• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BIBIT LELE DENGAN SISTEM TAKARAN DI DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BIBIT LELE DENGAN SISTEM TAKARAN DI DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI

BIBIT LELE DENGAN SISTEM TAKARAN

DI DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH

KABUPATEN SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

DIANA WULANSARI

NIM. 214-13-016

PROGAM STUDI

HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak (Suwardi) dan Ibu (Siti Rohmah) sebagai

Motivator terbesar dalam hidupku yang tak mengenal lelah dan mendoakan

aku serta menyayangiku, terimakasih atas semua pengorbanan, keringat dan

kesabaran mengantarkanku sampai kini.

2. SaudarakuAgusBudiyanto, M.Tri Yulianto, Susilo Arif Prayogo, walaupun

tidak ada ucapan yang keluar tetapi aku yakin pasti didalam batinmu selalu

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena

atas rahmat dan karuninnya-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk mencapai strata satu Hukum Ekonomi Syari‟ah. Penulis menyadari tanpa

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, mulai dari masa perkuliahan sampai

dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak

terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syar‟iah IAIN Salatiga.

3. Bapak Dr. Ilya Muhsin, S.Hi., M.Si., selaku Wakil Dekan III Fakultas

Syari‟ah IAIN Salatiga.

4. Ibu Evi Ariyani, S.H.,M.H, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah

IAIN Salatiga.

5. Bapak Moh. Khusen, M.Ag.,M.A. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

selalu memberikan bimbingan dan pengarahan untuk selalu melakukan yang

terbaik.

6. Ibu Luthfiana Zahriani S.H.,M.H selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dukungannya untuk mengarahkan

saya dalam pembuatan skripsi ini.

7. Keluarga tercinta Ibuk,bapak,saudara yang tak henti-hentinya selalu

mendoakan dan memberikanku semangat.

(8)

9. Kepada semua narasumber yang berkenan memberikan informasi.

10.Terimakasih kepada teman-teman tercinta Azizah, Anida, Nana, Ilham, Feri,

Lina, Intan, Munif, Ruhayatun, Tugini, diena serta teman-teman yang tidak

bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih banyak untuk pertemanannya

selama ini dan sukses selalu untuk kalian semua.

11.Kawan-kawan Hukum Ekonomi Syariah 2013 IAIN Salatiga.

12.Seluruh jajaran Akademi Institut Agama Islam Negeri Salatiga Fakultas

Syariah yang tidak bisa penulis sebutkan semuannya terimakasih banyak telah

banyak membantu penyusunan skripsi ini.

13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah

memberikan Konstribusi dan dukungan yang cukup besar sehingga penulis

dapat menjalani perkuliahan dari awal hingga akhir di Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga.

Semoga Allah SWTmembalas semua amal kebaikan mereka dengan

balasan yang lebih dari yang mereka berikan dan senantiasa mendapatkan

maghfiroh, dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amin.

Akhir kata penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas

segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa

dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan kelemahan baik dari

segi materi ataupun skripsi. Sehingga saran, dan kritik serta perbaikan yang

membangun dari pembaca akan penulis terima dengan kerendahan hati. Semoga

(9)

ABSTRAK

Wulansari, Diana (2018). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli

Bibit Lele dengan Sistem Takaran di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Lutfiana Zahriani S.H.,M.H.

Kata Kunci : Jual Beli, Bibit Lele, Sistem Takaran, Hukum Islam

Desa Reksosari merupakan salah satu desa yang terkenal dengan jual beli bibit lele. Sebagian masyarakat mempunyai kolam-kolam yang digunakan untuk pembibitan maupun pembesaran bibit lele. Banyak masyarakat desa Reksosari yang antusias menekuni bisnis jual beli bibit lele, karena menurut mereka menjual dan memelihara bibit lele mampu mendapatkan keuntungan dan hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jual beli bibit lele di Desa Reksosari menggunakan system hitungan. Dalam hal ini pihak penjual dalam praktik perhitungan bibit lele yang dipesan pembeli menggunakan system takaran.Takaran pertama dijadikan acuan untuk takaran selanjutnya yang memungkinkan hitungannya berbeda. Dari latarbelakang diatas, maka peneliti mengambil focus penelitian tentang bagaimana praktik jual beli bibit lele dengan system takaran di desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap Jual beli bibit lele dengan system takaran di desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang .

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang dipakai penyusun adalah penelitian lapangan (field research), dan sifat penelitian adalah deskriptif analitik. Untuk melakukan pendekatan penelitian, penyusun menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Adapun langkah-langkah dalam teknik pengumpulan data adalah dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah kualitatif.

(10)

DAFTAR ISI

NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ...

(11)

H. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Pengertian Jual Beli ...

BAB III : PRAKTEK JUAL BELI BIBIT LELE DENGAN SISTEM TAKARAN DI DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG

A.Gambaran Umum Desa Reksosari ... 43 B.Praktek Jual Beli Bibit Lele di desa Reksosari ...

50

BAB IV : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BIBIT LELE DENGAN SISTEM TAKARAN DI DUSUN BAWANGAN DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH

A. Jual beli bibit lele dengan sistem takaran ditinjau dari rukun jual beli menurut hukum Islam ...

(12)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

A. Biografi Penulis

B. Nota Pembimbing Skripsi

C. Surat Permohonan Izin Penelitian

D. Lembar Konsultasi

E. Surat Keterangan Kegiatan

F. Surat Keterangan Lulus Ujian Komprehensif

G. Daftar Panduan Untuk Wawancara

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lepas dengan

adanya suatu persoalan-persoalan sehingga manusia saling membutuhkan

dan saling menolong antara yang satu dengan yang lainnya untuk

memenuhi kebutuhan dirinya demi mempertahankan kehidupannya.

Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya, manusia tidak dapat

melakukan secara perseorangan melainkan membutuhkan bantuan orang

lain. Menurut Aristoteles menyebutkan dalam ajarannya bahwa manusia

itu adalah zoon politicon artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk yang

pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul sesama manusia yang

lain, maka manusia sebagai makhluk sosial (C.S.T. Kansil, 1989 : 29).

Dijelaskan dalam Surat Al- Ma‟idah ayat 2 Allah SWT berfirman:

Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah

amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Ma‟idah: 2)

Menurut Syafi‟i (2001 : 4), Islam adalah agama yang bersifat

syumu‟liyyah (sempurna). Dikatakan bersifat syumu‟liyyah karena Islam

(15)

syariatnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik ritual ibadah maupun

sosial muamalah. Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan

keharmonisan hubungan manusia dengan kholiq-nya. Ibadah juga

merupakan sarana untuk mengingat secara kontinyu tugas manusia sebagai

kholifah-nya di muka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk

menjadi rules of game atau aturan manusia dalam kehidupan sosial.

Islam juga bersifat harakiyah, maksudnya Islam dapat diterapkan

dalam setiap waktu dan tempat sesuai dengan dinamika dan perkembangan

zaman. Kedinamisan ini tampak jelas terutama pada bidang muamalah.

Selain cakupannya luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan

antara muslim dan non muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu

ungkapan yang diriwayatkan oleh Sahabat Ali :

“Dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”(Syafi‟i, 2001 : 5).

Muamalah adalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang

memberi manfaat dengan cara yang ditentukan, seperti jual beli,

sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam-meminjam, urusan bercocok tanam,

berserikat, dan usaha lainnya. Agama telah memberikan aturan terhadap

masalah muamalah ini untuk kemaslahatan umum.

Dengan teraturnya muamalah, maka kehidupan manusia jadi

terjamin dengan sebaik- baiknya dan teratur tanpa adanya

(16)

yang dibolehkan oleh Allah Swt. adalah jual beli. Sebagaimana dalam

firman-Nya Q.S Al-Baqarah2 : 275

Aturan jual beli ini juga dijelaskan dalam firman-Nya dalam Q.S An-Nisa

4 : 29

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan

perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan

janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Ayat ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa untuk

memperoleh rizki tidak boleh dengan cara yang bathil, yaitu yang

bertentangan dengan hukum Islam dan jual beli harus didasari saling rela

merelakan, tidak boleh menipu, tidak boleh berbohong, dan tidak boleh

merugikan kepentingan umum.

Jual beli itu merupakan salah satu bentuk ibadah dalam mencari

rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak terlepas dari hubungan

sosial. Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam adalah jual beli yang

(17)

dianggap sah apabila memenuhi syarat dan rukun jual beli yang telah

ditetapkan oleh syara‟. Selain itu jual beli merupakan kegiatan bertemunya

penjual dan pembeli, di dalamnya terdapat barang yang diperdagangkan

dengan melalui akad ijab dan qobul. Dengan demikian keabsahan jual beli

juga dapat ditinjau dari beberapa segi : pertama, tentang keadaan barang

yang akan dijual. Kedua, tentang tanggungan pada barang yang dijual

yaitu kapan terjadinya peralihan dari milik penjual kepada pembeli.

Ketiga, tentang suatu yang menyertai barang saat terjadi jual beli (Ibnu

Rusyd, 128-130).

Pengertian jual beli dalam KUHPerdata pasal 1457 adalah suatu

perjanjian di mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan sesuatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar

harga yang dijanjikan. Sebenarnya praktik jual beli pada zaman Rasulullah

sudah ada. Rasulullah juga mengajarkan dan memberi petunjuk serta tata

cara mengenai etika bermuamalah dan berbisnis yang benar diantaranya.

Pertama, bersikap jujur, kejujuran merupakan syarat penting dalam

berbisnis. Kedua, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad Saw

sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam

melakukan transaksi. Ketiga, komoditi bisnis yang dijual adalah barang

yang suci dan halal, bukan barang haram, seperti babi, anjing, minuman

keras, ekstasi, dan lain sebagainnya. Keempat, takaran, ukuran dan

timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan

(18)

Sebagai contoh jual beli bibit lele di Desa Reksosari Kecamatan

Suruh Kabupaten Semarang banyak masyarakat yang antusias menekuni

bisnis jual beli bibit lele ini, karena menurut mereka dengan memelihara

dan menjual bibit lele mampu mendapatkan keuntungan dan hasilnya

dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Dalam proses pemeliharaan bibit lele biasanya mereka menakarnya

sendiri dari indukan lele yang mereka pelihara sebelumnya atau membeli

dari penjual lain. Dalam proses penjualan tersebut untuk menentukan

harganya menggunakan cara hitungan ekor per ekor, karena sesuai dengan

perjanjian awal bahwa penjual akan menjual bibit lele dengan harga per

ekor. Dalam proses pengambilan bibit lele dengan cara diayak terlebih

dahulu untuk memisahkan antara yang kecil dan yang besar diletakkan

ditempat yang sudah disediakan. Kemudian diambil dengan penyaringan

ikan dengan menggunakan tempat penyaringan. Inilah proses perhitungan

terjadi dan menggunakan sistem takaran. Jika menggunakan sistem

takaran, jumlahnya belum tentu sama dengan jumlah takaran awal, hal ini

mengakibatkan kerugian bagi kedua belah pihak yang berakad (penjual)

dan (pembeli) karena terkadang tidak sesuai dengan jumlah bibit yang

diinginkan.

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka penyusun

tertarik untuk membahas fenomena yang terjadi mengenai “TINJAUAN

(19)

SISTEM TAKARAN DI DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH

KABUPATEN SEMARANG”

B. Rumusan Masalah

Agar lebih terarah dan lebih operasional bahasan ini, maka perlu

adanya rumusan masalah yang tertuang dalam bentuk pertanyaan sebagai

berikut:

1. Bagaimana praktik dan mekanisme jual beli bibit lele dengan sistem

takaran di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli bibit lele dengan

sistem takaran di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten

Semarang ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat ditentukan

tujuan penelitian ini, antara lain :

1. Untuk mengetahui praktik dan mekanisme jual beli bibit lele dengan

sistem takaran di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten

Semarang.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap jual beli bibit lele

dengan sistem takaran di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten

(20)

D. Kegunaan Penelitian

Agar penelitian ini dapat memberikan hasil yang berguna secara

keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat

diantaranya :

1. Kegunaan Teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan

ilmu syari‟ah, khususnya jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah untuk

menjadi tambahan wawasan keilmuan dan keagamaan dalam

masalah yang berhubungan dengan praktik jual beli bibit lele.

b. Untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan bagi penyusun

khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang hal-hal yang

berkaitan dengan jual beli bibit lele dengan sistem takaran di Desa

Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang sesuai dengan

hukum Islam.

2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan solusi bagi para pelaku praktik jual beli bibit lele agar

tidak perlu takut melakukan jual beli dengan cara tersebut, karena

agama Islam itu tidak mempersulit, tapi malah mempermudah

demi tercapainya kesejahteraan umat manusia di muka bumi ini.

b. Untuk memberikan pertimbangan kepada pihak-pihak yang terlibat

langsung dalam praktik jual beli bibit lele, agar senantiasa tetap

berpegang teguh pada aturan jual beli yang berlaku di dalam

(21)

E. Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi salah pengertian dalam pemahaman penelitian

yang penulis teliti ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan beberapa

istilah yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini yaitu :

1. Hukum Islam

Hukum Islam yaitu rangkaian dari kata “hukum” dan kata “Islam”

untuk mengetahui arti hukum Islam perlu diketahui lebih dahulu arti

kata hukum. Hukum yaitu seperangkat peraturan tentang tingkah laku

manusia yang diakui sekelompok masyarakat itu berlaku da mengikat

untuk seluruh anggotanya. Hukum Islam artinya seperangkat peraturan

berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentng tingkah laku

manusia yang diakui dan diyakini serta mengikat untuk semua yang

beragama Islam (Syarifuddin, 1997 : 4-5).

Menurut Sudarsono (1992 : 12), hukum Islam adalah

peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan tentang jual beli berdasarkan

al-Qur‟an, Hadis, dan menurut beberapa madzhab serta pandangan Majlis

Ulama Indonesia.

2. Jual Beli

Menurut Suhendi (2014 : 68), jual beli adalah suatu perjanjian

tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara

sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda

dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan

(22)

3. Bibit lele

Bibit lele adalah benih lele yang masih kecil dan masih

memerlukan pemeliharaan sampai menjadi dewasa dan akan dipanen

dan diperjualbelikan setelah benih tersebut menjadi dewasa.

4. Sistem Takaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sistem merupakan cara

(metode) yang teratur untuk melakukan sesuatu. Sedangkan Takaran

merupakan ukuran banyaknya suatu benda. Jadi sistem takaran yang

dimaksud adalah cara untuk mengukur banyaknya suatu benda.

F. Telaah Pustaka

Sesuai dengan pokok permasalahan penelitian yaitu mengenai jual

beli, maka penulis mengambil beberapa karya tulis dalam bentuk skripsi

yang berkaitan dengan pembahasan jual beli. Disini penulis berusaha

untuk memaparkan mengenai rumusan masalah dan kesimpulan dari

beberapa skripsi tersebut untuk digunakan sebagai tolok ukur untuk

melihat permasalahan yang akan penulis teliti selanjutnya.

1. Setiawan, Ahmad Deni (2008) “Analisa Fiqih Terhadap Jual Beli Sapi

Rubuhan di UD. Sri Makmur Ponorogo”. Variabel penelitian terdiri

dari masalah analisa fiqih terhadap objek jual beli dan analisa fiqih

terhadap sistem penetapan harga pada jual beli sapi rubuhan. Hasil dari

penelitian ini adalah bahwa objek jual beli sapi rubuhan yang

(23)

madharatnya banyak sekali bila dikonsumsi, kualitas dagingnya juga

jelek serta di dalam jual beli sapi rubuhan tersebut terdapat unsur

penipuan. Terkait dengan sistem penetapan harga pada jual beli sapi

rubuhan tersebut, tidak terdapat pertentangan dengan hukum Islam,

karena unsur kedua belah pihak yang melakukan jual beli

(digilib.uin-suka.ac.id diakses pada tanggal 8 November 2017).

2. Wahyudi, Agus (2009) ”Praktik Jual Beli Salak Pondoh Di Desa

Banguntirto Kec. Turi, Kab. Sleman Dalam Perspektif Hukum Islam”.

Objek penelitiannya terdiri dari praktek transaksi jual beli salak

pondoh yang dilakukan oleh masyarakat desa Banguntirto dan praktek

transaksi tersebut dalam perspektif hukum Islam.Alat yang digunakan

untuk menganalisa adalah konsep jual beli dalam hukum Islam.Hasil

penelitian ini adalah bahwa dalam jual beli salak pondoh dalam sistem

1/15 yang dilakukan oleh masyarakat Banguntirto telah sesuai dengan

rukun dan syarat jual beli dalam hukum Islam, yaitu dengan adanya

penjual, pembeli dan objek yang diperjualbelikan dan sighat yang

berupa ijab dan qabul.Sedangkan persengketaan biasanya terdapat

pada besar kecilnya potongan timbangan, namun hal tersebut dapat

disadari oleh petani karena telah mengetahui dasar adanya potongan

timbangan. Dalam perspektif hukum Islam, apabila itu tetap muncul

maka dapat diselesaikan melalui transparansi, dengan begitu maka jual

(24)

interaksi sosial yang baik antara pihak-pihak yang bertansaksi

(digilib.uin-suka.ac.id diakses pada tanggal 8 November 2017).

3. Maghfiroh, Siti (2008) “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli

Buah Secara Borongan (Studi Kasus di Pasar Giwangan) Yogyakarta”.

Dalam penelitian ini peneliti menjelaskan bahwa dalam jual beli ini

terdapat banyak kecurangan yang dilakukan oleh penjual buah, dalam

satu peti buah terkadang ada campuran buah yang kulitnya tidak

bagus. Objek Penelitiannya pada Jual Beli Buah Secara Borongan.

4. Ahsani, Rofiq (1999) “Tinjauan Konsep Salam Terhadap Praktek Jual

Beli Bibit Ayam Pedaging di Mlilir Madiun” adalah penelitian kancah

(lapangan) dengan metode pendekatan kualitatif serta pembahasan

yang digunakan adalah induktif yaitu menggunakan data yang bersifat

khusus dengan kesimpulan yang bersifat umum. Permasalahan yang

diteliti adalah pertama praktek jual beli bibit ayam pedaging di Mlilir

Madiun, kedua kejelasan harga dalam jual beli bibit ayam pedaging di

Mlilir Madiun, ketiga kejelasan jenis bibit ayam pedaging di Mlilir

Madiun, keempat kejelasan batas waktu penyerahan bibit ayam. Dari

permasalahan yang ada, penelitian ini menyimpulkan bahwa: praktek

jual beli bibit ayam ini sudah sesuai dengan fiqh karena tidak ada

satupun dalil yang melarang. Adapun kejelasan harga, jenis, serta batas

waktu sudah sesuai dengan fiqih dan telah sesuai dengan tuntunan

agama karena didalamnya ada suatu adat kebiasaan (‟urf) yang tidak

(25)

sehingga menimbulkan suatu maslahah bagi sesama

(digilib.uin-suka.ac.id diakses pada tanggal 8 November 2017).

Dari sekian penelitian yang telah dilakukan penelitian lain, bahwa

penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian-penelitian

yang sudah dijelaskan di atas. Hal tersebut terletak pada fokus penelitian

yaitu mengenai praktik jual beli dan tinjauan hukum Islam terhadap jual

beli bibit lele dengan sistem takaran di desa Reksosari Kecamatan Suruh

Kabupaten Semarang.

G. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a) Pendekatan

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif. Menurut Moleong (2011:6) penelitian kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan, dll. Secara holistic dan dengan cara deskripsi

dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus

yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan

yuridis sosiologis yaitu pendekatan penelitian yang mengkaji

(26)

dan masyarakat serta efektivitas berlakunya hukum positif di

Indonesia (Utsman, 2014 : 66). Dan bersifat deskriptif analitis

yaitu pendekatan yang menelaah tentang kehidupan masyarakat

(Moleong, 2004 : 6). Dalam penelitian ini menggambarkan

tinjauan hukum Islam terhadap jual beli bibit lele sistem takaran di

Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

b) Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan

(field research) yang bersifat deskriptif analitik yang dimaksudkan

untuk mendiskripsikan sesuatu secara transparan, memberikan

gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang

tertentu atau gambaran suatu gejala yang kemudian dianalisa

terhadap gambaran tersebut. Dalam skripsi ini penyusun akan

mendiskripsikan atau menggambarkan bagaimana bentuk jual beli

bibit lele dengan sistem takaran di Desa Reksosari Kecamatan

Suruh Kabupaten Semarang.

2. Kehadiran Peneliti

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini,

peneliti hadir dalam proses penelitian serta bertindak langsung sebagai

instrumen dan sebagai pengumpul data hasil observasi dan wawancara

(27)

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian itu

akan dilakukan. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Desa Reksosari

Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

4. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah jual beli bibit lele pada pihak-pihak

yang mempunyai kolam budidaya bibit lele dan yang melaksanakan

jual beli bibit lele dengan sistem takaran.

5. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat

diperoleh (Moleong, 2011 : 114). Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui sistem jual beli bibit lele dengan sistem takaran di Desa

Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Sumber data dalam

penelitian ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Data Primer

Data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang

yang diamati atau diwawancarai (Moleong, 2009 : 157). Jenis data

primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari sumber

melalui wawancara dan observasi. Informan adalah orang yang

dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan

dengan penelitian. Dalam hal ini yang menjadi Informan adalah

Penjual dan Pembeli bibit lele dengan sistem takaran di Desa

(28)

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh atau berasal dari bahan-bahan

kepustakaan. Data ini berupa dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan permasalahan penelitian. Sumber data yang dapat

mendukung penelitian ini adalah telaah pustaka seperti buku-buku,

jurnal atau hasil penelitian sebelumnya yang meneliti hal serupa.

6. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan tiga metode pengumpulan

data yang digunakan dalam penyusunan laporan penelitian yaitu

sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data dengan jalan

pengamatan dan pencatatan secara langsungdan sistematis terhadap

fenomena yang diteliti (Sugiyono, 2013 : 145). Observasi yang

dilakukan penulis ini untuk mendapatkan data tentang bagaimana

praktik jual beli bibit lele dengan sistem takaran di Desa Reksosari

Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Pada penelitian ini

peneliti melakukan observasi ke empat tempat penjualan bibit lele

di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,

(29)

seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,

berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2010 : 180).

Tujuan dalam wawancara ini untuk menggali secara dalam

tentang informasi yang dibutuhkan kepada pihak Penjual dan

Pembeli dalam praktik Jual beli bibit lele dengan sistem takaran di

Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pengumpulan data-data melalui

pengamatan dan pencatatan dengan sistematik tentang fenomena

yang diselidiki secara langsung maupun tidak langsung. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan metode dokumentasi untuk

memperoleh dokumen yang berkaitan. Adapun dokumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah monografi desa dan

foto-foto yang terkait dengan jual beli bibit lele di Desa Reksosari

Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

7. Analisis Data

Analisis data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan

jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong,

2011 : 248). Analisis data bertujuan untuk menelaah data secara

(30)

telah digunakan. Diantaranya:observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Data yang terkumpul diklasifikasikan dalam sebuah penelitian

kualitatif deskriptif. Peneliti melakukan analisis data awal yang

diperoleh untuk menentukan titik focus penelitian yang bersifat

sementara. Analisis akan dilakukan kembali setelah memperoleh data

tambahan dari berbagai sumber yang ada untuk membuat kesimpulan.

Kesimpulan ini ditarik dari fakta atau data khusus berdasarkan

pengamatan dilapangan bagaimana praktik jual beli bibit lele dengan

sistem takaran di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten

Semarang.

8. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh

yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian,

sehingga untuk memperoleh data yang valid diperlukan suatu teknik

untuk memeriksa keabsahan data.

9. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian ini adalah sebagai berikut, yaitu:

a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum

melakukan penelitian seperti membuat suatu rancangan penelitian

lapangan, memilih dan memanfaatkan sesuatu yang diperoleh,

menyiapkan kelengkapan penelitian serta memperhatikan etika

(31)

b. Tahap pekerjaan lapangan yaitu peneliti terjun langsung ke

lapangan untuk mencari data-data yang diperlukan seperti

melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.

c. Tahap analisa data, yaitu peneliti menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi.

d. Tahap Penulisan laporan, yaitu apabila semua data telah terkumpul

dan dianalisa serta dikonsultasikan kepada pembimbing, maka

yang dilakukan penulis selanjutnya adalah menulis hasil penelitian

tersebut sesuai dengan penulisan yang telah ditentukan.

H. Sistematika Penulisan

Agar diperoleh penelitian yang sistematis, terarah, mudah

dipahami dan dapat dimengerti oleh para pembaca pada umumnya, maka

penulisan menyajikan karya ilmiah kedalam bentuk sistematika penulisan

yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut :

Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan

penelitian.

Bab dua adalah kajian pustaka yang merupakan landasan teori.

Dalam bab ini berisi tentang berbagai teori yang berkaitan dengan praktik

jual beli, dalam hal ini mencakup bahasan tentang konsep jual beli dalam

(32)

beli, rukun dan syarat jual beli, macam-macam jual beli, khiar dalam jual

beli, berselisih dalam jual beli.

Bab tiga adalah paparan data dan hasil penelitian. Dalam bab ini

akan melaporkan hasil pengumpulan data, gambaran objek penelitian yang

meliputi keadaan umum desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten

Semarang, yang terdiri dari keadaan geografis dan demografis, serta

kehidupan sosial ekonomi, pendidikan dan keagamaan. Serta pelaksanaan

praktik jual beli bibit lele dengan sistem takaran di desa Reksosari

Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

Bab empat adalah analisis data. Dalam bab ini berisi tentang

analisis dan interpretasi data, yakni tinjauan hukum Islam terhadap praktik

jual beli bibit lele dengan sistem takaran di desa Reksosari Kecamatan

Suruh Kabupaten Semarang yang bertujuan untuk memberikan penjelasan

boleh atau tidaknya praktik jual beli bibit lele dengan sistem takaran dalam

tinjauan hukum Islam.

Bab lima adalah penutup. Dalam bab ini sebagai penutup akan

diuraikan tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Selain

itu akan dipaparkan tentang saran-saranyang terkait dengan permasalahan

dalam penelitian. Kesimpulan merupakan inti sari dari penelitian tentang

praktik jual beli bibit lele dengan sistem takaran di Desa Reksosari

Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Sedangkan saran merupakan

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Jual Beli

Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai‟, al

-Tijarah dan al-Mubadalah, sebagaimana Allah Swt berfirman:

ًةَراَِتِ َنْوُج ْرَ ي

:رطاف( َرْوُ بَ ت ْنَل

92

)

Artinya :“Mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan

rugi” (QS. Fathir : 29).

Jual beli (al-bay) secara bahasa menurut Aziz (2010:23) adalah

memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti.

Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli

adalah sebagai berikut.

1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan

melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling

merelakan.

2.

يِعْرَش ِنْذِاِب ٍةَضَو اَعُِبِ ٍةَّيِلاَم ٍْيَْع ُكْيِلَْتَ

“Pemilikan harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai

(34)

“Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf)dengan

ijab qobul, dengan cara yang sesuai dengan Syara.”

4.

atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara

yang dibolehkan.”

6.

ِماَوَّدلا يَلَع ِتاَّيِكْلِلما ُلُداَبَ ت َدِفُيِل ِلاَلماِب ِلاَمْلا ِةَلَداَبُم ِساَسَأ يَلَع ُمْوُقَ ي ٌدْقَع

“Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka

jadilah penukaran hak milik secara tetap” (Suhendi, 2014:67-68).

Menurut pengertian syari‟at jual beli adalah pertukaran harga atas

dasar saling rela atau memindahkan hak milik dengan ganti yang

dibenarkan (Sabiq, 1987:45). Secara terminologi ada beberapa definisi jual

beli yang dikemukakan oleh para ulama fiqh, sekalipun substansinya dan

tujuan masing-masing definisi adalah sama yaitu tukar menukar barang

(35)

caranya yang benar. Jual beli (al-Buyu) adalah pertukaran harta atas dasar

saling rela atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat

dibenarkan (berupa alat tukar yang sah) (Dewi dkk, 2006:9).

Menurut Ali Fikri yang dikutip oleh Ahmad (2010:175), bahwa

pendapat ari Hanafiah menyatakan jual beli memiliki dua arti, yaitu :

a. Arti khusus, jual beli adalah menukar barang dengan mata uang (emas

dan perak) dan semacamnya, atau tukar menukar barang dengan uang

atau semacamnya menurut cara yang khusus.

b. Arti umum, jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta menurut

cara yang khusus, harta mencakup zat (barang) atau uang.

Jual beli menurut Ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli

yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus.

a. Jual beli dalam arti umum adalah suatu perikatan tukar-menukar

sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah

akad yang mengikat dua belah pihak. Tukar-menukar yaitu salah satu

pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh

pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat adalah bahwa benda yang

ditukarkan adalah dzat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek

penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.

b. Jual beli dalam arti khusus adalah ikatan tukar-menukar sesuatu yang

bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya

tarik, penukarannya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat

(36)

utang baik barang itu ada di hadapan si pembeli maupun tidak, barang

yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih

dahulu (Suhendi, 2014:69-70)

B. Dasar Hukum Jual Beli

Transaksi jual beli merupakan aktifitas yang dibolehkan dalam

Islam, baik disebutkan dalam al-Quran, al-Hadis maupun ijma‟ ulama.

Adapun dasar hukum jual beli adalah :

1. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt dalam Surat

Al-Baqarah ayat 275 :

اَبِّرلا َمَّرَحَو َعْيَ بلْا ةَّللا َّلَحَأَو

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu dan

janganlah kamu membunuh dirimu.Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Berdasarkan ayat ini, yang menjadi kriteria suatu transaksi yang

(37)

Adapun landasan hukum jual beli yang berasal dari hadits

Rasulullah Saw. adalah sebagaimana sabdanya:

َ بلا ْي

“Sesungguhnya sahnya jual beli atas dasar kerelaan”

Sedangkan para ulama telah sepakat mengenai kebolehan akad jual

beli. Ijma‟ ini memberikan hikmah bahwa kebutuhan manusia

berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang lain, dan

kepemilikan sesuatu itu tidak akan diberikan dengan begitu saja, namun

harus ada kompensasi sebagai imbal baliknya. Sehingga dengan

disyariatkannya jual beli tersebut merupakan salah satu cara untuk

merelalisasikan keinginan dan kebutuhan manusia, karena pada dasarnya

manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dan bantuan

orang lain (Huda, 2011:54).

C. Rukun dan Syarat Jual Beli

a. Rukun Jual Beli

Menurut mazhab Hanafi rukun jual beli adalah ijab dan qobul yang

menunjukkan sikap tukar menukar atau saling memberi. Ataupun

dengan kata lain, bahwa ijab qobul adalah perbuatan yang

menunjukkan kesediaan kedua belah pihak untuk menyerahkan milik

masing-masing kepada pihak lain dengan menggunakan perkataan dan

(38)

Jumhur Ulama‟ menetapkan rukun jual beli ada 4 yaitu :

1) Orang yang berakad (penjual dan pembeli)

2) Shighat (lafal ijab dan qabul)

3) Barang yang dibeli

4) Nilai tukar pengganti barang (Sahrani, 2011:67).

Dari keempat rukun tersebut, mereka sepakati dalam setiap jenis

akad. Rukun jual beli menurut jumhur ulama, selain mazhab Hanafi

ada tiga yaitu :

1) Pihak yang berakad (aqidain)

2) Yang diakadkan (Ma‟qud „Alaih)

3) Shighat (lafal) (ijab qobul) (Aziz, 2010 : 28).

b. Syarat-syarat Sah Jual Beli

1) Penjual dan Pembeli (aqidain)

Yang dimaksud dengan aqidain adalah para pihak yang

pandai mengendalikan harta.Oleh karena itu, anak kecil, orang

gila, dan orang bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun itu

(39)

AllahSwt.berfirman :

ُّسلاا وُتْؤُ ت َلاَو

:ءآسنلا( ُمُكِلاَوْمَا ُءاَهَف

5

)

“Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada orang-orang yang bodoh”(An-Nisa:5).

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta tidak boleh

diserahkan kepada orang bodoh.„Illat larangan tersebut ialah

karena orang bodoh tidak cakap dalam mengendalikan harta,

orang gila dan anak kecil juga tidak cakap dalam mengelola

harta sehingga orang gila dan anak kecil juga tidak sah

melakukan ijab dan qobul (Suhendi, 2014 : 74).

b) Kehendak sendiri (bukan paksaan)

Tidak sah jika ada unsur pemaksaan terhadap hartanya

tanpa kebenaran karena tidak ada kerelaan darinya.Hal ini

dijelaskan dalamSurat An-Nisa‟ ayat 29 :

ْمُكَلاَوْمَأ اوُلُكأّتَلا اوُنَمآ َنيِذِّلا اَهُّ يَأ اَي

َأ َّلاِإ ِلِطاَبلاِب ْمُكَنْ يَ ب

ْنَع ًةَراََتِ َنْوُكَت ْن

اًمْيِحَر ْمُكِب َناَك َةَّللا َّنِإ ْمٌكَسُفْ نَأ اوُلُ تْقَ ت َلاَو ْمُكْنِم ٍض اَرَ ت

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka

di antara kamu dan janganlah kamu membunuh

(40)

c) Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang yang mubazir itu

ditangan walinya.

d) Beragama Islam,

Syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda

tertentu, misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang

beragama Islam sebab besar kemungkinan pembeli tersebut

akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah

Swt. melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada

orang kafir untuk merendahkan orang mukmin, firman-Nya:

ًلْيِبَس َْيِْنِمْؤُمْلا يَلَع َنْيِرِفَكْلِل وُلَّلا َلَعََّيْ ْنَلَو

“Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir untuk menghina orang mukmin” (An-Nisa:141).

2) Ma‟uqud „Alaihi (harga atau barang)

Menurut Aziz (2010:47) bahwa Al-Ma‟uqud alaih adalah

harga dan barang yang dihargakan. Untuk melengkapi keabsahan

jual beli, barang atau harga harus memenuhi syaratnya yaitu :

a) Suci atau mungkin untuk disucikan sehingga tidak sah

penjualan benda-benda najis seperti anjing, babi dan yang

lainnya, Rasulullah Saw. bersabda :

َمَّرَح ُوَلوُسَرَو وَّللا َّنِا م ص ِوَّللا ثلْوُسَر َّنَأ ضر ٍرِباَج ْنَع

ِةَتْيَمْلاَو ِرْمَْلْا َعْيَ ب

(41)

“ Dari Jabir r.a. Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan penjualan arak, bangkai, babi, dan berhala.“ (Riwayat Bukhari dan Muslim)

b) Memberi manfaat menurut syara‟, maka dilarang jual beli

benda-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut

syara‟, seperti menjual babi, kala, cicak, dan yang lainnya.

c) Jangan ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan kepada

hal-hal lain, seperti jika ayahku pergi, kujual motor ini

kepadamu.

d) Tidak dibatasi waktunya, seperti kujual motor ini kepada Tuan

selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak sah sebab jual

beli merupakan salah satu sebab pemilikan secara penuh yang

tidak dibatasi apa pun kecuali ketentuan syara‟.

e) Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat tidaklah sah

menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap

lagi.Barang-barang yang sudah hilang atau barang yang sulit

diperoleh kembali karena samar, seperti seekor ikan jatuh ke

kolam, tidak diketahui dengan pasti ikan tersebut sebab dalam

kolam tersebut terdapat ikan-ikan yang sama.

f) Milik sendiri, tidaklah sah menjual barang orang lain dengan

tidak se-izin pemiliknya atau barang-barang yang baru akan

(42)

g) Diketahui (dilihat), barang yang diperjualbelikan harus dapat

diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran

yang lainnya, maka tidaklah sah jual beli yang menimbulkan

keraguan salah satu pihak (Suhendi, 2014:72-73).

3) Lafaz Shighat

a) Pengertian Lafaz shighat

Shighat adalah ijab dan qobul. Ijab diambil dari kata

anjaba yang artinya meletakkan, dari pihak penjual yaitu

pemberian hak milik, dan qobul yaitu orang yang menerima

hak milik (Aziz, 2010 : 29).

b) Syarat-syarat sah ijab qobul ialah sebagai berikut.

(a) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja

setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.

(b) Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan

qobul.

(c) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja

dalam benda-benda tertentu, misalnya seseorang dilarang

menjual hambanya yang beragama Islam kepada pembeli

yang tidak beragama Islam, sebab besar kemungkinan

pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama

(43)

Sedangkan Allah Swt. melarang orang-orang mukmin

memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin,

firmannya :

:ءاسنللا( ًلْيِبَس َْيِْنِم ْؤُمْلا يَلَع َنْيِرِف اَكْلِل ُوَّللا َلَعَّْيْ ْنَلَو

141

)

Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir

untuk menghina orang mukmin (An-Nisa :141)

c) Masalah ijab dan qobul ini para ulama fiqh berbeda pendapat,

diantarannya berikut ini.

(b) Imam Malik berpendapat :

ِماَهْفِتْسِْلااِب َمِزَل ْدَقَو َعَقَوْدَق َعْيَ بْلا َّنِا

“Bahwa jual beli itu telah sah dan dapat dilakukan secara

dipahami saja”

(c) Pendapat ketiga ialah penyampaian akad dengan perbuatan

atau disebut juga dengan aqad bi al-mu‟athah yaitu:

(44)

Aqad bi al-mu‟athah ialah mengambil dan memberikan dengan tanpa perkataan (ijab dan qobul), sebagaimana

seseorangmembeli sesuatu yang telah diketahui harganya,

kemudian ia mengambilnya dari penjual dan memberikan

uangnya sebagai pembayaran” (Suhendi, 2014 : 73-74).

D. Macam-macam Jual Beli

dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi

tiga bentuk :

ٍئْيَش ُعْيَ بَو ٍةَدَىاَشُم ٍْيَْع ُعْيَ ب ٌةَث َلَث ُعْوُ يُ بْلَا

َْلَ ٍةَبِئاَغ ٍْيَْع ُعْيَ بَو ٍةَّمَّذلا ِفِ ٍفْوُصْوَم

دِىاَشُت

“Jual beli itu ada tiga macam : 1) jual beli benda yang kelihatan, 2)

jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji, dan 3) jual beli benda

yang tidak ada.”

1. Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual

beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan

pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh

(45)

2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli

salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah

untuk jual beli yang tidak tunai (kontan), salam pada awalnya berarti

meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga

tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan

barang-barngnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga

yang telah ditetapkan ketika akad.

3. Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli

yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu atau

masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari

curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian

salah satu pihak. Sementara itu, merugikan dan menghancurkan harta

benda seseorang tidak diperbolehkan, seperti yang dijelaskan oleh

Muhammad Syarbini Khatib (t.t:6) bahwa penjualan bawang merah

dan wortel serta yang lainnya yang berada di dalam tanah adalah batal

sebab hal tersebut merupakan perbuatan gharar, Rasulullah Saw.

bersabda :

“Sesungguhnya Nabi Saw. melarang perjualan anggur sebelum hitam dan dilarang penjualan biji-bijian sebelum mengeras.”

Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi

(46)

1. Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang

dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan

isyaratkarena isyarat merupakan pembawaan alami dalam

menampakkan kehendak.Hal yang dipandang dalam akad adalah

maksud atau kehendak dan pengertian, bukan pembicaraan dan

pernyataan.

2. Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau

surat-menyurat sama halnya dengan ijab qobul dengan ucapan,

misalnya via Posdan Giro. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan

pembeli tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi melalui Pos

dan Giro, jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara‟.

3. Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan

istilah mu‟athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab

dan qobul, seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan

label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian diberikan uang

pembayarannya kepada penjual. Jual beli dengan cara demikian

dilakukan tanpa sighat ijab qobul antara penjual dan pembeli, menurut

sebagian Syafi‟iyah tentu hal ini dilarang sebab ijab qobul sebagai

rukun jual beli. Tetapi sebagian Syafi‟iyah lainnya, seperti Imam

Nawawi membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan

cara yang demikian, yakni tanpa ijab qobul terlebih dahulu (Suhendi,

(47)

Selain pembelian di atas, jual beli juga ada yang dibolehkan dan

ada yang dilarang juga ada yang batal ada juga yang terlarang tetapi sah.

Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut.

1. Barang yang hukumnya najis oleh agama, seperti anjing , babi,

berhala, bangkai, dan khamr, Rasulullah Saw. bersabda :

ِةَتْيَمْلاَو ِرْمَلْا َعْيَ ب َمَّرَح ُوَلْوُسَرَو وَّللا َّنِإ َلاَق م ص ِوَّللا َلْوُسَر َّنَا ضر ٍرِباَج ْنَع

ِرْيِزْنِْلْاَو

َوا

)ملسمو يراخبلا هاور( ِماَنْصَْلْ

“Dari Jahir r.a, Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi, dan berhala” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

2. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba

jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan. Jual beli ini

haram hukumnya karena Rasulullah Saw. bersabda:

)يراخبلا هاور( ِلْحَفْلا ِبْسَع ْنَع م ص وَّللا ُلْوُسَر يَهَ ن َلاَق ضر َرَمُع ِنْبا ِنَع

“Dari Ibnu Umar r.a., berkata; Rasulullah Saw.telah melarang menjual mani binatang” (Riwayat Bukhari).

3. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual

beli seperti ini dilarang karena barangnya belum ada dan tidak tampak

juga, Rasulullah Saw.bersabda:

ا ِنَع

يراخبلا هاور( ِةَلْ بَلحا َلْبَح ِعْيَ ب ْنَع يَهَ ن م ص ِوَّللا َلْوُسَر َّنَا ضر َرَمُع ِنْب

(48)

Dari Ibnu Umar r.a Rasulullah Saw. telah melarang penjualan sesuatu yang masih dalam kandungan induknya” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

4. Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan

kebun, maksud muhaqallah disini ialah menjual tanan-tanaman yang

masih di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang agama sebab ada

persangkaan riba di dalamnya.

5. Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang

belum pantas untuk dipanen, seperi menjual rambutan yang masih

hijau, mangga yang masih kecil-kecil, dan yang lainnya. Hal ini

dilarang karena barang tersebut masih samar, dalam artian mungkin

saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang atau yang lainnya

sebelum diambil oleh si pembelinya.

6. Jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara

sentuh-menyentuh, misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan

tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang

menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena

mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian

bagi salah satu pihak.

7. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar-melempar,

seperti seorang berkata,”lemparkan kepadaku apa yang ada padamu,

(49)

terjadi lempar-melempar, terjadilah jual beli. Hal ini dilarang karena

mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan qobul.

8. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan

buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi

yang basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo sehingga akan

merugikan pemilik padi kering. Hal ini dilarang oleh Rasulullah Saw.

dengan sabdanya:

ُ

لما ِنَع ِوَّللا ُلْوُسَر يَهَ ن َلاَق ضر ٍسِنَأ ْنَع

ِةَذِباَنُمْلاَوِةَسَم َلُمْلاَو ِةَرَض اَحُمْلاَو ِةَلَ ق اَح

)يراخبلا هاور( ِةَنَ باَزُمْلاَو

“Dari Anas r.a, ia berkata ; Raulullah Saw. melarang jual beli muhaqallah, mukhadharah, mulammassah, munabazah dan

muzabanah” (Riwayat Bukhari).

9. Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan.

Menurut Syafi‟I penjualan seperti ini mengandung dua arti, yang

pertama seperti seseorang berkata “Kujual buku ini seharga $ 10,-

dengan tunai atau $ 15,- dengan cara utang”. Arti kedua ialah seperti

seseorang berkata.”Aku jual buku ini kepadamu dengan syarat kamu

harus menjual tasmu padaku.” Rasulullah Saw. bersabda :

(50)

10. Jual beli dengan syarat (iwadh mahjul), jual beli seperti ini, hampir

sama dengan jual beli dengan menentukan dua harga, hanya saja disini

dianggap sebagai syarat, seperti seseorang berkata, “aku jual rumahku

yang butut ini kepadamu dengan syarat kamu mau menjual mobilmu

kepadaku. ”Lebih jelasnya, jual beli ini sama dengan jual beli dengan

dua harga arti yang kedua menurut al-Syafi‟i.

11.Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan

terjadi penipuan, seperti penjualan ikan yang masih di kolam atau

menjual kacang tanah yang atasnya kelihatan bagus tetapi dibawahnya

jelek. Penjualan ini dilarang, karena Rasulullah Saw. bersabda :

ْشَت َلا

“Janganlah kamu membeli ikan di dalam air, karena jual beli seperti itu termaasuk gharar, alias nipu” (Riwayat Ahmad)

12.Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual, seperti

seseorang menjual sesuatu dari benda itu ada yang dikecualikan salah

satu bagiannya, misalnya A menjual seluruh pohon-pohonan yang ada

dikebunnya, kecuali pohon pisang. Jual beli ini sah sebab ada yang

dikecualikannya jelas. Namun, bila yang dikecualikan tidak jelas

(majhul), jual beli tersebut batal. Rasulullah Saw. bersabda :

ْ نُ ثلاَو ِةَنَ باَزُمْلاَو ِةَلَ ق اَحُلما ِنَع يَهَ ن م ص ِوَّللا ُلْوُسَر ّنَأ

ْعُ ت ْنَأ ََّلاِإ اَي

َمَل

(51)

“Rasulullah melarang jual beli dengan muhaqallah, mudzabanah, dan yang dikecualikan, kecuali bila ditentukan” (Riwayat Nasai).

13.Larangan menjual makanan hingga dua kali takar. Hal ini

menunjukkan kurangnya saling percaya antara penjual dan pembeli.

Jumhur ulama berpendapat bahwa seseorang yang membeli sesuatu

dengan takaran dan telah diterimanya, kemudian ia jual kembali, maka

ia tidak boleh menyerahkan kepada pembeli kedua dengan takaran

yang pertama sehingga ia harus menakarnya lagi untuk pembeli yang

kedua itu. Rasulullah Saw. melarang jual beli makanan yang dua kali

ditakar, dengan takaran penjual dan takaran pembeli (Riwayat Ibnu

Majah dan Daruquthni).

Ada beberapa macam jual beli yang dilarang oleh agama, tetapi sah

hukumnya, tetapi orang yang melakukannya mendapat dosa. Jual beli

tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk

membeli benda-bendanya dengan harga yang semurah-murahnya,

sebelum mereka tahu harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga

yang setinggi-tingginya. Perbuatan ini sering terjadi dipasar-pasar

yang berlokasi di daerah perbatasan antara kota dan kampung. Tapi

bila orang kampung sudah mengetahui harga pasaran, jual beli seperti

ini tidak apa-apa. Rasulullah Saw. bersabda :

ِبَي َلا م ص ِوَّللا ُلْوُسَر َلاَق

ْي

)ملسمو يرالْا هاور( ِداَبِل ٌرِضاَح ُع

(52)

2. Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain, seperti seorang

berkata,”Tolaklah harga tawarannya itu, nanti aku yang membeli

dengan harga yang lebih mahal”. Hal ini dilarang karena akan

menyakitkan orang lain. Rasulullah Saw. bersabda :

)ملسمو يراخبلا هاور( ِوْيِخَأ ِمْوَس يَلَع َلُجَّرلا ُمْوُسَي َلا

“Tidak boleh seseorang menawar diatas tawaran saudaranya”

(Riwayat Bukhari dan Muslim).

3. Jual beli dengan Najasyi, ialah seseorang menambah atau melebihi

harga temannya dengan maksud memancing-mancing orang agar

orang itu mau membeli barang kawannya. Hal ini dilarang agama.

Rasulullah Saw.bersabda :

)ملسمو يراخبلا هاور( ِشَجَّنلا ِنَع م ص ِوَّللا ُلْوُسَر يَهَ ن

“Rasulullah Saw. telah melarang melakukan jual beli dengan najasyi”

(Riwayat Bukhari dan Muslim).

4. Menjual di atas penjualan orang lain, umpamanya seseorang berkata

:”Kembalikan saja barang itu kepada penjualnya, nanti barangku saja

kau beli dengan harga yang lebih murah dari itu, Rasulullah Saw.

bersabda:

(53)

E. Khiar dalam Jual Beli

Dalam jual beli, menurut agama Islam dibolehkan memilih, apakah

akan meneruskan jual beli atau akan membatalkannya. Karena terjadinya

oleh sebab sesuatu hal, khiar dibagi menjadi tiga macam berikut ini.

1. Khiar majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan

melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduannya masih

ada dalam satu tempat (majelis), khiar majelis boleh dilakukan dalam

berbagai jual beli. Rasulullah Saw. bersabda :

ِب ِناَعْ يَ بْلَا

َّرَفَ تَ ي َْلَاَم ِراَيِْلْا

َاق

)ملسمو يراخبلا هاور(

“Penjual dan pembeli boleh khiar selama belum berpisah” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiar

majelis tidak berlaku lagi, batal.

2. Khiar Syarat, yaitu penjualan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu

baik oleh penjual maupun oleh pembeli, seperti seseorang

berkata,”saya jual rumah ini dengan harga Rp 100.000.000,00 dengan

syarat khiar- selama tiga hari”. Rasulullah Saw. bersabda :

)يقهيبلا هاور( ٍلَيَل َث َلَث اَهَ تْعَ تْ بِا ٍةَعْلِس ِّلُك ِفِ ِراَيِْلْاِب َتْنَأ

“Kamu boleh khiar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam” (Riwayat Baihaqi).

3. Khiar „aib. artinya dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan

(54)

seharga sekian, bila mobil itu cacat akan saya kembalikan”,seperti

yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah r.a.

bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh

berdiri di dekatnya, didapatinya pada diri budak itu kecacatan, lalu

diadukannya kepada rasul, maka budak itu dikembalikan pada penjual

(Suhendi, 2014 : 83).

F. Berselisih dalam jual beli

Penjual dan pembeli dalam melakukan jual beli hendaknya berlaku

jujur, berterus terang dan mengatakan yang sebenarnya, maka jangan

berdusta dan jangan bersumpah dusta, sebab sumpah dan dusta

menghilangkan berkah jual beli. Rasulullah Saw. bersabda :

)ملسمو يراخبلا هاور( ِةَك َرَ بْلِل ٌةَقِحَْهَ ِةَعْلَّسلِل ُةَقَفْ نَم َفْلَْلحَا

“Bersumpah dapat mempercepat lakunya dagangan, tetapi dapat menghilangkan berkah” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Para pedagang jujur, benar, dan sesuai dengan ajaran Islam dalam

berdagangnya didekatkan dengan para nabi, para sahabat dan orang-orang

yang mati syahid pada hari kiamat. Rasulullah Saw. bersabda :

يذمتَلا هاور( ِءاَدَهُّشلاَو َْيِْقْي ِّدِّصلاَو ْيَّْ يِبَّنلا َعَم ُْيِْمَْلْا ُقوُدَّصلا ُرِجاَّتلَا

)

(55)

Bila antara penjual dan pembeli berselisih pendapat dalam suatu

benda yang diperjualbelikan, maka yang dibenarkan ialah kata-kata yang

punya barang, bila antara keduanya tidak ada saksi dan bukti lainnya.

Rasulullah Saw. bersabda :

(56)

BAB III

PRAKTEK JUAL BELI BIBIT LELE DENGAN SISTEM TAKARAN DI DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG

A. Keadaan Umum Desa Reksosari

1. Keadaan Geografis

Desa Reksosari adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan

Suruh Kabupaten Semarang yang terletak di sebelah timur Kota

Kecamatan Suruh dan hanya berjarak dua km dari kantor kecamatan.

Luas wilayah Desa Reksosari sekitar 505.935 Ha, terletak pada

ketinggian 581 meter diatas permukaan air laut dan memiliki batas

wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Barat Desa Suruh

b. Sebelah Utara Desa Krandon Lor

c. Sebelah Timur Desa Medayu

d. Sebelah Selatan Desa Purworejo

Desa ini tergolong desa yang sangat maju.Hal ini dapat dilihat

dari sistem pemerintahan desa yang telah maju dan memiliki berbagai

macam fasilitas mulai dari sarana olahraga, sosial hingga

pendidikan.Desa Reksosari memiliki 6 dusun, yang terdiri dari :

a. Dusun Reksosari

b. Dusun Karangsalam

c. Dusun Bawangan

(57)

e. Dusun Banjarsari

f. Dusun Ngayon

Secara umum kondisi Desa Reksosari secara geografis dapat

digambarkan sebagai berikut :

Tabel 3.1

Jarak GeografisDesa Reksosari

No Indikator Sub Indikator

(58)

16. Ke Kantor Provinsi 60 Km

Tabel 3.2

Letak Geografis Desa Reksosari

No Indikator Sub Indikator

1. Kawasan Hutan Rakyat Tidak

2. Kawasan Peternakan Ada

3. Kawasan Industri Kecil Tidak

4. Kawasan Perbukitan Ada

5. Kawasan Persawahan Ada

2. Keadaan Dermografis

Berdasarkan data terakhir tahun 2017, Desa Reksosari

merupakan desa yang padat penduduknya yakni mencapai 6,387 jiwa,

terdiri dari 3,184 jiwa penduduk laki-laki dan 3,203 jiwa penduduk

perempuan. Sedangkan jumlah kepala keluarga sebanyak 2,070 kk

(59)

Tabel 3.3

Jumlah Penduduk Desa Reksosari Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2017

No Rw Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. 001 807 812 1619

2. 002 505 515 1020

3. 003 373 365 738

4. 004 733 723 1456

5. 005 587 609 1196

6. 006 178 174 352

7. 008 1 3 4

Jumlah 6387

Sumber : Data Tahunan Desa Reksosari (diambil,01 Januari 2018)

Dari tabel diatas dapat dilihat Jumlah Penduduk yang paling

banyak yaitu di RW 001 sebanyak 1619 jiwa.Rw 002 menempati

urutan keempat yaitu sebanyak 1020 jiwa.Rw 003 menempati urutan

kelima yaitu sebanyak 738.Rw 004 menempati urutan yang kedua

sebanyak 1456 jiwa.Rw 005 menempati urutan ketiga sebanyak 1196

jiwa.Rw 006 menempati urutan keenam sebanyak 352 jiwa.Rw 008

(60)

3. Keadaan Sosial Ekonomi

Dari segi sosial dan ekonomi masyarakat Desa Reksosari

mayoritas profesinya sebagai wiraswasta dan karyawan swasta yang

berjumlah 1242 dan 1101 orang.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Tabel 3.4

(61)

14. Karyawan Honorer 1

Sumber : Data Tahunan Desa Reksosari (diambil, 01 januari 2018)

4. Keadaan Sosial Pendidikan

Pendidikan merupakan sarana yang terpenting dalam setiap

daerah, karena dengan memiliki sarana pendidikan dapat mengasah

ilmu pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui.Adanya

pendidikan mampu untuk merubah rendahnya pola pikir di dalam

masyarakat, karena itu sarana pendidikan dapat meningkatkan taraf

kehidupan masyarakat untuk lebih baik lagi.

Masyarakat Desa Reksosari sebagian besar pendidikannya

hanya sampai tamatan Sekolah Dasar (SD), namun sekarang sudah

banyak tingkat kelulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan

(62)

banyak sebagian masyarakat yang sudah meneruskan jenjang

pendidikan D1, D2, D3 maupun S1 dan S2.

Tabel 3.5

Jumlah Penduduk Desa Reksosari Berdasarkan Pendidikan Tahun 2017

No Pendidikan Jumlah

1. SD 1.859

2. SLTP 1.138

3. SLTA 1.242

4. DIPLOMA I / II 13

5. DIPLOMA III / S. MUDA 52

6. DIPLOMA IV / STRATA I 184

7. STRATA II 10

Jumlah 4498

Sumber :Data Tahunan Desa Reksosari (diambil, 01 Januari 2018)

5. Keadaan Sosial Keagamaan

Seluruh penduduk yang ada di Desa Reksosari mayoritas

memeluk agama Islam.Desa Reksosari memiliki masjid sebagai sarana

tempat beribadah dan kegiatan kegamaan lainnya seperti memperingati

hari-hari besar Islam seperti Isra‟ Mi‟raj, Maulud Nabi Muhammad

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2 Letak Geografis Desa Reksosari
Tabel 3.3
Tabel 3.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: (1) Guru diharapkan semakin meningkatkan kreatifitasnya dalam menciptakan suatu situasi yang mampu

Ia memang berwatak keras, tetapi ia sangat bertanggung jawab, maafkan atas kecerobohan anakku." Demikian pesan Raja Kuripan kepada adik- nya Raja Daha ketika

Selanjutnya dapat dilihat bahwa pos yang memiliki kontribusi paling besar bagi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamandau adalah lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, dan

4 (a) The working capital cycle illustrates the changing make-up of working capital in the course of the trading operations of a business:.. 1 Purchases are made on credit and the

Tujuan penelitian ini adalah (1) Memaparkan pelaksanaan Penilaian Keterampilan Menulis Teks Prosedur dengan Teknik Penilaian Autentik pada Siswa SMP PGRI 12 Kebakkramat serta (2)

Untuk saat ini luas aktual terminal domestik Bandar Udara Ngurah Rai Bali masih mampu menampung penumpang yang ada berdasarkan data penumpang dalam waktu sibuk

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan bahwa terdapat peningkatan kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran dan peningkatan keterampilan proses

suasana kegiatan yang kondusif, membangun interaksi yang aktif dan positif anta peserta didik dengan guru, sesama peserta didik, dalam kegiatan bersama di