TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI
BIBIT LELE DENGAN SISTEM TAKARAN
DI DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH
KABUPATEN SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
DIANA WULANSARI
NIM. 214-13-016
PROGAM STUDI
HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak (Suwardi) dan Ibu (Siti Rohmah) sebagai
Motivator terbesar dalam hidupku yang tak mengenal lelah dan mendoakan
aku serta menyayangiku, terimakasih atas semua pengorbanan, keringat dan
kesabaran mengantarkanku sampai kini.
2. SaudarakuAgusBudiyanto, M.Tri Yulianto, Susilo Arif Prayogo, walaupun
tidak ada ucapan yang keluar tetapi aku yakin pasti didalam batinmu selalu
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena
atas rahmat dan karuninnya-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai strata satu Hukum Ekonomi Syari‟ah. Penulis menyadari tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, mulai dari masa perkuliahan sampai
dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak
terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syar‟iah IAIN Salatiga.
3. Bapak Dr. Ilya Muhsin, S.Hi., M.Si., selaku Wakil Dekan III Fakultas
Syari‟ah IAIN Salatiga.
4. Ibu Evi Ariyani, S.H.,M.H, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah
IAIN Salatiga.
5. Bapak Moh. Khusen, M.Ag.,M.A. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
selalu memberikan bimbingan dan pengarahan untuk selalu melakukan yang
terbaik.
6. Ibu Luthfiana Zahriani S.H.,M.H selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta dukungannya untuk mengarahkan
saya dalam pembuatan skripsi ini.
7. Keluarga tercinta Ibuk,bapak,saudara yang tak henti-hentinya selalu
mendoakan dan memberikanku semangat.
9. Kepada semua narasumber yang berkenan memberikan informasi.
10.Terimakasih kepada teman-teman tercinta Azizah, Anida, Nana, Ilham, Feri,
Lina, Intan, Munif, Ruhayatun, Tugini, diena serta teman-teman yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih banyak untuk pertemanannya
selama ini dan sukses selalu untuk kalian semua.
11.Kawan-kawan Hukum Ekonomi Syariah 2013 IAIN Salatiga.
12.Seluruh jajaran Akademi Institut Agama Islam Negeri Salatiga Fakultas
Syariah yang tidak bisa penulis sebutkan semuannya terimakasih banyak telah
banyak membantu penyusunan skripsi ini.
13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan Konstribusi dan dukungan yang cukup besar sehingga penulis
dapat menjalani perkuliahan dari awal hingga akhir di Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
Semoga Allah SWTmembalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan dan senantiasa mendapatkan
maghfiroh, dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amin.
Akhir kata penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan kelemahan baik dari
segi materi ataupun skripsi. Sehingga saran, dan kritik serta perbaikan yang
membangun dari pembaca akan penulis terima dengan kerendahan hati. Semoga
ABSTRAK
Wulansari, Diana (2018). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli
Bibit Lele dengan Sistem Takaran di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Lutfiana Zahriani S.H.,M.H.
Kata Kunci : Jual Beli, Bibit Lele, Sistem Takaran, Hukum Islam
Desa Reksosari merupakan salah satu desa yang terkenal dengan jual beli bibit lele. Sebagian masyarakat mempunyai kolam-kolam yang digunakan untuk pembibitan maupun pembesaran bibit lele. Banyak masyarakat desa Reksosari yang antusias menekuni bisnis jual beli bibit lele, karena menurut mereka menjual dan memelihara bibit lele mampu mendapatkan keuntungan dan hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jual beli bibit lele di Desa Reksosari menggunakan system hitungan. Dalam hal ini pihak penjual dalam praktik perhitungan bibit lele yang dipesan pembeli menggunakan system takaran.Takaran pertama dijadikan acuan untuk takaran selanjutnya yang memungkinkan hitungannya berbeda. Dari latarbelakang diatas, maka peneliti mengambil focus penelitian tentang bagaimana praktik jual beli bibit lele dengan system takaran di desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap Jual beli bibit lele dengan system takaran di desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang .
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang dipakai penyusun adalah penelitian lapangan (field research), dan sifat penelitian adalah deskriptif analitik. Untuk melakukan pendekatan penelitian, penyusun menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Adapun langkah-langkah dalam teknik pengumpulan data adalah dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah kualitatif.
DAFTAR ISI
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ...
iii
PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ...
H. Sistematika Penulisan ... 18
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Pengertian Jual Beli ...
BAB III : PRAKTEK JUAL BELI BIBIT LELE DENGAN SISTEM TAKARAN DI DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
A.Gambaran Umum Desa Reksosari ... 43 B.Praktek Jual Beli Bibit Lele di desa Reksosari ...
50
BAB IV : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BIBIT LELE DENGAN SISTEM TAKARAN DI DUSUN BAWANGAN DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH
A. Jual beli bibit lele dengan sistem takaran ditinjau dari rukun jual beli menurut hukum Islam ...
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
A. Biografi Penulis
B. Nota Pembimbing Skripsi
C. Surat Permohonan Izin Penelitian
D. Lembar Konsultasi
E. Surat Keterangan Kegiatan
F. Surat Keterangan Lulus Ujian Komprehensif
G. Daftar Panduan Untuk Wawancara
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lepas dengan
adanya suatu persoalan-persoalan sehingga manusia saling membutuhkan
dan saling menolong antara yang satu dengan yang lainnya untuk
memenuhi kebutuhan dirinya demi mempertahankan kehidupannya.
Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya, manusia tidak dapat
melakukan secara perseorangan melainkan membutuhkan bantuan orang
lain. Menurut Aristoteles menyebutkan dalam ajarannya bahwa manusia
itu adalah zoon politicon artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk yang
pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul sesama manusia yang
lain, maka manusia sebagai makhluk sosial (C.S.T. Kansil, 1989 : 29).
Dijelaskan dalam Surat Al- Ma‟idah ayat 2 Allah SWT berfirman:
Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Ma‟idah: 2)
Menurut Syafi‟i (2001 : 4), Islam adalah agama yang bersifat
syumu‟liyyah (sempurna). Dikatakan bersifat syumu‟liyyah karena Islam
syariatnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik ritual ibadah maupun
sosial muamalah. Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan
keharmonisan hubungan manusia dengan kholiq-nya. Ibadah juga
merupakan sarana untuk mengingat secara kontinyu tugas manusia sebagai
kholifah-nya di muka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk
menjadi rules of game atau aturan manusia dalam kehidupan sosial.
Islam juga bersifat harakiyah, maksudnya Islam dapat diterapkan
dalam setiap waktu dan tempat sesuai dengan dinamika dan perkembangan
zaman. Kedinamisan ini tampak jelas terutama pada bidang muamalah.
Selain cakupannya luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan
antara muslim dan non muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu
ungkapan yang diriwayatkan oleh Sahabat Ali :
“Dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”(Syafi‟i, 2001 : 5).
Muamalah adalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang
memberi manfaat dengan cara yang ditentukan, seperti jual beli,
sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam-meminjam, urusan bercocok tanam,
berserikat, dan usaha lainnya. Agama telah memberikan aturan terhadap
masalah muamalah ini untuk kemaslahatan umum.
Dengan teraturnya muamalah, maka kehidupan manusia jadi
terjamin dengan sebaik- baiknya dan teratur tanpa adanya
yang dibolehkan oleh Allah Swt. adalah jual beli. Sebagaimana dalam
firman-Nya Q.S Al-Baqarah2 : 275
Aturan jual beli ini juga dijelaskan dalam firman-Nya dalam Q.S An-Nisa
4 : 29
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Ayat ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa untuk
memperoleh rizki tidak boleh dengan cara yang bathil, yaitu yang
bertentangan dengan hukum Islam dan jual beli harus didasari saling rela
merelakan, tidak boleh menipu, tidak boleh berbohong, dan tidak boleh
merugikan kepentingan umum.
Jual beli itu merupakan salah satu bentuk ibadah dalam mencari
rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak terlepas dari hubungan
sosial. Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam adalah jual beli yang
dianggap sah apabila memenuhi syarat dan rukun jual beli yang telah
ditetapkan oleh syara‟. Selain itu jual beli merupakan kegiatan bertemunya
penjual dan pembeli, di dalamnya terdapat barang yang diperdagangkan
dengan melalui akad ijab dan qobul. Dengan demikian keabsahan jual beli
juga dapat ditinjau dari beberapa segi : pertama, tentang keadaan barang
yang akan dijual. Kedua, tentang tanggungan pada barang yang dijual
yaitu kapan terjadinya peralihan dari milik penjual kepada pembeli.
Ketiga, tentang suatu yang menyertai barang saat terjadi jual beli (Ibnu
Rusyd, 128-130).
Pengertian jual beli dalam KUHPerdata pasal 1457 adalah suatu
perjanjian di mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan sesuatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar
harga yang dijanjikan. Sebenarnya praktik jual beli pada zaman Rasulullah
sudah ada. Rasulullah juga mengajarkan dan memberi petunjuk serta tata
cara mengenai etika bermuamalah dan berbisnis yang benar diantaranya.
Pertama, bersikap jujur, kejujuran merupakan syarat penting dalam
berbisnis. Kedua, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad Saw
sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam
melakukan transaksi. Ketiga, komoditi bisnis yang dijual adalah barang
yang suci dan halal, bukan barang haram, seperti babi, anjing, minuman
keras, ekstasi, dan lain sebagainnya. Keempat, takaran, ukuran dan
timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan
Sebagai contoh jual beli bibit lele di Desa Reksosari Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang banyak masyarakat yang antusias menekuni
bisnis jual beli bibit lele ini, karena menurut mereka dengan memelihara
dan menjual bibit lele mampu mendapatkan keuntungan dan hasilnya
dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dalam proses pemeliharaan bibit lele biasanya mereka menakarnya
sendiri dari indukan lele yang mereka pelihara sebelumnya atau membeli
dari penjual lain. Dalam proses penjualan tersebut untuk menentukan
harganya menggunakan cara hitungan ekor per ekor, karena sesuai dengan
perjanjian awal bahwa penjual akan menjual bibit lele dengan harga per
ekor. Dalam proses pengambilan bibit lele dengan cara diayak terlebih
dahulu untuk memisahkan antara yang kecil dan yang besar diletakkan
ditempat yang sudah disediakan. Kemudian diambil dengan penyaringan
ikan dengan menggunakan tempat penyaringan. Inilah proses perhitungan
terjadi dan menggunakan sistem takaran. Jika menggunakan sistem
takaran, jumlahnya belum tentu sama dengan jumlah takaran awal, hal ini
mengakibatkan kerugian bagi kedua belah pihak yang berakad (penjual)
dan (pembeli) karena terkadang tidak sesuai dengan jumlah bibit yang
diinginkan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka penyusun
tertarik untuk membahas fenomena yang terjadi mengenai “TINJAUAN
SISTEM TAKARAN DI DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH
KABUPATEN SEMARANG”
B. Rumusan Masalah
Agar lebih terarah dan lebih operasional bahasan ini, maka perlu
adanya rumusan masalah yang tertuang dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana praktik dan mekanisme jual beli bibit lele dengan sistem
takaran di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli bibit lele dengan
sistem takaran di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat ditentukan
tujuan penelitian ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui praktik dan mekanisme jual beli bibit lele dengan
sistem takaran di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap jual beli bibit lele
dengan sistem takaran di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten
D. Kegunaan Penelitian
Agar penelitian ini dapat memberikan hasil yang berguna secara
keseluruhan, maka penelitian ini sekiranya dapat memberikan manfaat
diantaranya :
1. Kegunaan Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan
ilmu syari‟ah, khususnya jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah untuk
menjadi tambahan wawasan keilmuan dan keagamaan dalam
masalah yang berhubungan dengan praktik jual beli bibit lele.
b. Untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan bagi penyusun
khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang hal-hal yang
berkaitan dengan jual beli bibit lele dengan sistem takaran di Desa
Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang sesuai dengan
hukum Islam.
2. Kegunaan Praktis
a. Memberikan solusi bagi para pelaku praktik jual beli bibit lele agar
tidak perlu takut melakukan jual beli dengan cara tersebut, karena
agama Islam itu tidak mempersulit, tapi malah mempermudah
demi tercapainya kesejahteraan umat manusia di muka bumi ini.
b. Untuk memberikan pertimbangan kepada pihak-pihak yang terlibat
langsung dalam praktik jual beli bibit lele, agar senantiasa tetap
berpegang teguh pada aturan jual beli yang berlaku di dalam
E. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah pengertian dalam pemahaman penelitian
yang penulis teliti ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan beberapa
istilah yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini yaitu :
1. Hukum Islam
Hukum Islam yaitu rangkaian dari kata “hukum” dan kata “Islam”
untuk mengetahui arti hukum Islam perlu diketahui lebih dahulu arti
kata hukum. Hukum yaitu seperangkat peraturan tentang tingkah laku
manusia yang diakui sekelompok masyarakat itu berlaku da mengikat
untuk seluruh anggotanya. Hukum Islam artinya seperangkat peraturan
berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentng tingkah laku
manusia yang diakui dan diyakini serta mengikat untuk semua yang
beragama Islam (Syarifuddin, 1997 : 4-5).
Menurut Sudarsono (1992 : 12), hukum Islam adalah
peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan tentang jual beli berdasarkan
al-Qur‟an, Hadis, dan menurut beberapa madzhab serta pandangan Majlis
Ulama Indonesia.
2. Jual Beli
Menurut Suhendi (2014 : 68), jual beli adalah suatu perjanjian
tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara
sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda
dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan
3. Bibit lele
Bibit lele adalah benih lele yang masih kecil dan masih
memerlukan pemeliharaan sampai menjadi dewasa dan akan dipanen
dan diperjualbelikan setelah benih tersebut menjadi dewasa.
4. Sistem Takaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sistem merupakan cara
(metode) yang teratur untuk melakukan sesuatu. Sedangkan Takaran
merupakan ukuran banyaknya suatu benda. Jadi sistem takaran yang
dimaksud adalah cara untuk mengukur banyaknya suatu benda.
F. Telaah Pustaka
Sesuai dengan pokok permasalahan penelitian yaitu mengenai jual
beli, maka penulis mengambil beberapa karya tulis dalam bentuk skripsi
yang berkaitan dengan pembahasan jual beli. Disini penulis berusaha
untuk memaparkan mengenai rumusan masalah dan kesimpulan dari
beberapa skripsi tersebut untuk digunakan sebagai tolok ukur untuk
melihat permasalahan yang akan penulis teliti selanjutnya.
1. Setiawan, Ahmad Deni (2008) “Analisa Fiqih Terhadap Jual Beli Sapi
Rubuhan di UD. Sri Makmur Ponorogo”. Variabel penelitian terdiri
dari masalah analisa fiqih terhadap objek jual beli dan analisa fiqih
terhadap sistem penetapan harga pada jual beli sapi rubuhan. Hasil dari
penelitian ini adalah bahwa objek jual beli sapi rubuhan yang
madharatnya banyak sekali bila dikonsumsi, kualitas dagingnya juga
jelek serta di dalam jual beli sapi rubuhan tersebut terdapat unsur
penipuan. Terkait dengan sistem penetapan harga pada jual beli sapi
rubuhan tersebut, tidak terdapat pertentangan dengan hukum Islam,
karena unsur kedua belah pihak yang melakukan jual beli
(digilib.uin-suka.ac.id diakses pada tanggal 8 November 2017).
2. Wahyudi, Agus (2009) ”Praktik Jual Beli Salak Pondoh Di Desa
Banguntirto Kec. Turi, Kab. Sleman Dalam Perspektif Hukum Islam”.
Objek penelitiannya terdiri dari praktek transaksi jual beli salak
pondoh yang dilakukan oleh masyarakat desa Banguntirto dan praktek
transaksi tersebut dalam perspektif hukum Islam.Alat yang digunakan
untuk menganalisa adalah konsep jual beli dalam hukum Islam.Hasil
penelitian ini adalah bahwa dalam jual beli salak pondoh dalam sistem
1/15 yang dilakukan oleh masyarakat Banguntirto telah sesuai dengan
rukun dan syarat jual beli dalam hukum Islam, yaitu dengan adanya
penjual, pembeli dan objek yang diperjualbelikan dan sighat yang
berupa ijab dan qabul.Sedangkan persengketaan biasanya terdapat
pada besar kecilnya potongan timbangan, namun hal tersebut dapat
disadari oleh petani karena telah mengetahui dasar adanya potongan
timbangan. Dalam perspektif hukum Islam, apabila itu tetap muncul
maka dapat diselesaikan melalui transparansi, dengan begitu maka jual
interaksi sosial yang baik antara pihak-pihak yang bertansaksi
(digilib.uin-suka.ac.id diakses pada tanggal 8 November 2017).
3. Maghfiroh, Siti (2008) “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli
Buah Secara Borongan (Studi Kasus di Pasar Giwangan) Yogyakarta”.
Dalam penelitian ini peneliti menjelaskan bahwa dalam jual beli ini
terdapat banyak kecurangan yang dilakukan oleh penjual buah, dalam
satu peti buah terkadang ada campuran buah yang kulitnya tidak
bagus. Objek Penelitiannya pada Jual Beli Buah Secara Borongan.
4. Ahsani, Rofiq (1999) “Tinjauan Konsep Salam Terhadap Praktek Jual
Beli Bibit Ayam Pedaging di Mlilir Madiun” adalah penelitian kancah
(lapangan) dengan metode pendekatan kualitatif serta pembahasan
yang digunakan adalah induktif yaitu menggunakan data yang bersifat
khusus dengan kesimpulan yang bersifat umum. Permasalahan yang
diteliti adalah pertama praktek jual beli bibit ayam pedaging di Mlilir
Madiun, kedua kejelasan harga dalam jual beli bibit ayam pedaging di
Mlilir Madiun, ketiga kejelasan jenis bibit ayam pedaging di Mlilir
Madiun, keempat kejelasan batas waktu penyerahan bibit ayam. Dari
permasalahan yang ada, penelitian ini menyimpulkan bahwa: praktek
jual beli bibit ayam ini sudah sesuai dengan fiqh karena tidak ada
satupun dalil yang melarang. Adapun kejelasan harga, jenis, serta batas
waktu sudah sesuai dengan fiqih dan telah sesuai dengan tuntunan
agama karena didalamnya ada suatu adat kebiasaan (‟urf) yang tidak
sehingga menimbulkan suatu maslahah bagi sesama
(digilib.uin-suka.ac.id diakses pada tanggal 8 November 2017).
Dari sekian penelitian yang telah dilakukan penelitian lain, bahwa
penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian-penelitian
yang sudah dijelaskan di atas. Hal tersebut terletak pada fokus penelitian
yaitu mengenai praktik jual beli dan tinjauan hukum Islam terhadap jual
beli bibit lele dengan sistem takaran di desa Reksosari Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang.
G. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a) Pendekatan
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Menurut Moleong (2011:6) penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dll. Secara holistic dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan
yuridis sosiologis yaitu pendekatan penelitian yang mengkaji
dan masyarakat serta efektivitas berlakunya hukum positif di
Indonesia (Utsman, 2014 : 66). Dan bersifat deskriptif analitis
yaitu pendekatan yang menelaah tentang kehidupan masyarakat
(Moleong, 2004 : 6). Dalam penelitian ini menggambarkan
tinjauan hukum Islam terhadap jual beli bibit lele sistem takaran di
Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
b) Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan
(field research) yang bersifat deskriptif analitik yang dimaksudkan
untuk mendiskripsikan sesuatu secara transparan, memberikan
gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang
tertentu atau gambaran suatu gejala yang kemudian dianalisa
terhadap gambaran tersebut. Dalam skripsi ini penyusun akan
mendiskripsikan atau menggambarkan bagaimana bentuk jual beli
bibit lele dengan sistem takaran di Desa Reksosari Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang.
2. Kehadiran Peneliti
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini,
peneliti hadir dalam proses penelitian serta bertindak langsung sebagai
instrumen dan sebagai pengumpul data hasil observasi dan wawancara
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian itu
akan dilakukan. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Desa Reksosari
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
4. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah jual beli bibit lele pada pihak-pihak
yang mempunyai kolam budidaya bibit lele dan yang melaksanakan
jual beli bibit lele dengan sistem takaran.
5. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat
diperoleh (Moleong, 2011 : 114). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui sistem jual beli bibit lele dengan sistem takaran di Desa
Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Sumber data dalam
penelitian ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang
yang diamati atau diwawancarai (Moleong, 2009 : 157). Jenis data
primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari sumber
melalui wawancara dan observasi. Informan adalah orang yang
dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan
dengan penelitian. Dalam hal ini yang menjadi Informan adalah
Penjual dan Pembeli bibit lele dengan sistem takaran di Desa
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh atau berasal dari bahan-bahan
kepustakaan. Data ini berupa dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian. Sumber data yang dapat
mendukung penelitian ini adalah telaah pustaka seperti buku-buku,
jurnal atau hasil penelitian sebelumnya yang meneliti hal serupa.
6. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan tiga metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penyusunan laporan penelitian yaitu
sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data dengan jalan
pengamatan dan pencatatan secara langsungdan sistematis terhadap
fenomena yang diteliti (Sugiyono, 2013 : 145). Observasi yang
dilakukan penulis ini untuk mendapatkan data tentang bagaimana
praktik jual beli bibit lele dengan sistem takaran di Desa Reksosari
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Pada penelitian ini
peneliti melakukan observasi ke empat tempat penjualan bibit lele
di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
b. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2010 : 180).
Tujuan dalam wawancara ini untuk menggali secara dalam
tentang informasi yang dibutuhkan kepada pihak Penjual dan
Pembeli dalam praktik Jual beli bibit lele dengan sistem takaran di
Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan data-data melalui
pengamatan dan pencatatan dengan sistematik tentang fenomena
yang diselidiki secara langsung maupun tidak langsung. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode dokumentasi untuk
memperoleh dokumen yang berkaitan. Adapun dokumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah monografi desa dan
foto-foto yang terkait dengan jual beli bibit lele di Desa Reksosari
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
7. Analisis Data
Analisis data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong,
2011 : 248). Analisis data bertujuan untuk menelaah data secara
telah digunakan. Diantaranya:observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Data yang terkumpul diklasifikasikan dalam sebuah penelitian
kualitatif deskriptif. Peneliti melakukan analisis data awal yang
diperoleh untuk menentukan titik focus penelitian yang bersifat
sementara. Analisis akan dilakukan kembali setelah memperoleh data
tambahan dari berbagai sumber yang ada untuk membuat kesimpulan.
Kesimpulan ini ditarik dari fakta atau data khusus berdasarkan
pengamatan dilapangan bagaimana praktik jual beli bibit lele dengan
sistem takaran di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang.
8. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam suatu penelitian, validitas data mempunyai pengaruh
yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian,
sehingga untuk memperoleh data yang valid diperlukan suatu teknik
untuk memeriksa keabsahan data.
9. Tahap-Tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian ini adalah sebagai berikut, yaitu:
a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum
melakukan penelitian seperti membuat suatu rancangan penelitian
lapangan, memilih dan memanfaatkan sesuatu yang diperoleh,
menyiapkan kelengkapan penelitian serta memperhatikan etika
b. Tahap pekerjaan lapangan yaitu peneliti terjun langsung ke
lapangan untuk mencari data-data yang diperlukan seperti
melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.
c. Tahap analisa data, yaitu peneliti menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi.
d. Tahap Penulisan laporan, yaitu apabila semua data telah terkumpul
dan dianalisa serta dikonsultasikan kepada pembimbing, maka
yang dilakukan penulis selanjutnya adalah menulis hasil penelitian
tersebut sesuai dengan penulisan yang telah ditentukan.
H. Sistematika Penulisan
Agar diperoleh penelitian yang sistematis, terarah, mudah
dipahami dan dapat dimengerti oleh para pembaca pada umumnya, maka
penulisan menyajikan karya ilmiah kedalam bentuk sistematika penulisan
yang terdiri dari lima bab yaitu sebagai berikut :
Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan
penelitian.
Bab dua adalah kajian pustaka yang merupakan landasan teori.
Dalam bab ini berisi tentang berbagai teori yang berkaitan dengan praktik
jual beli, dalam hal ini mencakup bahasan tentang konsep jual beli dalam
beli, rukun dan syarat jual beli, macam-macam jual beli, khiar dalam jual
beli, berselisih dalam jual beli.
Bab tiga adalah paparan data dan hasil penelitian. Dalam bab ini
akan melaporkan hasil pengumpulan data, gambaran objek penelitian yang
meliputi keadaan umum desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang, yang terdiri dari keadaan geografis dan demografis, serta
kehidupan sosial ekonomi, pendidikan dan keagamaan. Serta pelaksanaan
praktik jual beli bibit lele dengan sistem takaran di desa Reksosari
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
Bab empat adalah analisis data. Dalam bab ini berisi tentang
analisis dan interpretasi data, yakni tinjauan hukum Islam terhadap praktik
jual beli bibit lele dengan sistem takaran di desa Reksosari Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang yang bertujuan untuk memberikan penjelasan
boleh atau tidaknya praktik jual beli bibit lele dengan sistem takaran dalam
tinjauan hukum Islam.
Bab lima adalah penutup. Dalam bab ini sebagai penutup akan
diuraikan tentang kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Selain
itu akan dipaparkan tentang saran-saranyang terkait dengan permasalahan
dalam penelitian. Kesimpulan merupakan inti sari dari penelitian tentang
praktik jual beli bibit lele dengan sistem takaran di Desa Reksosari
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Sedangkan saran merupakan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Jual Beli
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai‟, al
-Tijarah dan al-Mubadalah, sebagaimana Allah Swt berfirman:
ًةَراَِتِ َنْوُج ْرَ ي
:رطاف( َرْوُ بَ ت ْنَل
92
)
Artinya :“Mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan
rugi” (QS. Fathir : 29).
Jual beli (al-bay) secara bahasa menurut Aziz (2010:23) adalah
memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti.
Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli
adalah sebagai berikut.
1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan.
2.
يِعْرَش ِنْذِاِب ٍةَضَو اَعُِبِ ٍةَّيِلاَم ٍْيَْع ُكْيِلَْتَ
“Pemilikan harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai
“Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf)dengan
ijab qobul, dengan cara yang sesuai dengan Syara.”
4.
atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara
yang dibolehkan.”
6.
ِماَوَّدلا يَلَع ِتاَّيِكْلِلما ُلُداَبَ ت َدِفُيِل ِلاَلماِب ِلاَمْلا ِةَلَداَبُم ِساَسَأ يَلَع ُمْوُقَ ي ٌدْقَع
“Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka
jadilah penukaran hak milik secara tetap” (Suhendi, 2014:67-68).
Menurut pengertian syari‟at jual beli adalah pertukaran harga atas
dasar saling rela atau memindahkan hak milik dengan ganti yang
dibenarkan (Sabiq, 1987:45). Secara terminologi ada beberapa definisi jual
beli yang dikemukakan oleh para ulama fiqh, sekalipun substansinya dan
tujuan masing-masing definisi adalah sama yaitu tukar menukar barang
caranya yang benar. Jual beli (al-Buyu) adalah pertukaran harta atas dasar
saling rela atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan (berupa alat tukar yang sah) (Dewi dkk, 2006:9).
Menurut Ali Fikri yang dikutip oleh Ahmad (2010:175), bahwa
pendapat ari Hanafiah menyatakan jual beli memiliki dua arti, yaitu :
a. Arti khusus, jual beli adalah menukar barang dengan mata uang (emas
dan perak) dan semacamnya, atau tukar menukar barang dengan uang
atau semacamnya menurut cara yang khusus.
b. Arti umum, jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta menurut
cara yang khusus, harta mencakup zat (barang) atau uang.
Jual beli menurut Ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli
yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus.
a. Jual beli dalam arti umum adalah suatu perikatan tukar-menukar
sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah
akad yang mengikat dua belah pihak. Tukar-menukar yaitu salah satu
pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh
pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat adalah bahwa benda yang
ditukarkan adalah dzat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek
penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.
b. Jual beli dalam arti khusus adalah ikatan tukar-menukar sesuatu yang
bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya
tarik, penukarannya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat
utang baik barang itu ada di hadapan si pembeli maupun tidak, barang
yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih
dahulu (Suhendi, 2014:69-70)
B. Dasar Hukum Jual Beli
Transaksi jual beli merupakan aktifitas yang dibolehkan dalam
Islam, baik disebutkan dalam al-Quran, al-Hadis maupun ijma‟ ulama.
Adapun dasar hukum jual beli adalah :
1. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt dalam Surat
Al-Baqarah ayat 275 :
اَبِّرلا َمَّرَحَو َعْيَ بلْا ةَّللا َّلَحَأَو
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu dan
janganlah kamu membunuh dirimu.Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Berdasarkan ayat ini, yang menjadi kriteria suatu transaksi yang
Adapun landasan hukum jual beli yang berasal dari hadits
Rasulullah Saw. adalah sebagaimana sabdanya:
َ بلا ْي
“Sesungguhnya sahnya jual beli atas dasar kerelaan”Sedangkan para ulama telah sepakat mengenai kebolehan akad jual
beli. Ijma‟ ini memberikan hikmah bahwa kebutuhan manusia
berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang lain, dan
kepemilikan sesuatu itu tidak akan diberikan dengan begitu saja, namun
harus ada kompensasi sebagai imbal baliknya. Sehingga dengan
disyariatkannya jual beli tersebut merupakan salah satu cara untuk
merelalisasikan keinginan dan kebutuhan manusia, karena pada dasarnya
manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dan bantuan
orang lain (Huda, 2011:54).
C. Rukun dan Syarat Jual Beli
a. Rukun Jual Beli
Menurut mazhab Hanafi rukun jual beli adalah ijab dan qobul yang
menunjukkan sikap tukar menukar atau saling memberi. Ataupun
dengan kata lain, bahwa ijab qobul adalah perbuatan yang
menunjukkan kesediaan kedua belah pihak untuk menyerahkan milik
masing-masing kepada pihak lain dengan menggunakan perkataan dan
Jumhur Ulama‟ menetapkan rukun jual beli ada 4 yaitu :
1) Orang yang berakad (penjual dan pembeli)
2) Shighat (lafal ijab dan qabul)
3) Barang yang dibeli
4) Nilai tukar pengganti barang (Sahrani, 2011:67).
Dari keempat rukun tersebut, mereka sepakati dalam setiap jenis
akad. Rukun jual beli menurut jumhur ulama, selain mazhab Hanafi
ada tiga yaitu :
1) Pihak yang berakad (aqidain)
2) Yang diakadkan (Ma‟qud „Alaih)
3) Shighat (lafal) (ijab qobul) (Aziz, 2010 : 28).
b. Syarat-syarat Sah Jual Beli
1) Penjual dan Pembeli (aqidain)
Yang dimaksud dengan aqidain adalah para pihak yang
pandai mengendalikan harta.Oleh karena itu, anak kecil, orang
gila, dan orang bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun itu
AllahSwt.berfirman :
ُّسلاا وُتْؤُ ت َلاَو
:ءآسنلا( ُمُكِلاَوْمَا ُءاَهَف
5
)
“Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada orang-orang yang bodoh”(An-Nisa:5).
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta tidak boleh
diserahkan kepada orang bodoh.„Illat larangan tersebut ialah
karena orang bodoh tidak cakap dalam mengendalikan harta,
orang gila dan anak kecil juga tidak cakap dalam mengelola
harta sehingga orang gila dan anak kecil juga tidak sah
melakukan ijab dan qobul (Suhendi, 2014 : 74).
b) Kehendak sendiri (bukan paksaan)
Tidak sah jika ada unsur pemaksaan terhadap hartanya
tanpa kebenaran karena tidak ada kerelaan darinya.Hal ini
dijelaskan dalamSurat An-Nisa‟ ayat 29 :
ْمُكَلاَوْمَأ اوُلُكأّتَلا اوُنَمآ َنيِذِّلا اَهُّ يَأ اَي
َأ َّلاِإ ِلِطاَبلاِب ْمُكَنْ يَ ب
ْنَع ًةَراََتِ َنْوُكَت ْن
اًمْيِحَر ْمُكِب َناَك َةَّللا َّنِإ ْمٌكَسُفْ نَأ اوُلُ تْقَ ت َلاَو ْمُكْنِم ٍض اَرَ ت
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecualidengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
di antara kamu dan janganlah kamu membunuh
c) Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang yang mubazir itu
ditangan walinya.
d) Beragama Islam,
Syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda
tertentu, misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang
beragama Islam sebab besar kemungkinan pembeli tersebut
akan merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah
Swt. melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada
orang kafir untuk merendahkan orang mukmin, firman-Nya:
ًلْيِبَس َْيِْنِمْؤُمْلا يَلَع َنْيِرِفَكْلِل وُلَّلا َلَعََّيْ ْنَلَو
“Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir untuk menghina orang mukmin” (An-Nisa:141).2) Ma‟uqud „Alaihi (harga atau barang)
Menurut Aziz (2010:47) bahwa Al-Ma‟uqud alaih adalah
harga dan barang yang dihargakan. Untuk melengkapi keabsahan
jual beli, barang atau harga harus memenuhi syaratnya yaitu :
a) Suci atau mungkin untuk disucikan sehingga tidak sah
penjualan benda-benda najis seperti anjing, babi dan yang
lainnya, Rasulullah Saw. bersabda :
َمَّرَح ُوَلوُسَرَو وَّللا َّنِا م ص ِوَّللا ثلْوُسَر َّنَأ ضر ٍرِباَج ْنَع
ِةَتْيَمْلاَو ِرْمَْلْا َعْيَ ب
“ Dari Jabir r.a. Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan penjualan arak, bangkai, babi, dan berhala.“ (Riwayat Bukhari dan Muslim)
b) Memberi manfaat menurut syara‟, maka dilarang jual beli
benda-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut
syara‟, seperti menjual babi, kala, cicak, dan yang lainnya.
c) Jangan ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan kepada
hal-hal lain, seperti jika ayahku pergi, kujual motor ini
kepadamu.
d) Tidak dibatasi waktunya, seperti kujual motor ini kepada Tuan
selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak sah sebab jual
beli merupakan salah satu sebab pemilikan secara penuh yang
tidak dibatasi apa pun kecuali ketentuan syara‟.
e) Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat tidaklah sah
menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap
lagi.Barang-barang yang sudah hilang atau barang yang sulit
diperoleh kembali karena samar, seperti seekor ikan jatuh ke
kolam, tidak diketahui dengan pasti ikan tersebut sebab dalam
kolam tersebut terdapat ikan-ikan yang sama.
f) Milik sendiri, tidaklah sah menjual barang orang lain dengan
tidak se-izin pemiliknya atau barang-barang yang baru akan
g) Diketahui (dilihat), barang yang diperjualbelikan harus dapat
diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran
yang lainnya, maka tidaklah sah jual beli yang menimbulkan
keraguan salah satu pihak (Suhendi, 2014:72-73).
3) Lafaz Shighat
a) Pengertian Lafaz shighat
Shighat adalah ijab dan qobul. Ijab diambil dari kata
anjaba yang artinya meletakkan, dari pihak penjual yaitu
pemberian hak milik, dan qobul yaitu orang yang menerima
hak milik (Aziz, 2010 : 29).
b) Syarat-syarat sah ijab qobul ialah sebagai berikut.
(a) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja
setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.
(b) Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan
qobul.
(c) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja
dalam benda-benda tertentu, misalnya seseorang dilarang
menjual hambanya yang beragama Islam kepada pembeli
yang tidak beragama Islam, sebab besar kemungkinan
pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama
Sedangkan Allah Swt. melarang orang-orang mukmin
memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin,
firmannya :
:ءاسنللا( ًلْيِبَس َْيِْنِم ْؤُمْلا يَلَع َنْيِرِف اَكْلِل ُوَّللا َلَعَّْيْ ْنَلَو
141
)
Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir
untuk menghina orang mukmin (An-Nisa :141)
c) Masalah ijab dan qobul ini para ulama fiqh berbeda pendapat,
diantarannya berikut ini.
(b) Imam Malik berpendapat :
ِماَهْفِتْسِْلااِب َمِزَل ْدَقَو َعَقَوْدَق َعْيَ بْلا َّنِا
“Bahwa jual beli itu telah sah dan dapat dilakukan secara
dipahami saja”
(c) Pendapat ketiga ialah penyampaian akad dengan perbuatan
atau disebut juga dengan aqad bi al-mu‟athah yaitu:
“Aqad bi al-mu‟athah ialah mengambil dan memberikan dengan tanpa perkataan (ijab dan qobul), sebagaimana
seseorangmembeli sesuatu yang telah diketahui harganya,
kemudian ia mengambilnya dari penjual dan memberikan
uangnya sebagai pembayaran” (Suhendi, 2014 : 73-74).
D. Macam-macam Jual Beli
dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi
tiga bentuk :
ٍئْيَش ُعْيَ بَو ٍةَدَىاَشُم ٍْيَْع ُعْيَ ب ٌةَث َلَث ُعْوُ يُ بْلَا
َْلَ ٍةَبِئاَغ ٍْيَْع ُعْيَ بَو ٍةَّمَّذلا ِفِ ٍفْوُصْوَم
دِىاَشُت
“Jual beli itu ada tiga macam : 1) jual beli benda yang kelihatan, 2)
jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji, dan 3) jual beli benda
yang tidak ada.”
1. Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual
beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan
pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh
2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli
salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah
untuk jual beli yang tidak tunai (kontan), salam pada awalnya berarti
meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga
tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan
barang-barngnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga
yang telah ditetapkan ketika akad.
3. Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli
yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu atau
masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari
curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian
salah satu pihak. Sementara itu, merugikan dan menghancurkan harta
benda seseorang tidak diperbolehkan, seperti yang dijelaskan oleh
Muhammad Syarbini Khatib (t.t:6) bahwa penjualan bawang merah
dan wortel serta yang lainnya yang berada di dalam tanah adalah batal
sebab hal tersebut merupakan perbuatan gharar, Rasulullah Saw.
bersabda :
“Sesungguhnya Nabi Saw. melarang perjualan anggur sebelum hitam dan dilarang penjualan biji-bijian sebelum mengeras.”
Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi
1. Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang
dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan
isyaratkarena isyarat merupakan pembawaan alami dalam
menampakkan kehendak.Hal yang dipandang dalam akad adalah
maksud atau kehendak dan pengertian, bukan pembicaraan dan
pernyataan.
2. Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau
surat-menyurat sama halnya dengan ijab qobul dengan ucapan,
misalnya via Posdan Giro. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan
pembeli tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi melalui Pos
dan Giro, jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara‟.
3. Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan
istilah mu‟athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab
dan qobul, seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan
label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian diberikan uang
pembayarannya kepada penjual. Jual beli dengan cara demikian
dilakukan tanpa sighat ijab qobul antara penjual dan pembeli, menurut
sebagian Syafi‟iyah tentu hal ini dilarang sebab ijab qobul sebagai
rukun jual beli. Tetapi sebagian Syafi‟iyah lainnya, seperti Imam
Nawawi membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan
cara yang demikian, yakni tanpa ijab qobul terlebih dahulu (Suhendi,
Selain pembelian di atas, jual beli juga ada yang dibolehkan dan
ada yang dilarang juga ada yang batal ada juga yang terlarang tetapi sah.
Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut.
1. Barang yang hukumnya najis oleh agama, seperti anjing , babi,
berhala, bangkai, dan khamr, Rasulullah Saw. bersabda :
ِةَتْيَمْلاَو ِرْمَلْا َعْيَ ب َمَّرَح ُوَلْوُسَرَو وَّللا َّنِإ َلاَق م ص ِوَّللا َلْوُسَر َّنَا ضر ٍرِباَج ْنَع
ِرْيِزْنِْلْاَو
َوا
)ملسمو يراخبلا هاور( ِماَنْصَْلْ
“Dari Jahir r.a, Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi, dan berhala” (Riwayat Bukhari dan Muslim).2. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba
jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan. Jual beli ini
haram hukumnya karena Rasulullah Saw. bersabda:
)يراخبلا هاور( ِلْحَفْلا ِبْسَع ْنَع م ص وَّللا ُلْوُسَر يَهَ ن َلاَق ضر َرَمُع ِنْبا ِنَع
“Dari Ibnu Umar r.a., berkata; Rasulullah Saw.telah melarang menjual mani binatang” (Riwayat Bukhari).3. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual
beli seperti ini dilarang karena barangnya belum ada dan tidak tampak
juga, Rasulullah Saw.bersabda:
ا ِنَع
يراخبلا هاور( ِةَلْ بَلحا َلْبَح ِعْيَ ب ْنَع يَهَ ن م ص ِوَّللا َلْوُسَر َّنَا ضر َرَمُع ِنْب
“Dari Ibnu Umar r.a Rasulullah Saw. telah melarang penjualan sesuatu yang masih dalam kandungan induknya” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
4. Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan
kebun, maksud muhaqallah disini ialah menjual tanan-tanaman yang
masih di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang agama sebab ada
persangkaan riba di dalamnya.
5. Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang
belum pantas untuk dipanen, seperi menjual rambutan yang masih
hijau, mangga yang masih kecil-kecil, dan yang lainnya. Hal ini
dilarang karena barang tersebut masih samar, dalam artian mungkin
saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang atau yang lainnya
sebelum diambil oleh si pembelinya.
6. Jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara
sentuh-menyentuh, misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan
tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang
menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena
mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian
bagi salah satu pihak.
7. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar-melempar,
seperti seorang berkata,”lemparkan kepadaku apa yang ada padamu,
terjadi lempar-melempar, terjadilah jual beli. Hal ini dilarang karena
mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan qobul.
8. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan
buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi
yang basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo sehingga akan
merugikan pemilik padi kering. Hal ini dilarang oleh Rasulullah Saw.
dengan sabdanya:
ُ
لما ِنَع ِوَّللا ُلْوُسَر يَهَ ن َلاَق ضر ٍسِنَأ ْنَع
ِةَذِباَنُمْلاَوِةَسَم َلُمْلاَو ِةَرَض اَحُمْلاَو ِةَلَ ق اَح
)يراخبلا هاور( ِةَنَ باَزُمْلاَو
“Dari Anas r.a, ia berkata ; Raulullah Saw. melarang jual beli muhaqallah, mukhadharah, mulammassah, munabazah danmuzabanah” (Riwayat Bukhari).
9. Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan.
Menurut Syafi‟I penjualan seperti ini mengandung dua arti, yang
pertama seperti seseorang berkata “Kujual buku ini seharga $ 10,-
dengan tunai atau $ 15,- dengan cara utang”. Arti kedua ialah seperti
seseorang berkata.”Aku jual buku ini kepadamu dengan syarat kamu
harus menjual tasmu padaku.” Rasulullah Saw. bersabda :
10. Jual beli dengan syarat (iwadh mahjul), jual beli seperti ini, hampir
sama dengan jual beli dengan menentukan dua harga, hanya saja disini
dianggap sebagai syarat, seperti seseorang berkata, “aku jual rumahku
yang butut ini kepadamu dengan syarat kamu mau menjual mobilmu
kepadaku. ”Lebih jelasnya, jual beli ini sama dengan jual beli dengan
dua harga arti yang kedua menurut al-Syafi‟i.
11.Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan
terjadi penipuan, seperti penjualan ikan yang masih di kolam atau
menjual kacang tanah yang atasnya kelihatan bagus tetapi dibawahnya
jelek. Penjualan ini dilarang, karena Rasulullah Saw. bersabda :
ْشَت َلا
“Janganlah kamu membeli ikan di dalam air, karena jual beli seperti itu termaasuk gharar, alias nipu” (Riwayat Ahmad)
12.Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual, seperti
seseorang menjual sesuatu dari benda itu ada yang dikecualikan salah
satu bagiannya, misalnya A menjual seluruh pohon-pohonan yang ada
dikebunnya, kecuali pohon pisang. Jual beli ini sah sebab ada yang
dikecualikannya jelas. Namun, bila yang dikecualikan tidak jelas
(majhul), jual beli tersebut batal. Rasulullah Saw. bersabda :
ْ نُ ثلاَو ِةَنَ باَزُمْلاَو ِةَلَ ق اَحُلما ِنَع يَهَ ن م ص ِوَّللا ُلْوُسَر ّنَأ
ْعُ ت ْنَأ ََّلاِإ اَي
َمَل
“Rasulullah melarang jual beli dengan muhaqallah, mudzabanah, dan yang dikecualikan, kecuali bila ditentukan” (Riwayat Nasai).
13.Larangan menjual makanan hingga dua kali takar. Hal ini
menunjukkan kurangnya saling percaya antara penjual dan pembeli.
Jumhur ulama berpendapat bahwa seseorang yang membeli sesuatu
dengan takaran dan telah diterimanya, kemudian ia jual kembali, maka
ia tidak boleh menyerahkan kepada pembeli kedua dengan takaran
yang pertama sehingga ia harus menakarnya lagi untuk pembeli yang
kedua itu. Rasulullah Saw. melarang jual beli makanan yang dua kali
ditakar, dengan takaran penjual dan takaran pembeli (Riwayat Ibnu
Majah dan Daruquthni).
Ada beberapa macam jual beli yang dilarang oleh agama, tetapi sah
hukumnya, tetapi orang yang melakukannya mendapat dosa. Jual beli
tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk
membeli benda-bendanya dengan harga yang semurah-murahnya,
sebelum mereka tahu harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga
yang setinggi-tingginya. Perbuatan ini sering terjadi dipasar-pasar
yang berlokasi di daerah perbatasan antara kota dan kampung. Tapi
bila orang kampung sudah mengetahui harga pasaran, jual beli seperti
ini tidak apa-apa. Rasulullah Saw. bersabda :
ِبَي َلا م ص ِوَّللا ُلْوُسَر َلاَق
ْي
)ملسمو يرالْا هاور( ِداَبِل ٌرِضاَح ُع
2. Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain, seperti seorang
berkata,”Tolaklah harga tawarannya itu, nanti aku yang membeli
dengan harga yang lebih mahal”. Hal ini dilarang karena akan
menyakitkan orang lain. Rasulullah Saw. bersabda :
)ملسمو يراخبلا هاور( ِوْيِخَأ ِمْوَس يَلَع َلُجَّرلا ُمْوُسَي َلا
“Tidak boleh seseorang menawar diatas tawaran saudaranya”(Riwayat Bukhari dan Muslim).
3. Jual beli dengan Najasyi, ialah seseorang menambah atau melebihi
harga temannya dengan maksud memancing-mancing orang agar
orang itu mau membeli barang kawannya. Hal ini dilarang agama.
Rasulullah Saw.bersabda :
)ملسمو يراخبلا هاور( ِشَجَّنلا ِنَع م ص ِوَّللا ُلْوُسَر يَهَ ن
“Rasulullah Saw. telah melarang melakukan jual beli dengan najasyi”(Riwayat Bukhari dan Muslim).
4. Menjual di atas penjualan orang lain, umpamanya seseorang berkata
:”Kembalikan saja barang itu kepada penjualnya, nanti barangku saja
kau beli dengan harga yang lebih murah dari itu, Rasulullah Saw.
bersabda:
E. Khiar dalam Jual Beli
Dalam jual beli, menurut agama Islam dibolehkan memilih, apakah
akan meneruskan jual beli atau akan membatalkannya. Karena terjadinya
oleh sebab sesuatu hal, khiar dibagi menjadi tiga macam berikut ini.
1. Khiar majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan
melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduannya masih
ada dalam satu tempat (majelis), khiar majelis boleh dilakukan dalam
berbagai jual beli. Rasulullah Saw. bersabda :
ِب ِناَعْ يَ بْلَا
َّرَفَ تَ ي َْلَاَم ِراَيِْلْا
َاق
)ملسمو يراخبلا هاور(
“Penjual dan pembeli boleh khiar selama belum berpisah” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiar
majelis tidak berlaku lagi, batal.
2. Khiar Syarat, yaitu penjualan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu
baik oleh penjual maupun oleh pembeli, seperti seseorang
berkata,”saya jual rumah ini dengan harga Rp 100.000.000,00 dengan
syarat khiar- selama tiga hari”. Rasulullah Saw. bersabda :
)يقهيبلا هاور( ٍلَيَل َث َلَث اَهَ تْعَ تْ بِا ٍةَعْلِس ِّلُك ِفِ ِراَيِْلْاِب َتْنَأ
“Kamu boleh khiar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam” (Riwayat Baihaqi).3. Khiar „aib. artinya dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan
seharga sekian, bila mobil itu cacat akan saya kembalikan”,seperti
yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah r.a.
bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh
berdiri di dekatnya, didapatinya pada diri budak itu kecacatan, lalu
diadukannya kepada rasul, maka budak itu dikembalikan pada penjual
(Suhendi, 2014 : 83).
F. Berselisih dalam jual beli
Penjual dan pembeli dalam melakukan jual beli hendaknya berlaku
jujur, berterus terang dan mengatakan yang sebenarnya, maka jangan
berdusta dan jangan bersumpah dusta, sebab sumpah dan dusta
menghilangkan berkah jual beli. Rasulullah Saw. bersabda :
)ملسمو يراخبلا هاور( ِةَك َرَ بْلِل ٌةَقِحَْهَ ِةَعْلَّسلِل ُةَقَفْ نَم َفْلَْلحَا
“Bersumpah dapat mempercepat lakunya dagangan, tetapi dapat menghilangkan berkah” (Riwayat Bukhari dan Muslim).Para pedagang jujur, benar, dan sesuai dengan ajaran Islam dalam
berdagangnya didekatkan dengan para nabi, para sahabat dan orang-orang
yang mati syahid pada hari kiamat. Rasulullah Saw. bersabda :
يذمتَلا هاور( ِءاَدَهُّشلاَو َْيِْقْي ِّدِّصلاَو ْيَّْ يِبَّنلا َعَم ُْيِْمَْلْا ُقوُدَّصلا ُرِجاَّتلَا
)Bila antara penjual dan pembeli berselisih pendapat dalam suatu
benda yang diperjualbelikan, maka yang dibenarkan ialah kata-kata yang
punya barang, bila antara keduanya tidak ada saksi dan bukti lainnya.
Rasulullah Saw. bersabda :
BAB III
PRAKTEK JUAL BELI BIBIT LELE DENGAN SISTEM TAKARAN DI DESA REKSOSARI KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
A. Keadaan Umum Desa Reksosari
1. Keadaan Geografis
Desa Reksosari adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang yang terletak di sebelah timur Kota
Kecamatan Suruh dan hanya berjarak dua km dari kantor kecamatan.
Luas wilayah Desa Reksosari sekitar 505.935 Ha, terletak pada
ketinggian 581 meter diatas permukaan air laut dan memiliki batas
wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Barat Desa Suruh
b. Sebelah Utara Desa Krandon Lor
c. Sebelah Timur Desa Medayu
d. Sebelah Selatan Desa Purworejo
Desa ini tergolong desa yang sangat maju.Hal ini dapat dilihat
dari sistem pemerintahan desa yang telah maju dan memiliki berbagai
macam fasilitas mulai dari sarana olahraga, sosial hingga
pendidikan.Desa Reksosari memiliki 6 dusun, yang terdiri dari :
a. Dusun Reksosari
b. Dusun Karangsalam
c. Dusun Bawangan
e. Dusun Banjarsari
f. Dusun Ngayon
Secara umum kondisi Desa Reksosari secara geografis dapat
digambarkan sebagai berikut :
Tabel 3.1
Jarak GeografisDesa Reksosari
No Indikator Sub Indikator
16. Ke Kantor Provinsi 60 Km
Tabel 3.2
Letak Geografis Desa Reksosari
No Indikator Sub Indikator
1. Kawasan Hutan Rakyat Tidak
2. Kawasan Peternakan Ada
3. Kawasan Industri Kecil Tidak
4. Kawasan Perbukitan Ada
5. Kawasan Persawahan Ada
2. Keadaan Dermografis
Berdasarkan data terakhir tahun 2017, Desa Reksosari
merupakan desa yang padat penduduknya yakni mencapai 6,387 jiwa,
terdiri dari 3,184 jiwa penduduk laki-laki dan 3,203 jiwa penduduk
perempuan. Sedangkan jumlah kepala keluarga sebanyak 2,070 kk
Tabel 3.3
Jumlah Penduduk Desa Reksosari Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2017
No Rw Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. 001 807 812 1619
2. 002 505 515 1020
3. 003 373 365 738
4. 004 733 723 1456
5. 005 587 609 1196
6. 006 178 174 352
7. 008 1 3 4
Jumlah 6387
Sumber : Data Tahunan Desa Reksosari (diambil,01 Januari 2018)
Dari tabel diatas dapat dilihat Jumlah Penduduk yang paling
banyak yaitu di RW 001 sebanyak 1619 jiwa.Rw 002 menempati
urutan keempat yaitu sebanyak 1020 jiwa.Rw 003 menempati urutan
kelima yaitu sebanyak 738.Rw 004 menempati urutan yang kedua
sebanyak 1456 jiwa.Rw 005 menempati urutan ketiga sebanyak 1196
jiwa.Rw 006 menempati urutan keenam sebanyak 352 jiwa.Rw 008
3. Keadaan Sosial Ekonomi
Dari segi sosial dan ekonomi masyarakat Desa Reksosari
mayoritas profesinya sebagai wiraswasta dan karyawan swasta yang
berjumlah 1242 dan 1101 orang.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 3.4
14. Karyawan Honorer 1
Sumber : Data Tahunan Desa Reksosari (diambil, 01 januari 2018)
4. Keadaan Sosial Pendidikan
Pendidikan merupakan sarana yang terpenting dalam setiap
daerah, karena dengan memiliki sarana pendidikan dapat mengasah
ilmu pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui.Adanya
pendidikan mampu untuk merubah rendahnya pola pikir di dalam
masyarakat, karena itu sarana pendidikan dapat meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat untuk lebih baik lagi.
Masyarakat Desa Reksosari sebagian besar pendidikannya
hanya sampai tamatan Sekolah Dasar (SD), namun sekarang sudah
banyak tingkat kelulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
banyak sebagian masyarakat yang sudah meneruskan jenjang
pendidikan D1, D2, D3 maupun S1 dan S2.
Tabel 3.5
Jumlah Penduduk Desa Reksosari Berdasarkan Pendidikan Tahun 2017
No Pendidikan Jumlah
1. SD 1.859
2. SLTP 1.138
3. SLTA 1.242
4. DIPLOMA I / II 13
5. DIPLOMA III / S. MUDA 52
6. DIPLOMA IV / STRATA I 184
7. STRATA II 10
Jumlah 4498
Sumber :Data Tahunan Desa Reksosari (diambil, 01 Januari 2018)
5. Keadaan Sosial Keagamaan
Seluruh penduduk yang ada di Desa Reksosari mayoritas
memeluk agama Islam.Desa Reksosari memiliki masjid sebagai sarana
tempat beribadah dan kegiatan kegamaan lainnya seperti memperingati
hari-hari besar Islam seperti Isra‟ Mi‟raj, Maulud Nabi Muhammad