• Tidak ada hasil yang ditemukan

e-journal PJKR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (Vol 8, No 2, Tahun 2017)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "e-journal PJKR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (Vol 8, No 2, Tahun 2017)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STAD DIBANDINGKAN DENGAN

NUMBERED HEAD

TOGETHER

TERHADAP HASIL BELAJAR TEKNIK DASAR

PASSING

SEPAK BOLA

Gd. Suarjuliasa,

I Kt. Budaya Astra

,

I Gd. Suwiwa

Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha,

Kampus Tengah Undiksha Singaraja, Jalan Udayana Singaraja-Bali Tlp. (0362)

32559

e-mail: {de2016juli@gmail.com, budayaastra27868@gmail.com, suwiwagede@gmail.com.} @undiksha.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe

students teams achievemen divisions (STAD) dibandingkan dengan numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar teknik dasar passing (menggunakan kaki bagian dalam dan kaki bagian luar) sepak bola.Penelitian ini adalah penelitian eksperimen sungguhan dengan menggunakan rancangan penelitian the randomized pretests-postest control group the same subject design. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Singaraja tahun pelajaran 2016/2017 berjumlah 62 orang yang terdistribusi ke dalam dua kelas yaitu kelas VIIIA dan kelas VIIIJ. Pengundian kelompok eksperimen (STAD) dan kelompok kontrol (NHT) dilakukan dengan simple random sampling berdasartkan kelas. Data hasil belajar dikumpulkan melalui tes

objektif, observasi dan unjuk kerja. analisis data menggunakan Uji-t dengan bantuan

SPSS 16.0 for Windows. Angka signifikansi yang diperoleh melalui Uji t adalah p<0.012. Disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap peningkatan hasil belajar teknik dasar passing sepak bola siswa pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Singaraja tahun pelajaran 2016/2017. Dengan demikian disarankan kepada guru penjasorkes dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada pembelajaran

passing sepak bola karena terbukti berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa.

Kata-kata kunci: Kooperatif, STAD, NHT, hasil belajar, sepak bola

Abstract

This study aims to determine the effect of assembling cooperative learning model student team achievement division (STAD) comper with numbered head together

(NHT) to the learning outcomes of basic techniques of passing (using the inner and outer foot) football. This study was a true-experimental research study using the randomized pretest posttest control group the same subject design. The research subject was students of class VIII SMP Negeri 5 Singaraja academic year 2016/2017 amounted to 76 persons distributed into two classes: class VIII A and class VIII J. The draw of the experimental group and the control group was performed with simple random sampling. Data were collected through objektif tests, observation and performance tests. Data analysis using t-test with SPSS 16.0 for Windows. Significance obtained through t-test was p<0.12. It was concluded that the appliocation of STAD type cooperative lerningmodel was influenced by NHT type cooperative lerning model toward improving lerning outcomes of the basic technique of passing soccer of student on the student of garde VIII SMP Negeri 5 Singaraja of academic year 2016/2017. Thus, it is suggested to the techer of the penjasorkes to apply STAD type cooperative learning model copared to cooperative lerning football passing because it proved to have an effect on the improvement of student learning outcomes.

(2)

PENDAHULUAN

Pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi antara siswa dan guru agar dapat pengalaman belajar dari

kegiatan tersebut dengan demikian,

pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa agar siswa

tersebut dapat mencapai tujuan

pembelajaran. Salah satu faktor yang

berperan penting dalam kegiatan

pemebelajaran adalah guru. Peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik

meliputi merencanakan, menyiapkan,

menyelenggarakan, dan mengevaluasi hasil belajar.

Dalam upaya mencapai hasil belajar yang baik dalam pembelajaran penjasorkes, guru penjasorkes perlu

mengupayakan peningkatan kualitas

pembelajaran dan efektivitas model

pembelajaran. Untuk mengaktualisasikan

hal tersebut diperlukan model

pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran yang dapat melibatkan banyak siswa dalam proses pembelajaran sehingga membantu siswa lebih aktif dan kreatif dalam beraktivitas, sehingga hasil belajr siswa menjadi meninggkat.

Berdasarkan nilai yang diperoleh dari guru penjasorkes SMP Negeri 5 Singaraja pada tanggal 25 Oktober 2016 mengenai proses pembelajaran teknik

Dasar Passing dalam Sepak Bola di kelas

VIII SMP Negeri 5 Singaraja tahun ajaran

2016/2017, dengan nilai ketuntasan

minimal (KKM) yaitu 75. Dilihat dari presentase hasil belajar dimana dapat dikatagorikan menjadi 4 rentangan yaitu 0-50 (kurang), 51-74 (cukup), 75-84 (baik) dan 85-100 (sangat baik). Ditemukan bahwa pada kelas VIII A yang terdiri dari 32 orang siswa terdapat 5 siswa dinyatakan kurang (18,7%) tidak tuntas, 16 siswa dinyatakan cukup (50%) tidak tuntas, 8 siswa dinyatakan baik (25%) tuntas, 3 siswa dinyatakan sangat baik (9,3%) tuntas. Sedangkan pada kelas VIII J yang terdiri dari 30 orang siswa terdapat 4 siswa dinyatakan kurang (13,3%) tidak tuntas, 18 siswa dinyatakan cukup (60%) tidak tuntas, 6 siswa dinyatakan baik (20%) tuntas, 2 siswa dinyatakan sangat

baik (6,7%) tuntas. Dengan menganalisis

data hasil belajar siswa secara

keseluruhan terlihat hasil belajar masih tergolong rendah dan kurang karena belum memenuhi Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) mata pelajaran

Penjasorkes sekolah kelas VIII SMP Negeri 5 Singaraja.

Dalam meningkatkan kualitas

pembelajaran teknik dasar passing sepak

bola dengan menggunakan kaki bagian dalam dan kaki bagian luar, guru

penjasorkes diharapkan mampu

menguasai dan menerapkan berbagai macam model pembelajaran atau teknik penyampaian materi yang tepat dan menarik yang nantinya dapat mendorong minat belajar, sehingga siswa tidak merasa jenuh dan merasa cepat bosan dalam mengikuti proses pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat ditawarkan adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan menjadi beberapa tipe, salah satunya

adalah Student Team Achievement

Divisison (STAD) (Trianto, 2007), sebagai

salah satu alternatif yang tepat untuk dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar, menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar yang

beranggotakan 4-5 orang yang

merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan selanjutnya siswa bekerja dalam tim mereka dan memastikan seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian

siswa diberikan tes tentang materi

tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu.

Adapun keunggulan dan

kelemahan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD adalah sebagai

berikut: Keunggulan a). Siswa bekerja

sama dalam mencapai tujuan dengan

menjunjung tinggi norma-norma

kelompok. b) Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama. c) Aktif berperan sebagai tutor

sebaya untuk lebih meningkatkan

keberhasilan kelompok. d) Interaksi antar

siswa seiring dengan peningkatan

(3)

Kelemahan a) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit

mencapai target kurikulum. b)

Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran

kooperatif. c) Membutuhkan kemampuan

khusus guru sehingga tidak semua guru

dapat melakukan pembelajaran

kooperatif. d) Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.

KAJIAN TEORI

Prinsip dan pelaksanaan

sistematika pembelajaran penjasorkes

secara umum mengikuti tiga pola

pembelajaran (Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah) yaitu :”Pembelajaran

Pendahuluan, Pembelajaran Inti,

Penutup”.

1. Pembelajaran Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan guru.

a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran,

b. Memberi motivasi belajar siswa secara

kontekstual sesuai manfaat dan

aplikasi materi ajar dalam kehidupan

sehari-hari, dengan memberikan

contoh dan perbandingan lokal,

nasional dan internasional;

c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan

yang mengaitkan pengetahuan

sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari,

d. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan

e. Menyampaikan cakupan materi dan

penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.

2. Pembelajaran Inti

Pelaksanaan kegiatan inti

merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar (KD) yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat dan

perkembangan fisik serta psikologis

peserta didik. Kegiatan inti menggunakan

metode yang disesuaikan dengan

karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. 1. Eksplorasi

Eksplorasi adalah kegiatan untuk

memperoleh pengalaman-pengalaman

baru dari situasi yang baru. Dalam kegiatan eksplorasi yang dilakukan guru adalah:

a. Melibatkan peserta didik mencari

informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber.

b. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain.

c. Memfasilitasi terjadinya interaksi

antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.

d. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. e. Memfasilitasi peserta didik melakukan

percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.

2. Elaborasi

Elaborasi adalah penggarapan

secara tekun dan cermat. Dalam kegiatan elaborasi yang dilakukan oleh guru adalah:

a. Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna. b. Memfasilitasi peserta didik melalui

pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.

c. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.

d. Memfasilitasi peserta didik dalam

pembelajaran kooperatif dan

kolaboratif.

e. Memfasilitasi peserta didik

berkompetisi secara sehat untuk

meningkatkan prestasi belajar.

f. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik

(4)

lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok.

g. Memfasilitasi peserta didik untuk

menyajikan hasil kerja individual

maupun kelompok.

h. Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan.

i. Memfasilitasi peserta didik melakukan

kegiatan yang menumbuhkan

kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

3. Konfirmasi

Konfirmasi adalah pembenaran, penegasan, dan pengesahan sesuatu. Dalam kegiatan konfirmasi yang dilakukan oleh guru adalah:

a. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan,

isyarat, maupun hadiah terhadap

keberhasilan peserta didik.

b. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber.

c. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

d. Memfasilitasi peserta didik untuk

memperoleh pengalaman yang

bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.

e. Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan

peserta didik yang menghadapi

kesulitan, dengar menggunakan

bahasa yang baku dan benar. f. Membantu menyelesaikan masalah. g. Memberi acuan agar peserta didik

dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi.

h. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh.

i. Memberikan motivasi kepada peserta

didik yang kurang atau belum

berpartisipasi aktif. 3. Kegiatan Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. Dalam kegiatan penutup yang dilakukan oleh guru adalah:

a. Bersama-sama dengan peserta

didik/sendiri membuat

rangkuman/simpulan pelajaran. b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi

terhadap kegiatan yang sudah

dilaksanakan secara konsisten dan terprogram.

c. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut

dalam bentuk pembelajaran remedi,

program pengayaan, layanan

konseling dan/atau memberikan tugas

baik tugas individual maupun

kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik.

e. Menyampaikan rencana

pembelajaran pada pertemuan

berikutnya.

Berdasarkan penjelasan di atas,

peneliti menggunakan model

pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini. Alasan peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif karena model pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk berpikir kritis, melatih siswa untuk belajar bekerjasama dengan anggota lain dalam satu kelompok, dan dapat melatih siswa untuk belajar saling menghargai antar sesama, sehingga siswa secara otomatis memiliki kepribadian yang baik. Model pembelajaran kooperatif dapat dirasakan langsung oleh peserta didik karena telah diterapkannya pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sendiri

(student centered), dimana peserta

didiklah yang menemukan permasalahan

serta dipecahkan bersama dengan

peserta didik lainnya serta dibantu oleh

guru. Disamping itu juga, melalui

pembelajaran kooperatif, siswa akan memiliki rasa tanggung jawab dan mampu berkomunikasi yang baik dengan teman sebayanya.

Pembelajaran kooperatif adalah

suatu strategi pembelajaran yang

terstruktur dan sistematis, dimana

kelompok-kelompok kecil bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.

Dalam pembelajaran kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka

diajarkan keterampilan-keterampilan

(5)

baik di dalam kelompoknya, seperti

menjadi pendengar aktif, memberi

penjelasan teman kelompok dengan baik, dan dapat melakukan diskusi kelompok. Pembelajaran belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran.

Menurut (Trianto, 2007),

pembelajaran kooperatif bertujuan untuk: “(1) meningkatkan partisipasi siswa, (2) memfasilitasi siswa dengan pengalaman

sikap kepemimpinan dan membuat

keputusan dalam kelompok, dan (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar

bersama-sama siswa yang berbeda latar

belakangnya”. Jadi, model pembelajaran

kooperatif merupakan model yang

mengkondisikan siswa bekerja bersama untuk memperoleh tujuan bersama dalam kelompok-kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda.

Terdapat lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (Santyasa, 2005) yaitu: “a) saling ketergantungan positif, b) interaksi tatap muka, c) keterampilan-keterampilan kolaboratif, d) pemrosesan interaksi-interaksi kelompok, e) tanggung jawab individu”. Penjelasan dari kelima

unsur dasar dalam pembelajaran

kooperatif sebagai berikut.

a. Saling Ketergantungan Secara Positif

Saling ketergantungan secara

positif adalah perasaan antar kelompok siswa untuk membantu setiap orang dalam kelompok tersebut. Cara-cara mempromosikan saling ketergantungan secara positif dalam kelompok meliputi: tujuan, penghargaan, peranan, sumber dan identitas.

b. Interaksi Tatap Muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi.

c. Keterampilan-keterampilan Kolaboratif

Keterampilan-keterampilan

kolaboratif yang baik adalah sangat

penting tidak hanya untuk sukses di luar sekolah dengan teman dan keluarga, tetapi juga dalam karir. Guru memilih suatu keterampilan kolaboratif hendaknya

lebih menekankan pada kesesuaian

dengan karakteristik masing-masing

pelajaran. Namun tidak menutup

kemungkinan bahwa akan terdapat

keterampilan yang sama untuk beberapa pelajaran.

d. Pemrosesan Interaksi-interaksi

Kelompok

Sebagai bagian dari

masing-masing unit dimana pembelajaran

kooperatif digunakan, waktu hendaknya direncanakan paling tidak sekali untuk para siswa mendiskusikan bagaimana sebaiknya kelompok mereka bekerja bersama. Pemrosesan interaksi kelompok

memiliki dua aspek. Pertama,

menjelaskan tentang keberfungsian

kelompok. Kedua, kelompok akan

mendiskusikan apakah interaksi mereka perlu diperbaiki. Pemrosesan interaksi kelompok ini membantu kelompok belajar bagaimana berkolaborasi dengan lebih efektif, dimana dapat ditetapkan selama atau diakhir kegiatan.

e. Tanggung Jawab Individu

Satu hal yang paling umum bagi siswa bekerja dalam kelompok adalah bahwa beberapa anggota kelompok akan mengakhiri semua pekerjaan dan semua pembelajaran. Jadi, mendorong setiap

orang dalam kelompok untuk

berpartisipasi dan belajar merasakan bertanggung jawab secara individual untuk keberhasilan kelompok mereka.

Alasan peneliti memilih model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

karena dari observasi awal yang

dilakukan, guru penjasorkes mengajar

dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT dan keberhasilan dari para peneliti yang lain

menggunakan model kooperatif tipe

STAD, hal ini yang mendorong peneliti

menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD. STAD merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. (Trianto, 2007) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan 4-5

(6)

menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan selanjutnya siswa bekerja dalam tim mereka dan memastikan seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu.

Pembelajaran kooperatif tipe

STAD membutuhkan persiapan-persiapan

yang matang sebelum kegiatan

pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain:

1) Perangkat pembelajaran

Sebelum melaksanakan kegiatan

pembelajaran ini, perlu dipersiapkan

perangkat pembelajarannya yang meliputi Rencana Pembelajaran (RP), Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta lembar jawabannya.

2) Membentuk kelompok kooperatif Menentukan anggota kelompok

diusahakan agar kemampuan siswa

dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan, kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang sosial.

3) Menentukan skor awal

Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai tes sebelumnya.

4) Pengaturan posisi siswa

Pengaturan posisi dalam pembelajaran

kooperatif sangat penting untuk

menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif. Apabila tidak ada pengaturan, maka dapat menimbulkan kekacauan

yang mennyebabkan gagalnya

pembelajaran pada kelas kooperatif. 5) Kerja kelompok

Untuk mencegah adanya

hambatan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD maka perlu diadakan latihan kerjasama kelompok yang bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.

Berdasarkan pada Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang penilaian belajar, yang dimagsud dengan hasil belajar yaitu pembelajaran yang dilakukan guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pemcapaian kompetensi

peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan pembelajaran.

Penilaian dilakukan secara

konsisten, sistematis, dan terprogram dengan menggunakan tes maupun nontes dalam bentuk lisan maupun nonlisan, pengamatan kerja, pengukuran sikap, penialian hasil karya berupa tugas, proyek atau produk portopolio, dan penialian diri. Penilaian hasil belajar menggunakan

Standar Penilaian Pendidikan dan

Panduan Penilaian Kelompok Mata

Pelajaran.

Berdasarkan taksonomi Bloom (Mudjiono,

2006) “mengkatagorikan jenis perilaku

dan kemampuan internal akibat belajar, antara lain: a) ranah kognitif, b) ranah afektif, dan c) ranah psikomotor”. Adapun penjelasan dari ketiga ranah di atas sebagai berikut:

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku antara lain sebagai berikut.

1. Pengetahuan yakni pencapaian

kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan ini berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip dan metode.

2. Pemahaman yang mencakup

kemampuan menangkap arti dan

makna tentang yang dipelajari.

3. Penerapan yang mencakup

kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

4. Analisis yang mencakup kemampuan

terperinci suatu kesatuan ke dalam

bagian-bagian sehingga struktur

keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

5. Sintesis yang mencakup kemampuan

membentuk suatu pola baru.

6. Evaluasi yang mencakup kemampuan

membentuk pendapat tentang

beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

b. Ranah Afektif

1. Penerimaan yang mencakup

kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan.

(7)

2. Partisipasi yang mencakup kerelaan,

kesediaan memperhatikan, dan

berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

3. Penilaian dan penentuan sikap yang mencakup menerima suatu nilai,

menghargai, mengakui dan

menentukan sikap.

4. Organisasi yang mencakup

kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup.

5. Pembentukan pola hidup yang

mencakup kemampuan menghayati nilai membentuknya menjadi nilai kehidupan pribadi

c. Ranah Psikomotor

1. Persepsi yang mencakup

kemampuan memilah hal-hal secara khas dan menyadari akan adanya perbedaan yang khas tersebut.

2. Kesiapan yang mencakup kesiapan

menempatkan diri dalam keadaan di mana akan terjadinya suatu gerakan atau rangkaian gerak.

3. Gerakan terbimbing yang mencakup

kemampuan melakukan gerakan

sesuai dengan contoh atau gerakan peniruan.

4. Gerakan yang terbiasa yang

mencakup kemampuan melakukan gerakan tanpa contoh.

5. Gerakan kompleks yang mencakup

kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lancar, efisien dan tepat.

6. Penyesuaian gerak yang mencakup

kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerak dengan persyaratan khusus yang berlaku.

“Permainan sepak bola dimainkan

oleh dua tim yang masing-masing

beranggotakan 11 orang. Masing-masing tim mempertahankan sebuah gawang dan mencoba menjebolkan ke gawang lawan” (I Made Satyawan, 2012). Setiap tim memiliki kiper yang mempunyai tugas

untuk menjaga gawang. Kiper

diperbolehkan untuk mengontrol bola dengan tangannya di dalam daerah

penalti.Pemain lainnya tidak

diperbolehkan menggunakan tangan atau lengan mereka untuk mengontrol bola,

tetapi mereka dapat menggunakan kaki, tungkai, atau kepala. Gol diciptakan dengan menendang atau menanduk bola ke dalam gawang lawan. Setiap gol dihitung dengan skor satu, dan tim yang

paling banyak menciptakan gol

memenangkan permainan.

Sepak bola sejatinya adalah

permainan tim. Walaupun pemain yang

memiliki keterampilan tinggi bias

mendominasi pada kondisi tertentu,

seorang pemain sepak bola harus saling bergantung pada setiap anggota tim untuk

menciptakan permainan cantik dan

membuat keputusan tepat.

Tim sepak bola terdiri dari sepuluh pemain lapangan dan satu penjaga gawang.Keterampilan untuk mengoper dan menerima bola membentuk jalinan vital yang menghubungkan kesebelas pemain ke dalam satu unit yang berfungsi

lebih baik dari pada

bagian-bagiannya.Ketepatan, langkah, dan waktu pelepasan bola merupakan bagian yang penting dari kombinasi pengoperan bola yang berhasil. Keterampilan mengoper dan menerima bola yang tidak baik akan

mengakibatkan lepasnya bola dan

membuang-buang kesempatan untuk

menciptakan gol.

Adapun teknik dasar permainan sepak bola menurut (Mielke, 2003) adalah

sebagai berikut: “1) menggiring bola

(dribbling), 2) mengoper (passing), 3)

menghentikan bola (trapping), 4)

lemparan ke dalam (throw-in), 5)

menyundul bola (heading), 6) mengecoh

dan membalik (tricks and turns), 7)

menembak (shooting)”.

1. Menggiring bola (dribbling)

Menggiring bola adalah

keterampilan dasar dalam sepak bola karena semua pemain harus mampu menguasai bola saat sedang bergerak, berdiri, atau siap melakukan operan atau tembakan.

2. Mengoper (passing)

Passing adalah seni memindahkan

momentum bola dari satu pemain ke

pemain lain. Passing membutuhkan

banyak teknik yang sangat penting agar dapat tetap menguasai bola.

(8)

Menghentikan bola (trapping) baik dengan menggunakan kaki, paha, atau dada merupakan bagian yang sangat penting mengontrol bola.Trapping terjadi ketika seorang pemain menerima passing atau menyambut bola dan mengontrolya

sedemikian rupa sehingga pemain

tersebut dapat bergerak dengan cepat untuk melakukan dribbling, passing dan

shooting.

4. Lemparan ke dalam (throw-in)

Lemparan ke dalam (throw-in)

adalah salah satu keterampilan yang sering diabaikan dalam sepak bola.

Penggunaan throw-in yang benar dapat

menciptakan banyak peluang untuk

mengontrol bola dan mencetak gol selama

pertandingan.Salah satu kunci

keberhasilan dalam melakukan throw-in

adalah komunikasi. Pelempar dan

penerima bola harus mengetahui apa yang akan dilakukan masing-masing sebelum lemparan tersebut dilakukan. Arah dan kecepatan penerima bola akan menentukan bagaimana pelempar bola melemparkan bolanya.

5. Menyundul bola (heading)

Salah satu cirri unik sepak bola adalah kepala boleh digunakan untuk memainkan bola di udara.Banyak sekali perdebatan berkaitan dengan permainan menggunakan kepala.Beberapa penelitian

telah menunjukkan bahwa terdapat

kemungkinan fatal yang bisa diakibatkan

karena heading. Di samping

kekhawatiran-kekhawatiran tersebut,

pemain yang telah berpengalaman bisa melakukan gerak yang sangat berharga ini dengan aman jika telah menerima pelatihan yang tepat tentang teknik yang benar.Ketika dilakukan dengan benar,

heading memberikan dimensi yang cukup

besar pada permainan. Para pemain bisa

melakukan heading ketika sedang

meloncat, melompat ke depan,

menjatuhkan diri (diving), atau tetap diam dan mengarahkan bola dengan tajam ke gawang atau teman satu tim.

6. Mengecoh dan Membalik (tricks and

turns)

Perubahan kecepatan dan arah

yang cepat memungkinkan seorang

pemain untuk menghindari dan

mengalahkan lawan. Penguasaan

dasar-dasar keterampilan dribbling dan

mengontrol bola sangat diperlukan

hamper disemua situasi. Gerak mengecoh dan membalik ini memungkinkan pemain untuk menghindarkan diri dari lawan dan menciptakan peluang yang lebih baik untuk mengarahkan bola atau melakukan tembakan langsung ke gawang.

7. Menembak (shooting)

Dari sudut pandang penyerangan, tujuan sepak bola adalah melakukan

shooting ke gawang. Seorang pemain

harus menguasai keterampilan dasar

menendang bola dan selanjutnya

mengembangkan sederetan teknik

shooting yang memungkinkan untuk

melakukan tendangan dan mencetak gol dari berbagai posisi di lapangan. Ketika keterampilan seorang pemain sudah meningkat, pemain tersebut harus mulai

melakukan shooting lebih jauh dari

gawang. Kemampuan seorang pemain untuk memanfaatkan berbagai macam keterampilan yang telah dipelajari akan

mempermudah dalam melakukan

shooting. Cara yang paling tepat untuk

mengembangkan teknik shooting adalah

melatihnya berkali-kali menggunakan

teknik yang benar. Pemain akan semakin bisa menjalankan keterampilan ini di dalam pertandingan dan memanfaatkan

peluang shooting dengan baik jika

semakin banyak berlatih menggunakan situasi yang berbeda.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen

sesungguhnya (true experimental).

Rancangan pada penelitian ini adalah

rancangan the randomized

pretests-postest control group the same subject

design.”(Kanca, 2010).

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Singaraja tahun

pelajaran 2016/2017 yang tertribusi

kedalam 12 kelas yaitu VIII A sampai VIII K berjumlah 373 orang, jumlah subjek yang telah diundi peneliti diperoleh 2 kelas yaitu: siswa kelas VIII A berjumlah 32 orang dan VIII J berjumlah 30 orang, sehingga keseluruhan jumlah subjek penelitian adalah 62 orang. Dua kelas

(9)

yang ada diundi untuk menetapkan kelas yang menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan data hasil belajar dilakukan dengan cara memeberikan tes.

Analisis data dilakukan dangan

menggunakan Uji-t. Sebelum dilakukan Uji-t terlebih dahulu data diuji normalitas dan homogenitas.

HASIL dan PEMBAHASAN

Data tentang hasil belajar teknik

dasar passing sepak bola (menggunakan

kaki bagian dalam dan kaki bagian luar) diperoleh melalui tes akhir (post test)

dikurangi tes awal (pretest). Dari hasil

pengurangan pada kedua kelompok

diperoleh rata-rata skor kelompok

eksperimen = 17 sedangkan rata-rata skor kelompok kontrol = 13. Sebelum uji

hipotesis terlebih dahulu dilakukan

pengujian prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Untuk mengetahui normalitas sebaran data

digunakan rumus Kolmogorov-Smirnov

pada signifikansi 0,05. Berdasarkan

analisis yang telah dilakukan dengan

menggunakan SPSS 16.00 for Windows

(Candiasa, 2010) didapatkan hasil untuk

nilai signifikansinya kedua kelompok

adalah pada kelompok experimen

signifikansinya 0.200 dan pada kelompok control signifikasinya 0.200. Untuk semua variabel signifikansi pada uji

Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0,05. Dengan

demikan maka semua sebaran data berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil perhitungan

homogenitas data menggunakan uji

Levene’s ditunjukkan bahwa untuk hasil

belajar teknik dasar passing sepak bola siswa harga F=0.583 dengan taraf signifikansi 0,448. Dapat disimpulkan bahwa variansi pada setiap kelompok adalah sama (homogen).

Berdasarkan hasil Uji t diperoleh nilai t = 2.581 dan nilai signifikansinya = 0.012. Hasil ini dijadikan dasar dalam mengambil keputusan. Adapun keputusan yang diambil adalah tolak Ho dan terima

Ha. hasil ini menyatakan bahwa terdapat

perbedaan hasil belajar teknik dasar

passing sepak bola antara siswa yang

dibelajarkan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

dengan siswa yang dibelajarkan

menggunakan model pembelajaran

konvensional.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Elektro et al., n.d.)juga menemukan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

STAD memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran mengukur

besaran-besaran listrik dalam rangkaian

elektronika di kelas X SMK Sunan Drajat Paciran Lamongan. Selain itu Penelitan yang di lakukan oleh (Didik, Viii, & Negeri, 2013)menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap hasil belajar

matematika siswa kelas V SD GUGUS UBUD dengan nilai thitung 3,92 > ttabel 2,00.

Dari uraian di atas peneliti akan mencoba

memberikan salah satu alternatif

pemecahan masalah yaitu dengan

menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Selain itu penelitian

yang di lakukan oleh (Jasmani,

Keolahragaan, Jasmani, & Keolahragaan, 2014)dengan Judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Student Teams Achievement Division

(STAD) Terhadap Hasil Belajar Shooting

Sepak bola” Dari hasil penghitungan

diperoleh peningkatan hasil belajar

keterampilan shooting sepak bola

kelompok eksperimen sebesar 30,13%.

Hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar shooting sepak bola pada

kelompok eksperimen yang diberi

perlakuan dengan model pembelajaran

STAD lebih baik dari hasil belajar shooting

sepak bola pada kelompok kontrol yang

tidak diberi perlakuan dengan model

pembelajaran STAD.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data

dan pembahasan dapat disimpulkan

bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh lebih

tinggi dibandingkan dengan model

pembelajran kooperatif tipe NHT

terhadap hasil belajar materi teknik dasar

(10)

dan kaki bagian luar) pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri 5 Singaraja tahun pelajaran 2016/2017.

Berdasarkan hasil analisis data, pembahasan, dan kesimpulan maka dapat diajukan beberapa saran untuk proses pembelajaran dan penelitian lebih lanjut sebagai berikut. 1) Bagi guru Penjasorkes, model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas. 2) Penelitian ini dilaksanakan pada

pokok bahasan teknik dasar passing

sepak bola (kaki bagian dalam dan kaki bagian luar) di kelas VIIIA SMP Negeri 5 Singaraja, sehingga untuk memperoleh

bukti-bukti yang lebih umum dari

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan peneliti lain untuk mencoba pada pokok bahasan lain untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran Penjasorkes secara lebih

mendalam. 3) Penelitian ini hanya

mengukur ada atau tidaknya pengaruh dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar teknik dasar

passing sepak bola (kaki bagian dalam

dan kaki bagian luar tanpa meneliti lebih jauh arah pengaruh yang diberikan. Di waktu mendatang dapat dilakukan suatu penelitian untuk meneliti sejauh mana arah pengaruh yang diberikan oleh model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

terhadap hasil belajar Penjasorkes siswa.

DAFTAR RUJUKAN

Candiasa, I. M. (2010). Statistik Univariat

dan Bivariat Disertai Aplikasi SPSS.

Singaraja.

Didik, P., Viii, K., & Negeri, S. M. P. (2013). Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe, 72, 1–

13.

Elektro, P. T., Teknik, F., Surabaya, U. N., Elektro, T., Teknik, F., & Surabaya, U. N. (n.d.). PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN SOFTWARE MULTISIM TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA

PEMBELAJARAN MENGUKUR BESARAN-BESARAN LISTRIK DALAM RANGKAIAN

ELEKTRONIKA DI KELAS X SMK SUNAN DRAJAT PACIRAN LAMONGAN Frendi Bagus Septianto.

I Made Satyawan. (2012). Buku Ajar

Permainan Sepak Bola. Singaraja.

Jasmani, M. S.-P., Keolahragaan, F. I., Jasmani, D. S.-P., & Keolahragaan, F. I. (2014). PENGARUH

PENERAPAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS

ACHIEVEMENT DIVISION ( STAD ) TERHADAP HASIL BELAJAR SHOOTING SEPAKBOLA ( Studi pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri ) Bijak Adhi Suroyo Sasminta Christina Yuli Hartati, 2, 56–60.

Kanca, I. N. (2010). Metodologi Penelitian Pengajaran Pendidikan Jasmani dan

Olahraga. Singaraja.

Mielke, D. (2003). Dasar-Dasar Sepak

Bola. Bandung.

Mudjiono, D. dan. (2006). Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta.

Santyasa, I. W. (2005). Belajar dan

Pembelajaran. Singaraja.

Trianto. (2007). Model-Model

Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan penelitian ini yaitu tempat penelitian dilakukan di Lamongan, penelitian hanya menganalisis peningkatan berat badan sebelum dan selama pemakaian KB suntik,

Alhamdulillah, segala puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul:

1) Pelaksanaan Pemungutan Pajak Restoran Dalam Memajukan Sumber Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru di Kecamatan Marpoyan Damai Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 06

Ketika pada kondisi dominan unbalance , maka getaran radial (horizontal dan vertikal) akan secara normal jauh lebih tinggi dibandingkan axial. Pada motor normal,

Ibu Nanik Wahyuni, SE., M.Si., Ak., CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang sekaligus Dosen Pembimbing

Sementara itu, budaya religi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah budaya yang muncul dari pengaruh masuk dan berkembangnya suatu kepercayaan yaitu agama islam

Baik buruknya strukturnya keluarga memberikan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak. Apabila rumah tangga terus menerus dipenuhi konflik yang