• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM INOVASI DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM INOVASI DAERAH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM INOVASI DAERAH

Herry Suhermanto (PFP Madya)

Pendahuluan

Pergeseran orientasi ekonomi berlangsung semakin cepat, sehingga memerlukan penyesuaian pola pikir atau kita tidak lagi mampu merespon perubahan secara terarah dan terkoordinasi. Disadari atau tidak, kehadiran kreatifitas dan inovasi terjadi di semua lini kehidupan dengan segala produknya. Kementerian Perdagangan melalui suatu konvensi yang bertema Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015 mengindikasikan 14 sub sektor yang menjadi penggerak industri kreatif di Indonesia, termasuk diantaranya periklanan, kerajinan, feysen, musik, penerbitan dan percetakan, serta radio dan televisi. Sebagai suatu industri, sub-sub sektor tersebut di atas berkarakter dinamis, selalu mencari penggunaan cara baru untuk menghasilkan nilai baru (berinovasi), digerakkan oleh pasar ataupun menggerakkan pasar. Aktor kunci inovasi menurut Schumpeter (1911) adalah wirausaha. Individu atau kelompok individu dengan semangat dan cara kerja kewirausahaannya menggerakkan ekonomi, berkontribusi (feeds) menghadirkan gangguan yang konstan pada keseimbangan sistem ekonomi dan memroses ekonomi menuju nilai keseimbangan yang baru.

Workshop Sistem Inovasi Nasional (SINAS, 2010) memberikan batasan bahwa inovasi merupakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan/ atau perekayasaan yang bertujuan mengembang-kan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapmengembang-kan Iptek yang telah ada kedalam produk atau proses produksi. Kepentingan ekonomi hijau mendorong wirausaha untuk lebih inovatif lagi dalam menyiasati tantangan menghadirkan Iptek hijau dalam investasinya. Peliknya, investasi di negara ini dihadapkan kepada karakter perekonomian yang berciri dagang di satu sisi, dan berciri industri di sisi yang lain. Ekonomi dagang mendorong konsumsi, sedangkan ekonomi industri mendorong produksi. Transisi dari ekonomi produksi yang semula digerakkan pertanian tidak serta merta menuju ekonomi industri. Transisi ternyata bermuara pada meningkatnya permintaan terhadap barang konsumsi non-pertanian, yang notabene digerakkan oleh ekonomi dagang. Ekonomi menghadapi paradoks yang membuatnya rentan terhadap tekanan ekonomi global. Ekonomi industri (produksi) yang sebagian besar dibangun oleh kelompok usaha mikro-kecil-menengah (UMKM) harus menghadapi sektor keuangan yang dibesarkan oleh ekonomi dagang.

Upaya BI menekan suku bunga kurang mendapat respon yang memadai dari perbankan umum, dimana mereka lambat bereaksi dalam penurunan suku bunga pasarnya. Kecuali Papua, permintaan terhadap pinjaman di berbagai daerah cukup tinggi. Secara nasional terjadi peningkatan loan to deposit ratio (LDR) dari semula 64,9% pada tahun 2005 menjadi 77,4% pada tahun 2010.1 Selain Jawa-Bali, LDR Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Maluku berada di atas rata-rata nasional, bahkan LDR Sulawesi menunjukkan angka tertinggi 112,1%. Permintaan yang tinggi tersebut ternyata terkonsentrasi di Jawa-Bali, dimana aktivitas perbankan menguasai 73,8% dari keseluruhan penyaluran kredit nasional, yang diikuti kemudian oleh Sumatera (14,5%), Kalimantan (5,7%), dan Sulawesi (4,7%). Aktivitas perbankan di wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua masih sangat rendah (dibawah 1,0%). Ketimpangan ini tidak membantu perkembangan ekonomi industri secara nasional, terutama di tingkat UMKM, justru membangun peluang bagi terbentuknya ekonomi rente. Dapat dikatakan ekonomi industri berkembang dalam bayangan (berpola) ekonomi dagang. Resiko bisnis terdistribusi dalam rentang waktu yang lebih pendek dari seharusnya, sehingga cara pandang investasi menjadi myopic dan mendorong peningkatan resiko yang disikapi oleh perbankan dengan suku bunga tinggi.

1

(2)

Ketimpangan aktivitas perbankan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi aktivitas kewirausahaan di daerah. Perangkat fiskal yang disiapkan untuk lebih memeratakan kapasitas kewirausahaan secara nasional menjadi tidak efektif tanpa dukungan kelembagaan yang memadai, termasuk dukungan perbankan. Bagaimanapun juga menurut Cipolla (1981) dan Lazonick (1991), wirausaha penting untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan perilaku usahanya dalam mengadopsi teknologi produksi baru, merealokasi sumber daya untuk peluang usaha baru, mengatur resiko, melakukan diversifikasi produk, mencermati kompetisi, dan membuka pasar (penetrasi pasar). Di samping itu, peningkatan jumlah wirausaha membawa peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dalam distorsi ekonomi menuju keseimbangan barunya, putaran inovasi akan membawa lebih banyak lagi wirausaha ke dalam sistem ekonomi.

Wirausaha, Iptek, dan Inovasi

Masih diperdebatkan, bahwa proses tidak tumbuhnya ekonomi dibayangi oleh ketiadaan atau menurunnya kapasitas inovasi dan invensi (McKillop, 2011). Produk hasil proses inovasi memutar perekonomian secara generik dalam rantai nilai industrinya, baik secara konstruktif maupun destruktif. Nilai-nilai konstruktif tentunya berproses mulai dari sekedar pemikiran (kreasi) yang original (asli) untuk kemudian diwujudkan dalam bentuk barang ataupun jasa yang bisa menjadi gaya hidup dan memakmurkan pasar. Nilai-nilai destruktif bisa berproses dari pemikiran kreatif namun bisa bertentangan dengan gaya dan cara hidup masyarakat pada umumnya, dengan produk barang ataupun jasa yang sangat khas/ spesifik dengan resiko pasar yang tinggi. Contoh konkritnya adalah inovasi yang menghasilkan peralatan militer, dan tidak sedikit wirausaha yang berkecimpung di industri militer ini.

Gambar 1: Rantai Nilai Generik Industri Kreatif

Kreasi dapat dikatakan merupakan sumber daya yang tidak terbatas. Namun, mewujudkan suatu kreasi (ide) hingga dapat diterima (laku) di pasar memerlukan semangat dan kapasitas kewirausahaan dalam memrosesnya, dimana ketahanan dan komitmen pelaku usaha diasah dan diuji. Pemrosesannya akan melibatkan para-pihak, tentunya yang berkepentingan terhadap wujud (barang dan/ atau jasa) dari kreasi dimaksud. Pengusahaannya hingga menjadi ladang bisnis baru tetap harus berhitung ekonomis (resiko laba-rugi) dilakukan terutama sebelum melakukan produksi. Keberhasilan memasuki pasar menjadi tantangan bagi wirausaha baru, dan tahap yang terpenting sebenarnya ada di tahap ex-ante produksi, dimana telahaan (riset) dan pengembangan produk memerlukan kejelian dan kecermatan, selain pembiayaan yang harus diperhitungkan sebagai sunk cost. Eksploitasi yang sukses dari suatu kreasi, seperti yang diungkapkan Taufik (2007), adalah inovasi. Didalamnya terkandung unsur-unsur ide atau kreasi, kejelian melihat peluang, pengetahuan dan teknologi, produksi, distribusi, dan pasar (lihat Gambar 1).

Secara formal, menurut UU no. 18 tahun 2002, inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/ atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan

(3)

konteks ilmu pengetahuan yang baru atau cara baru, untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi. Inovasi dapat dikatakan merupakan mobilisasi pengetahuan dan ketrampilan teknis (difusi iptek) serta pengalaman dalam menciptakan proses dan hasil yang baru. Ada suatu mata rantai atau sistem dari inovasi dalam rangka memroses eksploitasi kreasi/ ide hingga sukses di pasar. Sebagaimana diindikasikan Taufik (2007) inovasi dapat berproses secara radikal (mengubah nilai/ lintasan Iptek) ataupun inkrimental (menambah, memperkuat, memperbaiki, dan/ atau mendayagunakan nilai/ lintasan Iptek yang ada).

Penyelesaian persoalan inovasi, atau suksesnya suatu ide hingga menjadi produk yang laku di pasar, akan memerlukan kepiawaian, komitmen, dan keahlian pelaku usaha (wirausaha) dalam menjalankan sistem inovasi beserta seluruh tantangan yang mungkin dihadapinya (lihat Gambar 2). Setidaknya ada 9 (Sembilan) faktor terkait yang menjadi tantangan wirausaha dalam menjalankan bisnisnya. Keuntungan memotivasi setiap pelaku usaha (wirausaha) dalam memulai/ membangun bisnisnya. Dia merupakan produk multi-dimensi yang setiap faktornya dapat dicermati oleh pelaku usahanya.

Gambar 2. Tantangan Wirausaha

Kewirausahaan dapat terbentuk secara genetik (nascent entrepreneurs) ataupun dibentuk melalui pembelajaran. Bagaimanapun jadinya, wirausaha adalah pemilik sekaligus pelaku usaha dan bukan dalam kategori orang yang diupah (buruh). Dia mentransformasi penemuan/ ide menjadi suatu produk yang memiliki nilai ekonomi (economically viable), independen dalam prosesnya, dan mengoperasikan perusahaan formal untuk produk dimaksud.2 Transformasi ini merupakan bagian dari

2

Lundstorm, Anders and Lois A. Stevenson. 200x. Enterpreneurship Policy: Theory and Practice. Kluwer Academic Publishers. London.

(4)

inovasi. Dalam hal ini dapat dikatakan membangun sistem inovasi berarti juga membangun kewirausahaan, namun tidak sebaliknya.

Sebenarnya terdapat tiga unsur utama yang dapat mendorong terbangunnya sistem inovasi, yaitu Pemerintah, Pebisnis, dan Pendidik (Akademik), lebih dikenal dengan istilah ABG (Akademisi, Bisnis, dan Government). Pemerintah dituntut untuk dapat menciptakan dimensi “budaya,” termasuk iklim usaha dan insentif lainnya, dalam menghadapi dinamika politik dan tuntutan good governance dalam pengaturan dan pelayanan publik. Kelompok bisnis merupakan tumpuan perekonomian dengan persoalan mendasar; seberapa besar para pebisnis ini menjadi agen perubahan (wirausaha)? Mereka di lini terdepan dalam menghadapi dinamika pasar, berkutat dengan produksi, pemasaran, pendanaan, persaingan, dan ketenagakerjaan. Memperhatikan faktor-faktor multi dimensinya, setidaknya sembilan faktor di atas, kewirausahaan menempati posisi penting dalam menggerakkan kreatifitas menuju perubahan yang terstruktur.

Unsur akademis juga memiliki peran sentral dalam membangun sistem inovasi. Kapasitas dunia pendidikan perlu dimaksimalkan dalam menghadapi dinamika perkembangan IPTEK, baik murni maupun terapan. Orientasi kurikulum dimatangkan pada pembentukan individu yang kreatif dan siap berwirausaha. Lembaga-lembaga layanan masyarakat yang disiapkan berbagai perguruan tinggi, kiranya dapat menawarkan bantuan program dan kegiatan untuk membantu dunia usaha bersama para wirausahanya memroses ide/ kreasi hingga menjadi produk yang siap pasar secara efektif dan efisien (lihat Gambar 3). Inovasi inkrimental barangkali lebih mendapatkan tempat di pasar yang dikuasai UMKM, sedangkan inovasi radikal dapat lebih leluasa dilakukan oleh pemodal besar (usaha besar), termasuk dalam hal ini pemerintah.

Gambar 3. Posisi Wirausaha dalam Proses Inovasi

Sumber diolah dari dari http/bappeda.bantulkab.go.id

Sistem Inovasi

Kita pahami bersama bahwa inovasi merupakan suatu proses dengan tingkat kesulitan yang bervariasi dari sederhana hingga kompleks; dan yang pasti dinamis (berpotensi menimbulkan

(5)

snow-balling effects). Sebagai suatu proses didalamnya terdapat elemen-elemen penggerak yang saling terkait, dimana terdapat pembelajaran interaktif sehingga inovasi berhasil di pasar. Pemilik ide/ kreasi tentunya tidak dapat bertindak sendiri, dan pada gilirannya akan berinteraksi dengan pasar. Kemajuan Iptek saat ini dapat dimanfaatkan dalam memroses ide hingga menjadi produk, tidak selalu harus intensif di penelitian dan pengembangan, tetapi lebih baik intensif di ke”Iptek”an sehingga mudah diterima di pasar (Taufik, 2007). Tidak semua pemilik ide memiliki kapasitas (termasuk penguasaan Iptek) yang mumpuni dalam menyukseskan inovasinya, dalam hal mana akan diperlukan dukungan dari “ABG”secara kolektif.

Batasan sistem inovasi seperti yang dirumuskan Taufik (2007) menyebutkan bahwa terdapat hubungan vertikal dan horisontal yang membentuk jaringan untuk memroses secara produktif pembelajaran dan difusi hasil-hasilnya dalam praktik yang terbaik. Hubungan vertical tercermin dari rantai nilai usaha (klaster) yang mungkin dihasilkan dari inovasi, sedangkan hubungan horizontal lebih merupakan hubungan antarindividu ataupun antarlembaga yang dapat menyukseskan inovasi. Sistem sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai ikatan dari beberapa elemen yang memiliki ketergantungan satu dengan lainnya dan berinteraksi secara teratur (regular) dalam menjalankan satu tugas. Ada semacam keteraturan yang perlu dibangun dalam sistem inovasi ini. Tantangannya adalah justru keteraturan kurang disukai wirausaha karena mereka selalu ingin berkreasi, yang mungkin akan menciptakan keteraturan-keteraturan baru, sepanjang kapasitas ekonomi memungkinkan dalam menyerap produk inovasi.

Sistem inovasi tampaknya tidak mungkin menjadi sistem yang exclusive ataupun enclave, karena pengembangannya akan melibatkan sekelompok individu dan sistem-sistem berkenaan lainnya (misalnya sistem politik, sistem keuangan, sistem pendidikan, dan sistem industri). Inovasi sulit untuk dicerna oleh UMKM yang menyesaki dunia usaha, tanpa dukungan kewirausahaan, pemerintah, dan pendidikan (ABG). Sistem inovasi, dalam hal ini merupakan jaringan lintas lembaga yang diharapkan dapat memfasilitasi UMKM menyukseskan ide-ide usaha mereka hingga produknya diterima pasar.

Peran Pemerintah

Pemerintah memiliki peran penting bagi tumbuh kembangnya sistem inovasi, terutama untuk mengimbangi kapasitas kewirausahaan yang berkembang di masyarakat. Sementara ini, pemerintah beranggapan bahwa penelitian dan pengembangan (ristek) sebagai pemberat anggaran dan bukan penggembung pundi hasil pembangunan (Kusmayanto, 2009). Di tingkat nasional terdapat cukup banyak lembaga yang dapat menuntun UMKM agar lebih mapan dalam menjalankan usahanya, membantu melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam program-program tertentu. Program-program yang bersifat tailor made umumnya ditangani oleh lembaga-lembaga inkubator bentukan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Melalui perguruan tinggi tentunya diajarkan praktik usaha terbaik, efektif dan efisien, termasuk teknis produksinya. Bahkan di beberapa inkubator disediakan layanan pemrosesan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan dukungan keuangan atau akses ke pendanaan.

Kolaborasi ABG dalam sistem inovasi merupakan prasyarat, namun masih perlu dicarikan bentuk kolaborasi yang paling efektif bagi UMKM beserta para wirausahawannya. Pemerintahan terstruktur

(6)

dalam tiga tingkatan yang bersifat otonom, yaitu pemerintahan nasional (Pusat), pemerintahan provinsi, dan pemerintahan kabupaten/ kota (dua terakhir diungkap sebagai pemerintahan daerah). Dalam batas-batas wilayah administrasinya, kita akan dihadapkan pada sistem yang beragam, dimana pada satu kategori sistem saja dapat ditemukan cara kerja dan motif ataupun bentukan kolaborasi ABG yang berbeda antarwilayah, bahkan ada para pihak yang hanya mau tahu bidang kerjanya semata. Sistem inovasi nasional (SINAS) kiranya perlu menyentuh dimensi lokalitas inovasi, yang bisa saja sangat spesifik dibangun dari kekuatan dan kekayaan sumber daya lokal.

ABG di daerah bekerja dalam aturan (rule of the game) nasional dan aturan daerahnya. Selain aturan formal (UU, Peraturan Pemerintah, Perpres, Perda, Permen, Perkada, dan kebijakan pemerintah lainnya), UMKM di daerah dituntut untuk mematuhinya, disamping dituntut untuk menjadi mapan dan berdaya saing. Kekuatan dan kultur kolaborasi lokal yang berbeda-beda perlu dipertimbangkan dalam membangun sistem inovasi, dan oleh sebab itu patut dikembangkan sistem inovasi daerah (SIDA). SIDA patut menjadi kebijakan daerah, karena bagaimanapun juga inovasi daerah memiliki daya ungkit, cakupan kegiatan, dan pasarnya sendiri, yang bila dikembangkan dengan prinsip-prinsip governance yang baik bisa membangun daya saing daerah.

Menilik pandangan Romer (1990) yang mendukung argumen Kirzner (1973)3 dikatakan bahwa wirausaha memiliki perilaku kompetitif yang menghidupkan proses pasar, dimana alasan atau motif berinovasi akan terkendala menghadapi pemain baru, terutama peniru inovatif di arena pasar yang baru. Peniru inovatif tidak perlu mengeluarkan biaya riset dalam pengembangan produknya, hal mana pembiaran dapat melemahkan pemain orisinal. Untuk itu, melalui SIDA kiranya dapat dikembangkan koherensi inovasi yang terlindungi HKI yang diperkuat oleh SINAS. SINAS merupakan hub dari jaringan antarSIDA yang akan menjamin terbentuk produk-produk komplemen yang inovatif dan terlindungi dari para peniru.

Persoalan berikutnya adalah apa dan siapa yang patut mengembangkan dan mengawal SINAS ataupun SIDA. Pengembangan SINAS ataupun SIDA akan melibatkan unsur ABG, siapapun berhak memotori. Akan lebih efektif bila motor penggeraknya adalah pemerintah (Pusat untuk SINAS, dan Pemda untuk SIDA). Paradigma pemerintahan telah bergeser, justru di alam demokrasi ini pemerintah adalah bagian kecil saja dari berbagai elemen masyarakat yang menjalankan peran sebagai partisipator, pelayan publik, pengintervensi, fasilitator, regulator/ pengatur, motivator, dan pelindung. Dengan demikian, pemerintah (Pusat dan daerah) dapat memotivasi ABG untuk membangun SIDA. Pengawalan dapat dilakukan oleh Pusat; sementara ini, melalui forum bersama dengan kesekretariatan yang mengandalkan Dewan Riset Nasional (DRN).

Kesimpulan dan Rekomendasi

Pengembangan sistem inovasi diharapkan dapat menjadi faktor yang memengaruhi aktivitas kewirausahaan di daerah, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui adopsi teknologi produksi baru, merealokasi sumber daya untuk peluang usaha baru, mengatur resiko, melakukan diversifikasi produk, mencermati kompetisi, dan membuka pasar (penetrasi pasar). Dalam praktek dan implementasinya, sistem inovasi akan memerlukan kebijakan yang mengarah kepada kolaborasi program dan kegiatan lintas lembaga.

Butir-butir di bawah ini belum disusun dalam kalimat …….

1. Bentuk TIM KHUSUS dalam koordinasi Menko menyiapkan program & pelaksanaannya

3

(7)

2. Perpreskan (Undang-undangkan sebagai bagian dari alur pembangunan jangka panjang) dan berikan penugasan pada para Kepala Daerah untuk KOORD pelaks I s/d V

Tujuan SINAS dan SIDA

• Pembangunan ekonomi lokal berbasis IPTEKMAS

• Pendayagunaan segenap potensi daerah secara efisien  ekonomi berkualitas dan berkelanjutan

• Membangun jejaring untuk melindungi sektor-sektor ekonomi lokal yang masih lemah

• Memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan

• Menciptakan iklim investasi yang kondusif (red tape, kepastian hukum, profesionalisme) Membangunan kewirausahaan

Sandaran kerangka kerja

• Terbuka pada ide kreatif dengan tujuan yang jelas dan capaian yang rasional

• Berpikir strategis dan konsisten dalam kerangka ruang dan waktu (RPJPD, RPJMD, RENSTRA SKPD)

• Fokus pada potensi dan kompetensi terbaik daerah

• Meningkatkan daya saing ekonomi daerah

• Mewadahi tim ahli melalui Forum komunikasi SIDA untuk solusi terbaik

(8)

Daftar Pustaka

Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2008. Studi Industri Kreatif Indonesia, 2007.

McKillop, Andrew. 2011. “What Happened To Economic Growth?” Economics / Economic Theory Dec 27, 2011 - 11:25 AM

Wong, Poh Kam (et.al., 2005). “Enterpreneurship, Innovation, and Economic Growth.” Springer. http://nus.academia.edu

Taufik, Tatang A. 2007. “Pengenalan Konsep Sistem Inovasi.” Bahan paparan disampaikan pada Workshop Nasional: Strategi Pengelolaan Keuangan Daerah Sebagai Langkah Awal Keberpihakan Pemerintah Daerah terhadap Rakyat Miskin. Yogyakarta 11 Mei 2007.

Gambar

Gambar 2. Tantangan Wirausaha
Gambar 3. Posisi Wirausaha dalam Proses Inovasi

Referensi

Dokumen terkait

Kelurahan Ciakar Kecamatan Cibeureum Pemerintah Kota Tasikmalaya. Adalah benar-benar penduduk kami dan berdomisili pada alamat tersebut diatas. Demikian Surat Keterangan ini

Di antara seri obligasi korporasi yang outstanding, Obligasi Subordinasi Berkelanjutan I Bank Panin Tahap I Tahun 2012 memperoleh return 7,1%, dan merupakan

pembahasan dari hasil penelitian , pada setiap siklus maka dapat disimpulkan hasil penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut : 1.Dengan penggunaan alat Bantu berupa

terminal menjadi kurang beroprasi secara baik, benar dan berkualitas sesuai aturan ataupun visi misi yang telah ditentukan sebelumnya, kualitas adalah semua sifat

Praktik pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas (PTK) dapat meningkatkan profesionalisme guru.Ini merupakan salah satu alasan betapa pentingnya penelitian tindakan kelas

Sedangkan Gambar 10. menampilkan contoh hasil pengujian yang memberikan hasil berhasil diidentifikasi dan dikenali dengan tidak benar. Dapat dilihat dari gambar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik habitat yang diseleksi lutung jawa di level area jelajah adalah: berada pada ketinggian 1.500-2.000 m dpl, kelerengan

Atas berkat rahmat Allah SWT dengan takdir dan ketetapannya, penghargaan atas junjungan kita Baginda Rasullullah SAW yang meneladani umatnya dalam pengelolaan ego,