• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran 1. Rangkuman Data Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lampiran 1. Rangkuman Data Penelitian"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Rangkuman Data Penelitian

No. PERNYATAAN KUNCI PENDAPAT NARASUMBER

1. Filosofi dana bergulir • Menurut Ahli keuangan Negara, Machfud Sidik,

dana bergulir adalah salah satu bentuk intervensi pemerintah di bidang ekonomi dalam rangka meningkatkan keadilan. Merupakan

perwujudan fungsi distribusi, yang menyeimbangkan fungsi efisiensi dan fungsi

keadilan. Ada keberpihakan terhadap

masyarakat golongan ekonomi lemah. Kebijakan ini dianggap penting untuk mendongkrak perekonomian.

• Menurut Plt. Kepala Biro Keuangan

Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Elly Muchtoria, dana bergulir penting untuk

menstimulasi perekonomian, terutama koperasi dan UKM.

• Menurut Deputi Bidang Pembiayaan

Kementerian KUKM, Agus Muharram, program dana bergulir hakikatnya adalah bantuan. Dengan alasan ingin menjaga agar pemanfaatan dana benar-benar untuk kegiatan produktif, dan karena jumlah koperasi yang membutuhkan bantuan sangat banyak, maka dibuatlah konsep bergulir.

• Menurut Kepala Bidang pada Kanwil Ditjen

Perbendaharaan Gorontalo, Edward Nainggolan dan Auditor Badan Pemeriksa Keuangan, M.

Imam Asyhari, kemampuan keuangan negara

terbatas, sedangkan rakyat yang membutuhkan dana bergulir jumlahnya besar. Hal inilah yang mendasari diterapkannya pola dana bergulir.

• Menurut Ahli keuangan negara, Roy V. Salomo,

Kepala Bidang Program Pendanaan Usaha Mikro dan Dana Bergulir, Adi Trisnojuwono, serta Asisten Deputi Bidang Program Pendanaan Deputi Bidang Pembiayaan, Eddy Setyawan,

dana bergulir bermanfaat membuka akses

koperasi dan UKM kepada permodalan/perbankan.

(2)

2. Enterpreneurship Menurut Edward Nainggolan dan Machfud Sidik,

dana bergulir diharapkan mampu menumbuhkan

enterpreneurship di kalangan masyarakat ekonomi lemah.

3. Pemahaman tentang program dana

bergulir berbeda-beda antar stakeholders.

•Seluruh narasumber yang berasal dari

Kementerian Negara Koperasi dan UKM berpendapat bahwa dana bergulir adalah dana yang bergulir di masyarakat, dan merupakan dana abadi di masyarakat.

•Seluruh narasumber yang berasal dari

Departemen Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan maupun Ahli keuangan negara,

sepakat bahwa dana bergulir adalah bagian

dari keuangan negara, bukan uang hilang, sehingga harus dapat dikembalikan.

• Narasumber dari Kementerian Negara Koperasi

dan UKM menyadari bahwa pemahaman institusinya terhadap program dana bergulir berbeda dengan definisi dan kriteria dana bergulir menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Kronologi kebijakan pengelolaan

program dana bergulir Kementerian Negara Koperasi dan UKM

Menurut Agus Muharram :

• Sifat dana bergulir Program Kompensasi

Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) yang disalurkan sejak tahun 2001 adalah subsidi, sehingga tidak dicatat sebagai aset dalam neraca.

• Pada tahun 2003 terjadi pergantian kebijakan,

dengan menggantijuknis penyaluran dana

bergulir dari bantuan menjadi pinjaman.

• Tujuan pergantian kebijakan tersebut adalah

untuk menghindari kesan pemberian cuma-cuma. Diharapkan pergantian kebijakan akan

mengeliminir potensi moral hazard.

• Kebijakan sebenarnya, dana bergulir yang

disalurkan sudah dianggap sebagai milik masyarakat.

5. Subsidi/pemberian dana cuma-cuma

(charity) kepada masyarakat tidak mendidik

Dengan berbagai bentuk penyampaian, pada dasarnya baik Edward Nainggolan, Elly Muchtoria,

maupun Agus Muharram setuju dengan pernyataan

bahwa pemberian cuma-cuma kepada

(3)

6. Dana bergulir merupakan pembiayaan 1. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan, Hekinus Manao, menyatakan bahwa dana bergulir bukan belanja, karena bukan merupakan uang hilang. Elly Muchtoria

mengakui bahwa berdasarkan UU No.17

Tahun 2003 dana bergulir tak dapat digolongkan sebagai belanja.

2. Edward Nainggolan dan Direktur Anggaran I

Ditjen Anggaran, Parluhutan Hutahaean sepakat menyatakan bahwa dana bergulir adalah pembiayaan. Hal ini didasarkan pada :

• PP no. 21 tahun 2004 tentang Penyusunan

RKAKL

• PP no. 24 tahun 2005 tentang Standar

Akuntansi Pemerintah (SAP)

• Pasal 12 PMK No. 99 Tahun 2008

3. Menurut Parluhutan Hutahaean, berdasarkan

Pasal 1 UU No. 17 Tahun 2003, pembiayaan

adalah :

• Pengeluaran negara yang dilakukan saat ini

dan akan diterima kembali pada tahun anggaran yang bersangkutan atau tahun-tahun anggaran yang akan datang

• Penerimaan negara saat ini, tetapi harus dibayarkan kembali di masa yang akan datang.

7. Dana bergulir tidak memenuhi kriteria

Bantuan sosial

1. Menurut Hekinus Manao, Direktur Akuntansi

dan Pelaporan Keuangan Ditjen

Perbendaharaan, Sonny Loho dan Roy V.

Salomo, dana bergulir tidak memenuhi

kriteria bantuan sosial sebagaimana

tercantum dalam PP no. 21 tahun 2004, yakni :

• Diperuntukkan bagi penanggulangan resiko

sosial

• Tidak diperuntukkan untuk memperoleh aset

pemerintah

• Bersifat tidak terus-menerus dan selektif

2. Disamping itu, para narasumber berpendapat

bahwa Bantuan Sosial merupakan bidang kerja (domain) kementerian/lembaga di bawah Menko Kesra, termasuk Departemen Sosial. Kementerian Negara Koperasi dan UKM

(4)

penyaluran bantuan sosial.

3. Hekinus Manao menyatakan bahwa walaupun

semua kegiatan pemerintah selalu memiliki aspek sosial, bukan berarti harus menggunakan pos Bantuan Sosial.

8. Dana bergulir adalah investasi

pemerintah non permanen

Menurut Sonny Loho, M. Imam Asyhari dan Adi

Trisnojuwono, berdasarkan PP No. 24 Tahun 2005

paragraf 16 huruf © PSAP No. 6 Akuntansi Investasi, dana bergulir adalah investasi pemerintah non permanen.

9. Pemisahan akun Hekinus Manao menyatakan bahwa pemerintah

telah menerapkan pemisahan akun sejak tahun 1999 berdasarkan :

• UU no. 22 tahun 1999

• UU no. 25 tahun 1999

• PP no. 105 tahun 2000

10. Trust fund Menurut Sonny Loho, Machfud Sidik dan Direktur Utama LPDB-KUMKM, Fadjar Sofyar, dana bergulir merupakan trust fund, yakni dana yang dihimpun dari masyarakat melalui mekanisme pajak, yang secara prinsip telah dipercayakan masyarakat kepada pemerintah untuk dikelola demi kesejahteraan seluruh rakyat. Oleh karena itu pengelolaan dana bergulir harus dapat dipertanggungjawabkan.

11. Pengelolaan dana bergulir merupakan

praktek a la perbankan

•M.Imam Asyhari berpendapat bahwa sebuah

institusi bukan perbankan tidak selayaknya melaksanakan praktek-praktek perbankan seperti pengelolaan dana bergulir

• Parluhutan Hutahaean dan Kepala Seksi pada

Subdit Anggaran I C Ditjen Anggaran, Ahmad Ikhsan berpendapat bahwa pengelolaan dana bergulir adalah praktek-praktek a la perbankan, sehingga tak layak dilaksanakan oleh

kementerian.

• Machfud Sidik berpendapat bahwa mental

pegawai negeri adalah mental birokrat, bukan banker, sehingga walaupun memiliki keahlian dalam penilaian kelayakan proyek namun tidak dapat diharapkan rigid dalam penyaluran dana bergulir.

12. Aspek sosial dana bergulir akan terjaga

jika akuntabilitasnya terjaga

Menurut M. Imam Asyhari, pengelolaan dana bergulir yang baik akan menjamin lebih banyak masyarakat bisa mendapat akses permodalan

(5)

melalui dana bergulir. Artinya, aspek sosial dana bergulir akan terjaga jika akuntabilitas pengelolaannya terjaga.

13. Fungsi Kementerian Negara, khususnya

Kementerian Negara Koperasi dan UKM.

• Edward Nainggolan, Roy V.Salomo dan

Machfud Sidik, dengan mengacu pada Pasal 95

PP Nomor 9 Tahun 2005, berpendapat bahwa fungsi Kementerian Negara Koperasi dan UKM adalah membuat kebijakan, melakukan

koordinasi serta pembinaan kepada koperasi dan UKM.

• Semua narasumber yang berasal dari Deputi

Bidang Pembiayaan Kementerian Negara

Koperasi dan UKM, mengacu pada Pasal 140 A

PP No. 62 Tahun 2005, yang menyatakan bahwa Kementerian Negara Koperasi dan UKM disamping menyelenggarakan fungsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 PP No.9 Tahun 2005, juga menyelenggarakan fungsi

teknis pelaksanaan pemberdayaan koperasi dan

usaha mikro, kecil dan menengah.

14. Tugas dan fungsi Departemen

Keuangan

Menurut Edward Nainggolan, Departemen

Keuangan berkepentingan melakukan penegakan

tata kelola keuangan negara yang baik. Penegakan tata kelola keuangan yang baik bukan berarti mengesampingkan aspek sosial

15. Permasalahan yang dihadapi oleh usaha

mikro, kecil dan menengah

Problem UMKM :

1. Akses kepada input (bahan baku)

2. Processing, manufacturing, production

3. Manajemen secara keseluruhan , termasuk

keuangan 4. Marketing

5. Financing (permodalan)

Machfud Sidik berpendapat bahwa Kementerian Negara Koperasi dan UKM harus memberikan perhatian kepada keseluruhan aspek tersebut, bukan hanya fokus kepada masalah permodalan.

16. Harapan pihak koperasi dan usaha

mikro, kecil dan menengah terhadap program dana bergulir

Menurut Kepala Divisi Keuangan LPDB-KUMKM F. Rinaldi, pihak koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah tidak mempersoalkan dari mana asal dan bagaimana pola pengelolaan dana bergulir.

Yang mereka harapkan adalah faktor regulasi

jangan menjadi penyebab terhentinya penyaluran dana bergulir.

(6)

17. Koperasi dan UKM menganggap dana bergulir sebagai bantuan, karena selama ini memang diberikan sebagai bantuan

• Agus Muharram menyatakan bahwa program

dana bergulir hakikatnya adalah bantuan

• Kepala Divisi Umum LPDB-KUMKM, Pasni

Rusli dan Fadjar Sofyar mengakui bahwa telah

tertanam pemahaman yang keliru di kalangan

masyarakat, khususnya koperasi dan UKM penerima program dana bergulir, bahwa program dana bergulir, sebagaimana semua program pemerintah yang lain, adalah pemberian (bersifat bantuan). Perlu adanya upaya untuk melakukan perubahan pola pikir(mind set) masyarakat dalam memandang program dana bergulir.

18. Program pemberian bantuan kepada

koperasi dan UKM saling tumpang tindih antar kementerian/lembaga pemerintah.

Menurut Sonny Loho, program pemberian

bantuan kepada koperasi dan UKM saling tumpang tindih antar kementerian/lembaga pemerintah. Kemungkinan terjadinya tumpang tindih tersebut tidak ditampik oleh narasumber dari LPDB-KUMKM dan Adi Trisnojuwono.

19. Kontrol/pengendalian kementerian atas

dana bergulir

1. Berdasarkan Pasal 3 PMK No. 99 Tahun

2008, sepanjang masih dikuasai dan

dikendalikan oleh Pengguna Anggaran, dana dapat dikategosrikan sebagai dana bergulir, sehingga masih merupakan bagian dari keuangan negara.

2. Semua narasumber membenarkan adanya

kontrol/pengendalian atas dana bergulir Kementerian Negara Koperasi dan UKM, dan dengan demikian menyatakan bahwa dana dimaksud termasuk dalam kriteria dana bergulir, bukan subsidi/hibah. Di sinilah letak perbedaan program dana bergulir Kementerian Negara Koperasi dan UKM dengan PNPM

Mandiri. Dana bergulir PNPM Mandiri tidak

dikontrol/dikendalikan oleh institusi pemberi dana, melainkan dipercayakan pengelolaannya kepada masyarakat.

3. Menurut Sonny Loho dan Kepala Subdit

Akuntansi, Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Margustienny, kontrol yang dilakukan kedeputian/kementerian atas dana bergulir merupakan bentuk pengendalian yang rawan menimbulkan moral hazard.

Pernyataan tersebut dibantah oleh Ahmad

Ikhsan.

4. Menurut M. Imam Asyhari, kontrol terhadap

(7)

Koperasi dan UKM kurang intensif, terbukti

dengan tidak adanya data base yang

memadai perihal koperasi penerima dan pengelola dana. Hal inilah yang menyebabkan pemberian opini ”disclaimer” terhadap Laporan Keuangan kementerian.

20. PMK No. 99 Tahun 2008 merupakan

perwujudan amanat Inpres no. 5 tahun 2008

Ahmad Ikhsan menginformasikan bahwa dalam Inpres No. 5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 diamanatkan agar Departemen Keuangan menyusun PMK dalam rangka restrukturisasi dana bergulir.

21. Keterlambatan pengesahan PMK No. 99

Tahun 2008 menimbulkan keresahan

Ahmad Ikhsan menyatakan bahwa keresahan yang timbul di Kementerian Negara Koperasi dan UKM disebabkan antara lain oleh keterlambatan

pengesahan PMK No. 99 Tahun 2008

• Inpres no. 5 tahun 2008 disahkan pada tanggal

22 Mei 2008, menginstruksikan penyusunan PMK dana bergulir pada Juni 2008.

• PMK no. 99 tahun 2008 disahkan pada tanggal 7

Juli 2008

22. Fungsi kebijakan harus dipisahkan

dengan fungsi operator

Edward Nainggolan, Hekinus Manao, Roy V.Salomo dan Machfud Sidik menyatakan bahwa institusi yang berfungsi membuat kebijakan (mechanic view : regulative and control)

menerapkan manajemen yang berbeda dengan institusi yang berfungsi memberikan pelayanan (organic view : operational), sehingga harus dipisahkan pengelolaannya.

23. Penertiban pengelolaan dana bergulir

dimulai dengan keinginan sebagian kalangan interen Kementerian Negara Koperasi dan UKM sendiri untuk melakukan pembenahan.

1. Menurut Sonny Loho, penertiban pengelolaan

dana bergulir dimulai dengan keinginan sebagian kalangan interen Kementerian Negara Koperasi dan UKM sendiri untuk melakukan pembenahan, namun keinginan ini mendapat tantangan dari sebagian yang lainnya. Pelopor gerakan pembenahan adalah Fadjar Sofyar yang kala itu menjabat sebagai Sekretaris Kementerian.

2. Menurut Fadjar Sofyar, penggagas pembenahan

adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan kala itu, Mulia Nasution. Fadjar Sofyar menekankan pembenahan tersebut dilakukan sebagai pemanfaatan momentum penerapan konsep BLU di Indonesia.

(8)

24. Kementerian Negara Koperasi dan UKM menghendaki penyaluran awal dana bergulir dilakukan melalui kedeputian, sedangkan BLU

(LPDB-KUMKM) hanya mengelola second

round dana bergulir

•Elly Muchtoria dan Fadjar Sofyar menyampaikan

keinginan kementeriannya untuk menerapkan penyaluran dana bergulir secara bertingkat, generasi pertama disalurkan melalui Deputi-Deputi pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM, sedangkan generasi kedua yang berasal dari pengembalian dana bergulir (second round) disalurkan oleh LPDB-KUMKM.

•Edward Nainggolan dan Parluhutan Hutahaean

berpendapat bahwa pengaturan semacam itu

adalah tidak tepat. Adalah tidak masuk akal

membebankan tanggung jawab atas tugas yang dilaksanakan suatu institusi kepada institusi lain. Deputi-Deputi di kementerian cukup menetapkan kebijakan-kebijakan berkaitan dana bergulir.

•Hekinus Manao, Parluhutan Hutahaean dan

Ahmad Ikhsan menandaskan bahwa tidak boleh

ada dualisme pengelolaan dana bergulir. Dengan telah dibentuknya BLU, maka pengelolaan dana bergulir hanya boleh di satu tangan.

25. Pengaturan baru terhadap pengelolaan

dana bergulir berdasarkan PMK No. 99 Tahun 2008 dipandang oleh

Kementerian Negara Koperasi dan UKM, khususnya Deputi Bidang

Pembiayaan, sebagai ancaman

terhadap eksistensi organisasinya.

1. Edward Nainggolan, Ahmad Ikhsan dan

Machfud Sidik tidak setuju dengan pernyataan

bahwa pengaturan dana bergulir berdasarkan PMK No. 99 Tahun 2008, yang mengalihkan pengelolaan dana bergulir dari

Deputi/Kementerian Negara Koperasi dan UKM ke BLU (LPDB-KUMKM) mengancam eksistensi kementerian/deputi. Alasan

ketidaksetujuan tersebut adalah : • BLU adalah agen dari kementerian,

sehingga tidak mungkin ada persaingan di antara keduanya ;

• Jika karena pengaturan ini Deputi

kehilangan fungsinya, maka ada baiknya keberadaan Deputi/Kementerian dievaluasi kembali

• Deputi/Kementerian justru bisa lebih fokus

pada tugas utamanya membuat kebijakan dan melakukan pembinaan

2. Pasni Rusli membenarkan adanya pernyataan

semacam itu dari pihak kementerian, namun narasumber lain dari Kementerian Koperasi dan UKM tidak memberikan pernyataan yang sama.

(9)

3. Parluhutan Hutahaean meyakini bahwa reaksi Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang keras adalah karena kurangnya pemahaman terhadap konsep PPK-BLU, sehingga timbul

kekhawatiran akan terjadi hangus anggaran

26. Aspek kelembagaan dana bergulir Menurut Machfud Sidik terdapat beberapa hal yang

harus diperhatikan berkaitan dengan aspek kelembagaan dana bergulir :

• Penyaluran lewat deputi/kementerian tidak

governance (misleading institutional arrangement)

• Ketidakjelasan kelembagaan menyebabkan

banyak masalah.

• Kelembagaan mendukung program

(Pembentukan kelembagaan seiring dengan tujuan yang hendak dicapai)

• Tujuan pembentukan organisasi adalah

mencapai efisiensi.

• Diperlukan pengaturan kembali berupa

pengembangan kelembagaan (institutional

development) dan pembentukan kecakapan (capacity building)

• Secara umum, Machfud Sidik menilai

pemerintah terlalu mudah membentuk suatu lembaga. Perlu pertimbangan yang matang, karena sekali sebuah lembaga terbentuk, maka secara politis sulit untuk dibubarkan.

Pemerintah dianjurkan sebisa mungkin memanfaatkan lembaga yang sudah ada dan memiliki kompetensi dalam masalah yang dikelola

27. Konsep Badan Layanan Umum 1. Edward Nainggolan, dengan berpedoman pada

penjelasan PP No. 23 Tahun 2005,

menyatakan bahwa konsep BLU adalah

perwujudan konsep reinventing government

yang digagas oleh Osborne and Gaebler

(2005).

2. Hekinus Manao menyatakan bahwa konsep

BLU pada Pasal 68-69 UU No. 1 Tahun 2004

adalah terjemahan dari agencification, yaitu pemisahan instansi pemerintah pengambil kebijakan dan instansi pemerintah yang

(10)

merupakan penyedia pelayanan (operator), di mana instansi operator merupakan agen dari intansi pengambil kebijakan.

3. Keduanya menerangkan bahwa konsep BLU

yang diterapkan di Indonesia merupakan adaptasi penerapan pola serupa di beberapa negara. Referensi yang dapat dirujuk adalah :

• Naskah akademis OECD

Laking, R (2006)

4. Edward Nainggolan, Hekinus Manao, Sonny

Loho dan Machfud Sidik menyebutkan bahwa :

BLU merupakan unit organisasi penyedia quasi

public goods (semi public goods)

5. Edward Nainggolan menyinggung adanya

persyaratan BLU sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PP No. 23 Tahun 2005

6. Hekinus Manao dan Parluhutan Hutahaean

menyebutkan bahwa pembinaan terhadap BLU diatur dalam Pasal 68 UU No. 1 Tahun 2004 dan Pasal 34 PP 23 Tahun 2005.

7. Sonny Loho dan Kepala Divisi Umum

LPDB-KUMKM, Pasni Rusli menjelaskan bahwa kewenangan BLU merupakan pelimpahan sebagian kewenangan Bendahara Umum Negara (BUN) dalam pengelolaan keuangan negara.

8. Hekinus Manao menyatakan bahwa pemberian

fleksibilitas pengelolaan keuangan

dimaksudkan untuk mendukung ketercapaian usaha.

9. Edward Nainggolan, Direktur Akuntansi dan

Pelaporan Keuangan Ditjen Perbendaharaan, Sonny Loho dan Machfud Sidik sependapat bahwa penerapan konsep Badan layanan Umum

dimaksudkan untuk menegakkan good

governance dalam penyelenggaraan pelayanan publik

10.Edward Nainggolan dan Sonny Loho

menyatakan bahwa penerapan konsep BLU dalam pelayanan publik dimaksudkan untuk memberikan pelayanan yang baik dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk itu

pemerintah menyediakan subsidi atas selisih

biaya penyelenggaraan pelayanan dan penerimaan BLU melalui APBN

(11)

28. BLU sebagai institusi pengelola dana bergulir.

Menurut Parluhutan Hutahaean, penyaluran dana bergulir melalui BLU sebagaimana amanat Pasal 68-69 UU No. 1 Tahun 2004 menyebabkan :

• Sasaran penyaluran dana bergulir tercapai

• Akuntabilitas pengelolaan keuangan negara

lebih terjaga

29. Latar belakang dibentuknya

LPDB-KUMKM

Fadjar Sofyar mengatakan bahwa LPDB-KUMKM dibentuk dalam rangka penataan keuangan negara yang baik.

LPDB-KUMKM dibentuk sebagai penyesuaian terhadap diberlakukannya Paket UU Keuangan Negara ; sebagai tindak lanjut pemeriksaan BPK terhadap Laporan Keuangan Kementerian Negara Koperasi dan UKM ; sekaligus untuk

memanfaatkan momen penerapan konsep BLU di Indonesia.

30. Klaim bahwa penyaluran melalui

LPDB-KUMKM lebih efisien dibanding penyaluran melalui kedeputian/Kementerian Negara Koperasi dan UKM

F. Rinaldi mengklaim bahwa penyaluran dana bergulir melalui LPDB-KUMKM lebih efisien dibanding penyaluran melalui

kedeputian/kementerian, dengan alasan : • Jumlah aparat pengelola lebih sedikit

• Menghilangkan komponen dana fasilitasi

31. Moral hazard 1. Edward Nainggolan, Hekinus Manao dan Machfud Sidik menyatakan bahwa :

Pemisahan fungsi kebijakan dengan fungsi operasional adalah cara yang efektif untuk

mencegah terjadinya moral hazard

Penerapan konsep BLU diharapkan dapat

meminimalisir potensi moral hazard.

Sebaliknya,pengelolaan dana bergulir

melalui kedeputian/kementerian rawan praktik moral hazard.

• Potensi moral hazard salah satunya adalah kewenangan pemberianlicence, dan power untuk memutuskan sesuatu.

2. Agus Muharram dan Adi Trisnojuwono berpendapat Kementerian Negara Koperasi dan UKM tidak melakukan pengelolaan kas dana

bergulir, sehingga tidak ada potensi moral

hazard. Disamping itu pengaturan pengelolaan dana bergulir pada kementeriannya

dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

(12)

32. Perantara (intermediasi) antara BLU (LPDB-KUMKM) dan koperasi/UKM penerima dana bergulir

Pasni Rusli menyatakan bahwa berdasarkan pasal 6 PMK No.99 Tahun 2008, BLU diperkenankan menggunakan lembaga perantara dalam penyaluran dana bergulir. Lembaga perantara tersebut bisa berupa :

• Lembaga Keuangan Perbankan (LKP)

• Lembaga Keuangan Non Perbankan (LKBB)

Lembaga perantara dapat berfungsi sebagai :

• Penyalur dana (channeling)

• Pelaksana perguliran dana (executing)

33. Kekhawatiran terhadap masalah

pertanggungjawaban bilamana terjadi kegagalan pengembalian dana bergulir (Non Performance Loan, NPL)

• Menurut F. Rinaldi, Pasni Rusli dan Agus

Muharram, pengelola dana bergulir khawatir

akan terkena masalah hukum bilamana terjadi

NPL, mengingat Pasal 3 PMK No.99 Tahun

2008 menyebutkan bahwa dana bergulir dapat ditarik kembali pada suatu saat.

• Pasni Rusli menyarankan dibuat kriteria yang

tegas untuk memisahkan antara NPL karena

kesalahan prosedur atau karena resiko usaha

• Menurut Sonny Loho dan Machfud Sidik,

pengelola dana bergulir tak perlu takut akan

resiko terjadinya NPL jika telah mengikuti

SOP yang ada.

34. Kelengkapan peraturan menjamin

pelaksanaan. PMK tentang piutang hendaknya segera diterbitkan

1. F. Rinaldi, Pasni Rusli dan Fadjar Sofyar menyatakan bahwa kekhawatiran pengelola dana bergulir terhadap resiko terjadinya NPL

disebabkan belum lengkapnya aturan

pelaksanaan. Departemen Keuangan

diharapkan segera menerbitkan PMK

pengamanan/penghapusan, untuk mencegah kerancuan antara NPL akibat kesalahan prosedur dan akibat resiko bisnis.

2. Parluhutan Hutahaean mengakui bahwa :

• Diberlakukannya Paket UU Keuangan

Negara merupakan perubahan mendasar dalam tata kelola keuangan negara.

• Perubahan pengelolaan keuangan negara

memerlukan :

 Aturan-aturan pelaksanaan sebagai

legal base

 Masa transisi

• Pada masa transisi masih digunakan

(13)

3. Sonny Loho membenarkan bahwa peraturan mengenai BLU dan dana bergulir memang belum lengkap, mengingat konsep ini masih baru di Indonesia.

35. Bunga yang tinggi dinilai wajar 1. Semua narasumber yang berasal dari

LPDB-KUMKM menilai pengenaan bunga yang

tinggi terhadap penerima dana bergulir adalah wajar, dengan pertimbangan :

• Adanya unsur biaya bagi lembaga

perantara (besaran yang diminta oleh lembaga perantara dinilai masuk akal oleh tim tarif).

• Rencana penerapan pembatasan bunga

atas dana bergulir (bagi end user) ditolak oleh pihak koperasi dengan alasan dapat merusak pasar.

• Keyakinan bahwa yang terpenting bagi

koperasi dan UKM bukan tinggi rendahnya tingkat suku bunga, melainkan kemudahan prosedur penyaluran dana.

2. Edward Nainggolan dan Ahmad Ikhsan

mengatakan bahwa Departemen Keuangan

menghendaki pengenaan tarif/bunga yang sangat rendah terhadap dana bergulir. Bahkan untuk kriteria pinjaman tertentu dapat dikenakan kebijakan tanpa bunga, sebagaimana

amanat Pasal 3 PMK No. 99 Tahun 2008.

3. Menurut Agus Muharram, hakikat

pemberdayaan adalah penyaluran dana bergulir dengan atau tanpa bunga.

36. Penyerapan dana bergulir melalui

LPDB-KUMKM relatif lambat

1. Menurut Agus Muharram :

• Penyaluran dana bergulir melalui

LPDB-KUMKM terhambat akibat kekhawatiran pengelola LPDB terhadap regulasi yang ketat

• Kekhawatiran terhadap resiko menyebabkan

LPDB memanfaatkan perbankan sebagai executing. Akibatnya beban bunga yang ditanggung oleh koperasi menjadi tinggi

2. Fadjar Sofyar menyatakan bahwa :

• Dana bergulir adalah trust fund yang dipercayakan untuk dikelola oleh LPDB, sehingga harus dikelola dengan cermat dan hati-hati.

(14)

• LPDB-KUMKM menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) dalam penyaluran dana bergulir.

37. Pemberdayaan berdampingan dengan

kelayakan

1. Agus Muharram dan Fadjar Sofyar

menyampaikan bahwa fungsi kementerian adalah melaksanakan pemberdayaan koperasi dan UKM, sedangkan LPDB-KUMKM menjalankan fungsi kelayakan.

2. Fadjar Sofyar mengharapkan adanya

kerjasama yang baik antara kementerian dan

LPDB-KUMKM untuk melaksanakan estafet

program. Kementerian hendaknya

melaksanakan pemeringkatan untuk

mempermudah penyaluran dana bergulir oleh LPDB-KUMKM.

38. Rencana LPDB dikembangkan menjadi

bank UKM

• Pasni Rusli mengakui bahwa ada keinginan dari

Kementerian Negara Koperasi dan UKM untuk mengembangkan LPDB-KUMKM menjadi bank UKM.

• Ahmad Ikhsan meluruskan, bahwa dalam

rapat-rapat antara Dep.Keuangan dan Kementerian Negara Koperasi dan UK, dimunculkan ide LPDB-KUMKM dan bank UKM sebagai dua institusi yang terpisah. Ahmad Ikhsan

menyatakan tidak setuju terhadap ide tersebut. Alasannya, sebaiknya kementerian

berkonsentrasi lebih dulu pada pembentukan dan pengembangan LPDB-KUMKM sebagai sebuah lembaga baru, sebelum melangkah pada rencana pembentukan lembaga baru lainnya.

• Sonny Loho juga menyatakan ketidaksetujuan

terhadap rencana tersebut. LPDB-KUMKM dimaksudkan untuk menyalurkan dana bagi

usaha yang tidak bankable. Jika dikembangkan

menjadi bank, maka operasional akan lebih

ketat, sehingga menuntut klien harus

bankable.

• Komentar sarkastik Agus Muharram terhadap

LPDB-KUMKM (menyampaikan suara koperasi dan UKM yang tidak puas), mengingat

operasional LPDB lebih banyak menggunakan bank sebagai lembaga perantara.

• Bahkan Fadjar Sofyar-pun menyatakan

ketidaksetujuannya terhadap ide tersebut, dengan alasan yang kurang lebih sama dengan Sonny Loho.

(15)

39. Skeptisme terhadap BLU Sekalipun mengakui bahwa BLU lebih manageable dan lebih mudah dipertanggungjawabkan, namun Roy V. Salomo mengkhawatirkan penerapan konsep BLU akan menyebabkan terbatasnya akses masyarakat tidak mampu pada pelayanan

pemerintah.

40. Evaluasi terhadap kegiatan yang

dilaksanakan sebelum berlakunya UU Keuangan Negara bersifat pembinaan

1. Bab VIII Ketentuan Peralihan PMK No. 99

Tahun 2008 mengamanatkan perlakuan yang sama terhadap pengelolaan dana bergulir yang telah disalurkan sebelum PMK dimaksud ditetapkan. Namun demikian, menurut Sonny Loho, Margustienny dan M. Imam Asyhari, hal tersebut lebih bersifat pembinaan.

2. Agus Muharram dan Elly Muchtoria

menyatakan keberatan terhadap ketentuan

tersebut, karena hal itu berarti regulasi berlaku surut

41. Cash management Sonny Loho dan Margustienny menginformasikan bahwa :

1. berdasarkan PP No. 39 Tahun 2007 tentang

Pengelolaan Uang Negara/Daerah, pemerintah

berkewajiban melakukan cash management.

2. Berdasarkan PP dimaksud, pengelola kas wajib

melakukan pengelolaan terhadap idle cash. 3. Selama ini disinyalir telah terjadi praktik moral

hazard terhadap keberadaan idle cash di beberapa institusi. Modus operandinya berupa penempatan idle cash pada rekening giro yang bunganya hanya 2%. Sebagian dari selisih bunga yang menguntungkan perbankan akan digunakan untuk memberikan servis kepada pribadi-pribadi tertentu terkait keputusan dimaksud.

4. Melalui perjanjian pengelolaan idle cash milik pemerintah antara Departemen Keuangan dan BI yang ditandatangani pada tanggal 6 Februari 2009, pemerintah mentargetkan remunerasi sebesar 3 trilyun setahun, yakni sebesar 65 % dari BI rate (Lihat www.perbendaharaan.go.id)

42. RKP 2010 : Program penyediaan modal

bagi kelompok usaha mikro dan koperasi menjadi prioritas nasional.

Agus Muharram menginformasikan bahwa dalam

penyusunan RKP 2010program penyediaan

modal bagi kelompok usaha mikro dan koperasi telah dijadikan program prioritas nasional. Dengan demikian permasalahan pengelolaan dana

(16)

Kementerian Negara Koperasi dan UKM dianggap sudah tuntas. Kini tinggal komitmen semua pihak untuk mengalokasikan dana bergulir lewat LPDB-KUMKM (sebagai pembiayaan) dan melalui kedeputian (sebagai bansos)

Ke depannya akan ada 2 jenis program :

• Bagi koperasi dan UMKM yang belum layak

dan belum bankable, akan diperkuat dengan

penyediaan dana melalui kedeputian/kementerian ;

• Bagi koperasi dan UMKM yang sudah layak

tapi belum bankable, bisa mengakses dana bergulir melalui LPDB-KUMKM

Peneliti meragukan akan berlakunya keinginan

kementerian tersebut, mengingat regulasi yang

ada belum mendukung.

43. Rencana Kementerian Koperasi dan

UKM mengajukan penyesuaian/revisi PMK No. 99 Tahun 2008

Menurut Agus Muharram, Kementerian Negara Koperasi dan UKM menghendaki dilakukan penyesuaian/revisi PMK No. 99 Tahun 2008 dalam hal :

• Kriteria dana bergulir

• Tata cara pengelolaan dana bergulir melalui

BLU

44. Dugaan adanya motif politik di balik

kisruh masalah pengelolan dana bergulir pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM

1.Sonny Loho, Ahmad Ikhsan, Roy V. Salomo, M.

Imam Asyhari dan Machfud Sidik sependapat

bahwa terdapat unsur-unsur politik dalam

pengelolaan dana bergulir.

2.Hekinus Manao dan Fadjar Sofyar menolak

berkomentar mengenai hal tersebut.

3.Kepala Divisi Umum LPDB-KUMKM, Pasni

Rusli membantah adanya motif politik dalam

pengelolaan dana bergulir kementerian.

45. Kebijakan pemerintah tidak konsisten. 1. Pasni Rusli menyatakan bahwa kebijakan

pemerintah tidak konsisten. Bantuan sosial yang seharusnya hanya dikelola oleh kementerian di fungsi kesra ternyata juga disalurkan oleh kementerian/lembaga di fungsi ekonomi.

2. Agus Muharram menyinggung kembali

keinginan Kementerian Negara Koperasi dan UKM agarprogram dana bergulir mendapat perlakuan yang sama dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri).

(17)

• PNPM Mandiri dilaksanakan oleh berbagai departemen, antara lain oleh Dep. Pekerjaan Umum dan Depdagri, sehingga sudah sepantasnya jika Kementerian Negara Koperasi dan UKM menuntut hal yang sama

• PNPM Mandiri juga menggunakan pola dan

nomenklatur dana bergulir.

• PNPM Mandiri tidak dikendalikan oleh

instansi penyalur.

46. Kelemahan di bidang regulasi Machfud Sidik menilai pemerintah memiliki

kelemahan di bidang regulasi. Antar peraturan perundang-undangan sering saling bertabrakan

47. Keengganan untuk menjawab

pertanyaan penelitian

•Asisten Deputi Bidang Program Pendanaan,

Eddy Setyawan dan Kepala Bidang Program Pendanaan Usaha Mikro dan Dana Bergulir, Adi

Trisnojuwono menolak menjawab mengenai

hal-hal yang menjadi keberatan Kementerian Negara Koperasi dan UKM terhadap pengaturan baru pengelolaan dana bergulir. Keduanya juga menolak menjawab perihal langkah-langkah perbaikan yang dilakukan oleh kementerian setelah pemberian opini disclaimer oleh BPK. Pertanyaan yang juga tidak terjawab adalah penilaian terhadap keberadaan BLU sebagai institusi pengelola dana bergulir.

• Menimbulkan tanda tanya, apakah penolakan ini

disebabkan ketidakpahaman (kualitas SDM yang rendah atau pola pengambilan kebijakan di satu tangan) atau adanya kondisi yang menimbulkan tekanan.

(18)

Lampiran 2. Jadwal Wawancara Pencarian Data Penelitian

1. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : :

Elly Muchtoria, SE. Plt. Kepala Biro Keuangan,

Kementerian Negara Koperasi dan UKM

Ruang kerja Sekretaris Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Gedung kantor Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kuningan, Jakarta.

Selasa, 31 Maret 2009, Pk. 12.00-12.10 WIB

2. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : :

Edward UP. Nainggolan, Ak., M.Ak.

Kepala Bidang pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan Gorontalo, (Jabatan sebelumnya Kepala Seksi pada Subdit Pembinaan Kinerja BLU, Dit. PK-BLU)

Anggota Kelompok Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintah Kediaman Kel. Bp. Edward Nainggolan, Cipadu, Tangerang. Sabtu, 11 April 2009, Pk. 11.00-12.00 WIB

3. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : :

DR. Hekinus Manao, MAcc., CGFM. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.

(Jabatan Sebelumnya Direktur Akuntasi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan) Anggota Tim Penyusunan UU No.1 tahun 2004 Ketua Tim Penyusun PP No.23 tahun 2005 Ruang Kerja Irjen Keuangan

Selasa, 14 April 2009, Pk. 15.00-16.17 WIB

4. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : : Dra. Ai Darukiah

Staf Khusus Direksi Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) F. Rinaldi, SE., MBA.

Kepala Divisi Keuangan LPDB-KUMKM Drs. Pasni Rusli Kepala Divisi Umum LPDB-KUMKM Gedung SPC Lantai 11,

Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav.94, Jakarta Selatan. Kamis, 16 April 2009, Pk. 14.00-15.15 WIB

(19)

5. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : :

V. Sonny Loho, Ak., MPM.

Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Depkeu.

Sekretaris merangkap anggota Komite Kerja KSAP Anggota Dewan Pengawas LPDB

Margustienny OA, Ak., MBA.

Kasubdit Sistem Akuntansi, DAPK, Ditjen PBN Anggota Kelompok Kerja KSAP

Ruang Kerja Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Ditjen Perbendaharaan Dep. Keuangan,

Jl. Budi Utomo, Jakarta Pusat.

Jumat, 25 April 2009, Pk. 10.00-11.00 WIB

6. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : : Drs. Parluhutan Hutahaean, MPM.

Direktur Anggaran I, Ditjen Anggaran Dep.Keuangan. Ruang Kerja Direktur Anggaran I,

Gedung Dhanapala Lt. 13, Jakarta. Rabu, 29 April 2009, Pk. 08.05-09.00 WIB

7. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : :

Ahmad Ikhsan, SE., MM.

Kepala Seksi pada Sub Direktorat Anggaran I C, Ditjen Anggaran Dep.Keuangan

Ruang Kerja Sub Direktorat Anggaran I C, Gedung Dhanapala Lt. 15, Jakarta. Rabu, 29 April 2009, Pk. 9.10-09.50 WIB

8. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : : DR. Roy V.Salomo Ahli Keuangan Negara

Staf Pengajar Program Magister FISIP UI

Gedung Mochtar Lantai 3, Jl. Cikini Raya, Jakarta Pusat. Sabtu, 2 Mei 2009, Pk. 12.30 – 13.30 WIB

(20)

9. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : :

Mochammad Imam Asyhari, SE., M.(Buss)Acc.,Ak.

Auditor di Ditama Revbang, Litbang Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja, Badan Pemeriksa Keuangan RI.

Sport Club Vila Dago, Pamulang .

Minggu, 3 Mei 2009, Pk. 10.10-10.45 WIB

10. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : :

Ir. Adi Trisnojuwono

Kepala Bidang Program Pendanaan Usaha Mikro dan Dana Bergulir, Deputi Bidang Pembiayaan,

Kementerian Negara Koperasi dan UKM

Ruang kerja Kepala Bidang Program Pendanaan Usaha Mikro dan Dana Bergulir, Deputi Bidang Pembiayaan,

Kementerian Negara Koperasi dan UKM,

Gedung kantor Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kuningan, Jakarta

Jumat, 8 Mei 2009, Pk. 10.00-10.45 WIB

11. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : : Drs. Eddy Setyawan, MM.

Asisten Deputi Bidang Program Pendanaan, Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM,

Ruang kerja Asisten Deputi Bidang Program Pendanaan, Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM Gedung kantor Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kuningan, Jakarta

Jumat, 8 Mei 2009, Pk. 11.00-11.15 WIB

12. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : :

Ir. Agus Muharram, MPM. Deputi Bidang Pembiayaan,

Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Anggota Dewan Pengawas LPDB-KUMKM. Ruang kerja Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM,

Gedung kantor Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kuningan, Jakarta

(21)

13. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : : DR. H. Machfud Sidik, M.Sc. Pakar Keuangan Negara Staf Pengajar FE dan FISIP UI Jl. Kendal no. 8 B, Jakarta Pusat.

Senin, 18 Mei 2009, Pk. 10.00 – 11.00 WIB

14. Subyek Wawancara Tempat Waktu : : : DR. Fadjar Sofyar

Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM).

Gedung SPC Lantai 11,

Jl Jend. Gatot Subroto Kav.94, Jakarta Selatan. Rabu, 27 Mei 2009, Pk.11.00-12.15 WIB

(22)

Lampiran 3. Pedoman Wawancara Pengumpulan Data Penelitian

Subyek Wawancara : Elly Muchtoria, SE.

Plt. Kepala Biro Keuangan,

Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Ir. Agus Muharram, MPM.

Deputi Bidang Pembiayaan,

Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Anggota Dewan Pengawas LPDB. Drs. Eddy Setyawan, MM.

Asisten Deputi Bidang Program Pendanaan, Deputi Bidang Pembiayaan,

Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Ir. Adi Trisnojuwono

Kepala Bidang Program Pendanaan Usaha Mikro dan Dana Bergulir, Deputi Bidang Pembiayaan,

Kementerian Negara Koperasi dan UKM.

1. 2.

3.

4.

5.

Dapatkah Anda jelaskan filosofi kebijakan penyaluran dana bergulir perkuatan koperasi dan UKM yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM ?

Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2005 menyebutkan bahwa tugas dan fungsi Kementerian Negara Koperasi dan UKM adalah membuat perumusan kebijakan perkoperasian, melakukan koordinasi pelaksanaan dan pengawasan serta penyampaian laporan. Apakah dasar hukum penyaluran dana bergulir melalui Kementerian Negara Koperasi dan UKM, jika berdasarkan PP 9 tahun 2005 tidak disebutkan adanya fungsi pembiayaan?

Pada tahun 2006 BPK yang mengeluarkan opini disclaimer atas hasil pemeriksaan

terhadap Laporan Keuangan Kementerian Koperasi dan UKM. Langkah-langkah pembenahan apakah yang dilakukan oleh kementerian sebagai tindak lanjut temuan tersebut ?

Hal-hal apakah yang menjadi keberatan Kementerian Negara Koperasi dan UKM terhadap ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99

Tahun 2008 yang mengalihkan pengelolaan dana bergulir dari kementerian ke LPDB-KUMKM ?

Menurut Anda, apakah LPDB sebagai suatu Badan Layanan Umum (BLU) di bawah koordinasi Kementerian Negara Koperasi dan UKM adalah suatu bentuk ideal penyelenggaraan pelayanan publik, khususnya dalam hal pengelolaan dana bergulir ?

(23)

Subyek Wawancara : Edward UP. Nainggolan, Ak., M.Ak.

Kepala Bidang pada Kanwil Perbendaharaan Gorontalo Ditjen Perbendaharaan, Dep. Keuangan

(Jabatan sebelumnya Kepala Seksi pada Subdit

Pembinaan Kinerja BLU, Dit. PK-BLU)

Anggota Kelompok Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintah

1. Apakah yang melatarbelakangi munculnya Badan Layanan Umum (BLU) sebagai suatu

bentuk alternatif penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia ?

2. Apakah kelebihan BLU dibanding bentuk penyelenggaraan pelayanan publik

konvensional ?

3. Benarkah BLU merupakan perwujudan reinventing government sebagaimana

dimaksudkan oleh Osborne ?

4. Bentuk kelembagaan dari negara manakah yang menjadi acuan pembentukan BLU di

Indonesia ?

5. Bagaimanakah pendapat Bapak mengenai kebijakan Pemerintah mengalihkan pengelolaan

dana bergulir kepada BLU melalui ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 tahun 2008 ?

6. Benarkah pendapat yang menyatakan bahwa ditetapkannya PMK No. 99 tahun 2008

menyebabkan hilangnya fungsi kedeputian dan terancamnya eksistensi Kementerian Koperasi dan UKM ?

7. Apakah dengan diberlakukannya PMK 99/2008 tersebut berarti Pemerintah lebih

(24)

Subyek Wawancara : DR. Hekinus Manao, MAcc., CGFM. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.

(Jabatan Sebelumnya Direktur Akuntasi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan) Anggota Tim Penyusunan UU No.1 tahun 2004 Ketua Tim Penyusun PP No.23 tahun 2005 V. Sonny Loho, Ak., MPM.

Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Depkeu

Sekretaris merangkap anggota Komite Kerja KSAP Anggota Dewan Pengawas LPDB

Margustienny OA, Ak., MBA.

Kasubdit Sistem Akuntansi, DAPK, Ditjen PBN Anggota Kelompok Kerja KSAP

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Apakah yang melatarbelakangi pemikiran tentang pentingnya penerapan konsep Badan Layanan Umum (BLU) sebagai suatu bentuk alternatif penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia ?

Apakah Badan Layanan Umum merupakan perwujudan konsep reinventing government

yang diperkenalkan oleh Osborne ?

Bentuk kelembagaan di negara manakah yang menjadi acuan bagi pengadopsian konsep BLU di Indonesia ?

Kriteria apakah yang harus dipenuhi oleh suatu institusi/unit kerja agar dapat menerapkan konsep BLU ?

Apakah yang mendasari perlunya pengelolaan dana bergulir dilakukan melalui BLU, bukan melalui unit kerja biasa ?

Apakah penyaluran dana bergulir melalui BLU tetap dapat mengedepankan fungsi sosial program dimaksud, mengingat dana bergulir merupakan suatu bentuk intervensi Pemerintah dalam rangka meningkatkan keadilan ekonomi ?

(25)

Subyek Wawancara : Dra. Ai Darukiah Staf Khusus Direksi Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM)

F. Rinaldi, SE., MBA. Kepala Divisi Keuangan LPDB-KUMKM Drs. Pasni Rusli Kepala Divisi Umum LPDB-KUMKM

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Apakah latar belakang dibentuknya LPDB ? Apakah LPDB dibentuk dalam rangka penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir ?

Siapakah tokoh-tokoh yang menggagas pembentukan LPDB sebagai Badan Layanan Umum di bawah koordinasi Kementerian Negara Koperasi dan UKM ?

Apakah LPDB dibentuk untuk melakukan pembenahan terhadap pengelolaan dana bergulir yang selama ini dinilai kurang tepat ? atau apakah dibentuknya LPDB lebih dikarenakan sedang adanya fenomena baru pembentukan Badan Layanan Umum ?

Bagaimana pendapat Saudara tentang adanya keberatan Kementerian Koperasi dan UKM terhadap penerapan PMK Nomor 99 tahun 2008 ? Apakah keberatan tersebut menyebabkan timbulnya benturan kepentingan antara LPDB dan Kementerian Koperasi dan UKM ? Menurut pendapat Saudara berdasarkan pengamatan sepintas, bagaimanakah persepsi koperasi dan usaha kecil terhadap konsep baru pengelolaan dana bergulir melalui LPDB ? Bagaimanakah mekanisme penyaluran dana bergulir melalui LPDB, mengingat LPDB tidak memiliki perwakilan di seluruh Indonesia ?

Menurut pendapat Saudara berdasarkan pengamatan sepintas, dari segi efisiensi, mana yang lebih efisien, penyaluran melalui LPDB atau melalui kedeputian ?

(26)

Subyek Wawancara : Drs. Parluhutan Hutahaean, MPM.

Direktur Anggaran I, Ditjen Anggaran Dep.Keuangan

1.

2.

3.

4.

5.

Sejak tahun 2001 Kementerian Koperasi dan UKM menyalurkan dana bergulir dari kompensasi pengurangan subsidi BBM. Dana bergulir tersebut disalurkan melalui beberapa kedeputian dengan Pos Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Modal. Apakah menurut Bapak penyaluran ini sudah tepat, baik dalam hal struktur kelembagaan maupun pos belanja yang digunakan ?

Pada tahun 2004 dibuat SKB antara Menteri Keuangan dan Menteri Koperasi, sebagai cikal bakal pembentukan LPDB. Apakah tujuan dibentuknya lembaga tersebut ? Benarkah pada awalnya lembaga tersebut dibentuk hanya untuk menampung pengembalian dana bergulir Kementerian Koperasi yang sudah jatuh tempo, dan bukan sebagai lembaga pengelola dana bergulir ?

Pada tahun 2008, setelah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 tahun 2008, Direktorat Jenderal Anggaran melakukan pengalihan alokasi dana bergulir dari Kementerian Koperasi ke LPDB. Pengalihan tersebut sempat menimbulkan reaksi penolakan dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Menurut Bapak, apakah yang mendasari penolakan tersebut ?

Benarkah penolakan Menteri Koperasi untuk mencairkan dana bergulir TA. 2008 disebabkan antara lain oleh kurang lengkapnya regulasi yang telah diterbitkan berkaitan dengan pengelolaan dana bergulir ?

Bagaimanakah pendapat Bapak tentang pernyataan bahwa pengalihan pengelolaan dana bergulir dari kedeputian/kementerian ke LPDB dapat mengancam eksistensi deputi/kementerian tersebut ?

(27)

Subyek Wawancara : Ahmad Ikhsan, SE., MM.

Kepala Seksi pada Sub Direktorat Anggaran I C, Ditjen Anggaran Dep.Keuangan

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Bisakah Anda ceritakan kronologi permasalahan dana bergulir di Kementerian Koperasi dan UKM ?

Hal-hal prinsip apakah yang dilanggar dalam hal penyaluran dana bergulir di Kementerian Negara Koperasi dan UKM ini ?

Apakah yang mendasari terbitnya PMK 99 tahun 2008 tentang Dana Bergulir ?

Apakah alasan Anda melakukan pemblokiran terhadap alokasi dana bergulir pada SAPSK Kementerian Koperasi dan UKM TA. 2008 ?

Berdasarkan wawancara saya di LPDB, keengganan Kementerian Koperasi dan UKM untuk mencairkan alokasi dana bergulir TA. 2008 adalah karena kurangnya kelengkapan peraturan kita. Benar begitu ? Ataukah ini berkaitan dengan eksistensi kedeputian ?

Apa pendapat Anda tentang keinginan LPDB untuk suatu saat dapat mengembangan lembaganya menjadi bank UKM ?

(28)

Subyek Wawancara : Mochammad Imam Asyhari, SE., M.(Buss)Acc.,Ak. Auditor di Ditama Revbang,

Litbang Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja, Badan Pemeriksa Keuangan RI.

1. 2. 3. 4. 5.

Bagaimanakah pandangan seorang Auditor BPK terhadap permasalahan pengelolaan dana bergulir pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM ?

Paket UU Keuangan Negara disahkan pada tahun 2003 dan 2004. Apakah kebijakan dana bergulir Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang dikucurkan sejak tahun 2001 juga dapat diaudit berdasarkan aturan perundang-undangan tersebut ?

Jelaskan jenis dan prinsip-prinsip pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK terhadap Laporan Keuangan instansi Pemerintah !

Apakah dasar pemberian opini ”disclaimer” oleh BPK terhadap hasil pemeriksaan

Laporan Keuangan Kementerian Negara Koperasi dan UKM pada tahun 2006 ?

Benarkah penegakan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menyebabkan tereliminasinya fungsi dan tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap rakyatnya ?

(29)

Subyek Wawancara : DR. Roy V.Salomo Ahli Keuangan Negara

Staf Pengajar Program Magister FISIP UI DR. H. Machfud Sidik, M.Sc.

Pakar Keuangan Negara

Staf Pengajar Program Magister FISIP UI 1.

2.

3.

4.

5.

Seberapa pentingkah peranan dana bergulir terhadap perekonomian di negara kita ?

Apakah program dana bergulir pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang dialokasikan melalui pos belanja Bantuan Sosial sudah tepat, baik ditinjau dari segi kelembagaan maupun prinsip penganggaran ?

Menurut Bapak, apakah yang mendasari kebijakan Departemen Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir, yang mengalihkan pengelolaan dana bergulir kepada Badan Layanan Umum ? Menurut Bapak, beralasankah keberatan yang diajukan Kementerian Negara Koperasi dan UKM terhadap ditetapkannya PMK Nomor 99 tahun 2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir tersebut ?

Apakah yang mendasari pengadopsian konsep Badan Layanan Umum (BLU) sebagai suatu alternatif penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia, khususnya dalam hal pengelolaan dana bergulir ? Apakah kelebihan dan kekurangan penerapan konsep tersebut dalam pelayanan publik di Indonesia ?

(30)

Subyek Wawancara : DR. Fadjar Sofyar

Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM). 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Apakah yang melatar belakangi pembentukan LPDB sebagai institusi pengelola dana bergulir di bawah koordinasi Kementerian Negara Koperasi dan UKM ?

Dapatkah Bapak menceritakan sejarah terbentuknya LPDB ? Benarkah pembentukan LPDB diawali oleh adanya gerakan pembenahan dari dalam Kementerian Koperasi dan UKM, yang dimotori oleh Bapak sebagai Sesmeneg kala itu ?

Apakah gerakan pembenahan yang Bapak lakukan tersebut mendapat dukungan dari Pimpinan Kementerian ?

Apakah hal-hal prinsip yang menurut Bapak harus dibenahi berkaitan dengan pengelolaan dana bergulir pada Kementerian Koperasi dan UKM kala itu ?

Kendala-kendala apa sajakah yang dijumpai LPDB sebagai suatu institusi baru dalam menjalankan fungsinya sebagai pengelola dana bergulir ?

Benarkah ada keinginan untuk mengembangkan LPDB menjadi semacam Bank UKM ? Bagaimana pendapat Bapak tentang hal tersebut ?

Menurut pendapat Bapak, apakah Badan Layanan Umum adalah suatu bentuk kelembagaan yang ideal dalam penyediaan pelayanan publik di Indonesia, khususnya dalam pengelolaan dana bergulir ?

(31)

Lampiran 4. Transkrip Wawancara Pengumpulan Data Penelitian

Subyek Wawancara : DR. Hekinus Manao, MAcc., CGFM.

Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.

(Jabatan Sebelumnya Direktur Akuntasi dan Pelaporan Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan) Anggota Tim Penyusunan UU No.1 tahun 2004 Ketua Tim Penyusun PP No.23 tahun 2005

Tempat : Ruang Kerja Irjen Keuangan

Waktu : Selasa, 14 April 2009, Pk. 15.00-16.17 WIB

Peneliti

Hekinus Manao :

:

Apakah yang melatar belakangi munculnya Badan Layanan Umum sebagai suatu bentuk alternatif penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia ?

Sebagian penjelasan ini sebenarnya bisa dibaca di paper saya (menunjuk

paper yang dibawa peneliti). Sebenarnya lebih ke aspek keekonomisan

manajemen. Dan kebetulan tidak hanya di Indonesia. Kalau kita baca pada beberapa referensi dari luar, ada upaya-upaya yang disebut dengan reformasi birokrasi.

Dalam paper saya sebutkan setidaknya ada 3 macam reformasi : 1. Rightsizing/downsizing

2. Outsourching 3. Privatization

Salah satu yang menarik adalah cara pandang beberapa pihak bahwa pemerintah sebetulnya dapat dibedakan kegiatannya dalam 2 kelas /kelompok :

1. Yang sifatnya regulative dan control

2. Yang sifatnya operational

Dua fungsi ini tidak baik kalau pendekatan manajemennya sama.

Untuk yang sifatnya regulative dan control pendekatan birokratif murni mungkin cocok, tapi tidak untuk yang operasional. Kalau operasional

sebetulnya sama aja dengan non government yang sifatnya operasional.

Kalau pemerintah bikin rumah sakit, yang merupakan organisasi

operasional, bukan policy, sama aja dengan swasta bikin rumah sakit

model manajemennya. Kalau pemerintah bikin sekolah, swasta bikin sekolah, mestinya jangan beda manajemennya. Tapi di kita kan nggak. Kalau pemerintah harus pake DIPA, RKA. Pertanyaannya, kalau swasta tidak pake DIPA, RKA, kenapa rumah sakit pemerintah harus pake ? Ini ada kelemahan-kelemahan model birokrasi. Birokrasi bagus, tapi lebih pada fungsi pemerintah pada regulasi dan kontrol, tetapi tidak pada

operasional, karena yang operasional harus bisa bersaing dengan non

government. Makanya kemudian muncul inovasi baru dalam manajemen pemerintahan : yang sifatnya operasional jangan dikelola dengan model

(32)

Saya juga menganalisis dari sisi sifat benda-benda ekonomi : ada yang

bersifat public goods dan ada yang private goods. Kalo yang murni

private goods sebaiknya (penyediaan) oleh pasar, tapi itupun tidak 100%.

Kalo yang public goods sebaiknya oleh pemerintah. Namun ada juga

yang berada di antaranya, yakni semi public goods. Semi public goods

bisa diproduksi oleh pemerintah maupun non government. Kalau begitu

organisasi pemerintah yang memproduksi semi public goods,

manajemennya harus bersaing dengan manajemen non government.

Bagaimana kalau dibalik : kalau pemerintah tidak bisa mengelola dengan lebih baik, bahkan lebih buruk daripada swasta, trus kenapa harus pemerintah yang mengelolanya ? Kalau rumah sakit yang dibangun dan dikelola pemerintah tidak lebih baik, bahkan lebih jelek dari rumah sakit swasta, kenapa pemerintah harus punya rumah sakit ? Serahkan saja pada swasta. Soal bahwa nanti yang miskin supaya bisa berobat…nanti kan bisa dibayar oleh pemerintah, gak perlu bikin rumah sakit sendiri.

Ada yang mengatakan, kalau rumah sakit pemerintah nanti bisa beli peralatan khusus. Lho…kan bisa to pemerintah membelikan ? nanti bisa sewa, atau gratis.

Itu ekstrimnya. Kalau dibiarkan instansi pemerintah yang menangani operasional tidak memperhatikan hal ini, maka ini adalah, dilihat oleh pengamat dari luar sebagai suatu kesalahan manajemen. Dan memang kita sendiri merasakan, gitu lho.

Memang ada masa di mana produk pemerintah oleh publik dianggap adalah yang terbaik. Tapi ada masanya tidak. Misalnya ketika jaman dulu pemerintah membuat hotel, maka itu dianggap yang terbaik. Tapi setelah swasta membuat hotel yang lebih bagus, hotel pemerintah jadi gak laku. Sekarang urusan-urusan begitu diserahkan saja pada swasta.

Sepanjang sifatnya operasional, walaupun diurus pemerintah, manajemen tidak boleh menggunakan manajemen birokrasi. Inilah yang disebut pewirausahaan instansi pemerintah. Jadi bagaimana mengkonversi instansi pemerintah tidak bergaya birokratis, tetapi bergaya wirausaha, sehingga dia berhitung mana efisien dan mana yang tidak.

Maka kemudian berkembanglah apa yang disebut dengan Agencification,

yakni memisahkan instansi pemerintah pengambil kebijakan dan

instansi pemerintah yang merupakan operator, dimana instansi pemerintah yang menjadi operator merupakan agen dari instansi pemerintah pengambil kebijakan.

Pengambil kebijakannya Menteri Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan,

yang melaksanakan adalah rumah sakit ( health care organisation).Pola

yang ada di Menteri Kesehatan dan Dinas Kesehatan tidak boleh sama dengan pola manajemen rumah sakit. Tapi rumah sakit merupakan agen dari Depkes kalau dia sama-sama instansi pemerintah. Ini kadangkala dibutuhkan. Jadi bukan hanya membuat aturan untuk rumah sakit swasta, tapi juga memiliki agen rumah sakit milik pemerintah, karena lebih

mudah menurunkan ketentuan-ketentuannya. Tapi manajemen tidak

(33)

Peneliti Hekinus Manao

: :

pasien rumah sakit bisa mati. Ada yang butuh obat, tapi pagu sudah tersentuh, gak boleh kan? Kalau dalam model birokrasi biasa itu bisa

melanggar. Maka muncullah agencification. Agencification memang

bukan istilah yang ramai. Tidak banyak dipakai. Tapi ada beberapa artikel yang menulis ini. Saya temukan di Georgia State waktu saya ke sana pada tahun 2003. Ada beberapa pemikiran bahwa pada

instansi-instansi pemerintah perlu dibentuk unit-unit yang merupakan agent dari

pembuat kebijakan di atas. Itu yang disebut agencification. Jadi….apa pertanyaannya tadi ?

Mengapa BLU ? Ya, itu satu.

Sebenarnya, waktu disusun UU Keuangan Negara, tim, terutama Pak Mulia, berkali-kali mengatakan.. (Istilah BLU tidak dari saya. Istilah BLU dari Pak Mulia Nasution) nanti kita perlu mengatur BLU dalam UU ini. Usahakan bisa ketemu dengan Beliau ya. Mulanya saya belum menangkap maksud Beliau. Beliau ini maksudnya apa?

Saat UU Keuangan Negara, BLU belum ada. Tapi Beliau sudah berkali-kali mengatakan pada kami bahwa harus masuk BLU. Saat disusun UU Perbendaharaan Negara, saya disuruh merumuskan pasal-pasal mengenai

BLU. Saya mulai berpikir keras : apakah ini agencification yang pernah

saya baca di beberapa literature? Kira-kira begitu. Akhirnya saya

tuangkanlah di Pasal 68 dan 69 UU Perbendaharaan Negara (tadinya ada 3 pasal, yang kemudian dimampatkan saat dibicarakan di DPR). Baik atau buruk itu tangan saya yang membuatnya. Beberapa karakteristik di dalamnya ada yang sama dengan di Inggris, di Amerika, tapi ada juga yang beda.

Alasan lain yang paling mendorong saya adalah alasan teman-teman....keluhan dari universitas. Keluhannya, meraka yang cari uang dari SPP, tapi saat akan menggunakan uang itu untuk keperluan mahasiswa mereka kesulitan. Istilahnya, masuknya mudah keluarnya susah. Saya berpikir : ya nggak bener juga ini, universitas swasta tidak mengalami ini.

Saya ketemu dengan Rektor Univ.Terbuka. Dialah orang yang paling kritis.Katanya, pemerintah menipu masyarakat ! Tidak etis ! Sebenarnya tanpa dibiayai pemerintah, dari SPP saja saya sudah bisa operasional, karena saya surplus, total seluruh SPP sudah bisa menutup seluruh pengeluaran. Tapi saya malah menderita karena setor ke kas negara. Saya pikir iya juga. Udah dikasihpun juga masih banyak aturan, tidak boleh ini dan itu, padahal uangnya berasal dari mereka sendiri. Saya jadi makin terdorong. Saya ketemu beliau di kampus di Pondok Cabe. Dialah orang yang paling berkesan dalam artian…marah. Pemerintah gak adil ! Gak bener ! Departemen Keuangan sudah berganti-ganti pimpinan semua gebleg, gak mau tahu bahwa uang yang saya minta adalah uang mereka yang saya layani, kok gak mau mengambalikan. Saya jadi tergugah. Ini harus ada diselesaikan, harus ada solusinya. Saya makin terdorong setelah ditugaskan oleh Pak Mulia (Sekretaris Jenderal Dep.Keuangan).

(34)

Maka saya mulai menulis. Naaaah….kemudian terpikir oleh saya, bahwa :

• Ini tujuannya untuk peningkatan pelayanan

• Hanya Berlaku bagi organisasi pemerintah yang memang

berfungsi memberi pelayanan

• Dalam melayani menerima balas jasa, tapi tidak mencari

keuntungan

• Untuk itu diberi kebebasan dalam mengelola anggaran,

penerimaan gak usah setor ke kas Negara, tapi bisa langsung digunakan

• Waktu anggaran tidak boleh lepas dari anggaran induknya.

Kenapa? karena dia adalah pelaksana kebijakan.

Universitas adalah pelaksana dari kebijakan Depdiknas. Rumah sakit adalah pelaksana dari Depkes.

• Kemudian pertanggungjawaban harus dilihat oleh rakyat.

Kemudian muncul istilah Pembina. Siapa yang membina? Waktu itu

terpikir cukup menteri induknya. Tapi saat bincang-bincang dengan Pak Mulia, muncul pemikiran : Yang kita beri koridor kan aspek keuangannya, maka Menteri Keuangan harus ikut. Jadi Menkeu menjadi Pembina bidang keuangan, menteri teknis Pembina bidang teknis. Ini baru muncul menjelang diserahkan ke DPR.

Akhirnya jadilah UU. Gara-gara itu saat menyusun PP-nya, maka Pak Mulia bilang….Hekinus jadi ketua tim penyusun PP-nya. Saya mulai

mencari referensi. Beberapa saya download. Yang paling signifikan

adalah terbitan OECD tentang praktek-praktek semacam BLU di

beberapa negara. Namanya beragam. Ada yang keluar dari pemerintah, tapi sebetulnya masih agen pemerintah. Ada yang paro-paro, bisa cari uang di sini dan di luar. Akhirnya jadilah seperti dalam PP tersebut. Walaupun sekarang kalau saya lihat di PP-nya masih ada kekurangan di sana-sini.

Peneliti Hekinus Manao

: :

Tapi BLU ini belum di UU-kan kan Pak?

Itu juga yang menjadi pertanyaan dengan Pak Asmawi dari MenPAN. Sebetulnya yang mengangkat masalah ini adalah Pak Sofian Effendi, Rektor UGM.

Dalam hal BLU ini saya berdialog dengan UGM, dengan Pak Satrio Dirjen Pendidikan Tinggi sebelum pak Faisal Jalal. Saya juga berdialog dengan rumah sakit. Saya berdalog dengan RRI, Antara, Lembaga Penyiaran, beberapa RS daerah, dengan pak Fadel Mohammmad, karena saya tahu beliau membuat beberapa gerakan yang mengarah pada pewirausahaan pemerintah.

Peneliti Hekinus Manao

: :

Berarti BLU ini adalah perwujudan dari reinventing government ? Salah satu. Bukan berarti satu-satunya.

Tapi saya ber…..I dream, kaya Martin Luther King, gitu (tertawa sambil

(35)

BLU ini, suatu saat, pemerintah yang akan datang bisa slim. Sebetulnya angan-angan MenPAN untuk mewirausahakan pemerintah itu bisa diwujudkan lewat jalur BLU. Tidak masalah apakah ada UU atau tidak. Karena munculnya BLU sudah di UU. Tinggal perlu UU sendiri apa tidak ? Menurut saya itu tahapan saja. Dengan 2 pasal sudah banyak yang bisa dilakukan. Nanti kalau perlu UU kita buat UU.

Tapi kan, kadang-kadang pekerjaannya belum apa-apa sudah minta eselon. Banyak organisasi datang ke MenPAN, minta eselon 2. saya bilang : Tunggu dulu! Anda menjadi Eselon 3 saja belum tentu bisa membuktikan bahwa pekerjaan itu layak menjadi eselon 3. Kalau sudah bisa membuktikan bahwa layak, bolehlah…. Kita kan sering berpikir, seakan-akan yang kita salahkan karna belum menjadi UU. Padahal dengan 2 pasal saja kita belum maksimal berbuat.

Peneliti Hekinus Manao Peneliti Hekinus Manao : : : :

Masalahnya begini Pak. Belum ada UU BLU saja sudah ada sinyalemen orang berbondong-bondong membentuk BLU demi memperoleh fleksibilitas keuangannya…

Itu dia celakanya.

Lalu bagaimana nanti kalau sudah menjadi UU ? Saya tidak tahu

Itu tergantung bagaimana UU-nya. Kadang-kadang kan UU-nya bikin makin sulit. UU bisa bikin makin sulit, atau bikin makin gampang. Di

sana pasti ada pagar-pagar. Kelebihannya, kalauUU lebih amanah, tapi

tidak menjamin lebih efektif. Masalahnya orang cenderung berpikir formalistis, seolah yang salah adalah formalnya. Padahal tanpa UU juga sudah bisa. Mari kita beri contoh. Yang dikatakan : Rekening pemerintah itu tunggal. Itu hanya 1 pasal kan?. Tapi karena banyak orang yang sungguh-sungguh melaksanakannya, termasuk saya, mengatakan…Kalau begitu rekening gak boleh banyak, maka saya harus tertibkan. Apakah perlu UU rekening pemerintah ? Bisa ya, bisa tidak. Yang penting bukan ada tidaknya UU-nya, melainkan sejauh mana bisa ditegakkkan.

Saya juga masuk tim Pak Asmawi bikin RUU itu. Saya bilang : Mari kita bikin RUUnya, tapi keberhasilan BLU bukan tergantung pada UU atau tidak, melainkan siapa yang memimpin gerakan BLU. Saya kan tidak bisa memegang semua. Waktu itu saya Direktur di Akuntansi. BLU ini sempat di Ditjen Anggaran, waktu itu Sahala (Direktur PNBP) lebih banyak melihat ini sebagai PNBP. Saya berdebat dengan Sahala. Konsep BLU bukan urusan PNBPnya, tapi tentang membuat satu unit pemerintah

yang bisa membuat anggaran dengan pendekatan cost accounting.

Artinya, akuntansi biaya : dia boleh melebihi anggaran asal hasilnya juga melebihi. Berarti kita mendorong dia untuk berprestasi. Kita tidak

me-rem-nya pada ceiling. Ini sehubungan dengan dorongan kita untuk

memotivasi, jadi PNBPnya gak usah mondar-mandir. Jadi PNBP itu hanya sampingan saja. Sayangnya banyak orang melihat ini, dianggap sebuah kemewahan, sehingga orang beramai-ramai membentuk BLU.

(36)

Saat masih terlibat, waktu seleksi BLU saya sangat kritis. Saya katakan : Anda harus mendesak calon BLU kalau mau menjadi BLU, bahwa dia berjanji untuk melayani dengan baik, prestasinya jauh lebih bagus. Baru kita beri fasilitas. Sayangnya teman-teman di sana tak banyak tahu. Yang penting ada anggaran dasar, rensta, dan sebagainya. Seharusnya, uji dulu mereka sampai berkeringat dingin, baru berikan fleksibilitasnya. Ini kan hanya pendukung, kalau mereka memang sudah berjanji untuk melayani dengan lebih baik.

Memang….dalam proses memang tidak selalu bisa dicegah ada kepentingan-kepentingan politik sesaat atau politik kelompok. Kalau itu sih di mana-mana. Tidak hanya di BLU. Mulai dari pengangkatan pegawai sampai pembentukan organisasi pun begitu. Yah….itu hanya noda-noda saja. Tapi itu tidak boleh menjadi praktek umum. Kalau sudah menjadi sistematik bisa bahaya.

Peneliti (Vera) Hekinus Manao Peneliti (Vera) Hekinus Manao : : : :

Apakah tepat suatu instansi pemerintah yang diberi tugas sosial juga diberikan suatu kemudahan untuk menjalankan fungsi bisnis ?

Kalau landasan berpikir Pasal 68 sendiri sih, pelayanan masyarakat. Dalam PPnya, pelayanan masyarakat ada 3 :

• Bidang yang menghasilkan produk dan jasa

• Bidang yang mengurus lahan-lahan pemerintah

• Bidang yang mengurus dukungan keuangan bagi masyarakat.

Akhirnya ditafsirkan produksi jasa itu mestinya yang langsung pada masyarakat. Tapi bisa juga organisasi yang memberikan jasa walaupun tidak langsung kepada masyarakat. Memang jadi...yaa...

Sama halnya saya ikut dalam seleksi ketika STAN akan menjadi BLU. Sebenarnya STAN bukan memberikan jasa kepada masyarakat, tapi memberikan jasa kepada Departemen Keuangan. Saya mulai merasa…terus terang saja, saya ikut tim waktu itu. Saya mulai merasa...STAN masuk gak ya? Tapi saya gak enak juga. Kalau ke UI kita

bisa memberikan BLU, kenapa STAN gak? Saya mulai men-judge,

memberikan pembenaran dari rumusan saya di pasal 68 itu, bahwa memberikan jasa itu adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat, atau secara tidak langsung kepada masyarakat. Ini pembenaran saya karena saya duduk di situ (tertawa).

Apakah BLU adalah yang langsung memberi pelayanan pada masyarakat?

Tidak juga. Kalau lihat di...slide saya, ada di situ...ada yang disebut

dengan internal service agency. Di Negara lain BLU bisa diterapkan

pada internal service agency. Memang belum diakomodir dalam UU kita.

STAN sebetulnya lebih tepat ke situ. Bukan tidak bisa, hanya saja UU kita belum mengakomodir. Jadi misalnya begini. Gedung Departemen Keuangan. Bagaimana kalau diubah : semua gedung Depkeu dijadikan BLU. Setiap eselon I harus menyewa. Masuk ke anggaran. Berarti makin luas ruangan digunakan, makin menggerogoti anggaran.

(37)

Kita akan mulai berpikir untuk berhemat. Biro yang mengelola gedung dijadikan BLU. Inilah yang disebut Internal service agency, bukan public service. Dari segi teori, internal service masuk BLU. Tapi berdasarkan

UU kita yang termasuk BLU hanya public service. Waktu itu, dengan

pertimbangan kalau yang ini tak akan lolos di DPR, maka tidak dimasukkan. Peneliti (Vera) Hekinus Manao Peneliti Hekinus Manao : : : :

Jadi, yang menjadi pembeda utama antara satker pemerintah dan satker yang sudah menjadi BLU hanya pengelolaan keuangan saja ?

Implementasinya !

Yang terpenting harus dibedakan operasional atau kebijakan (regulasi). Itu teorinya Max Weber ya Pak ?

Max Weber sebenarnya hanya menyatakan birokrasi itu bagus. Tapi dia memberdakan organisasi pemerintah menjadi :

Mechanic view, adalah gambaran birokrasi

Organic view, ini sesuatu yang dinamis, termasuk dalam hal anggaran. Bila harus melampaui, ya lampaui saja, tak masalah.

Kalau organic view cocok untuk birokrasi. Ini hanya gambaran saya

Max Weber tidak menyatakan birokrasi bagus untuk semua.

Untuk mechanic view, fine, tapi kalau organic view, organisasi perlu di-adjust.

Orang memang sekarang rame-rame bikin BLU. Ok…berilah mereka kebebasan, tapi setelah mereka membuktikan bahwa bisa melayani lebih baik. Sebenarnya....Hari ini saya termasuk yang sangat sedih soal BLU. Belum lagi penerapan aturan-aturannya…

Semua pimpinan membawa pola pikirnya masing-masing...Persoalannya,bagaimana mentransmisikan pola pikir tentang BLU itu ? Tim yang melakukan seleksi harusnya lebih ketat. Saya

katakan : You have to give them very hard test !! untuk membuktikan

mereka akan menjadi lebih baik. Kalau tidak ya jangan. Tapi ya….mestinya pelan-pelan, mungkin perlu beberpa tahun, dipindahkan dulu cara berpikirnya (tertawa).

Salah satu kesalahan saya adalah apa yang ada di pikiran saya ini tidak saya buat tertulis, kemudian dibaca orang. Saya ingin semua yang saya tahu orang juga tahu. Saya kecewa orang banyak tak tahu, sehingga

hanya mengejar fleksibilitas saja. BLU kan sebenarnya memfasilitasi

ketercepatan upaya untuk mencapai tujuan, lalu diberikan fleksibilitas, jangan dibalik.

Saya berdebat dengan Pak Sahala. Sebenarnya BLU tetap masuk PP 20 tentang PNBP. Tapi ini UU (Perbendaharaan) juga yang menyatakan bahwa PNBP BLU tak usah disetor ke kas negara.

Istilahnya, kalau yang biasa itu PNBP, kalo yang ini PNBP Perjuangan (tertawa)

Peneliti : Kaitannya dengan dana bergulir, apakah yang mendasari perlunya

Referensi

Dokumen terkait

skripsi ini yang berjudul “ Perbedaan Pengaruh Model Student Teams Achievement Division (STAD) dan Numbered Heads Together (NHT) terhadap Hasil Belajar

Sumber daya yang dimasukkan kedalam proses pelayanan berbasis teknologi informasi adalah segala yang berkaitan dengan interaksi antara manusia yang satu dengan

tanggapan tentang rasa tablet hisap ekstrak etanol daun sirih merah dengan. mengisi angket yang

Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kota Prabumulih tahun 2015 dilakukan dengan cara membandingkan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pemberian pakan alami (Chaetoceros calcitrans dan Isochrysis

Judul : Hubungan antara Komponen Parameter Fungsi Diastolik Ventrikel Kiri dengan Durasi AV Delay Optimal pada Pasien dengan Pacu Jantung Dual Chamber..

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, peneliti mencoba untuk melakukan proses isolasi senyawa fenolik dari fraksi semi polar ekstrak etil asetat kulit batang

44 Hal ini diperkuat oleh pertimbangan hakim dalam Putusan Berkas Perkara Nomor 178/G/2015/PTUN Bandung yang menyatakan bahwa IPLC tidak memenuhi syarat penerbitan karena