• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ATURAN HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA TERHADAP PERJANJIAN SEWA RAHIM DAN KEDUDUKAN ANAK YANG LAHIR DARI SEWA RAHIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ATURAN HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA TERHADAP PERJANJIAN SEWA RAHIM DAN KEDUDUKAN ANAK YANG LAHIR DARI SEWA RAHIM."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN ATURAN HUKUM

YANG BERLAKU DI INDONESIA TERHADAP PERJANJIAN SEWA RAHIM DAN KEDUDUKAN ANAK YANG LAHIR DARI SEWA RAHIM.

Oleh Fadilla Caesa

ABSTRAK

Dewasa ini perkembangan teknologi sudah sangat maju, salah satunya adalah di bidang Kedokteran yaitu teknologi inseminasi buatan. Inseminasi buatan adalah cara efektif untuk mengatasi masalah-masalah pasangan yang tidak kunjung dikaruniai anak melalui pembuahan ilmiah. Kini mereka dapat memilikinya melalui proses bayi tabung, yang salah satu prosesnya adalah sewa rahim terhadap ibu pengganti (Surrogate Mother). Sewa rahim praktisnya dengan menitipkan benih (embrio) dari pasangan suami istri tersebut pada rahim ibu pengganti yang nantinya akan melahirkan bayi mereka dengan pemberian uang kompensasi yang diawali dengan membuat perjanjian terlebih dahulu diantara mereka, yang kemudian dikenal dengan perjanjian sewa rahim. Menyoal mengenai hukum dan aturan tentang sewa rahim ini, belum ada Undang-Undang khusus ataupun aturan yang menyinggung juga mengatur mengenai sewa rahim. Pada praktek dan kenyataannya, perjanjian sewa rahim antara sepasang suami istri dengan ibu pengganti memunculkan pertanyaan dan permasalahan mengenai bagaimana kekuatan hukum perjanjian sewa rahim dan bagaimana kedudukan hukum anak yang lahir dari rahim si ibu pengganti. Dari berbagai permasalahan yang timbul tersebut, pertanyaan dan hal yang menjadi sangat penting adalah bagaimana kedudukan hukum si anak yang lahir dari sewa rahim tersebut, meliputi pembagian waris seperti yang diatur Undang-Undang, kedudukan genetiknya sebab dilahirkan bukan dari rahim si istri melainkan ibu pengganti. Berkembangnya zaman diikuti semakin tingginya permintaan dan kebutuhan manusia untuk menggunakan teknologi reproduksi ini, dan tidak ketinggalan juga manusia di Indonesia. Permasalahan yang muncul kemudian adalah bagaimana tindakan pemerintah mengingat belum adanya aturan hukum yang pasti untuk mengatur

(2)

masalah-masalah yang disebut di atas dan bagaimana nasib anak yang lahir dari hasil sewa rahim, yang notabene adalah manusia yang dilindungi hak hidupnya oleh UUD 1945.

A. Latar Belakang Pentingnya Perspektif Aturan Hukum Terhadap Perjanjian sewa Rahim Dan Kedudukan Anak Yang Lahir Dari Sewa Rahim.

Tujuan perkawinan adalah memperoleh keturunan. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan1 menegaskan bahwa: “Tujuan perkawinan

adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Pasal tersebut mempertegas bahwa kebahagian suatu rumah tangga tidak lepas dengan hadirnya anak (keturunan). Hal ini disebabkan pola pikir masyarakat kita yang menganggap kelahiran seorang anak itu merupakan anugerah yang merupakan hasil buah cinta kasih dari adanya suatu perkawinan. Sebab itu, setiap pasangan yang telah menikah umumnya sangat mendambakan anak sebagai keturunan dari perkawinan mereka itu. Banyak cara yang dilakuakan oleh orang-orang yang tidak dapat ataupun susah untuk mendapatkan keturunan, baik dengan cara konsultasi Dokter, melakukan terapi kesuburan, mengangkat anak angkat (adopsi) sampai pada hal yang berbau pada kepercayaan tertentu bahwa bisa memancing kehamilan. Namun menyoal adopsi anak bagi pasangan yang sulit memperoleh keturunan sebagai upaya memiliki seorang anak pada kenyataannya belum dapat diterima secara menyeluruh dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya, jauh berbeda dengan di negara barat yang sudah terbiasa dengan hal demikian. Hadirnya seorang anak merupakan anugerah bagi pasangan suami-isteri, namun tidak semua pasangan dapat memiliki anugerah yang istimewa

(3)

tersebut. Perspektif Islam, anak diibaratkan sebagai perhiasan dunia, sebagaimana ditegaskan dalam AL-Quran surat AL-Kahfi ayat 46 yang artinya2 :

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik. Untuk menjadi harapan (Qs AL- Kahfi :46).

Kehadiran seorang anak yang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keharmonisan sebuah keluarga, dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara kebahagiaan suatu rumahtangga dengan adanya keturunan atau keberadaan seorang anak. Ketidakhadiran seorang anak ditengah-tengah pasangan suami-istri seringkali menyebabkan suatu permasalahan. Ketidakharmonisan yang dapat berujung pada keretakan rumahtangga atau perceraian. Keretakan rumahtangga yang disebabkan karena

infertilitas (susah memiliki anak) ini biasanya terjadi tanpa melihat siapa penyebab dari

infertilitas pada pasangan suami-istri tersebut, apakah infertilitas itu datang dari pihak suami maupun dari pihak isteri, sedangkan hadirnya seorang anak merupakan tanda dari cinta kasih pasangan suami-isteri, tetapi tidak semua pasangan dianugerahi seorang anak. Sebagian kecil diantaranya memiliki berbagai macam kendala dalam memiliki keturunan maupun proses reproduksi secara normal3.

B. Proses Fertilisasi dan Sewa Rahim.

Infertilitas pada laki-laki biasanya disebabkan oleh rendahnya jumlah sel air mani yang terdapat dalam air mani dan kualitas air mani yang di bawah standar. Berdasarkan

2

Kementrian Urusan Agama Islam., “Wakaf, Da’wah, dan Irsyad Kerajaan Saudi Arabia, Al- qur’an”., (Saudi Arabia : 1990)

3Wibisono., “Kemampuan Reproduksi” dapat diakses di http : // webcache.Google user con te n t .

(4)

jumlah dan kualitas sel air mani yang terkandung dalam satu milliliter air mani, infertilitas

pada laki-laki dapat dikelompokan menjadi4 :

a. Oligozoosperma, yaitu suatu keadaan jumlah sel air mani hanya terdapat beberapa ratus sel saja.

b. Kriptozoosperma, yaitu suatu keadaan jumlah sel air mani hanya dapat dijumpai beberapa puluh atau kurang.

c. Asthenspermia, yaitu suatu keadaan sel air mani tidak memiliki kemampuan bergerak secara leluasa untuk mencari sel telur. Sel air mani yang ada memilki kelainan pada ekor namun kondisi kepada sel air mani (pembawa gen) masih baik.

d. Azoospermia, yaitu suatu keadaan tidak terdapatnya sel air mani yang matang.

Infertilitas pada isteri, dimungkinkan juga disebabkan karena hal-hal berikut 5: a.Ada kelainan rahim

b. Kelainan pada saluran telur

c.Kandung telur tidak mampu memproduksi sel telur

d. Vagina menghasilkan zat-zat antibodi yang dapat mematikan air mani.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berkembang pesat saat ini, disertai manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menggunakan rasa, karsa, dan daya cipta yang dimiliki, sehingga tidak menutup kemungkinan manusia dapat menciptakan alat dan teknologi apapun untuk mencapai kepuasan dan memenuhi kebutuhan hidup.

4Than Cakra “ Masalah Infertilitas” dapat diaskses di http : / / f er ry karwur . 1 8 . com / sdi

diakses pada tanggal 12 Maret 2012.

5 Kartono Mohammad, Teknologi Kedokteran dan Tantangannya Terhadap Bioetika, (Jakarta: Gramedia

(5)

Salah satu bidang IPTEK yang berkembang pesat dewasa ini adalah teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi dalam hal ini adalah ilmu tentang pengembangbiakan hasil suatu produk (keturunan). Teknologi tersebut adalah inseminasi buatan. Program

inseminasi buatan merupakan salah satu cara untuk memiliki anak bagi pasangan yang mengalami infertilitas dengan proses perletakan sel air mani kedalam tube fallopian

(intratubal) wanita dengan menggunakan cara buatan dan bukan dengan kopulasi alami6. Proses tersebut dikenal dengan istilah Assisted Reproduktive Technology (ART). ART merupakan istilah untuk sejumlah prosedur medis yang digunakan dalam menyatukan sel telur dan sel air mani sehingga dapat membantu pasangan suami-istri yang infertile dalam memperoleh keturunan. Berdasarkan teknik yang digunakan, ART dapat dikelompokkan menjadi 4 beberapa metode yaitu :

a. In Vitro Fertilization (IVF)

b. Zygote Intrafallopian Transfer (ZIFT) c. Intra Fallopian Transfer (GIFT)

IVF merupakan metode yang paling banyak diaplikasikan untuk membantu pasangan suami-isteri yang mengalami infertilitas. In Virto Fertilization (IVF), selanjutnya disebutkan dengan bahasa sehari-hari dikenal dengan bayi tabung, diperkenalkan untuk menjawab tuntutan manusia ketika suami-isteri memutuskan untuk memiliki keturunan yang terhalang oleh suatu keadaan salah satu atau keduanya tidak subur sehingga tidak memungkinkan dilakukan pembuahan alami.

6 “Inseminasi Buatan” dapat diakses di http :/ /id. wikipedia, org/ wiki / inseminasi buatan diakses pada

(6)

Dalam perkembangannya, teknologi bayi tabung dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu7:

a. Benihnya berasal dari pasangan suami-isteri yang ditanamkan kembali ke rahim isteri.

b. Salah satu benihnya berasal dari donor darah (baik sel air mani atau sel telurnya) yang kemudian dikembalikan ke rahim isteri.

c. Benihnya berasal dari pasangan suami-isteri namun karena suatu hal rahim si isteri tidak mungkin untuk mengandungnya, maka ditanamkan pada rahim wanita lain atau yang lebih dikenal dengan istilah ibu pengganti atau surrogate mother

dalam istilah asingnya.

Proses penanaman embrio kedalam rahim si isteri ada kalanya tidak berjalan mulus atau bahkan tidak dapat dilakukan karena suatu hal sehingga rahim si isteri tidak dapat menerimanya. Hal-hal yang menjadi penyebab antara lain si isteri mempunyai penyakit yang membahayakan jiwanya jika mengandung, rahim si isteri yang tidak lagi memproduksi sel telur, rahim si isteri telah di angkat, si isteri takut hamil, rahim si isteri yang telah lemah atau sudah tua, si isteri yang sudah tidak mau dibebani oleh beban kehamilan.

Cara yang dapat di lakukan untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas yaitu dengan menggunakan rahim ibu pengganti atau Surrogate Mother untuk dapat membesarkan

zigot atau embrio tersebut sampai si bayi lahir, dan kemudian menyerahkan bayi tersebut kepada orang tua genetik bayi itu. Antara orang tua genetik dan perempuan yang bersedia untuk mengandung dan melahirkan bayi itu diadakan suatu perjanjian.

7 Ibid

(7)

Perjanjian itu disebut Gestational Agreement atau dalam terjemahan Bahasa Indonesia adalah perjanjian Sewa Rahim untuk selanjutnya akan dipergunakan istilah asingnya, yaitu Gestational Agreement yaitu suatu perjanjian antara seorang perempuan yang mempunyai sejarah kehamilan yang bagus, yang bersedia untuk mengandung calon bayi orang tua genetik dan kemudian menyerahkan bayi tersebut ketika ia sudah lahir kepada orang tua genetik nya dengan kontraprestasi berupa uang8.

Hal ini menjadi ramai diperbincangkan di dunia barat, walaupun mereka sudah sangat maju, baik dalam hal teknologi dan pemikiran, tetapi tidak semua orang menerima hal ini. Bahkan di Amerika Serikat sendiri, sebuah Negara super maju tidak semua Negara bagiannya mengizinkan Gestational Agreement ini. Salah satu negara bagian yang memperbolehkan dan bahkan sangat progresif dalam hal hukumnya adalah Florida (wilayah bagian Amerika), dan semakin berjalannya waktu permintaan sewa rahim di seluruh dunia semakin meningkat. India adalah salah satu negara di dunia yang paling meningkat tingginya permintaan sewa rahim9.

Wanita di India melakukan sewa rahim untuk memperbaiki ekonomi keluarga. Contoh terakhir yang belakangan ini terjadi ialah kisah Jyoti Dave. Perempuan India ini menyewakan rahimnya kepada pasangan asal Amerika Serikat demi mendapatkan sesuap nasi. Suami Jyoti Dave yang menjadi satu-satunya pencari nafkah keluarga itu tidak bisa lagi bekerja karena mengalami kecelakaan kerja, dikarenakan suaminya kehilangan lengannya saat bekerja di pabrik di tempat ia biasa bekerja yang mengakibatkan mengalami kesulitan ekonomi sampai mereka tidak bisa makan. Jyoti Dave memutuskan

8 “Everything Surrogacy” dapat diakses di http : / / www. Ever yt h i n g s u r r ogacy.com diakses pada

tanggal 12 Maret 2012.

(8)

untuk menyewakan rahimnya kepada kedua orang sing warga Negara Amerika Serikat sebut saja X dan Y yang tidak mau diketahui identitasnya10.

Catherine Waldby seorang Sosiolog dari University of Sidney mengatakan India bisa mengalahkan Amerika Serikat untuk tempat melakukan Sewa Rahim terutama potensi untuk negara-negara berkembang11. Pada dasarnya teknologi bayi tabung yang dilakukan

dengan meminjam rahim orang lain dapat diterima di dunia medis, namun bagaimana jika praktek tersebut dilakukan di Indonesia? tentu dapat menimbulkan banyak permasalahan. Permasalahan etika, moral dan agama (Islam) menyoal teknologi bayi tabung dengan meminjam rahim ibu pengganti tentu menyebabkan permasalahan hukum, terutama mengenai sah atau tidaknya perjanjian sewa rahim apabila dipandang dari tinjauan hukum. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan menjelaskan bahwa inseminasi buatan yang diperbolehkan di Indonesia adalah inseminasi buatan yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri yang sah.

Hukum positif tentang status hukum seorang anak di Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur secara tegas tentang kedudukan hukum anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung baik yang menggunakan benih dari pasangan suami-isteri yang kemudian pre-embrionya ditransplantasikan ke rahim si isteri, dimana salah satu benihnya berasal dari donor kemudian ditransplantasikan dalam rahim isteri maupun benih yang berasal dari pasangan suami-isteri kemudian ditanamkan kerahim ibu pengganti (Surrogate Mother). Hukum negara kita hanya mengatur secara tegas mengenai anak sah, pengesahan

10Dapat diakses di http :/ / www .detiknews. com / read / 2009 /01 /29 /17 958/ 10 7 6 3 9 9 /

159/hukumnya-disamakan-dengan-zina., di akses pada tanggal 20 Maret 2012.

(9)

anak luar kawin, dan pengakuan terhadap anak luar kawin. Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 42 Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah12, kemudian dipertegas lagi mengenai anak sah ini di Pasal 250

KUH-Perdata yang menyebutkan bahwa tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang, perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya13.

Kedua rumusan Pasal tersebut tidak mempersoalkan ataupun menyinggung tentang asal-usul sel air mani dan ovum yang digunakan. Peraturan hukum tersebut hanya terkesan menjelaskan bahwa jika anak itu dilahirkan dalam perkawinan yang sah maka sah lah kedudukan anak tersebut dalam hukum. Lalu akan timbul pertanyaan, bagaimana kedudukan hukum dengan anak yang dilahirkan melalui rahim ibu pengganti (Surrogate Mother) atau anak dari orang tua pemilik benih?. Dilanjutkan dengan permasalahan dari segi hukum Islam, mengenai pandangan hukum Islam terhadap perbuatan penitipan janin atau sewa rahim tersebut.

Pada dasarnya pendapat Ulama (ijtihad) terhadap bayi tabung adalah boleh (ja’iz) menurut hukum Islam. Upaya tersebut dianggap sebagai upaya untuk mewujudkan apa yang disunahkan oleh Islam yaitu kelahiran dan berbanyak anak, yang merupakan dasar suatu pernikahan. Proses ini pun pernah dilakukan oleh pasangan Adam Suseno dan Inul Daratista (pasangan Selebriti tanah air) yang dilakukan di negara Singapura pada 2 tahun silam. Pasangan ini berhasil mendapatkan buah hati mereka dengan proses bayi tabung14.

12 Republik Indonesia., Undang-Undang tentang Perkawinan. Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam., (Bandung : Cintra Umbara, 2007) Pasal 42.

13 Soesilo., Pramududji., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek)., (Jakarta : Waeana

Intelektual ,2007) Pasal 250.

(10)

Para Ulama berpendapat bahwa sewa rahim adalah haram. Para Ulama bersepakat tentang pengharaman sewa rahim dalam keadaan berikut 15:

1. Menggunakan rahim wanita lain selain isteri. 2. Percampuran benih antara suami dan wanita lain. 3. Percampuran benih isteri dengan lelaki lain.

4. Memasukkan benih yang disenyawakan selepas kematian suami-isteri.

Adapun teknik inseminasi buatan lebih disebabkan karena faktor sulitnya terjadi pembuahan alamiah karena sperma suami yang lemah atau tidak terjadinya pertemuan secara alamiah antara sel air mani dan sel telur. Untuk meningkatkan peluang keberhasilan seperti halnya pada proses bayi tabung, calon ibu yang akan menjalani inseminasi buatan dirangsang dan mulai pada awal siklus menstruasi agar pada saat ovulasi indung telur menghasilkan beberapa telur yang matang (dalam keadaan normal, hanya satu telur yang dilepaskan per-ovulasi).

Sel air mani yang diinjeksi melalui kateter juga diproses terlebih dahulu agar terseleksi dan terkonsentrasi, sehingga kualitasnya baik dan jumlahnya cukup16 . Masalah

inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan dikalanganngan umat agama Islam baik ditingkat nasional maupun internasional.

Majlis Tarjih Muhammadiayah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan

inseminasi buatan dengan sel air mani donor dan ovum donor atau yang akan penulis sebut dengan Sewa Rahim, dan memperbolehkan pembuahan buatan dengan sel air mani suami dan ovum dari isteri sendiri17. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras

15

Ablah Al-hahwi., Dirasat Fiqhiyyah mu’asirah Kaherah. (Universiti Al-azhar, 2001) hal 41

16 Utomo Setiawan., “Inseminasi Buatan dan Bayi Tabung” Artikel Era Muslim Edisi Juni 2000.

17 Antara News., “Fatwa Inseminasi Buatan atau Bayi Tabung” dapat diakses di h t t p // www. antara.co.id.

(11)

pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan (ibu pengganti) dan seleksi jenis kelamin anak, hal ini dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Mantan ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kartono Muhammad juga pernah melemparkan masalah

inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel air mani dan ovum nya berasal dari suami-isteri sendiri18.

Hukum mengenai inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sel air mani atau ovum

suami isteri sendiri, baik dengan cara mengambil sel air mani suami kemudian disuntikan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus isteri, maupun dengn cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim isteri, maka hal ini dibolehkan, asalkan keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi

buatan untuk membantu pasangan suami isteri dengan kaidah “Al hajatu tanzilu manzilah al dharurat” (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlukan seperti keadaan

darurat)19.

Penulis memandang hal tersebut dengan mendasar pada salah satu tujuan hukum Islam yang dirumuskan oleh Abu Ishaq Al-shatibi adalah memelihara keturunan20. Abu

Ishaq Al Shatibi merumuskan lima tujuan Islam, yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kelima tujuan hukum Islam tersebut didalam kepustakaan disebut dengan Al-Maqasid Al Khamsah atau Al Maqasid Al Shariah. Hukum-hukum Syara yang

18 SetiawanBudi., “Kolom Konsultasi Bayi Tabung”., dapat diakses di w w w. M e d ia islam. Com., diakses

pada tanggal 15 Maret 2012.

19

Antara News., “Fatwa Inseminasi Buatan atau Bayi Tabung”., dapat diakses di http // www .antara. co.id ., diakses pada tanggal 16 Maret 2012.

20 Daud Mohammad., Hukum Islam: Pengaturan Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia.,

(12)

berkaitan dengan penyewaan rahim adalah penentuan Nasab (keturunan) anak sangat penting dari segi Syara karena Nasab memberikan kesan kepada banyak hukum Syara

yang berkaitan dengan anak, ibu, bapak dan kedua-duanya21.

Hukum dan Syara yang berkaitan ibu bapak adalah tanggung jawab untuk berbuat baik sebagainya. Para Ulama bersepakat bahwa sewa rahim adalah haram dipandang dari sisi hukum Islam karena membawa penghinaan kepada kemuliaan wanita sebagai manusia yang telah dimuliakan oleh Allah S.W.T dan terkesan seumpama barang dagangan yang bisa diperjualbelikan. Negara barat tersebar luas wakil-wakil khusus untuk penyewaan rahim, seolah-olah rahim diperniagakan untuk keuntungan kebendaan semata-mata. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan konsep akhlak agama Islam yang mengiktiraf persamaan dan kebebasan dikalangan manusia. Seperti yang dikatakan pada firman Allah S.W.T22

“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami beri mereka didaratan dan lautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang kami ciptakan.”

Firman Allah S.W.T ini dianut dan dipatuhi oleh mayoritas orang, sebab itu lah bahwa sebenarnya sewa rahim itu sendiri belum begitu memasyarakat. Permasalahan seorang perempuan yang bersedia mengandung bayi yang bukan anaknya hanya sebenarnya lebih dikenal kalangan tertentu saja, misalnya kalangan medis, itu sebabnya tidak heran jika sampai saat ini belum ada hokum positif yang jelas dan tegas mengatur tentang sewa rahim.

Hal ini menjadi penting untuk diteliti karena masyarakat Indonesia tidak terlepas dari perkembangan dunia yang sangat signifikan. Cepat atau lambat Sewa Rahim akan

21 Al-alim Yusuf “Al-Islamiyyah, Kaherah, Daral hadith, t.t.m/s.437.

22 Kementerian Urusan Agama Islam., Wakaf, Da’wah dan Irsyad Kerajaan Saudi Arabia., Al-quran dan

(13)

dikenal luas dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi suatu kebutuhan bagi banyak orang, dan ketika hal itu sudah terjadi hukum haruslah siap dengan segala perangkat hukumnya.

C. Penutup.

Perspektif hukum positif Indonesia menganai perjanjian sewa rahim (Gestational Agreement) yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri yang tidak memiliki anak dengan ibu pengganti (Surrogate Mother) belum memiliki jaminan hukum yang pasti. Perjanjian sewa menyewa rahim masih cendrung melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang itu sendiri. Adapun Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan belum secara tegas melegalkan tentang sewa rahim seorang ibu pengganti. Hukum Islam pun demikian memandang bahwa perbuatan sewa menyewa rahim ini dapat merusak hakikat keibuan yang dimuliakan di dalam Al-quran dan Hadist.

Kedudukan hukum anak yang lahir dari rahim ibu pengganti (Surrogate Mother), yang telah melakukan perjanjian sewa rahim (Gestational Agreement) dengan pasangan suami istri pemilik benih menurut pandangan Agama Islam menimbulkan ketidakpastian

nasab. Status hukum anak dan penerapan hukum kewarisannya pun menjadi sangat rumit. Anak hasil inseminasi buatan (bayi tabung) merupakan anak sah, namun jika embrionya diimplementasikan ke dalam rahim wanita yang bersuami maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih.

Untuk menentukan status hukum anak yang lahir dari rahim ibu pengganti menurut Ijtima’Ulama Komisi Fatwa MUI, yang menetapkan status anak yang dilahirkan

(14)

dari hasil yang diharamkan (proses transfer embrio ke rahim titipan) adalah anak laqith

atau semacam anak temuan sebagai acuan yang pasti dan berdasarkan atas ketentuan hukum Islam.

Fakta di lapangan terlihat bahwa penitipan janin pada rahim ibu pengganti menimbulkan kontroversi dan ketidakpastian hukum meliputi penentuan hukum anak atau nasab anak yang lahir dari sewa rahim karena terdapat perbedaan ibu pemilik benih dengan ibu yang melahirkan. Hal ini menimbulkan kegelisahan dan ketidakjelasan bagi mereka yang ingin, akan dan yang telah melakukan sewa rahim ini. Tuntutan mereka adalah, sebagai warga Negara dalam sebuah Negara hukum harusnya ada hukum yang jelas untuk melindungi nasib dan kepentingan warga negaranya.

Maka untuk mencegah serta mengakhiri ketidakpastian hukum yang timbul akibat perbuatan penitipan janin, masalah ini harus segera diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan yang khusus dan terdapat ketentuan sanksi bila melanggarnya. Adanya kepastian hukum bagi mereka yang hendak melakukannya dan yang sudah melakukannya, diperlakukan dan dilindungi haknya sebagai warga negara dalam sebuah negara hukum yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Setelah ditegaskannya aturan hukum seperti yang dimaksud penulis dalam poin pertama di atas, selanjutnya dalam ranah sosiologis, untuk mengurangi stigma negative masyarakat mengenai sewa rahim, pasangan yang melakukan sewa rahim dan khususnya anak yang lahir dari hasil sewa rahim maka perlu ada kerjasama pemerintah dengan masyarakat baik mengikutsertakan pihak swasta agar apa sebenarnya sewa rahim itu bukanlah zina semata namun lebih ke ranah atas alasan kesehatan, sehingga tidak ada intimidasi terhadap pelaku sewa rahim dan anak yang lahir dari sewa rahim juga

(15)

keluarganya, yang hak dan kewajibannya dilindungi juga oleh negara. Pentingnya pengatahuan yang lebih maju untuk masyarakat Indonesia khususnya mengenai teknologi reproduksi, maka menurut penulis, tulisan ini layak dan perlu disebarluaskan

Referensi

Dokumen terkait

Dan Status hukum anak akibat penyangkalan terhadap sahnya anak ditinjau dari Kitab Hukum Undang-Undang Perdata bahwa anak yang disangkal oleh ayahnya hanya mempunyai hubungan

Hak- hak dan kewajiban orang tua terhadap anak dapat ditemui didalam Kitab Undang- undang Hukum Perdata dan Undang-undang pokok perkawinan No.1 tahun 1974, Namun hak dan kewajiban

Sedangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) anak luar kawin akan mempunyai hubungan keperdataan dengan orang tuanya maka anak luar kawin harus

Status anak luar kawin dalam sistem Hukum Perdata, Hukum Islam, dan Hukum Adat termasuk dalam sejumlah ketentuan hukum positif seperti Undang-Undang No.1 Tahun

Berbeda dengan ketentuan yang ter- dapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ketentuan yang terdapat dalam Un- dang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu pada

Hal itu mendorong para pembuat Undang-undang khususnya Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) membuat suatu lembaga pengakuan, sehingga menimbulkan akibat hukum terhadap

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “tentang perikatan-perikatan yang

Menurut kitab Undang-undang Perdata, tidak ada ketentuan yang memberikan pembatasan tentang hibah yang diberikan si pemberi hibah sebagaimana yang diatur dalam Hukum Kompilasi