• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, PENGAJUAN HIPOTESIS DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia - YULI PURWANTO BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, PENGAJUAN HIPOTESIS DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia - YULI PURWANTO BAB II"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, PENGAJUAN HIPOTESIS DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A. Kajian Pustaka

1. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia

Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.

Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999: 15) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Sementara itu, dalam kurikulum 2004 untuk SMA dan MA, disebutkan bahwa tujuan pemelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia secara umum meliputi:

a. siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara,

b. siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi,serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan,

(2)

d. siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis),

e. siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan

f. siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Nurhadi (2004: 4) yaitu salah satu tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Sedangkan ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa, kita harus mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat disarikan sebagai berikut.

“Pebelajar akan belajar bahasa dengan baik bila (1) diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas, (3) bila secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa, (4) bila disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) jika diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri (Winataputra, 2001: 60).”

(3)

dan sastra Indonesia. Standar kurikulum ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Dengan standar kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan:

a. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil pengetahuan bangsa sendiri.

b. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar.

c. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya.

d. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan daan kesastraan di sekolah.

e. Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia.

(Depdikbud, 1995)

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

2. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia

(4)

mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Terdapat dua jenis metode pembelajaran, yaitu: (1) metode pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa dan (2) metode pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (Johnson, 1992: 17).

Sementara itu, Kemp dalam Sanjaya (2008: 45), mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran Johnson (1992: 20) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pembelajaran pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi pembelajaran merupakan “a plan of operation

achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving

something” (Johnson, 1992: 22).

(5)

simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang guru harus bisa memilih metode pembelajaran yang tepat karena didalamnya terdapat teknik pembelajaran yang harus disesuaikan dengan materi yang akan dipelajari dan kondisi siswa.

3. Metode Pembelajaran Simulasi a. Pengertian dan Tujuan

(6)

pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya.

Gladi resik merupakan salah satu contoh simulasi, yakni memperagakan proses terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan untuk upacara sebenarnya supaya tidak gagal dalam waktunya nanti. Demikian juga untuk mengembangkan pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa, penggunaan simulasi akan sangat bermanfaat.

Lebih lanjut, Nurgiantoro (1994: 201) mentakan bahwa metode pembelajaran simulasi bertujuan untuk:

1) melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari,

2) memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip, 3) melatih memecahkan masalah,

4) meningkatkan keaktifan belajar,

5) memberikan motivasi belajar kepada siswa,

6) melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok, 7) menumbuhkan daya kreatif siswa, dan

8) melatih siswa untuk mengembangkan sikap toleransi. b. Kelebihan dan Kelemahan

Menurut Joyce dan Weil dalam Winataputra (2001: 69), terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai metode mengajar, di antaranya adalah:

(7)

2) simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui simulasi siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik yang disimulasikan.

3) simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.

4) memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.

5) simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses permbelajaran.

Di samping memiliki kelebihan menurut Joyce dan Weil dalam Winataputra (2001: 71), simulasi juga mempunyai kelemahan, di antaranya:

1) Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.

2) Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.

3) Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa dalam melakukan simulasi.

c. Jenis

Dalam pembelajaran metode simulasi terdiri dari beberapa jenis, di antaranya (Subiyakto, 1998: 68):

1) sosiodrama. Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran

untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya.

2) psikodrama. Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan

bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama biasanya digunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang dialaminya.

3) role playing. Role playing atau bermain peran adalah

(8)

aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Topik yang dapat diangkat untuk role playing misalnya memainkan peran sebagai juru kampanye suatu partai atau gambaran keadaan yang mungkin muncul pada abad teknologi informasi.

4) peer teaching. Peer teaching merupakan latihan mengajar yang

dilakukan oleh siswa kepada teman-teman calon guru. Selain itu peer teaching merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan seorang siswa kepada siswa lainnya dan salah satu siswa itu lebih memahami materi pembelajaran.

5) simulasi game. Simulasi game merupakan bermain peranan, para

siswa berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu melalui permainan dengan mematuhi peraturan yang ditentukan.

d. Langkah-langkah Simulasi

Menurut Joyce dalam Sukmadewi (2003: 27), dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode simulasi seorang guru harus mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut:.

1. Persiapan Simulasi

a) Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi.

b) Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan.

c) Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disediakan.

d) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi. 2. Pelaksanaan Simulasi

a) Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.

b) Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.

c) Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat kesulitan.

(9)

3. Penutup

a) Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita yang disimulasikan.Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi.

b) Merumuskan kesimpulan.

4. Pidato a. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kridalaksana, ed., 1996 : 123), pidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditunjukan kepada orang banyak. Sedangkan menurut Hartika (2005: 43), pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau berorasi untuk menyatakan pendapatnya, atau memberikan gambaran tentang suatu hal. Pidato biasanya dibawakan oleh seorang yang memberikan pernyataan tentang suatu hal atau peristiwa yang penting dan patut diperbincangkan. Pidato juga merupakan salah satu teori dari pelajaran bahasa indonesia. Pidato yang baik dapat memberikan suatu kesan positif bagi orang-orang yang mendengar pidato tersebut.

b. Jenis Pidato

(10)

1. Jenis Pidato Berdasrkan Tema

Berdasarkan temanya, pidato terdiri atas beberapa jenis yang jumlahnya relatif tidak terbatas. Beberapa jenis yang sering kita dengar, diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Pidato Wisuda, pidato yang biasanya disampaikan oleh pejabat pada suatu lembaga pendidikan dalam rangka pelantikan sekelompok lulusan.

b) Pidato Pelantikan, pidato biasanya diucapkan oleh pimpinan lembaga dan perwakilan pejabat yang dilantik.

c) Pidato Peringatan, pidato disampaikan dalam upacara memperingati suatu kejadian penting atau kejadian bersejarah.

d) Pidato Kampanye, pidato yang isinya mempromosikan sebuah lembaga atau seseorang untuk menduduki suatu jabatan.

e) Pidato Peresmian, pidato yang lazimnya disampaikan oleh pimpinan suatu lembaga dalam rangka meresmikan sesuatu.

f) Pidato Ilmiah, pidato yang berisi informasi ilmu pengetahuan misalanya hasil riset dan biasanya disampaikan dalam upacara diesnatalis sebuah perguruan tinggi. (Mulyono, 2011: 64)

2. Jenis Pidato Berdasarkan Cara atau Teknik Penyampaian

Menurut Keraf (1983) dalam Mulyono (2011: 65)Berdasarkan cara atau teknik penyampainya, pidato dapat dibedakan menjadi tiga jeni yaitu:

a) Pidato Improvisasi

(11)

b) Pidato Pengembangan Struktur Isi

Pidato dengan teknik ini merupakan pidato yang pilihan kata-kata, susunan kalimat, serta pengembangan paragraf-paragrafnya sepenuhnya didasari catatan kerangka isi pidato. Sebutan struktur isi pidato sama dengan kerangka isi, ikhtisar isi, atau organisasi isi piadato. Maksudnya adalah hubungan yang sistematis antara pokok-pokok serta sub-subpokok isi pidato.

c) Pidato Baca Naskah

Pidato jenis ini merupakan pidato yang disampaikan melalui teknik membaca naskah yang sudah dipersiapkan secara lengkap terlebih dahulu. Artinya, ucapan-ucapan pembuka, isi, ilustrasi, serta berbagai dimensi retorikanya termasuk bagian pentup sudah ditulis dalam naskah.

3. Jenis Pidato Berdasarkan Tujuannya

Menurut Mulyono (2011: 67), selain berdasarkan tema dan cara penyampainya pidato juga dapat dipilih jenisnya berdasarkan tujuan pidato. Jenis pidato tersebut adalah sebagai berikut:

a) Pidato Instruktif

(12)

b) Pidato Motivatif

Pidato motivatif merupakan pidato yang bertujuan mendorong atau memotivasi pendengar agar bergairah, berkeinginan, berniat, atau berkomitmen untuk berbuat, bertindak, atau melakukan sesuatu.

c) Pideato Argumentatif

Pidato argumentatif adalah pidato yang mengetengahkan argummentasi-argumentasi untuk menanamkan keyakinan pendengar baik secara mental maupun secara intelektual.

d) Pidato Persuasif

Pidato persuasif adalah pidato yang berisi bujukan atau himbauan secara halus agar seseorang atau kelompok orang mengiakan terhadap apa yang disarankan.

e) Pidato Rekreatif

Pidato rekeratif adal pidato yang bertujuan menjadikan hadirin ceria, senang, atau terlarut dalam kegembiraan. Pilihan kata, ungkapan, serta ilustrasi humoristic merupakan alat utama dalam jenis pidato ini.

f) Pidato Laporan

(13)

c. Langkah-langkah Pidato 1. Persiapan

Dalam mempersiapkan sebuah piadato, kita hendaknya memperhatikan empat hal pokok, yakni siapa pembicara, dengan bahasa apa, kepada siapa dan kapan. (who speaks, what language, to whom, and when)

2. Pelatihan Pidato

Pelatihan berpidato bias dilakuakan dengan dua cara yaitu hening mauoun nyaring. Paling sedikit langkah pelaatihan ini membina atau memupuk rasa percaya diri pada saat berpidato.

3. Pelaksanaan Pidato

Pada dasarnya pelaksanaan pidato adalah merealisasikan apa yang susdah dipersiapkan secara integral. Dalam tahapan ini berpidato juga merupakan strategi komunikasi dan pelaksanaan retorika dalam satu kesatuan pengucaoan pidat,

4. Evaluasi Piadato

Untuk mengetahui keberhasilan, sebuah pidato juga memerlukan evaluasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: a) Sesuaikah isi piadato dengan tujuan yang telah direncanakan? b) Bagaiman respon pendengar pada saat anda berpidato?

(14)

5. Keterampilan Berbicara a. Hakikat Berbicara

Menurut Tarigan dalam Nurgiantoro (1994: 189), manusia secara kualitatif sangat berbeda dengan hewan atau binatang karena manusia mempunyai kemampuan untuk menggunakan dan menginterprestasi lambang-lambang. Bahasa merupakan satu set lambang dimana manusia mampu mengartikan makna yang sama. Bahasa tidak hanya memungkinkan mengkomunikasikan antar individu tetapi juga memperkenankan orang untuk berbicara pada dirinya sendiri (thought). Berbicara merupakan bahasa pokok (oral) merupakan suatu keahlian yang komplek yang melibatkan aspek-aspek atau komponen kebahasaan, fisik, sosial dan psikologi. Komponen kebahasaan mencakup lafal, struktur, kosa kata, kefasihan dan pemahaman. Aspek fisik berhubungan dengan lingkungan fisik, aspek sosial sangat erat dengan interaksi sosial dimana bahasa digunakan sebagia alat komunikasi. Aspek psikologi melibatkan aspek kognitif dan aspek afektif dan juga aspek motivasi.

(15)

Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan hubungan dan kerja sama dengan manusia lain. Hubungan dengan manusia lainnya itu antara lain berupa menyampaikan isi pikiran dan persaan, menyampaikan suatu informasi, ide atau gagasan serta pendapat atau pikiran dengan suatu tujuan.

Dalam menyampaikan pesan seseorang menggunakan suatu media atau alat yaitu bahasa, dalam hal ini bahasa lisan. Seorang yang akan menyampaikan pesan tersebut mengharapkan agar penerima pesan dapat memahaminya. Pemberi pesan disebut juga pembicara dan penerima pesan disebut penyimak atau pendengar. Peristiwa proses penyampaian pesan secara lisan seperti itu disebut berbicara Dengan rumusan lain dapat dikemukakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. (Ramelan dalam http//www.konsepbicara.com/search.)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kridalaksana, ed., 1996: 144) tertulis bahwa berbicara adalah “berkata; bercakap; berbahasa atau melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan, dsb.) atau berunding“.

(16)

Nunan (1991: 39) juga bependapat bahwa berbicara adalah salah satu aspek bahasa yang penting dalam pembelajaran bahasa, kesuksesan diukur dari kemampuannya dalam berkomunikasi. Seseorang tidak dikatakan menguasai bahasa Inggris apabila dia tidak dapat berkomunikasi secara lancar. Kemampuan siswa juga diukur dari bagaimana dia dapat menggunakan bahasa baik secara lisan maupun tulis bukan seberapa jauh dia mengetahui tentang bahasa.

Jadi, pada hakekatnya berbicara merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, berbicara ini dapat dibantu dengan mimik dan pantomimik pembicara.

Berbicara merupakan wujud aktivitas lisan dalam berkomunikasi. Keterampilan berbicara akan mendukung efektivitas komunikasi yang dilakukan. Oleh sebab itu, keterampilan berbicara dalam pembelajaran bahasa Indonesia menempati posisi yang sangat signifikan di samping keterampilan berbahasa yang lain.

(17)

dalam bentuk lisan bukan dalam bentuk tulisan. Hal ini membuktikan bahwa berbicara adalah kemampuan dasar yang pertama diperoleh untuk menggungkapkan sebuah atau beberapa kosakata yang baru diperolehnya.

Sedangkan menurut Ur (1996: 120), berbicara adalah keterampilan untuk mengungkapkan atau mengucapkan artikulasi suara dengan tepat untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan sebuah ide, pemikiran dan perasaan sesuai dengan kaidah tata bahasa yang benar. Jadi, berbicara adalah alat untuk mengkomunikasikan ide yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kosakata, pengucapan dan tata bahasa yang benar yang disesuaikan dengan kebutuhan pendengar.

Dari beberapa teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah kegiatan yang besifat aktif dalam menyampaikan pesan berdasarkan pengucapan, tata bahasa, dan kosakata yang tepat untuk berkomunikasi sebagai fungsi sosial yaitu transaksional dan interaksional secara berterima dalam masyarakat.

b. Faktor yang Mempengaruhi Keterampialan Berbicara

(18)

respon atau tanggapan, waktu, situasi dan kondisi pada saat pembicaraan berlangsung. Penyampaian pesan yang harus dipahami merupakan jembatan antara suatu informasi yang diketahui maupun informasi yang belum diketahui atau dipahami di dalam kerangka pengetahuan yang bertujuan untuk memastikan bahwa informasi tersebut benar-benar dapat diterima dan dipahami oleh lawan bicara. Beberapa faktor yang mempengaruhi tersebut antara lain:

a) Input dan aktifitas

Hal pokok yang harus dipertimbangkan adalah kompleksitas teks. Hal tersebut akan berpengaruh pada faktor struktur tata bahasa. Faktor aktifitas akan berhubungan dengan aktifitas berbicara yang mencakup bahan atau topik pembicaraan sehingga masukan atau input akan sangat penting peranannya dalam memperlancar aktifitas berbicara.

b) Pembicara

(19)

pesan? Kemampuan bahasa; apakah pembicara mampu mengukur kemampuan berbicaranya? Apakah penyesuaian diri pembicara terhadap lawan bicara sudah memadai?

c) Tujuan pengajaran berbicara.

Tujuan pengajaran berbicara bagi para siswa adalah untuk melatih kemampuan berbicara mereka yang meliputi praktik percakapan yang sederhana, bercerita atau mendeskripsikan seseorang, kejadian sehari-hari, dialog atau tanya jawab sesuatu masalah, menceritakan kembali peristiwa-peristiwa sosial, isu politik, budaya pada lingkup nasional maupun internasional. Menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan tentang suatu hal, berdiskusi atau debat. Dengan cara tersebut pengajaran berbicara secara terpadu terpusat pada siswa-siswa. Para siswa dituntut untuk selalu aktif untuk berlatih berbicara. Mereka dilatih untuk berani mengungkapkan pendapat atau perasaan suka atau tidak suka kepada teman-temannya. Sehingga atmosfir di dalam kelas dimenej sebaik mungkin sehingga situasi kelas benar-benar kondusif untuk belajar dan berlatih berbicara atau mengkomunikasikan berbagai hal.

(20)

memberikan motivasi dengan mengatakan apa pun gagasan atau ide yang akan disampaikan tidak ada hubungannya dengan benar atau salah sehingga setiap siswa bisa menolak atau tidak menjawab tanpa harus memberikan alasan atau keterangan. Hal ini masih menandakan adanya tingkat kategori siswa merasa malu. Untuk guru harus mampu memilih aktivitas yang bisa dirasakan para siswa merasa nyaman. d) Peran guru

Penciptaan situasi dan aktivitas seperti tersebut di atas akan berlangsung baik dengan sendirinya di bawah kendali guru. Kemudian guru memutuskan apakah akan terlibat dalam aktivitas berbicara tersebut secara sejajar sebagai anggota atau hanya akan berada di belakang sebagai pengamat atau membantu kelancaran kegiatan berbicara siswa. Untuk cara pertama jarak psikologis antara siswa dengan guru dapat dikurangi, sedangkan untuk cara yang kedua guru tidak akan bertindak independen dalam memberikan nasihat atau membantu kelompok yang lain.

(21)

dengan cara memberikan semangat sehingga mereka mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dengan menemukan alternatif lain dalam mengekpresikan hal yang akan dikatakan.

e) Masalah utama dalam pengukuran ketrampilan berbicara

Pada bahasan awal telah dijelaskan bahwa berbicara merupakan suatu ketrampilan yang kompleks yang memerlukan sejumlah perbedaan penafsiran secara kompak. Berbicara dianggap merupakan masalah yang krusial sehingga sering dihadapkan dengan masalah yang serius dalam pengukuran ketrampilan berbicara sebagaimana dinyatakan oleh Harris (1969 : 87) disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut; (1) minimnya kriteria yang reliabel dalam pengukuran ketrampilan berbicara, (2) tidak adanya kesepakatan umum tentang keakuratan pelafalan, (3) tipe pengukuran tes ketrampilan berbicara yang subyektif, (4) adanya ketidakkonsistenan dalam pemberian skor. f) Bagaimana mengukur ketrampilan berbicara siswa

Ketrampilan berbicara siswa diukur melalui tes. Ada tiga cara dalam pengukuran tersebut yaitu dengan role play (bermain peran) tes, retelling (pengulangan cerita) dan interview (wawancara).

6. Kemampuan Mengungkapkan Gagasan

Keterampilan berbicara merupakan kemampuan mengungkapkan gagasanserta ide yang dalam pikiran disertai ekspresi berbicara dan penyampaian gagasanyang baik. Ketrampilan berbicara sangat erat

(22)

terjadi, siswa dituntut untuk berpendapat, menyampaikan pikiran dan gagasan dalam pikirannya. Ketrampilan berbicara sendiri akan tumbuh dan berkembang dengan baik karena dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya yaitu kreativitas verbal untuk mengungkapkan ide.

Lebih lanjut, Tarigan dalam Nurgiantoro (1994: 200) menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atas kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pada penelitian ini kemampuan mengungkapkan gagasan adalah kemampuan siswa untu memunculkan ide untuk menyampaikan pikiranya dalam bentuk keterampilan berbicara.

Jadi kemampuan mengungkapkan gagasan sangat erat dengan keterampialan berbicara. Seseorang yang mampu mengungkapkan gagasan secara cepat dan tepat maka orang tersebut akan mampu berkomunikasi orang lain secara bermakna. Dengan kata lain, orang tersebut mempunyai keterampialan bahasa yang baik.

B. Pengajuan Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini berdasarkan kajian teori diatas adalah sebagai berikut:

(23)

C. Penelitian Yang Relevan

Penelitian tentang simulasi pernah dilakukan oleh Sukmadewi yaitu seorang mahasiswa FKIP Universitas Negeri Singaraja yang dilakukan pada tahun 2003 dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Permainan Simulasi pada Pokok Bahasan Aritmatika Sosial sebagai Upaya

Meningkatkan Prestasi Belajar dan Aktivitas Siswa Kelas IC SLTPN 1

Rendang. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa metode permainan

simulasi sangat cocok dalam pembelajaran yang berhubungan dengan ilmu sosial karena dengan menggunakan metode ini siswa melakukan aktivitas pembelajaran dikelas dengan menggunakan situasi nyata seperti yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Penerapan metode pembelajaran simulasi juga telah diteliti oleh Venty Yuniar Nilasari dengan judul Penerapan Metode Simulasi pada Konsep-Konsep Abstrak untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar

Biologi di Kelas XI IPA SMA Negeri 10 Malang. Pada peneletian tersebut

(24)

dan pada siklus 2 dari 7.28 menjadi 78.55 serta pada siklus 3 dari 71.94 menjadi 76.65.

Penelitian lain mengenai simulasi dalam ruang lingkup penelitian bahasa adalah dilakukan oleh Jariyah seorang mahasiswi UNS pada tahun 2010 dengan judul penelitian”Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Simulasi

Merangkai Kartu Huruf Pada Siswa Tunagrahita Sedang Kelas III SDLB

Negeri Batang Tahun Pelajaran 2010/2011”. Hasil penelitian tersebut

menyebutkan bahwa simulasi merangkai kartu huruf dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa tunagrahita sedang kelas III SDLB Negeri Batang tahun pelajaran 2010/2011.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

dan M otivasi Belajar Siswa SM K Pada Topik Limbah Di Lingkungan Kerja Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.

Efektivitas program berita islam masa kini terhadap pemenuhan kebutuhan informasi ajaran islam ). 3 Eri Husna P 6662120923 Jakarta, 14 Juli

Penerapan media poster untuk meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman