• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENANTI KRITERIA BANK JANGKAR DI TENGAH KEGALAUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENANTI KRITERIA BANK JANGKAR DI TENGAH KEGALAUAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

MENANTI KRITERIA BANK JANGKAR DI TENGAH KEGALAUAN Oleh: Djoko Retnadi1

Rencana BI untuk mengumumkan kriteria bank jangkar, well performing bank,

well managed bank, well capitalized bank, atau apapun istilahnya di akhir bulan Juni ini merupakan saat yang paling ditunggu-tunggu oleh kalangan perbankan, khususnya bagi para bankir yang sudah begitu optimis bahwa banknya akan masuk dalam kriteria tersebut.

Jika disintesakan, route perjalanan BI sejak memperkenalkan API (Arsitektur Perbankan Indonesia) pada tahun 2004 yang lalu, maka seluruh proses sosialisasi API yang disertai dengan implementasi berbagai kebijakan yang tertuang dalam berbagai PBI (Peraturan Bank Indoensia) pada akhirnya memang harus dilaporkan oleh BI ke masyarakat. Pengumuman bank jangkar ini adalah rapor perjalanan API tersebut. BI sendiri dalam memandu implementasi API telah menempuh berbagai cara, mulai dari yang paling halus, yaitu melalui mekanisme pasar (market driven), cara moderate (directive), dan yang akan diterapkan di tahun 2008 adalah melalui tangan besi (heavy handed) apabila proses konsolidasi perbankan sesuai arahan API tidak segera terwujud. Strategi Penerapan API

BI perlu menegaskan kembali ketiga langkah yang akan diterapkan tersebut, karena sejak diperkenalkannya konsep API di tahun 2004 ternyata respon dari bank untuk mengakselerasikan strategi konsolidasi perbankan sangat minimal. Melihat gelagat seperti ini, cukup realistis apabila BI tidak segan-segan lagi akan menerapkan tangan besi di tahun 2008 dalam rangka memaksa bank untuk segera melakukan konsolidasi. Rencana kebijakan tangan besi BI ini sebenarnya diimbangi dengan penciptaan berbagai kondisi yang cukup realistis, di mana misalnya bagi bank yang tidak dapat memenuhi permodalan minimum di tahun 2008 akan diturunkan statusnya menjadi BPR. Menurut BI, API perlu diwujudkan secara bertahap namun pasti karena industri perbankan nasional masih menghadapi beberapa kendala, yaitu, pertama, distribusi industri

1 Penulis adalah Senior Economist The Indonesia Economic Intelligence. The Indonesia Economic

Intelligence adalah lembaga riset yang fokus melakukan kajian terhadap masalah-masalah kebijakan dan regulasi ekonomi beralamatkan di www.iei.or.id.

(2)

perbankan nasional sangat timpang karena sekitar 70% aset perbankan hanya dikuasai oleh 10 bank terbesar. Kedua, perbankan pada saat ini masih mengalami kendala permodalan dan manajemen risiko kredit untuk mencapai target ekspansi kredit sebesar 25% per tahun yang sangat dibutuhkan untuk menopang target pertumbuhan ekonomi sekitar 5% - 6% per tahun.

Menyikapi akan diumumkannya kriteria bank jangkar, terdapat beberapa hal yang patut menjadi renungan bersama, yaitu pertama, bahwa pengumuman ini dilakukan di tengah situasi ekonomi makro dan politik yang kurang begitu menggembirakan. Kedua, sebagaimana umumnya sifat manusia, begitu diberitahu mengenai sesuatu, biasanya akan menuntut untuk ingin mengetahui hal lain lebih lanjut. Dengan diumumkannya kriteria bank jangkar dapat dipastikan akan menimbulkan pertanyaan selanjutnya, khususnya mengenai siapa saja bank yang termasuk dalam kriteria bank jangkar. Ini wajar terjadi, karena bisa saja salah satu kriteria penetapan bank jangkar ternyata nantinya adalah informasi yang tidak dapat diakses oleh publik, sebagaimana aspek “Manajemen” di dalam butir penilaian tingkat kesehatan bank. Jika ini yang terjadi maka publik tidak akan dapat menebak-nebak bank mana saja yang masuk kualifikasi bank jangkar. Pertanyaan selanjutnya, jika nantinya perbankan dapat menaksir sendiri apakah banknya termasuk bank jangkar atau tidak, lalu langkah apa yang mesti dilakukan oleh bank jangkar dan bank yang tidak termasuk bank jangkar ke depan.

Soal Timing

Rencana BI untuk mengumumkan kriteria bank jangkar sebenarnya telah disampikan kepada perbankan beberapa bulan yang lalu. Dengan harap-harap cemas, dapat dipastikan bank-bank besar pada saat ini sangat berkeinginan banknya dapat memenuhi kriteria bank jangkar. Dengan diumumkannya kriteria bank jangkar atau sekaligus bank mana saja yang termasuk bank jangkar, sebenarnya bukan soal yang terlalu besar. Ini karena, penentuan bank jangkar hanyalah proses panjang dari perjalanan perbankan Indonesia. Maksudnya, jika BI akhirnya menetapkan sebuah bank menjadi bank jangkar, itu berarti bahwa memang bank tersebut sesuai dengan kriteria yang diharapkan BI untuk menjadi semacam bank idola di masa depan. Tentu saja karakteristik

(3)

bank idola yang ditetapkan BI ini sifatnya temporer karena tergantung dari situasi yang sedang dihadapi oleh BI maupun perekonomian nasional umumnya.

Kembali pada soal penentuan timing, minggu-minggu terakhir ini kondisi ekonomi makro diwarnai oleh berbagai ketidakpastian yang sangat berpengaruh pada prediksi kinerja perbankan ke depan. Nilai tukar rupiah yang mencapai kisaran Rp 9.650-an, tampaknya akan terus melemah akibat bekerjanya berbagai faktor eksternal yang sulit dikendalikan oleh BI sendirian. Harga minyak dunia yang hampir mencapai US$ 60 per barrel, semakin membaiknya prospek ekonomi Amerika Serikat, masih tingginya kebutuhan devisa untuk pembelian minyak oleh Pertamina dan untuk pembayaran utang luar negeri beberapa perusahaan, dan masih melimpahnya likuiditas rupiah perbankan yang tersimpan di SBI triliun per Februari 2005 yang masih sebesar Rp 107,6 triliun, kesemuanya tampaknya akan tetap menjadi faktor yang akan terus memperlemah kurs rupiah. Diakui oleh Deputy Gubernur BI Hartadi Sarwono, bahwa penerbitan PBI No.7/14/2005 tentang pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh bank hanya untuk mengurangi efek spekulasi saja, dan bukan untuk mengatasi faktor eksternal.

Melemahnya nilai tukar rupiah jelas harus terus diimbangi dengan kenaikan suku bunga SBI agar tidak terjadi pelarian modal ke luar negeri. Lelang SBI pada tanggal 22 Juni menghasilkan rata-rata tertimbang suku bunga SBI berjangka satu bulan sebesar 8,18 persen, atau naik seebsar 12 basis point dari posisi lelang pekan sebelumnya yang hanya setinggi 8,06 persen. Kenaikan suku bunga SBI sebesar 12 basis point ini belum pernah terjadi belakangan ini, karena kenaikan normal rata-rata hanya sekitar lima basis point saja.

Kecenderungan kenaikan suku bunga yang terus-menerus ini jelas akan semakin menekan profitabilitas perbankan yang saat ini masih mengandalkan pada besarnya NIM (Net Interest Margin). Di sisi lain, upaya perbaikan efisiensi perbankan melalui penurunan biaya overhead tampaknya belum memberikan hasil yang nyata. Ini ditunjukkan oleh masih tingginya selisih (spread) suku bunga kredit terhadap suku bunga simpanan. Sebagaimana kajian yang dilakukan oleh The Asian Bankers, rasio efisiensi perbankan Indonesia yang diukur dari biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional (BOPO), walaupun kondisinya sangat bagus namun termasuk

(4)

aneh. Ini karena, rasio efisiensi yang rendah di perbankan kita bukan akibat semakin membaiknya efisiensi biaya operasional, namun akibat tingginya pendapatan operasional. Biaya operasional perbankan kita (khususnya biaya tenaga kerja) terus mengalami kenaikan luar biasa mencapi angka sekitar 30-40% per tahun. Dengan kondisi NIM yang sangat tinggi di era tiga tahun lalu, maka rasio efisiensi perbankan kita tampak sangat bagus. Namun demikian, dengan kecenderungan suku bunga yang terus meningkat, maka angka NIM perbankan ke depan akan terus tertekan, sementara biaya operasional belum tentu dapat ditekan. Ini berbeda dari apa yang terjadi di perbankan di Philipina, bahwa rasio efisiensi perbankan di sana lebih banyak karena membaiknya efisiensi biaya operasional. Jika rasio efisiensi perbankan di negara tersebut belum bagus, itu lebih banyak karena rendahnya pendapatan operasional akibat begitu sempitnya NIM (spread) antara suku bunga kredit terhadap suku bunga simpanan.

Selain kondisi ekonomi makro yang kurang menggembirakan, situasi politik dan hukum akibat gencarnya proses pemberantasan korupsi telah menimbulkan reaksi yang berlebihan dari sebagian kalangan. Proses penyidikan terhadap debitor kredit macet di beberapa bank sedikit banyak akan menimbulkan dampak psikologis bagi para debitor di dalam berhubungan dengan bank. Walaupun bagi debitor yang bagus dan tertib, situasi seperti ini seharusnya tidak menjadi masalah, namun kenyataan di lapangan terkadang berbeda dari apa yang seharusnya terjadi.

Memerhatikan berbagai kondisi tersebut, pengumuman bank jangkar memang tetap dapat dilakukan oleh BI karena itu telah menjadi program yang telah lama dicanangkan. Namun demikian, ada baiknya kriteria bank jangkar seyogianya perlu mengantisipasi kondisi ekonomi ke depan. Dalam arti, dapat saja saat ini sebuah bank layak menjadi bank jangkar karena indikator keuangannya bagus. Namun perlu disadari bahwa obligasi rekap di perbankan masih cukup besar. Aset ini bagi beberapa bank merupakan aset yang sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga dan relatif sulit dikendalikan oleh bank pemegang obligasi rekap. Jika ini tidak terantisipasi, tidak mustahil jika dalam waktu singkat, bank yang semula memenuhi kriteria bank jangkar, harus berubah menjadi tidak dapat memenuhi kriteria karena tiba-tiba merugi akibat gejolak kurs dan suku bunga.

(5)

Kriteria Bank Jangkar

Dari berita yang tersebar, hal penting yang akan menentukan kriteria bank jangkar adalah soal permodalan, IT, jaringan kerja, kualitas SDM, manajemen risiko, dan tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) yang dimilik bank. Syarat ini tentu merupakan syarat tambahan, karena syarat mendasar bagi jangkar adalah bahwa bank tersebut harus memiliki kualifikasi minimum sehat menurut ketentuan BI. Dengan melihat kriteria tersebut, jelas sekali bahwa BI hendak mengarahkan bank jangkar pada perwujudan sebuah bank yang memiliki daya saing tinggi dan bermanfaat bagi perekonomian nasional. Ini terkait dengan salah problem utama yang dihadapi perbankan nasional yaitu rendahnya ekspansi kredit namun di sisi lain justru justru terjadi ekses likuditas. Untuk mengatasi problem tersebut, tidak ada jalan lain bahwa bank yang diharapkan mampu memecah kebekuan problem perbankan tersebut adalah bank dengan kemampuan ekspansi kredit tinggi yang didukung dengan permodalan memadai.

Untuk menunjang tingkat ekspansi kredit jelas tidak mungkin bank jangkar hanya memiliki jaringan kerja terbatas dan perangkat IT yang tidak memadai. Dengan jumlah nasabah yang semakin besar dan tersebar di berbagai jaringan kerja, maka kebutuhan IT untuk kepentingan manajemen internal maupun untuk memenuhi kebutuhan pemenuhan laporan ke BI jelas menjadi kebutuhan mutlak bagi bank jangkar. Selain itu, jika bank jangkar tersebut nantinya harus mengakusisi bank lain akibat “kebijakan tangan besi BI”, maka bank jangkar tersebut diharapkan akan dengan mudah melakukannya tanpa dibebani soal permodalan, IT, dan SDM yang kurang memadai.

Menyikapai Bank Jangkar

Saya kurang sependapat dengan beberapa kalangan yang mengatakan bahwa pengumunan bank jangkar akan menjadi isu sensitif yang dikhawatirkan dapat berpengaruh pada citra beberapa bank. Penentuan bank jangkar bukanlah proses yang terjadi tiba-tiba. BI telah cukup lama mengumukan dan memfasilitasi seluruh bank agar bersiap-siap mengikuti arah API. Dengan berjalannya waktu, tentu saja BI dan masyarakat luas dapat mencatat, bank mana saja yang pantas menjadi bank jangkar sesuai

(6)

visi API. Dengan kata lain, jika sebuah bank pada akhirnya layak memenuhi krietria sebagai bank jangkar, itu bukan karena rekayasa BI, namun lebih banyak karena bank tersebut memang mampu berjalan sesuai rel yang digariskan API.

BI tidak mungkin menetapkan kriteria secara sembarangan untuk menentukan bank jangkar. Berbagai kelemahan perbankan telah dianalisis dan diungkapkan ke seluruh pelaku perbankan serta bagaimana cara memperkuat perbankan ke depan. Visi API jelas mengarahkan pada terwujudnya sistem perbankan yang kuat, berdaya saing tinggi, dan bermanfaat bagi perekomian nasional. Jika itu dapat dipamahi bersama, tidak ada alasan bagi bank yang tidak masuk kriteria bank jangkar untuk melakukan protes ke BI. Toh ini masih sebatas kriteria sedangkan siapa saja yang akan menjadi bank jangkar belum akan ditetapkan segera. Lagi pula, bank jangkar tidaklah bersifat statis. Mungkin kali ini sebuah bank tidak dapat memenuhi kritria bank jangkar, namun tahun depan mungkin saja dapat mengejar ketertinggalannya.

Referensi

Dokumen terkait

Saya mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk bekerja di ………., dan saya juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan

Nilai hasil analisis regresi menghasilkan nilai koefisien luas panen sebesar 0,443, artinya jika luas panen cabai merah meningkat sebesar 1% maka penawaran cabai merah di

Dukungan berupa: kebijakan yang jelas, penyediaan sarana dan prasarana, dana, dan kegiatan akademik di dalam dan di luar kelas yang mendorong interaksi akademik antara dosen

Eka Noviana , 201210225130, Fakultas Teknik Informatika Universitas Bhayangkara Jakarta Raya , Judul Skripsi “Perancangan Sistem Pemesanan Jasa Teknisi Elektronik

Murni Julianti (2014) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi untuk membayar pajak yang dimoderasi oleh

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk menjawab bagaimana Pemikiran Bung Karno terkait pendidikan karakter di Indonesia (2) Untuk menjawab bagaimana Pendidikan Karakter Bung

Laporan akhir ini dibuat untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik Politeknik

Hajaroh[4]. Pengamalan siswa terhadap agama Islam juga berpengaruh terhadap akhlak siswa. Pengamalan agama Islam dalam hal ini merupakan pengamalan ibadah. Hal ini dikarenakan