• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Indrio Budi Bagus Laksono BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Indrio Budi Bagus Laksono BAB I"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Patient safety adalah suatu upaya dari petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman untuk pasien. World Health Organization (WHO) sebagai induk organisasi kesehatan dunia telah

mengkampanyekan program keselamatan pasien salah satunya adalah menurunkan risiko infeksi nosokomial /hospital acquired infection (HAIs) (WHO ,2009).

Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan penjamu rentan yang menginvasi tubuh oleh patogen yang menyebabkan sakit. Cara penularan dapat terjadi melalui darah, udara dan kontak langsung. Di rumah sakit dan sarana kesehatan lainya, infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari pasien ke penunggu pasien, dari petugas ke petugas, dan dari petugas ke pasien. Infeksi ini terdapat dalamsarana kesehatan tersebut disebut “Infeksi Nosokomial”(Potter & Perry, 2005).

(2)

Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat penting pada saat ini.Terbukti dari banyaknya laporan tentang kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit, baik di luar maupun di dalam negeri, dengan konskwensi meningkatannya angka kesakitan dan kematian (Utama, 2006).

Setiap tahun diperkirakan 2 juta pasien mengalami infeksi saat di rawat di Rumah Sakit. Hal ini terjadi karena pasien yang di rawat di Rumah Sakit mempunyai daya tahan yang melemah sehingga resistasi terhadap mikroorganisme penyebab penyakit menjaditurun, adanya peningkatan paparan terhadap berbagai mikroorganisme dan dilakukannya prosedur invaasiv terhadap pasien di rumah sakit (Utama, 2006).

Infeksi nosokomial (hospital acquired infection) bayak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbayak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Satu peneletian yang di lakukan WHO menunjukan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tengah dan Pasifik tetap menunjukan adanya infeksi nosokomial (hospital acquired infection) dengan Asia Tenggara sebayak 10,0%.

(3)

yang bermutu. Untuk seorang petugas kesehatan, kemampuan mencegah infeksi memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan, karena mencakup setiap aspek penanganan pasien. Peran petugas adalah sebagai pelaksana dalam upaya pencegahan infeksi. Namun petugas kesehatan wajib memperhatikan kesehatan dirinya. Petugas kesehatan wajib melindungi dirinya misalnya dengan mengikuti seluruh prosedur universal precaution ketika bertugas (Utama, 2006).

Setiap tahun diperkirakan dua juta pasien mengalami infeksi pada saat di rumah sakit, infeksi ini disebut infeksi nosokomial yang diakibatkan karena ada transmisi organisme patogen yang didapat pasien dalam waktu 3 x 24 jam pertama masa hospitalisasi (Napitupulu, 2009). Di seluruh dunia, kesadaran untuk mencuci tangan di kalangan tenaga kesehatan baru mencapai 50 persen, padahal dalam lingkungan perawatan kesehatan, tangan merupakan salah satu media penularan yang paling efesien untuk penularan infeksi nosokomial (Schaffer, 2000).

WHO (2007)resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit), terdapat

(4)
(5)

Frekuensi mencuci tangan juga mempengaruhi jenis dan jumlah bakteri di tangan. Orang yang mencuci tangannya 8 kali sehari kemungkinan lebih kecil membawa gram negatif di tangan mereka, namun masih banyak petugas kesehatan yang tidak taat dengan prosedur cuci tangan, dengan berbagai alasan diantaranya infrastruktur dan peralatan cuci tangan letaknya kurang strategis, terlalu sibuk, tangan tidak terlihat kotor, sudah menggunakan sarung tangan, kulitnya bisa mengalami iritasi bila terlalu sering cuci tangan, dan cuci tangan menghabiskan banyak waktu (Tietjen 2004).

Mencuci tangan selama pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial di lingkungan rumah sakit. Tenaga kesehatan yang paling rentan dalam penularan infeksi adalah perawat dan penunggu pasien karena 24 jam mendampingi pasien, maka diasumsikan ikut mengambil peran yang cukup besar dalam memberikan kontribusi terhadap pencegahan infeksi nosokomial (Idayanti, 2008).

(6)

yang pendukung (enabling faktor) meliputi ketersediaan sumber-sumber atau fasilitas, faktor yang memperkuat atau pendorong (reinforcing faktor) meliputi sikap dan perilaku petugas atau tokoh masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku mencuci tangan harus diarahkan kepada ketiga faktor pokok tersebut. Pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan kesadaran individu dalam menciptakan perilaku yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan mencuci tangan dilakukan untuk menjelaskan pentingnya mencuci tangan. Sehingga setelah mendapatkan pengetahuan tentang pendidikan kesehatan dan didukung fasilitas berupa kran dengan air yang bersih serta sabun untuk cuci tangan, dan handsrub dapat meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan sikap penunggu pasien tentang pentingnya mencuci tangan sehingga penunggu pasien dengan kesadaran sendiri berperilaku mencuci tangan (Notoatmodjo, 2003).

Metode – metode yang di gunakan dalam demonstrasi meliputi metode pendidikan individu, metode pendidikan kelompok dan metode pendidikan masa (Notoatmodjo, 2003).

(7)
(8)

B.Rumusan masalah

Infeksi nosokomial/HAIs merupakan problem kritis yang penting. Angka infeksi nosokomial meningkat di beberapa negara. Upaya WHO menekan angka infeksi nosokomial dengan 9 solusi keselamatan pasien. Hand hygiene merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah infeksi nosokomial. Kepatuhan Hand hygiene dipengaruhi perilaku yang dapat dirubah melalui pendidikan kesehatan. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Adakah pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi cuci tangan terhadap kebenaran cara cuci tangan penunggu pasien di Ruang Menur RSUD dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga”.

C.Tujuan penelitian 1. Tujuan umum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi cuci tangan terhadap kebenaran cuci tangan penunggu pasien di ruang menur RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga.

2. Tujuan khusus.

(9)

b. Mengidentifikasi kebenaran cuci tanagan penunggu pasien sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi cuci tangan di Ruang Menur RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga. c. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode

demonstrasi cuci tangan terhadap kebenaran cuci tangan penunggu pasien di Ruang Menur RSUD Dr. R. Goetheng Taroenadibrata Purbalingga.

D.Manfaat Penelitian

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penunggu pasien.

a. Memberikan informasi tentang pendidikan kesehatan mencuci tangan sehingga dapat meningkatkan perilaku mencuci tangan penunggu pasien. b. Memberikan informasi tentang manfaat yang didapat bagi kesehatan

dengan melakukan mencuci tangan dengan baik dan benar. 2. Rumah Sakit.

Rumah Sakit tentang pentingnya pendidikan kesehatan mencuci tangan penunggu pasien agar pasien terhindar dari infeksi nosokomial.

3. Peneliti dan peneliti selanjutnya.

(10)

pendidikan kesehatan pada penunggu pasien. Serta sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan. 4. Institusi keperawatan

a. Memberikan masukan dan informasi tentang pentingnya pendidikan kesehatan mencuci tangan bagi penunggu pasien.

b. Menambah studi kepustakaan tentang pendidikan kesehatan mencuci tangan.

E.Penelitian terkait

(11)

Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada judul penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, desain penelitian kuantitatif, dan variabel yang diteliti.

Persamaan sama-sama meneliti tentang cuci tangan.

2. Penelitian Apriany (2012) dengan judul “Perbedaan perilaku mencuci tangan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan”. Pendidikan kesehatan pada anak usia 4-5 tahun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan perilaku mencuci tangan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Rancangan penelitian ini adalah quasi eksperimen, dengan One Group Pretest Posttest Design. Peneliti menggunakan lembar check list cuci tangan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Penelitian dilaksanakan bulan Juli 2011 di TK At-Taqwa Cibeber Cimahi. Sampel 32 responden diambil menggunakan teknik purposive sampling. Rerata cuci tangan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan adalah 2,78 dan setelahnya menjadi 9,44. Hasil uji t didapatkan ada perbedaan signifikan perilaku cuci tangan sesudah diberikan pendidikan kesehatan (p value 0,001). Institusi pendidikan agar membudayakan cuci tangan.

Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada judul penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian dan variabel yang diteliti.

Persamaan dalam penelitian ini sama sama menggunakan disain eksperimen dan sama-sama meneliti tentang cuci tangan.

(12)

penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang mencuci tangan terhadap perilaku mencuci tangan siswa SDN 01 Gonilan. Metode penelitian adalah quasi eksperiment dengan desain yang digunakan adalah pretest-postest control group design. Sampel penelitian sebanyak 32 responden menggunakan metode random sampling. Teknik pengumpulan data dengan kuesioner dan observasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji paired t-test uji independent t-test. Hasil analisis uji paired t-test pada kelompok eksperimen diperoleh hasil nilai ρ = 0,000 dan perilaku ρ = 0,000, maka disimpulkan adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku mencuci tangan pada siswa SDN 01 Gonilan. Sedangkan hasil perbandingan antara kelompok eksperimen dangan kelompok kontrol diperoleh nilai ρ = 0,001 untuk pengetahuan dan nilai ρ = 0,039 untuk perilaku. Maka disimpulkan terdapat perbedaan pengetahuan dan perilaku mencuci tangan siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada judul penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian dan variabel yang diteliti.

Persamaan desain penelitian dan sama-sama meneliti tentang cuci tangan. 4. Gaby dkk (2009) melakukan studi penelitian yang dilakukan dalam

(13)

signifikan kontrol kondisi perempuan atau pengetahuan aktivitas laki-laki. Pada dasarnya aturan dan status sosial efektivitas diantara kedua jenis kelamin tidak saling berhubungan. Seharusnya ditemukan perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan dalam masalah kebersihan tangan. Dari hasil penelitian tersebut, baik kepatuhan dan kebersihan tangan petugas di rumah sakit - rumah sakit di Indonesia, khususnya di RSUD Margono Soekarjo (RSMS) Purwokerto Jawa tengah telah melakukan kegiatan preventif.

Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletakpada judul penelitian“Percobaan tes kebersihan tangan dengan natural”, lokasi penelitian RSUD Margono Soekarjo (RSMS) Purwokerto, subyek penelitian, desain penelitian menggunakan case control

Persamaan sama-sama meneliti tentang cuci tangan.

(14)

selama penelitian . Seorang peneliti mencatat 1.400 peluang potensial untuk mencuci tangan selama periode pengamatan 15 menit, durasi rata-rata mencuci tangan adalah 10 ± 2 detik. Kebanyakan petugas kesehatan 99,3% digunakan sabun cair selama mencuci tangan, tapi 79,8 % tidak mengeringkan tangan mereka. Untuk semua indikasi sesuai dengan mencuci tangan adalah 31,9 % dan kepatuhan penggunaan sarung tangan adalah 58,8%. Kepatuhan dengan cuci tangan bervariasi berbanding terbalik dengan kedua jumlah indikasi untuk kebersihan tangan dan jumlah tempat tidur pasien di kamar rumah sakit. Kepatuhan dengan mencuci tangan lebih baik dalam situasi berisiko tinggi kotor atau kepatuhan dengan mencuci tangan adalah rendah ini menunjukan perlunya strategi motivasi baru seperti penyediaan umpan balik mengenai kepatuhan infeksi nosokomial.

Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada judul penelitian“Kepatuhan terhadap Kebersihan Tangan dan Penggunaan sarung tangan”, lokasi penelitian, desain penelitian menggunakan case control, subyek penelitian adalah perawat dan variabel yang diteliti kepatuhan cuci tangan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di wilayah kerja Puskesmas Pauh pada tanggal 13-16 Juni 2016, kepada 10 orang pasien diabetes melitus tipe 2 didapatkan

Pada kultur antera kalus yang berukuran 2-3 mm merupakan kalus yang terbaik untuk dipindahkan ke medium regenerasi, sedangkan kalus yang berukuran kurang dari 2 mm

Giat bhabinkamtibmas Polsek Raman Utara Bripka Subasis melaksanakan kontrol poskamling di Dusun I Desa Rukti Sediyo sampaikan himbauan kamtibmas untuk mengaktifkan

Dengan banyaknya perusahaan distributor di Bandung, maka sangat mempengaruhi tingkat persaingan yang terjadi antar perusahaan yang sejenis, oleh karena itu

Menimbang, bahwa terhadap jawaban yang menyatakan bahwa termohon bersedia bercari, berarti Termohon tidak mau lagi untuk membina rumahtangganya dengan Pemohon maka hal

Untuk dapat mengetahui hasil belajar passing atas permainan bola voli siswa melalui modifikasi media bola karet maka digunakan Panduan Acuan Norma (PAN)

Oleh sebab itu dengan kondisi pH tanah yang netral, memberikan ketersediaan unsur hara K dan P bagi tanaman, sehingga aktivitas metabolisma dalam tanaman

Sistem akuntansi keuangan daerah menurut definisi Darise (2008:41) adalah serangkaian proses atau prosedur, yang dimulai dari pencatatan, penggolongan dan