yang diberikan pada benda uji dapat dilihat pada Gambar 3.1

3.7 Pengolahan Data

Data kuat tekan serta berat benda uji dihitung dengan nilai rata-ratanya yang bertujuan untuk melihat penyebaran data. Penyebaran data hasil pemeriksaan

(19)

data hasil pemeriksaan diukur dengan menggunakan koefisien ragam sampel (coeficien of varian)

Menurut Anonim (1971), mutu pelaksanaan suatu penelitian dapat dilihat dari penyebaran nilai-nilai hasil pemeriksaan. Baik tidaknya penyebaran tersebut dapat dilihat dari simpangan baku (standar deviasi = S) yang diperoleh. Besar kecilnya penyebaran hasil pemeriksaan tergantung pada tingkat ketelitian pelaksanaan. Makin kecil harga ”S” maka akan semakin baik mutu pelaksanaan penelitian.

Standar deviasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

dimana : S = standar deviasi

Xi= besarnya data ke-i

X = nilai rata-rata n = jumlah benda uji

Menurut Walpole dan Myers (1986), metode statistik untuk seleksi data dengan jumlah benda uji lebih kecil dari 30 buah disebut sampel kecil dan boleh memiliki penyimpangan yang tidak memenuhi persyaratan sebesar maksimum 5%.

(20)

dimana :

CV = koefisien ragam sample (%) S = standar deviasi

X = data rata-rata

3.7.1 Analisa varian

Metode pengolahan data yang dipilih adalah metode analisis varian untuk klasifikasi dua arah model efek tetap. Prosedur pengujian analisa varian untuk klasifikasi dua arah model efek tetap diperlihatkan Tabel 3.2 berikut ini :

Tabel 3.2. Analisa Varian untuk Klasifikasi Dua Arah Model Efek Tetap

Sumber Jumlah Derajat

Sumber : Hines dan Montgomery (1990)

Jumlah kuadrat dihitung dengan persamaan-persamaan di bawah ini :

(21)

,

a = Jumlah perlakuan (umur pengujian)

b = Jumlah perlakuan (persentasefly ashbatu bara) a-1 = Derajat kebebasan SSperlakuan

n = Jumlah pengulangan benda uji y… = Total keseluruhan semua observasi

Bila dari hasil analisis varian menginformasikan bahwa F0 > F0 (α);(a-1,N-a), atau dengan istilah lain F0 hitung lebih besar dari F tabel maka kuat tarik belah, kuat tekan beton dipengaruhi oleh penggantian sebagian semen dengan tanah diatomae. Bila sebaliknya maka perbedaan tidak berpengaruh nyata.

3.7.2 Analisa regresi

(22)

dilakukan pengumpulan data yaitu, (xi, yi) dimana i = 1, 2, 3....n, kedua kumpulan data tersebut diplot ke dalam sumbu kartesian untuk mendapatkan diagram pancar (scatter diagram).

Garis dan kurva penduga yang mewakili titik–titik dalam diagram pencar dapat berupa garis lurus (linier) atau dapat berupa garis lengkung (non linier). Regresi linier digunakan untuk diagram pencar yang berupa garis lurus dan regresi non linier untuk diagram pencar yang berupa garis lengkung. Dikutip Iskandar (2004 : 34) menyatakan bentuk persamaan kedua regresi tersebut adalah: a. Regresi linier :

Y = a + bx (linier)...(3.14) c. Regresi non linier

(23)

BAB IV

PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini perhitungan dan pengolahan data yang dibahas yaitu sebagai berikut :

1. Pemeriksaan sifat–sifat agregat.

2. Pemeriksaan komposisi kimia tanah diatomae. 3. Pengujian kuat tekan silinder beton.

Pembahasan yang dilakukan berkenaan dengan :

1. Bagaimana pengaruh penggunaan tanah diatomae dengan perlakuan kalsinasi terhadap kuat tekan struktur beton normal dengan faktor air semen 0,60.

2. Bagaimana hubungan sifat-sifat mekanis beton normal dengan menggunakan tanah diatomae pada kondisi lingkungan terlindung yang diuji pada umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari.

4.1 Sifat-Sifat Fisis Agregat

Data pendukung penelitian diperoleh dari hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa agregat yang digunakan memenuhi syarat sebagai material pembentuk beton.

4.1.1 Berat volume agregat

(24)

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan perhitungan berat volume.

No

Jenis

Berat Volume (kg/l)

Referensi

Agregat Orchard

(1979)

Troxell (1968)

1. Coarse Aggregate 1,817

> 1,445

> 1,560

2. Coarse Sand 1,785

> 1,400 3. Fine Sand 1,622

Agregat yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai material pembentuk beton sebagaimana yang disarankan oleh Orchard (1979) yaitu berat volume agregat yang baik lebih besar dari 1,445 kg/l dan Troxell (1968) yaitu berat volume agregat kasar lebih besar dari 1,560 kg/l dan untuk pasir kasar serta pasir halus lebih besar dari 1,400 kg/l.

4.1.2 Berat jenis dan absorbsi

(25)

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan perhitungan berat jenis agregat

No Jenis Agregat

Berat Jenis Referensi

SG (SSD) SG (OD) Troxell (1968)

1. Coarse Aggregate 2,806 2,777 2,500 - 2,800

2. Coarse Sand 2,637 2,569

2,000–2,600

3. Fine Sand 2,628 2,569

Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan perhitungan absorbssi agregat

No Jenis Agregat Absorbsi (%)

Referensi

Orchard (1979)

3. Coarse Aggregate 1,059

0,400–1,900 4. Coarse Sand 2,56

5. Fine Sand 2,275

(26)

4.1.3 Susunan butiran agregat (gradasi)

Data yang diperoleh dari analisa saringan digunakan untuk melihat susunan butiran agregat yang digunakan dalam campuran beton. Hasil perhitungan susunan butiran diperlihatkan pada Lampiran B.4.3 halaman 53. Nilai fineness modulus yang diperoleh dari analisa saringan dapat dilihat pada Tabel 4.4.Fineness modulustersebut telah memenuhi ketentuan ASTM (Anonim, 2004) yaitu diantara 5.5–8.0 untuk kerikil, diantara 2.9–3.2 untuk pasir kasar dan diantara 2.2–2.6 untuk pasir halus.

Tabel 4.4 NilaiFineness Modulus(FM) Agregat.

No Jenis agregat Modulus

kehalusan

Referensi

ASTM (2004) Mulyono

(2005)

1. Coarse Aggregate 6,679

5,500–8,000 5,500–8,000 2. Coarse Sand 4,654

3. Fine Sand 2,315 2,200–2,600 1,500–3,800

4. Agregat campuran 5,518 4,000–7,000 5,000–6,000

(27)

Gambar 4.1 Grafik susunan butiran agregat campuran

4.1.4 Kandungan bahan organik

Hasil pemeriksaan kandungan bahan organik pada agregat halus menunjukkan bahwa warna larutan yang timbul adalah kuning muda. Hal ini menandakan bahwa pasir yang digunakan untuk campuran beton termasuk dalam kategori tidak mengandung bahan organik berlebihan dan dapat digunakan untuk campuran beton.

4.2 Pemeriksaan Kandungan Kimia Tanah Diatomae.

Pemeriksaan kandungan kimia untuk tanah diatomae dilakukan oleh BARISTAND Industri Banda Aceh (LABBA). Hasil pemeriksaan diperlihatkan pada Tabel 4.5 sebagai berikut :

(28)

Tabel 4.5 Komposisi Kandungan Kimia Tanah Diatomae

Tanah Parameter Uji Satuan Metode Uji Hasil

Diatomae

SiO2 % Gravimetri 62,28

AL2O3 % Gravimetri 9,52

Fe2O3 % AAS 1,79

CaO % Titrimetri 8,28

Berdasarkan hasil penelitian dari Laboratorium Penguji BARISTAND Industri Banda Aceh yang ditunjukkan pada Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa tanah diatomae yang digunakan dalam penelitian ini termasuk tanah diatomae SCM(Supplementary Cementing Material)kelas N, yaitu jenispozzolanalam.

4.3 Kalsinasi (Calcinasi)

Tanah diatomae sebelum digunakan untuk pembuatan benda uji pada substitusi semen, terlebih dahulu diperlakukan dengan kalsinasi pada persentase tanah masing–masing 10%, 20%, 30% dan 40%. Proses kalsinasi menggunakan tungku pembakaran batu bata. Untuk mengukur suhu menggunakaan alat termometerpada suhu antara 2000C sampai dengan 4000C dengan dibakar selama 4 - 5 jam.

4.4 Campuran Beton.

(29)

Tabel 4.6 Komposisi Material 1 m3Beton Dengan FAS 0,60

1 0% - 192,616 321,027 1120,39 280,098 466,829 2380,96

2 10% 32,103 192,616 288,924 1120,39 280,098 466,829 2380,96

3 20% 64,21 192,616 224,719 1120,39 280,098 466,829 2380,96

4 30% 96,3081 192,616 224,719 1120,39 280,098 466,829 2380,96

5 40% 128,4108 192,616 192,6162 1120,39 280,098 466,829 2380,96

4.5 Sifat Beton Segar 4.6 Slump

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan nilai slump pada setiap pengecoran. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa nilai slump adukan beton berkisar antara 7,5 cm sampai dengan 10 cm.

0

(30)

semakin banyak persentase tanah diatomae maka semakin susah workabilitas beton. Maka dalam campuran tanah diatomae mengalami kenaikan jumlah yang besar dan daya serap air relatif lebih besar, sehingga dapat mengurangi kebutuhan air.

4.7 Hasil Pengujian Kuat Tekan 4.8 Kuat tekan silinder beton

Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat benda uji berumur 7 hari, 28 hari dan 56 hari. Benda uji yang diuji terlebih dahulu ditimbang beratnya, hasil penimbangan berat benda uji silinder ini dapat dilihat pada Lampiran B.4.4 halaman 58 sampai halaman 60. Data hasil pengujian kuat tekan beton pada umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari diperlihatkan pada Tabel 4.7 dibawah ini.

Tabel 4.8 Perhitungan Kuat Tekan FAS 0.60 Umur 7 hari

Persentase Tanah Diatomae

Kuat Tekan Rata – Rata (MPa) Persentase kuat

Tabel 4.9 Perhitungan Kuat Tekan FAS 0.60 Umur 28 hari

Persentase Tanah Diatomae

(31)

Tabel 4.10 Perhitungan Kuat Tekan FAS 0.60 Umur 56 hari

Persentase Tanah Diatomae

Kuat Tekan Rata – Rata (MPa) Persentase kuat

tekan umur 56 hari

Persentase Penurunan Kuat Tekan (%)

0% 27,89 0

10% 20,82 25,34

20% 17,49 37,28

30% 13,74 50,73

40% 12,07 56,72

Dari hasil pengujian kuat tekan beton normal dapat dilihat pada tabel di atas bahwa penggunaan tanah diatomae 0% lebih tinggi dibandingkan dengan persentase tanah diatomae 10%, 20%, 30% dan 40%. Nilai dari Tabel 4.8 di atas dapat digambarkan ke dalam Grafik hubungan kuat tekan beton rata-rata seperti pada Gambar 4.1 di bawah ini.

4.9 Pola Kehancuran

(32)

memperoleh kuat tekan pada umur 7 hari sekitar 8-18 MPa, pada umur 28 hari sekitar 11-22 MPa dan pada umur 56 hari sekitar 13-27 MPa, sedangkan kehancuran tipe columnar terjadi pada benda uji dengan kuat tekan pada umur 7 hari sekitar 5-9 MPa, pada umur 28 hari sekitar 9-17 MPa, dan pada umur 56 hari sekitar 15-21 MPa. Selanjutnya kehancuran tipe cone and split memperoleh kuat tekan pada umur 7 hari sekitar 12-19 MPa, pada umur 28 hari sekitar 12-21 MPa dan pada umur 56 hari sekitar 17-28 MPa.

Hal ini menunjukkan bahwa beton yang memiliki kuat tekan yang lebih besar mempunyai kekuatan yang lebih kompak dan agregat secara bersama – sama memikul beban tekan yang terjadi, sedangkan pada beton yang memiliki kuat tekan yang lebih rendah, kehancuran lebih dulu terjadi pada bagian mortar. Pola kehancuran pada umur 28 hari berdasarkan variasi persentase tanah diatomae dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

(33)

4.10 Seleksi Data

Data Kuat tekan yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap benda uji selanjutnya dievaluasi atau diseleksi secara statistik dengan menggunakan koefisien ragam sampel (coeficien of varian). Dapat dilihat pada Lampiran B.4.5 halaman 63 sampai 66.

4.11 Analisis Varian

Untuk mengetahui pengaruh variasi tanah diatomae dengan perlakuan kalsinasi terhadap sifat mekanis beton tersebut maka dilakukan analisis varian. Metode yang dipakai adalah analisis varian rancangan faktorial dua arah model efek tetap. Hasil analisis varian tersebut diperlihatkan pada Lampiran B.4.6 halaman 67 sampai 69.

Tabel 4.10 Perhitungan Analisis Varian Untuk Mengetahui Pengaruh Tanah Diatomae Terhadap Kuat Tekan Beton Antara Umur 7 hari, 28 Hari dan 56 Hari

Sumber Varian Jumlah

Umur Pengujian 323,120 2 161,560 47,343 3,4

Persentase

Tanah Diatome 339,738 3 113,246 33,185 3,01

Interaksi 9,512 6 1,585 0,465 2,51

Error 81,901 24 3,413

Total 754,271 35

(34)

4.12 Analisis Regresi

Analisis regresi dihitung terhadap data kuat tekan benda uji. Analisis regresi bertujuan untuk mendapatkan grafik hubungan antara persentase tanah diatomae yang digunakan dengan kuat tekan beton yang dihasilkan. Analisis regresi yang dipilih adalah analisis regresi linier dan regresi nonlinier polinomial derajat 2. Grafik analisis regresi kuat tekan tersebut diperlihatkan pada grafik di bawah ini :

(35)

Gamabar 4.3 Grafik regresi polinomial 7 hari, 28 hari dan 56 hari

Dimana :

Y = Kuat Tekan Beton

X = Variasi Persentase Tanah Diatomae R = Koefisien Determinan

Dari hasil persamaan – persamaan regresi di atas dapat diketahui bahwa koefisien determinan regresi polinomial berderajat dua lebih besar dari koefisien determinan regresi linier. Ini menunjukkan bahwa regresi polinomial berderajat dua lebih sesuai digunakan pada penelitian ini.

4.13 Pembahasan

Hasil pemeriksaan agregat di laboratorium menunjukkan bahwa agregat yang digunakan dalam penelitian ini sudah memenuhi persyaratan sebagai material pembentuk beton. Walaupun ada beberapa yang tidak memenuhi persyaratan seperti nilai absorbsi yang melebihi dari yang disyaratkan. Nilai agregat halus dan pasir halus tidak sesuai dengan teori Orchard (1979), tetapi grafik susunan butir untuk agregat campuran diameter maksimal 24,5 mm masih dalam daerah baik sekali. Dengan melakukan pencucian, perendaman dan pengeringan untuk mendapatkan material yang bersih dari kotoran dan sampah. Pengeringan material dilakukan di dalam oven selama 24 jam. Setelah melakukan timbangan material yang akan dipakai untuk pengecoran dengan persentase tanah diatomae 10%, 20%, 30% dan 40%. Untuk penambahan persentase tanah diatomae diambil dari pengurangan semen yang dicampur dengan tanah diatomae 10%, 20%, 30% dan 40%.

(36)

adalah 9,8 cm, untuk persentase tanah diatomae 10% penurunan sebesar 9,3 cm, yang persentase 20% penurunan sebesar 8,1 cm, persentase 30% penurunan sebesar 7,2 cm, dan pada persentase 40% penurunan sebesar 6 cm. Bahwa nilai slump untuk campuran beton 0% lebih besar dibandingkan dengan presentase tanah diatomae 10%, 20%, 30% dan 40%, semakin banyak persentase tanah diatomae maka semakin meningkat workabilitas beton. Maka dalam campuran tanah diatomae mengalami kenaikan jumlah yang besar dan daya serap air relatif lebih besar, sehingga dapat mengurangi kebutuhan air.

Selesai melakukan test slump maka material yang telah diaduk siap untuk dimasukkan kedalam cetakan silinder dengan melakukan pemadatan sebanyak 25 kali tumbukan menggunakan stik besi. Cetakan didiamkan selama 24 jam dan dibuka dari cetakan silinder untuk siap dilakukan perendaman benda uji selama 7 hari, 28 hari dan 56 hari. Benda uji yang akan diuji kuat tekan diangkat dari rendaman dan dijemur (diangin–anginkan) selama 24 jam dan siap untuk diuji.

Benda uji yang akan diuji pada mesin memiliki timbangan yang berbeda. Untuk hasil timbangan pada perbandingan persentase 0% dan persentase tanah diatomae 10%, 20%, 30% dan 40% dapat dilihat pada Lampiran Halaman 5–56. Untuk hasil persentase peningkatan kuat tekan dapat di lihat pada Lampiran B.4.4 Halaman 58 – 60. Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan beton yang 0% lebih meningkat, dibandingkan penambahan persentase tanah diatomae.

Dari analisis varian di atas diperoleh F0hitung umur pengujian = 47,343 > F0tabel = 3,4, F0hitung persentase tanah diatomae = 33,185 > F0tabel = 3,01 dan F0hitung interaksi = 0,465 ˂ F0tabel = 2,51. Hal ini menunjukkan bahwa variasi umur pengujian beton silinder berpengaruh terhadap kuat tekan, kemudian variasi persentase penggunaan tanah diatomae juga berpengaruh terhadap kuat tekan. Namun interaksi keduanya tidak berpengaruh terhadap kuat tekan.

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai hasil akhir dari hasil penelitian ini :

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian “Pemakaian Tanah Diatomae Dengan Perlakuan Kalsinasi Sebagai Substitusi Semen Untuk Produksi Beton Normal Dengan FAS 0.60 ” adalah sebagai berikut :

1. Hasil pengujian kuat tekan beton silinder pada umur 7 hari, adalah beton dengan tanah diatomae 0% menghasilkan kuat tekan 17,80 Mpa, pada umur 28 hari beton menghasilkan kuat tekan 22,90 Mpa, dan pada umur 56 hari beton menghasilkan kuat tekan 27,89 Mpa. Terjadi penurunan kuat tekan pada beton dengan pengujian tanah diatomae 10%, 20%, 30%, dan 40%.

2. Adanya pengaruh penggunaan tanah diatomae dengan perlakuan kalsinasi mempunyai kecenderungan penurunan kuat tekan rata-rata, sehingga penggunaan tanah diatomae sangat berpengaruh pada kuat tekan beton.

(38)

5.2 Saran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara umum dalam ilmu tentang bahan bangunan dan khusunya teknologi beton serta dapat diterapkan secara praktis di lapangan. Diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti-peneliti berikutnya. Untuk maksud tersebut disarankan beberapa hal sebagai berikut :

1. Pemakaian tanah diatomae dengan perlakuan kalsinasi perlu dilakukan lebih lanjut dengan mengurangi persentase tanah diatomae dengan FAS lebih kecil. Sehingga bisa dilihat seberapa besar peningkatan kuat tekan yang akan dihasilkan dengan menggunakan tanah diatomae tersebut.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan variasi persentase SP (Superplasticizer), dalam campuran untuk melihat pengaruhnya terhadap kekuatan beton.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2011, Metode Pengujian Kuat Tekan Beton. Yayasan LPMB, Jakarta.

2. Anonim, 2009, Buku Panduan Penulisan Skripsi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

3. Anonim, (2005), ”Standard Practice for Selection Proportion for Normal, Heavyweight, and Mass Concrete ACI211.1-91”ACI Manual of Concrete Practice, Michigan, 38 pp.

4. Anonim, 2004, Annual Book of American Society for Testing and Materials Standard (ASTM Standard), New York, USA.

5. Anonim, (1995), Concrete and Agregat. Philadelphia, Annual Book of ASTM Standard Vo.04.02.1995.

6. Anonim, (1982), Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI1982). Bandung, Departemen Pekerjaan Umum.

7. Anonim, 1971, Peraturan Beton Bertulang Indonesia, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Bandung.

8. Clark, G.L., (1960), Encyclopedia of Chemistry. Reinhold Publishing Corporation, New York

9. Fragoulis, D., Stamatakis, M.G., Papageorgio, D., dan Chaniotakis, E., (2005). The physical and mechanical properties of composite cements manufactured with calcareous and clayey Greek diatomite mixtures.

Journal of Cement & Concrete Composites 27, 2005 205–209

10. Johnstone and Johnstone, M.G., (1961), Minerals for the Chemical and Applied Industries. New York, John Wiley & Sons. Edisi ke 2.

11. Hines, W.W., dan Montgomery, D.C., Probabilitas Statistik dalam Ilmu Rekayasa dan Manajemen, Edisi Kedua, terjemahan Rudiansyah dan A.H.,

Manurung, UI Press, Jakarta .

(40)

13. Iskandar, 2000, Perilaku Mekanikb Beton Serat Ijuk, Falkultas Teknik Universitas Syiak Kuala, Tidak dipublikasikan, Banda Aceh.

14. Kirk dan Othmer, (1979), Encyclopedia of Chemical Technology. fifth edition, John Wiley and Sons, New York

15. Kastis, D., Kakali, G., Tsivilis, S., dan Stamatakis, M.G., (2006),Properties and hydration of blended cements with calcareous diatomite.Cement and Concrete Research 36 (2006) 1821–1826

16. Mulyono, T., (2006),Teknologi Beton.Yogyakarta: Penerbit Andi. 17. Mulyono, T., (2004),Teknologi Beton. Andi Yogjakarta.

18. Nugraha, P., dan Antoni, (2007), Teknologi Beton dan Material, Pembuatan, ke Beton Kinerja Tinggi.Yogyakarta, Andi Offset.

19. Nugraha, P., dan Anthoni, (2007),Teknologi Beton. Andi, Yogyakarta. 20. PBBI 1971.“Peraturan Beton Bertulang Indonesia”.Direktorat

Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung.

21. Rahmah, (2011), The adsorption capacity of Diatomeae (diatomaceous earth) on Chromium (VI) Ion. Jurnal Chemical Vol. 12 Nomor 1 Juni 2011, 60 - 66.

22. Sanchez de Rojas, M.I.J., Rivera, dan Frias, M., (1999), Influence of the microsilica state on pozzolanic reaction rate.Cems. Concr. Res. 29, 945– 949.

23. Wang, C.K., dan Salmon, C.G., 1990, Desain Beton Bertulang. Jilid I, Terjemahan Ir. Binsar Hariandja, M.Eng. Pdh. Penerbit Erlangga, Jakarta. 24. Wendlandt, W.W.M., 1986, “Thermal Analysis”, John Wiley and Sons,

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Tanah Diatomae
Gambar 2.2. Sketsa Type Pola Retak
Tabel 3.1 Variasi dan jumlah pembuatan benda uji silinder untuk pengujian kuat
Gambar 3.1 : Sketsa Proses Pengujian kuat tekan beton
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian kuat tekan beton dapat dilihat pada Tabel V.5. Hasil pengujian kuat tekan beton umur 28 hari.. Dari Tabel IV.4. di atas hasil analisis teoritis momen kapasitas

Tahap berikutnya yaitu tahap keempat untuk pengujian benda uji, pada tahap ini dilakukan pengujian beberapa sifat mekanis dari beton yang berupa uji kuat tekan pada umur

Dengan kata lain pengaruhnya terhadap kekuatan beton adalah meningkatkan kuat tarik, sementara terhadap kuat tekan pengaruhnya tidak begitu siknifikan, dengan serat-serat ini daerah

Tahap berikutnya yaitu tahap keempat untuk pengujian benda uji, pada tahap ini dilakukan pengujian beberapa sifat mekanis dari beton yang berupa uji kuat tekan pada umur

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggantian semen dengan metakaolin terhadap nilai slump, mutu kuat tekan beton, absorpsi beton

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggantian semen dengan metakaolin terhadap nilai slump, mutu kuat tekan beton, absorpsi beton

Penggunaan pasir besi sebagai substitusi agregat halus tanpa bahan tambah bestmitell kurang dapat meningkatkan kuat tekan beton, hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian kuat

Selanjutnya dari hasil pengujian nilai kuat tekan rata-rata dari variasi jumlah semen terhadap kuat tekan beton rencana dengan faktor air semen yang sama dapat dilihat pada Gambar