i
PENGINGKARAN BA<NI ISRA<’IL TERHADAP KERASULAN NABI MUHAMMAD DALAM KITAB TAURA<T DAN INJI<L PERSPEKTIF
AL-QUR’AN (Kajian Tematik)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
Oleh: Masnida NIM. F15214176
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
viii
ABSTRAK
Masnida, “Pengingkaran Ba>ni Isra>’il Terhadap Kerasulan Nabi Muhammad Dalam Kitab Taura>t dan Inji>l Perspektif al-Qur’an (Kajian Tematik)”, Program Pascasarjana Tahun 2016.
Nabi Muhammad saw sebagai Rasu>l utusan Allah telah disepakati oleh seluruh ulama’ yang ada di alam jagat raya ini. selain itu juga, kehadiran beliau ke muka bumi ini tidak lain adalah menjadi rahmat bagi seluruh alam, sekaligus diutus untuk menjadi penutup para nabi. Hal ini bisa dibuktikan dengan salah satu bunyi dari ayat al-Qur’an, yang memiliki arti: tidaklah Aku ciptakan engkau Muhammad kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Bagi kaum Ba>ni Isra>’il, Muhammad bukanlah sosok nabi yang diidam-idamkan oleh banyak kaum. Bangsa (Ba>ni Isra>’il) ini melakukan pengingkaran terhadap sosok Rasulullah saw sebagai salah satu utusan Allah. Pengingkaran yang mereka lakukan adalah dikarenakan adanya dua alasan. Pertama, mereka sudah mulai terbuai dengan kehidupannya yang mulai mapan dan kokoh, seakan-akan tidak ada rasul yang bisa merubah pola hidup yang sudah ia bangun. Kedua, adanya kekhawatiran jika Rasulullah saw diutus ia akan merubah tatanan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Perlu kita cermati bahwa sosok Rasulullah saw sebagai utusan Allah sudah diceritakan oleh Allah dalam Kitab Taura>t dan Inji>l. kitab-kitab suci yang hadir sebelum al-Qur’an sudah menjelaskan dengan detail tentang kepribadian Muhammad saw sebagai utusan Allah. Selayaknya bagi kaum Ba>ni Isra>’il untuk mengimaninya agar ia tetap menjadi bangsa yang kuat dan kokoh sepanjang masa.
Al-Qur’an hadir dalam rangka menjelaskan motif dan bentuk pengingkaran yang dilakukan oleh Ba>ni Isra>’il. Misalnya disaat kaum Ba>ni Isra>’il dalam keadaan kepept, karena ia sudah diserang dan mau dibunuh oleh musuhnya, ia selalu meminta pertolongan kepada Allah untuk diselamatkan dari musuhnya atas nama rasul (Nabi Muhammad) yang akan datang kemudian. Akan tetapi setelah ia menang dari musuhnya ia mengingkari apa yang ia minta kepada Allah swt.
Kata Kunci: Ba>ni Isra>’il, Nabi Muhammad, al-Qur’an.
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ……… ii
PERNYATAAN KEASLIAN ……….... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. iv
MOTTO ……….... v
PERSEMBAHAN ………vi
ABSTRAK ……….. vii
KATA PENGANTAR ………viii
DAFTAR ISI ……… x
PEDOMAN TRANSLITERASI ………. xi
BAB I PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ………... 6
C. Rumusan Masalah ………. 7
D. Tujuan Penelitian ……….. 8
E. Kegunaan Penelitian ………. 8
F. Kerangka Teoritik ………. 8
G. Penelitian Terdahulu ………. 11
H. Metode Penelitian ………. 13
1. Model Penelitian ……….. 13
2. Jenis Penelitian ……….. 13
3. Metode Penelitian ……….. 13
4. Sumber Data ……….. 15
5. Teknik Pengumpulan Data ……… 16
6. Pengolahan Data ……… 17
7. Tekhnik Analisis Data ……… . .17
I. Sistematika Pembahasan ………18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TAFSI>R TEMATIK, BA<NI
ISRA>’IL DAN KEBERADAAN MUHAMMAD DALAM
xii
A. Tafsir Tematik ………. 20
B. Bentuk Kajian Tafsir Tematik ………. 24
C. Langkah-Langkah Tafsir Tematik ………... 28
D. Keberadaan Ba>ni Isra>’il ………... 32
1. Sejarah Ba>ni Isra>’il ……….... 33
2. Kebangkitan Ba>ni Isra>’il………... 38
3. Kemunduran atau Kehancuran Ba>ni Isra>’il …………...46
E. Keberadaan Muhammad Dalam Taura>t dan Inji>l ………...50
BAB III INGKARYA BA<NI ISRA<IL TERHADAP KERASULAN NABI MUHAMMAD PERSPEKTIF TAFSIR TEMATIK A. Klasifikasi Ayat-ayat Ingkarnya Ba>ni Isra>’il………... 55
B. Urutan Turunnya Ayat Berdasarkan Makki>-Mada>ni …….. 58
C. Urutan Turunnya Ayat Berdasarkan Tarti>b al-Nuzu>l ……. 58
D. Seba>b al-Nuzu>l dan Penafsiran Ayat ………... 61
E. Muna>sabahAyat ………. 72
BAB IV RISA<LAH KENABIAN MUHAMMAD SAW A. Krakteristik risa>lah Nabi Muhammad saw ……….. 83
B. Nasi>kh al-Risa>lah ………. 86
C. Membenarkan Para Nabi ……….. 88
D. Penyempurna Risa>lah ………91
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………... 96
B. Saran ………... 97
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bentuk peradaban dan kebudayaan yang berkembang pada suatu bangsa atau umat tergantung pada konsep ketuhanannya. Sebab, pandangan atau cara
berfikir umat atau bangsa tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi terhadap tata nilai yang berkembang di masyarakatnya. Tata nilai inilah sebagai penentu
terhadap corak dan pola fikir sekaligus perilaku umat atau bangsa tersebut.1
Allah sebagai Tuhan semesta alam akan hadir dalam diri dan jiwa manusia bagi mereka yang mau berusaha untuk menghadirkan Allah dalam dirinya. Di
sinilah diperlukan adanya hida>yah. Tujuannya tidak lain adalah agar manusia
tidak tersesat dan terjerumus pada hal-hal yang bersifat negatif. Untuk
memperoleh hida>yah banyak sekali cara yang dilakukan oleh manusia. Ada dua kebiasaan yang dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad saw untuk
menghadirkan hida>yah dalam jiwa mereka, yakni: pertama, sangat hormat dan
menjunjung tinggi al-Qur’an.2 Kedua, sangat hormat dan taat serta cinta kepada baginda Rasulullah saw.3
Untuk itulah Allah mengutus seorang rasul ditengah umat tersebut dari kalangannya sendiri untuk menunjukkan jalan kebenaran hakiki dengan nilai-nilai
1Agustinus Sriurip Ragil Wibawa, Muhammad Dalam Taura>t dan Inji>l (Yogyakarta:
Tajidu Press, 2003), 11-12.
2Kaum muslimin kala itu dismaping memiliki keimanan yang kuat, mereka juga
benar-benar terpesona oleh i’ja>z al-Qur’an (keluarbiasaan al-Qur’an). Sehingga dengan hadirnya al
-Qur’an dalam kehidupan mereka keimanan dan ketaqwaannya semakin kuat. Yusuf Musa dalam
kitabnya “al-Qur’an wa Falsafah” mencatat bahwa masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw
bersatu dalam pendapat dan aqidah, karena mereka menyaksikan sendiri turunnya wahyu.
3Imam Muchlas, al-Qur’an Berbicara: Kajian Kontekstual Beragam Persoalan (Surabaya:
2
ke-ila>hi-an. Para utusan ini membawa konsep tauhi>d, dimana sosok, keberadaan, dan sifat Tuhan memang berasal dari Tuhan itu sendiri. Konsekuensinya, segala
tata aturan hidup yang berkembang di dunia ini harus berdasarkan tata aturan
hidup yang dibuat oleh Sang Pencipta berdasarkan fitra>h atau jati diri manusia demi kebenaran dan kebahagiaan manusia itu sendiri.
Namun sejarah telah membuktikan bahwa seiring dengan perkembangan waktu dan pemahaman, sering terjadi penolakan dan pembangkangan terhadap
kebenaran hakiki tersebut. Hal ini dikarenakan aturan yang telah dibuat oleh Allah swt sebagai penguasa langit dan bumi dianggap membatasi kreatifitas mereka untuk memperoleh kenikmatan yang bersifat duniawi. Penolakan terhadap aturan
tersebut diapresiasikan dalam bentuk pola dan kedaan yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan tingkat kemunafikan mereka.4
Secara garis besar, penolakan mereka terhadap aturan yang dibuat oleh Allah swt didasarkan pada dua hal. Pertama, keengganan mereka untuk merubah pola kehidupannya yang setiap saat selalu mengedepankan hawa nafsunya. Pola
seperti ini sudah terjadi secara turun-temurun. Ia beranggapan ketika Tuhan menurunkan aturan baru berarti Tuhan membatasi kreatifitas mereka yang telah
terjadi secara turun-menurun. Kedua, adanya kekhawatiran dan ketakutan akan hilangnya kekuasaan ketika para rasul yang baru membawa syari’a>t yang akan
diberlakukan disebuah masyarakat.
Sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an, pemuka Yahu>di dan Nashra>ni
menyembunyikan titah kenabian dan kerasulan yang disandang oleh sosok
3
Muhammad saw sebagai penutup para nabi. Padahal kalau kita lihat pada rentetan
sejarah, Nabi Muhammad adalah sosok yang memiliki keberanian yang kuat sebagai rasul pilihan Allah swt.
Disadari ataupun tidak, keberadaan dan sosok Rasulullah saw atau Muhammad saw sebagai utusan Allah sudah diceritakan dalam Kitab Taurat dan
Injil. Salah satunya misalnya yang dikutip oleh: Agustinus Sriurip Ragil Wibawa5 dalam bukunya “Muhammad Dalam Taurat dan Injil”:
“Adam, setelah meloncat ke atas, di atas kaki-kakinya telah tampak di udara sesuai tulisan bercahaya seperti surga yang berbunyi, “hanya ada Allah Maha Esa dan Muhammad adalah pesuruhku itu”. Dalam pada itu adam membuka mulutnya dan berkata: “Aku berterima kasih kepada-Mu wahai Allah Tuhanku, bahwa engkau telah sudi menciptakan daku, akan tetapi ceritakan kepadaku, aku mohon kepada engkau, apa maksud amanat dari kata-kata itu, Muhammad adalah pesuruh Allah, Sudah adakah di sana manusia-manusia lain sebelum aku?” (Injil Barnabas 39 Alinea 3)
“Adam memohon kepada Allah, Allah hadirkanlah kepadaku tulisan ini di atas kuku-kuku jari-jari tanganku! Lalu Allah memberi kepada manusia pertama itu di atas ibu-ibu jarinya tulisan itu. Di atas ibu jari tangan kanan tulisan “Hanya Allah yang Maha Esa”, dan di atas kuku ibu jari tangan kiri tulisan “Muhammad adalah pesuru Allah”. Kemudian dengan kasih sayang selaku bapak manusia pertama itu mencium kata-kata itu dan mengusap matanya lalu berkata: Dilimpahkan kiranya keberkahan pada hari ketika engkau akan datang ke dunia” (Injil Barnabas 39 Alinea ke-5).
5Ia dilahirkan dari keluarga yang aktif sebagai pimpinan Gereja Protestan di Bandung,
4
Nabi Muhammad saw sebagai utusan terakhir Allah memiliki mu’jiza>t6 yang banyak, bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan, beliau memiliki semua
mu’jiza>t yang dimiliki oleh para nabi sebelumnya. Mu’jiza>t terbesar yang dimiliki
oleh Rasulullah saw adalah diturunkannya al-Qur’an7 sebagai huda>n li al-na>s.
selain al-Qur’an adalah Isra>’ dan Mi’ra>j yang di dalamnya terdapat rentetan
sejarah mengenai diwajibkannya shalat kepada umatnya.
Terlepas dari itu semua, sebagai utusan Allah, Rasulullah saw diutus ke
muka bumi ini tidak lain adalah agar ia menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sesuai dengan Firman Allah swt yang tertuang dalam Kitab al-Qur’an:
8Artinya: dan tidak Aku utus engkau Muhammad kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam.9
Dalam ayat di atas “rahmatan lil-‘a>lami>n” dikaitkan dengan kepribadian
Rasulullah saw, yaitu bahwa Allah tidak menjadikan Nabi Muhammad kecuali
karena kerasulan beliau menjadi rahmat bagi seluruh atau sekian alam.
Sehubungan dengan ayat diatas, Ibnu Kathi>r menjelaskan bahwa Allah swt
telah memberitahukan Sesungguhnya Allah mengutus Rasulullah saw menjadi
rahmat bagi seluruh alam, yakni Allah mengutusnya untuk menjadi rahmat bagi semuanya. Maka barang siapa yang menerima rahmat itu dan mensyukurinya pasti dia akan bahagia dunia dan akhirat. Begitupun sebaliknya, bagi mereka yang
6Mu’jiza>t diartikan sebagai kelebihan yang diberikan oleh Allah kepada Nabi atau Rasul-Nya sebagai bukti bahwa ia adalah utusan Allah untuk memperbaiki kehidupan manusia atau umatnya.
7Al-Qur’a>n adalah Kalam Ila>hi yang di dalamnya mengandung mu’jizat yang diturunkan secara mutawa>tir dimulai dari Surat al-Fa>tihah dan diakhiri dengan Surat an-Na>s dan bernilai
ibadah bagi yang membacanya. Lihat Abdullah al-Zarkasyi>, al-Burha>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n (Kairo:
Da>r al-Hadi>ts, 2006), 24
8QS. Al-Anbiya>’ [21]: 107
5
menolak akan adanya rahmat tersebut, maka ia akan menjadi orang yang merugi,
baik di dunia lebih-lebih di akhirat kelak.10
Tak kalah pentingnya lagi, ternyata kerasulan Nabi Muhammad saw
sebagai khata>m al-nabiyyi>n atau penutup para nabi diceritakan oleh Allah kepada
umat-umat sebelumnya di dalam kitab-kitab mereka. Ini tidak lain bahwa Rasulullah saw memiliki kepribadian yang bagus dan akhla>k al-ka>rimah sebagai
panutan umat. Kepribadian Rasul dalam menjalankan aktivitas sehari-hari perlu
untuk dijadikan sebagai landasan bagi kita sebagai umatnya, dalam artian kita wajib mencontohnya. Hubungan beliau dengan Allah swt dalam rangka aktivitas bathiniyyah sangatlah menawan. Kesabaran Rasulullah saw dalam menjalankan
misi dakwah perlu kita contoh dengan tujuan ada polarisasi yang jelas dan tujuan yang pasti.
Sebagai muslim yang taat, kita senantiasa didorong untuk semaksimal
mungkin meneladani seluruh perilaku beliau dalam aktivitas kehidupan kita
sehari-hari. Rasanya akan sangat indah seandainya dalam keseharian kita, selalu
berada dalam koridor keteladanan terhadap Rasulullah saw. Karenanya, kita
dituntut harus banyak belajar tentang akhlak-akhlak beliau sehingga mampu
mengaplikasikannya dalam kehidupan kita dan menjadikan kita sebagai umat
terbaik.
Sejarah hidupnya Rasulullah saw adalah terpelihara dari segala macam
perbuatan dosa atau kemaksiatan sejak sebelum diutusnya sebagai rasul, apalagi
sesudahnya. Allah sengaja memelihara dan menjaganya dari perilaku yang tidak
10Ima>m al-Jali>l al-Hafidz Ima>muddi>n Isma>’il bin Kathi>r al-Damasqa, Tafsi>r al-Qur’an al
6
pantas sejak menjadi kanak-kanak, juga dari permainan-permainan yang tidak
layak sejak mudanya. Sesekali saja belum pernah beliau mengerjakan hal-hal
yang tidak baik sebagaimana yang pernah dilakukan oleh orang lain. Dan selama
hayatnya beliau Rasulullah belum pernah terlintas dalam hatinya suatu kehendak
buruk.
Kebenaran tentang kepribadian Nabi Muhammad saw dalam kitab terdahulu diceritakan pula dalam al-Qur’an al-Karim. Ini juga sebagai bukti bahwa antara Rasulullah saw dengan al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam
memiliki keterkaitan yang pasti/ jelas.
Kalau dikalkulasi tidak kurang ada enam ayat yang terdapat dalam
al-Qur’an yang bercerita atau yang membahas tentang kepribadian dan sosok Rasulullah pada kitab-kitab terdahulu. Ayat-ayat tersebut adalah: Al-Baqarah [2]:
89 dan 146, ‘Ali-Imra>n [3]: 81, Al-‘An’a>m [6]: 20, Al-‘A’ra>f [7]: 157, dan QS.
al-Shaff [61]: 6.11
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berbicara tentang Ba>ni Isra>’il kaitannya dengan Nabi Muhammad yang
melakukan pengingkaran terhadapnya sangat luas cakupannya, sehingga tidak mungkin dibahas seluruhnya. Agar karya ini lebih fokus dan terarah, ruang
lingkup dan sudut pandangnya akan difokuskan pada beberapa masalah yang dianggap penting. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memfokuskan pada pembahasan materi dan dicapai hasil yang maksimal, yaitu:
11Hasan Abdu>l Mana>n, al-Mu’ja>m al-Maudlu’i> li-Ayati> al-Qur’a>n (Jordania: Bait
7
1. Pengertian Ba>ni Isra>’il
2. Kebiasaan Ba>ni Isra>’il
3. Cakupan Ba>ni Isra>’il dalam al-Qur’an dan penafsirannya
4. Urgensi Ba>ni Isra>’il
5. Sejarah Ba>ni Isra>’il
6. Ciri-ciri dan sifat Ba>ni Isra>’il
7. Pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad
8. Keterkaitan antara Ba>ni Isra>’il dan Zionisme
9. Motif Pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad
10.Implikasi Pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad
11.Ancaman kepada Ba>ni Isra>’il atas ulah yang ia perbuat
12.Keberadaan muhammad dalam Kitab Taura>t dan Inji>l
Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis perlu untuk melakukan pembatasan pembahasan agar permasalahan lebih fokus, sistematis, dan tidak
melebar. Penulis dalam hal ini hanya fokus pada Pengingkaran Ba>ni Isra>’il
terhadap kerasulan Nabi Muhammad dan Keberadaan Nabi Muhammad dalam
Kitab Taura>t dan Inji>l.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
2. Bagaimanakah pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Muhammad
saw perspektif al-Qur’an?
D. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki beberapa
tujuan sebagai berikut:
1. Memahami dan mengurai keberadaan Muhammad saw dalam Kitab Taura>t
dan Inji>l.
2. Mengklasifikasi dan memahami beberapa ayat yang membahas tentang
pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw.
E. Kegunaan Penelitian
Hasil dan manfaat dari penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan
sebagai berikut:
Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam khazanah keilmuan serta memberikan kontribusi bagi
pengembangan dalam memahami al-Qur’an khususnya dalam bidang tafsir al -Qur’an.
F. Kerangka Teoritik
Dalam sebuah penelitian kerangka teori sangat dibutuhkan, antara lain
9
teliti. Selain itu kerangka teori juga digunakan untuk memperlihatkan kriteria
yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu.12
Untuk menafsirkan al-Qur’an diperlukan suatu metode dan penafsiran,
yaitu suatu cara untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dan hal-hal lain yang ada sangkut pautnya dengan masalah penafsiran tersebut. Metode yang merupakan
gabungan alat atau perangkat sistem (strategi, pendekatan, teknik, dan cara pengembangan) di dalam fungsinya mempunyai kedudukan yang sangat penting di dalam upaya pencapaian maksud dan tujuan dari penafsiran itu sendiri.13
Dalam ilmu tafsir dikenal beberapa corak dan metode penafsiran al-Qur’an yang beragam. Keberagaman penafsiran al-Qur’an antara lain disebabkan karena
tingkat kecerdasan, daya nalar, lingkungan, kecenderungan golongan dan pribadi serta kapasitas ilmiah dari setiap mufassir ke mufassir lainnya.14
Menurut ‘Abd al-H{ayy al-Farma>wi> hingga kini setidaknya terdapat empat
metode utama dalam penafsiran al-Qur’an yaitu: metode ijma>li> (global), metode
tah}li>li> (analitis), metode muqa>rin (perbandingan) dan metode mawd}u>‘i>
(tematik).15 Teori al-Farma>wi> inilah yang banyak diikuti peminat kajian tafsir di
Indonesia seperti M. Quraish Shihab dan Nashruddin Baidan. Berbeda dengan
teori al-Farma>wi>, Abdul Djalal dan M. Ridlwan Nasir membagi metode tafsir
menurut tinjauan dari sumber penafsiran, cara penjelasan, dan keluasan
12Abdul Mustaqim, Epistemologi Tasfir Kontemporer (Yogyakarta: LKIS, 2012), 20.
13M. Ridlwan Nasir, Perspektif Baru Metode Tafsir Muqarin dalam Memahami
al-Qur’an (Surabaya: Imtiyaz, 2011), 1.
14Ibid., 2.
15‘Abd al-H{ayy al-Farma>wi>, Al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u>‘i> (Kairo: Da>r al-T{iba>‘ah
10
penjelasannya, serta yang didasarkan atas sasaran dan tertib ayat-ayat yang
ditafsirkan.16
Obyek penelitian yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah
pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw, maka untuk
memahaminya penulis menggunakan pendekatan metode tematik. Ada beberapa prosedur yang harus ditempuh mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an dengan
menggunakan metode ini, antara lain sebagaimana diungkapkan oleh al-Farma>wi>
sebagai berikut:
1. Menetapkan topik atau tema yang akan dibahas.
2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan tema yang akan dibahas tersebut.17
3. Menyusun ayat-ayat tersebut secara berurutan sesuai dengan kronologis masa
turunnya, disertai dengan pengetahuan tentang saba>b al-nuzu>l-nya.18
4. Menjelaskan muna>sabah atau korelasi ayat-ayat tersebut di dalam suratnya
masing-masing.
5. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka pembahasan secara pas,
sistematis, sempurna dan utuh.
6. Melengkapi penjelasan ayat dengan hadis-hadis Nabi yang memiliki relevansi
dengan pokok bahasan.
7. Mempelajari kesuluruhan ayat-ayat tersebut secara tematik dan komprehensif dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian yang
16M. Ridlwan Nasir, Perspektif Baru Metode Tafsir Muqarin…, 14.
17 Pencarian dan penghimpunan ayat-ayat terkait bisa diperoleh dengan menggunakan
kitab Al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m karya Muhammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>.
18Pengetahuan tentang asba>b al-nuzu>l ayat-ayat al-Qur’an bisa diperoleh dengan
11
serupa, atau mengkompromikan antara yang ‘a>m (umum) dan yang kha>s}
(khusus), antara yang mut}laq (mutlak) dan yang muqayyad (terikat), yang
global dengan terperinci, yang na>sikh dan mans>ukh, sehingga semuanya bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau pemaksaan
terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak tepat.19
G. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan pengamatan penulis terhadap beberapa literatur, baik berupa
buku maupun karya ilmiah, penulis belum menemukan penelitian ilmiah yang secara khusus membahas tentang Ingkarnya Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi
Muhammad saw . Penulis hanya menemukan beberapa literatur yang memiliki pembahasan yang hampir sama dengan penelitian yang peneliti angkat, yaitu:
1. Muhammad Dalam Taura>t dan Inji>l Karya Agustinus Sriusip Ragil Wibawa.
Dalam buku ini dicontohkan sosok Rasulullah saw dan beberapa kelebihannya dibandingkan dengan nabi-nabi sebelumnya, sehingga pantas
bagi sosok Nabi Muhammad (Rasulullah saw) mendapat predikat khata>m
al-nabiyyin atau penutup para nabi karena ia memiliki banyak mu’jiza>t dan
beliau hadir untuk menyempurnakan syari’at-syari’at sebelumnya.
Agustinus berupaya untuk mendobrak atau memberikan pemahaman kepada
khalayak orang banyak bahwa telah terjadi penyelewengan yang dilakukian oleh kebanyakan kaum Yahu>di dan Nashra>ni tentang datangnya sosok nabi
atau rasul yang akan datang kemudian. Mereka mengingkari terhadap risa>lah
12
yang akan dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Kaum Yahu>di dan Nashra>ni mengingkari datangnya sosok utusan yang datang setelah Nabi Isa. Oleh
karenanya, ketika di Taura>t atau Inji>l ada ayat yang bercerita tentang
datangnya Nabi dikemudian hari mereka menyembunyikan ayat tersebut. Bahkan dalam tatanan yang lebih praksis, mereka merubah ayat-ayat yang
bercerita tentang Nabi Muhammad tersebut.
Agustinus sebagai seorang Ilmuwan, ia mencoba meluruskan pemahaman
ayat tersebut dengan merujuk pada Kitab Taura>t dan Inji>l yang asli.
Kesimpulannya disebutkan bahwa kelak akan datang sosok Nabi atau Rasu>l
yang akan menjadi penyempurna terhadap risa>lah-risa>lah sebelumnya.
2. Telaga Pencerahan di Tengah Gurun Kehidupan; Apresiasi Spiritual Taura>t,
Inji>l dan al-Qur’an Karya Anand Krishna
Dalam buku ini Anand Krishna menyebutkan bahwa ada persamaan yang mendasar yang terdapat dalam Taura>t, Inji>l dan al-Qur’a>n. Persamaan
tersebut sudah pasti berkaitan dengan hal-hal kemanusian. Beliau
memberikan contoh tentang sepuluh perintah Allah dalam Taura>t,
perumpamaan Yesus dalam Inji>l, dan beberapa butir mutiara dari al-Qur’an.
Dari beberapa contoh yang dituangkan oleh Anand ini dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antara al-Qur’an, Inji>l, dan Taura>t sangatlah kuat, karena
sama-sama kitab yang datangnya dari Allah. Bahkan dalam masalah risa>lah
yang dibawa oleh Nabi Muhammad-pun, baik al-Qur’an, Taura>t, ataupun
13
H. Metode Penelitian
1. Model Penelitian
Penelitian ini bersifat Kualitatif, yaitu sebuah metode penelitian yang
berlandaskan inkuiri naturalistik, perspektif ke dalam dan interpretatif. inkuiri naturalistik adalah pertanyaan dari penulis terkait persoalan yang sedang
diteliti. perspektif ke dalam adalah sebuah kaidah dalam menemukan kesimpulan khusus yang pada mulanya didapatkan dari pemahaman umum. Interpretatif penafsiran yang dilakukan untuk mengartikan maksud dari suatu
kalimat, ayat, atau pernyataan.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian yang menggunakan kajian pustaka atau disebut dengan library research (penelitian kepustakaan), yaitu suatu penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya,
dengan cara pengumpulan data suatu masalah melalui kajian literatur yang berkaitan dengan pembahasan. Penelitian ini bersifat deskriptif, eksploratif
dan analitis, yaitu mengeksplorasi ayat-ayat al-Qur’an yang membahas tentang ingkarnya Ba>ni Isra>’il terhadap risalah yang dibawa oleh Rasulullah
saw, kemudian menganalisa ayat-ayat tersebut berdasarkan literatur yang ditulis oleh para ulama terdahulu yang dimungkinkan mempunyai relevansi
yang dapat mendukung penelitian ini.
3. Metode Penelitian
14
maka metode yang dipilih di dalam proses penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode tematik, karena menurut hemat penulis, metode inilah yang paling tepat sebagai landasan teori.
Secara umum yang dimaksud dengan metode tematik adalah membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah
ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau
fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argument itu berasal dari al-Qur’an, hadis, maupun pemikiran rasional.20
Terdapat dua bentuk metode penafsiran tematik, yang keduanya bertujuan menyingkap hukum-hukum, hubungan, dan keselarasan dalam al-Qur’an. Kedua macam penafsiran tematik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Mengkaji satu surat secara universal, yang di dalamnya dijelaskan maksudnya yang bersifat umum dan khusus, serta dijelaskan korelasi
antara satu bagian surat dan bagian lain, sehingga surat itu tampak dalam bentuk yang betul-betul utuh dan cermat.
b. Menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang berbicara tentang satu tema
yang sama, ayat-ayat tersebut diletakkan pada satu tema, selanjutnya ditafsirkan dengan metode tematik.21
Dalam penelitian ini, bentuk metode penafsiran tematik yang penulis gunakan adalah bentuk yang kedua, yaitu dengan cara menghimpun ayat-ayat
20Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 1998), 151.
15
yang berkaitan dengan pengingkaran Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi
Muhammad dengan menggunakan kitab Al-Mu‘jam Mufahras li Fa>z}
al-Qur’a>n al-Kari>m karya Muhammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi> dan Mu’ja>m
al-Maudlu’i> li-Ayati> al-Qur’a>n karya Hasa>n Abdul Mana>n, kemudian untuk
mengetahui historisitas turunnya ayat penulis mengumpulkan ayat-ayat yang memiliki sabab al-nuzu>l dengan menggunakan kitab Asba>b al-Nuzu>l karya
Abu> al-H{asan al-Wa>h}idi> dan kitab Asba>b Nuzu>l Musamma> Luba>b
al-Nuqu>l fi> Asba>b al-Nuzu>l karya Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>
4. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Data yang berkaitan langsung dengan tema tesis dikumpulkan oleh penulis dari sumber utama penelitian ini, yaitu al-Qur'an sebagai
sumber primernya, karena yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan ingkarnya Ba>ni
Isra>’il terhadap risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder secara tidak langsung merupakan referensi yang berkaitan dengan tema penelitian, namun referensi tersebut berfungsi untuk mendukung dan memperkuat data dalam penelitian.
Sumber-sumber data sekunder yang penulis gunakan di antaranya
adalah beberapa kitab tafsir ataupun ulu>m al-Qur’a>n, seperti Saba>b
al-Nuzu>l karya Imam al-Wa>hidi, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m karya Ibn
16
T{abari>, Al-Tafsi>r al-Muni>r fi> al-‘Aqi>dah wa al-Shari>‘ah wa al-Manhaj
karya Wahbah al-Zuh}ayli> dan kitab-kitab tafsir yang lainnya. Selain kitab
tafsir penulis juga menggunakan beberapa kitab hadis sebagai sumber sekunder, di antaranya adalah S}ah}i>h} al-Bukha>ri> karya Ima>m Bukha>ri> dan
S}ah}i>h} Muslim karya Ima>m Muslim.
Untuk mempermudah melacak dan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan tema yang akan dibahas, penulis
menggunakan kitab Al-Mu‘jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m
karya Muhammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi>b dan kitab al-Mu’ja>m al-Maudlu’i>
li-Ayati> al-Qur’a>n karya Hasa>n Abdul Mana>n. Untuk mengetahui
historisitas turunnya ayat penulis menggunakan kitab Asba>b al-Nuzu>l
karya Abu> al-H{asan al-Wa>h}idi> dan kitab Asba>b al-Nuzu>l al-Musamma>
Luba>b al-Nuqu>l fi> Asba>b al-Nuzu>l karya Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>. Juga
didukung dengan beberapa literatur lain yang relevan dengan pembahasan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tekhnik
dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan data primer dan sekunder dari penelitian kitab-kitab ulama atau karya-karya cendekiawan yang bisa
dijadikan literatur, serta dipandang relevan untuk menunjang penelitian ini. Dengan cara mencatat data-data tertentu yang dianggap penting dari beberapa literatur, kemudian mengolah dan mengklasifikasi data-data tersebut sesuai
17
6. Pengolahan Data
Dalam pengolahan data yang telah dikumpulkan, penulisan atau penelitian ini melakukan beberapa langkah, yaitu:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data yang diperoleh dari segi kelengkapan, kejelasan, kesesuaian, relevanasi, dan keragamannya.
b. Pengorganisasian data, yaitu menyusun dan mensistematikan data-data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya sesuai dengan rumusan masalah
7. Analisis Data
Tujuan utama mengadakan analisis data adalah melakukan
pemeriksaan secara konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dan pernyataan-pernyataan yang dibuat. Di sini dibutuhkan kejelian dan ketelitian dalam membaca data.
Setelah data yang diperlukan terkumpul, baik dari sumber primer maupun sumber sekunder, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Metode ini digunakan untuk
memaparkan data-data yang diperoleh dari literatur-literatur yang ada korelasinya dengan masalah yang diteliti, kemudian diadakan analisis dan
18
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penyusunan tesis ini dibuat untuk mempermudah penyusunan penelitian, agar rangkaian pembahasan yang termuat
dalam penelitian tersusun secara sistematis antara satu bab dengan bab yang lain, maka penulis akan mengungkapkan sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama, adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang
masalah yang menjadi ungkapan awal mengapa penulis mengangkat judul ini. langkah berikutnya menentukan rumusan masalah yang berisi
pertanyaan-pertanyaan tentang masalah yang akan diteliti didasarkan atas identifikasi dan batasan masalah. Selanjutnya adalah tujuan dan kegunaan penelitian yang lebih
menekankan pada pengungkapan penulis untuk memperoleh jawaban atas permasalahan penelitian yang diajukan serta nilai dan manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut, kemudian dilanjutkan dengan penelitian terdahulu sebagai
acuan untuk membedakan penelitian ini dengan penelitaian yang serupa. Selanjutnya dijelaskan metode penelitian yang digunakan untuk mengungkap
langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan penelitian. Bab ini diakhiri sistematika pembahasan, bagian ini mengungkapkan alur logis penulisan agar dapat diketahui logika penyusunan secara jelas.
Bab kedua, membahas tinjauan umum tentang Ba>ni Isra>’il (mengigkari
risa>lah kenabian Muhammad saw), yang meliputi hal-ihwal Ba>ni Isra>’il dan
keberadaan Muhammad dalam Kitab Taura>t dan Inji>l.
Bab ketiga, membahas tentang ingkarnya Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan
19
meliputi klasifikasi ayat-ayat yang berkaitan dengan ingkarnya Ba>ni Isra>’il
terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw beserta historisitas dan muna>sabah
ayatnya. Kemudian membahas tentang penafsiran ayat-ayat tentang ingkarnya
Ba>ni Isra>’il terhadap kerasulan Nabi Muhammad saw tersebut.
Bab keempat, membahas tentang risa>lah Kenabian Muhammad saw yang
meliputi Karakteristik risa>lah Nabi Muhammad saw, nasi>kh al-risa<lah,
membenarkan para nabi, dan menyempurnakan risa>lah.
Bab kelima, merupakan bab terakhir yaitu penutup yang di dalamnya
20 BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TAFSIR TEMATIK, BA<NI ISRA<’IL DAN
KEBERADAAN MUHAMMAD DALAM TAURA<T DAN INJI<L
A. Tafsir Tematik
Secara etimologi tafsir berarti menyingkap maksud dari suatu lafz}
yang sulit untuk difahami.1 Menurut Manna>‘ Khali>l al-Qat}t}a>n pengertian
etimologinya adalah menjelaskan, menyingkap dan menerangkan makna yang abstrak.2
Sedangkan tematik adalah terjemahan dari kata mawd}u>‘iy. Secara
bahasa kata mawd}u>‘iy berasal dari kata عوضوم yang merupakan ism maf‘u>l
dari kata عضو yang artinya masalah atau pokok pembicaraan,3 yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan manusia yang dibentangkan ayat-ayat al-Qur’an.4
Menurut al-Farmawy bahwa dalam membahas suatu tema, diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut tema itu. Namun
demikian, bila hal itu sulit dilakukan, dipandang memadai dengan menyeleksi ayat-ayat yang mewakili (representatif).5
Dari definisi di atas dapat difahami bahwa sentral dari metode tafsir
tematik adalah menjelaskan ayat-ayat yang terhimpun dalam satu tema
1Jama>l al-Di>n Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, Juz X (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), 26.
2Manna>‘ Khali>l al-Qat}t}a>n, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Beirut: Manshu>rat al-‘As}r
al-Hadi>th, tt), 323.
3Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progesif, 1987), 1565.
4Must}afa> Muslim, Maba>hith fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u>‘iy, ( Damaskus: Dar al-Qalam, 1997),
16.
5‘Abd al-Hayy al-Farmawy, al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u>‘iy (Kairo: Mat}ba‘ah al
21
dengan memperhatikan urutan tertib turunnya ayat tersebut, sebab turunnya,
korelasi antara satu ayat dengan ayat yang lain dan hal-hal lain yang dapat membantu memahami ayat lalu menganalisisnya secara cermat dan
menyeluruh.
Dasar-dasar tafsir tematik telah dimulai oleh Nabi Muhammad SAW
sendiri ketika menafsirkan ayat dengan ayat, yang kemudian dikenal dengan
nama tafsir bi al-ma’thu>r. Seperti yang dikemukakan oleh al-Farmawy bahwa
semua penafsiran ayat dengan ayat bisa dipandang sebagai tafsir tematik
dalam bentuk awal. Menurut Quraish Shihab, tafsir tematik berdasarkan surat digagas pertama kali oleh seorang guru besar jurusan Tafsir, fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, Syaikh Mahmud Syaltut, pada Januari 1960.
Karya ini termuat dalam kitabnya, Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m. Sedangkan
tafsir tematik berdasarkan subjek digagas pertama kali oleh Ahmad Sayyid
al-Qu>my, seorang guru besar di institusi yang sama dengan Syaikh Mahmud
Syaltut, jurusan Tafsir, fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, dan menjadi ketua jurusan Tafsir sampai tahun 1981. Model tafsir ini digagas pada tahun
seribu sembilan ratus enam puluhan. Buah dari tafsir model ini menurut
Quraish Shihab di antaranya adalah karya-karya Abba>s Mahmu>d al-Aqqa>d:
al-Insa>n fi> al-Qur’a>n dan karya Abu> al-A’la> al-Maudu>dy: al-Riba> fi> al-Qur’a>n.6
Kaitannya dengan tafsir tematik berdasar surat al-Qur’an, al-Zarkashy
(745-794 H/1344-1392 M), dengan karyanya al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n,7
6M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Cet. Ke-XIX (Bandung: Mizan, 1999),114.
7Badr al-Di>n Muhammad al-Zarkashiy, al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Juz I (Beirut: Da>r
22
misalnya adalah salah satu contoh yang paling awal yang menekankan
pentingnya tafsir dan menekankan bahasan surat demi surat. Demikian juga
Jala>l al-Di>n al-Suyut}y (w. 911 H/1505 M) dalam karyanya al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m
al-Qur’a>n.8
Karena itu, meskipun belum menjadi fenomena umum, tafsir tematik
sudah diperkenalkan sejak sejarah awal tafsir. Lebih jauh, perumusan konsep ini secara metodologis dan sistematis berkembang di masa kontemporer.
Demikian juga jumlahnya semakin bertambah di awal abad ke-20, baik tematik berdasarkan surat al-Qur’an maupun tematik berdasar subyek ataupun topik.
Bila dicermati, dalam metode tafsir tematik akan diperoleh pengertian bahwa metode ini merupakan usaha yang berat tetapi teruji. Dikatakan berat,
karena mufassir harus mengumpulkan ayat-ayat dalam satu tema dan hal-hal yang berhubungan dengan tema tersebut. Dikatakan teruji, karena memudahkan orang dalam menghayati dan memahami ajaran al-Qur’an, serta
untuk memenuhi dan menyelesaikan berbagai masalah yang timbul di zaman ini. Begitu pentingnya metode ini, sehingga beberapa faedah dari metode ini
dipaparkan oleh al-Farmawy sebagai berikut:
1. Metode ini adalah metode yang jauh dari kesalahan, karena metode ini
merupakan tafsir bi al-ma’thu>r. Penyebutan ini disebabkan oleh langkah yang ditempuh dalam penafsiran secara tematik adalah dengan
mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan satu tema
8Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}y, al-Itqa>n fi>‘Ulu>m al-Qur’a>n, Juz II, (Kairo: Da>r al-Tura>th, 1985),
23
pembahasan, kemudian ayat satu berfungsi sebagai penjelas ayat yang
lainnya sehingga satu ayat menjadi penafsir ayat yang lainnya. Inilah penyebab dikatakan metode ini jauh dari kesalahan.
2. Dengan menghimpun sejumlah atau beberapa ayat al-Qur’an seorang penafsir akan mengetahui pola keteraturan dari rentetan kronologi
turunnya al-Qur’an dan mengetahui akan keserasian serta korelasi antar ayat-ayat tersebut.
3. Dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an, seorang mufassir dapat
menuangkan pikirannya mengenai satu tema yang utuh berdasar ayat-ayat yang telah dihimpun sebelumnya.
4. Dengan meletakkan ayat-ayat yang telah dihimpun dibawah satu tema pembahasan, seorang penafsir dapat menghapus anggapan adanya kontradiksi antara ayat-ayat al-Qur’an dan penafsir dapat menghapus
anggapan tentang adanya kontradiksi anatara agama dengan ilmu pengetahuan, terutama pada pembahasan ayat-ayat kawniyah yang
pastinya bersinggungan dengan fakta dan teori illmiah.
5. Metode ini melahirkan keputusan hukum yang bersifat universal untuk umat Islam.
6. Metode ini memungkinkan seseorang untuk mengetahui inti masalah dan segala aspeknya, sehingga mampu mengungkapkan argumen yang jelas,
kuat dan memuaskan.9
9al-Farmawy, Metode Tafsir Mawd}u>‘iy, terj. Suryan A. Jamrah (Jakarta: PT. Raja
24
B. Bentuk Kajian Tafsir Tematik
al-Farmawy dalam karyanya al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u}‘iy
membagi bentuk kajian tafsir tematik ke dalam 2 (dua) bentuk yang sama-sama memiliki tujuan menggali pemahaman dan hukum yang terdapat di
dalam al-Qur’an. Bentuk kajian itu adalah menghimpun seluruh ayat dan diletakkan dibawah satu judul dan pembahasan satu surat menyeluruh.
Demikian juga pendapat Hasan al-‘Arid} tentang bentuk kajian Tafsir.
S}ala>h ‘Abd al-Fattah dalam kitabnya Nahwa al-Tafsi>r al-Mawd}u>‘iy
yang dikutip oleh M. Ali Misbahul Munir menyebutkan bahwa bentuk kajian
tafsir tematik terbagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu: 1) tafsir tematik term
kosa-kata al-Qur’an; 2) tafsir tematik tema al-Qur’an; 3) tafsir tematik surah
al-Qur’an.10
Pendapat S}ala>h ‘Abd al-Fattah merupakan pengembangan dari
pendapat al-Farmawy tentang pembagian bentuk tafsir tematik, sehinnga
bentuk tafsir tematik dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an kemudian
meletakkannya di bawah satu tema bahasan dapat diklasifikasikan ke dalam
dua bagian, yakni berdasar kosata-kata al-Qur’an dan tema bahasan.
pengertian dari bentuk kajian tafsir tematik yang dimaksud di atas adalah:
10M. Misbahul Munir, “Tafsir Surah Ya>Si>n: Menggali Pesan-Pesan yang Terkandung
25
1. Bentuk pertama
Menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang berbicara tentang tema yang sama. Semuanya disusun sedemikian rupa diletakkan dibawah satu
judul, lalu ditafsirkan dengan metode tematik.
Bentuk kajian ini dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) bagian, seperti yang disebutkan sebelumnya. Pertama (term atau kosa-kata) dapat diartikan bahwa peneliti dapat melakukan observasi terhadap suatu kata
dan deviratnya (bentuk mushtaq) yang sering diulang penggunaannya dalam al-Qur’an. Observasi ini dlakukan untuk mengetahui makna
sebenarnya dan memuna>sabahkan antara kata yang dimaksud dengan ayat
sebelum dan sesudahnya.
Beberapa ulama terdahulu telah melakukan observasi ini dan
melahirkan karya tematik kosa-kata al-Qur’an yang telah dibukukan, diantaranya adalah al-Mufrada>t fi> G{ari>b al-Qur’a>n karya al-Ra>g}ib
al-As}fiha>ny. Penelusuran tentang kosa-kata al-Qur’an dapat dimulai dan
dilacak melalui kitab al-Mu‘jam al-Mufahras li Al-fa>z} al-Qur’a>n karya
Muhammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qy.
Bagian kedua adalah tafsir tematik tema al-Qur’an yakni
menjelaskan tentang tema-tema umum yang terdapat dalam al-Qur’an. Caranya dengan memilih salah satu tema kemudian melacak ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan dengan tema yang dimaksud.
26
a. al-Mar’ah fi> al-Qur’a>n karya ‘Abba>s al-‘Aqqa>d.
b. al-Riba> fi> al-Qur’a>n karya Abu al-A‘la> al-Mawdu>dy.
c. al-‘Aqi>dah fi al-Qur’a>n al-Kari>m karya Muhammad Abu> Zahrah.
d. al-Ulu>hiyyah wa al-Risa>lah fi> al-Qur’a>n al-Kari>m karya Muhammad
al-Samahy.
e. al-Insa>n fi> al-Qur’a>n karya Ibra>hi>m Muhana.11
f. A>dam fi> al-Qur’a>n karya ‘Aly Nas}r al-Di>n.12
Perbedaan antara metode tematik ini dengan sebelumnya adalah peneliti tafsir term atau kosa-kata al-Qur’an akan selalu menggunakan satu
lafz} yang ada dalam al-Qur’an dan meneliti maknanya berdasar bahasa,
asal kata dan penggunaan kata tersebut dalam berbagai macam bentuknya berdasar ayat-ayat al-Qur’an.
Sedangkan tema al-Qur’an pembahasannya lebih umum dan lebih
luas dari yang pertama karena ayat yang dijadikan tema dengan ayat-ayat yang memiliki kedekatan dengan tema akan diteliti secara mendalam.
Ayat-ayat lain akan membantu dalam penjelasan dan memperkuat ayat utama yang dijadikan tema. Begitu juga dalam hal ini kajian bahasa, data dan rahasia-rahasia yang bersumber dari unsur sastra akan dapat dibahas
lebih luas.13
11al-Farmawy, Metode Tafsir… 58.
12‘Aly Hasan al-‘Arid}, Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj. Ahmad Arkom (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1994), 91.
27
2. Bentuk kedua
Pembahasan satu surat secara menyeluruh dengan menjelaskan maksud surat tersebut secara umum dan khusus, menjelaskan korelasi
antar masalah yang terkandung di dalam setiap ayat sehingga menunjukkan bahwa satu surat al-Qur’an tersebut merupakan kesatuan
yang utuh dan menyeluruh.
Dalam pembahasan metode ini seseorang memilih satu surat al-Qur’an dan meneliti tema umum dari surat tersebut, menghayati,
mengetahui tujuan khusus. mengetahui hal-hal penting yang dapat mengelompokkan tema-tema yang terdapat dalam surat tersebut serta
memaparkan dengan luas sehingga melahirkan satu penjelasan tentang satu surat yang utuh dan satu tema yang serasi.
Seperti yang diketahui bahwa setiap surat dalam al-Qur’an memiliki
satu tema yang masih global dan memiliki karaktersitik tersendiri. Mengandung tema yang pokok dan melahirkan sub-sub tema baru yang
berkaitan antara satu sub tema dengan lainnya sehingga akan memunculkan satu pokok bahasan tema yang nantinya akan menggambarkan keumuman maksud dari surat yang sedang dibahas.
Sebagian mufassir terdahulu berupaya untuk menyusun sebuah tafsir tematik dengan corak ini dan berusaha menemukan kesatuan tema
pada surat dalam al-Qur’an. Mereka memiliki analisis terhadap kesatuan tema yang dimaksud, namun analisis tersebut tidak didukung oleh metode
28
al-Di>n al-Ra>zy, al-Qu>my,14 al-Naisa>bu>ry, namun di antara mereka yang
paling banyak berkecimpung dalam metode ini adalah Burha>n al-Di>n
Iba>hi>m bin ‘Umar al-Biqa>‘iy pengarang kitab Naz}m al-Durar fi> Tana>sub
al-A<ya>t wa al-Suwar.
C. Langkah-langkah Tafsir Tematik
Langkah-langkah metode tafsir tematik baru dimunculkan pada akhir
tahun 1960 oleh Ahmad Sayyid al-Qu>my dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur'an yang akan dikaji secara
tematik.
2. Menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang terdapat pada seluruh surat al -Qur'an yang berkaitan dan berbicara tentang tema yang hendak dikaji, baik
surat makkiyah atau surat madaniyah.
3. Menentukan urutan ayat-ayat yang dihimpun itu sesuai dengan masa
turunnya dan mengemukakan sebab-sebab turunnya jika hal itu dimungkinkan (artinya, jika ayat-ayat itu turun karena sebab-sebab tertentu).
4. Menjelaskan muna>sabah (relevansi) antara ayat-ayat itu pada
masing-masing suratnya dan kaitan antara ayat-ayat itu dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya pada masing-masing suratnya (dianjurkan untuk melihat
kembali pada tafsir tahli>ly).
29
5. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang tepat, sistematis,
sempurna dan utuh (outline) yang mencakup semua segi dari tema kajian.
6. Mengemukakan hadi>th-hadi>th Rasulullah SAW yang berbicara tentang
tema kajian serta men-takhri>j dan menerangkan derajat hadi>th-hadi>th itu untuk lebih meyakinkan kepada orang lain yang mempelajari tema itu.
Dikemukakan pula riwayat-riwayat (atha>r) dari para sahabat dan ta>bi‘i>n.
7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan
cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa,
mengkompromikan pengertian antara yang ‘a>m dan kha>s}, antara yang
mut}laq dan muqayyad, mengsinkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak
kontradiktif, menjelaskan ayat yang na>sikh dan mansu>kh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi
atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak tepat.15
Sedangkan langkah-langkah melakukan tafsir tematik surat persurat
adalah sebagai berikut:
1. Mengambil satu surat dan menjelaskan masalah-masalah yang
berhubungan dengan surat tersebut, sebab turunnya dan bagaimana surat
itu diturunkan (permulaan, pertengahan ataupun akhir, madaniyah atau
makkiyah, dan hadi>th-hadi>th yang menerangkan keistimewaanya).
15al-Farmawy, Metode Tafsir..., 52-54: ‘Ali Hasan al-Arid} menambahkan langkah
metode tematik sebelum mengkompromikan ayat-ayat yang telah dihimpun melalui ‘a>m kha>s} dan
seterusnya adalah merujuk kepada kalam (ungkapan-ungkapan bangsa) Arab dan shair-shair
30
2. Menyampaikan pengertian dari tujuan mendasar dalam surat dan
membahas mengenai terjadinya nama surat itu.
3. Membagi surat (khusus untuk surat yang panjang) kepada bagian-bagian
yang lebih kecil, menerangkan unsur-unsurnya (meliputi ‘a>m kha>s}-nya,
na>sikh mansu>kh-nya, lafz}-nya dalam bahasa Arab dan lain-lain) dan
tujuan masing-masing bagian serta menetapkan kesimpulan dari bagian
tersebut.
4. Menghubungkan keterangan atau kesimpulan dari masing-masing bagian
kecil tersebut dan menerangkan pokok tujuannya.16
Langkah-langkah di atas kemudian dijabarkan oleh S}ala>h ‘Abd
al-Fatta>h dalam kitabnya Tafsi>r Mawd}u>‘iy baina Naz}ariyyah wa
al-Tat}bi>q dalam kutipan M. Ali Misbahul Munir sebagai berikut:
1. Menyebutkan nama surat yang tauqi>fiy apabila ada, juga menyebutkan
nama lainnya yakni nama surat yang ijtiha>dy. Kemudian memberikan
keterangan mengenai hikmah dari pemberian nama tauqi>fiy dan ijtiha>dy tersebut serta menjelaskan hubungan antara nama-nama tersebut. Sebagai
contoh surat al-Baqarah, nama surat tauqi>fiynya adalah surat al-Baqarah,
akan tetapi apabila dilihat dari temanya maka surat ini disebut dengan surat al-Khila>fah wa al-Khulafa>’.
2. Mengetahui nama ijtiha>diy baik yang telah disebutkan oleh ulama terdahulu atau dimungkinkan nama surat mawd}u‘iy kemudian menyatukan
antara nama surat ijtiha>diy dan mawd}u‘iy.
16Must}afa> Muslim, Maba>hith fi> al-Tafsi>r al-Mawd}u>‘iy (Damaskus: Dar al-Qalam, 1989),
31
3. Menerapkan konsep makkiyah dan madaniyah baik sebagian maupun
keseluruhan. Menerapkan juga konsep perpaduan antara makkiyah dan madaniyah karena memungkinkan surat makkiyah terdapat di dalamnya
ayat madaniyah ataupun sebaliknya.
4. Menerapkan inti turunnya surat, baik itu surat makkiyah ataupun madaniyah, ataupun menerangkan inti turunnya surat baik periode awal,
pertengahan atau akhir penyebaran agama Islam, baik turun di Makkah atau Madinah serta memperhatikan konflik keberadaannya dengan kondisi
lingkungan terkait dengan turunnya surat.
5. Membagi tujuan-tujuan surat. Tujuan umum surat dan tujuan khusus di
masing-masing ayat yang memiliki tujuan teratur dengan tujuan umum, serta menerangkan pelajaran yang dapat diambil dari setiap tujuan baik umum maupun khusus dari surat tersebut.
6. Mengetahui kemandirian surat, tema pokok, landasan dasar dan menyatukannya dengan langkah-langkah surat.
7. Mengkaitkan antara surat dengan surat sebelumnya menurut tarti>b
al-mus}haf yakni memuna>sabahkan tema umum dari tema-tema yang terdapat
pada surat dengan tema umum yang terdapat pada surat sebelumnya. 8. Membagi surat yang panjang dan sedang ke dalam beberapa bagian untuk
mempermudah dalam menerangkan permulaan dan akhir surat. kemudian
memetakan ayat-ayat dari bagian-bagian yang dimaksud serta menyebutkan ayat dan tema pada tiap-tiap bagian dilanjutkan dengan
32
9. Meringkas keutamaan hakekat surat dan indikasi-indikasi yang ditetapkan
dan isyarat-isyarat kejadian atau kehidupan yang aktual.
10.Melakukan komparasi antar kitab tafsir yang menerangkan tentang surat
yang dibahas.
11.Menggabungkan keseluruhan penelitian dan menarik kesimpulan
seobyektif mungkin.17
D. Keberadaan Ba>ni Isra>’il
Ba>ni Isra>’il adalah sebutan untuk kaum keturunan Nabi Ya’kub. Kaum
ini adalah yang dilebihkan oleh Allah melampaui segala bangsa yang lainnya.
Berbicara tentang Ba>ni Isra>’il tidak bisa dilepaskan dari tiga sosok nabi,
yakni: Nabi Ibrahi>m, Isha>k, dan Ya’ku>b sebagaimana dinyatakan dalam
al-Qur’an yang berbunyi:
.
.
8Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibra>hi>m, Isha>k dan Ya'ku>b yang
mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.19
17Munir, Tafsir Surah… 27-29.
18QS. Sha>f [38]: 45-47
19Departemen Agama RI, al-Qur’a>n dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2007),
33
1. Sejarah Ba>ni Isra>’il
Untuk memahami perjalanan Ibra>him sebagai utusan Tuhan, kita tidak
bisa memisahkannya dalam konteks sejarah sebagai bagian dari tradisinya. Dari tradisi Tuhan harus dipelajari dan diikuti oleh manusia sesudahnya agar bisa selamat dari adzab yang dincamkan oleh-Nya. Bukan
mengandalkan cerita yang berdasarkan isapan jempol dongeng belaka karena perjalanan Abraham adalah Uswah al- Hasanah, tauladan yang
harus diikuti oleh manusia yang mengimaninya.
Perjalanan hidup Ibra>him dimulai ketika Tuhan memanggilnya dari
Mesopotamia (Irak) menuju ke Kanaan (Palestina) untuk melakukan Perjanjian kepada-Nya, yaitu berjanji akan menjadikan Tuhan sebagai
satu-satunya Ila>h yang patut untuk diabadikan. Ketauhidan ini dipasrhkan
kepada Ibra>him untuk mengemban misi risa>lah, yaitu sebagai pola
kehidupan yang fitrah. Pada saat-saat itu manusia sudah menempatkan saingan-saingan lain disamping Tuhan. Mencampurkan tujuan hidup untuk
kepuasan perut, atas perut, dan bawah perut. Manusia sudah berzinah dengan ila>h-ila>h yang dituju oleh bangsa-bangsa. Itulah pola kehidupan
musyri>k yang dianggap bisa menghidupi bangsanya, padahal Abra>him
bukanlah orang yang musyri>k.20
Ibra>him tidak tega melihat bangsanya mengabdi pada simbol-simbol
kekuasaan (berhala) yang tidak dapat mendatangkan apapun, bahkan
symbol-simbol itu tidak dapat menolong diri mereka sendiri. Bangsanya
20Ahmad Masiyyakh, Memahami dan Menyikapi Tradisi Tuhan; Kebangkitan Yang
34
sudah terlena dengan hal-hal yang tidak masuk akal, ia lebih
mengutamakan simbol-simbol yang bersifat kedewaan, menindas yang
minoritas, dan menjunjung tinggi kekuasaan yang dicapai oleh manusia.
Usaha Ibra>him sebagai utusan Allah yang maha Kuasa sedikit demi
sedikit berbuah hasil, banyak diantara mereka mau mengikuti ajakan yang
diserukan oleh Ibra>him. Banyak orang-orang dari kalangan musyriki>n
merasa iri kepada Abra>him karena dinilai dakwah yang dikerahkan oleh
Ibra>him dinilai berhasil mempengaruhi kolega-kolega mereka. Hingga
Ibra>him mengalami cobaan, ia difitnah, dipancing, dibakar, dan dijebak
agar melanggar hukum yang berlaku atas legalitas “berhala-berhala” yang
diembah kaumnya.
Ibra>him beranggapan bahwa dalam menjalankan misi dakwahnya ia
pasti mengalami rintangan dan tekanan dari orang-orang atau
pemuka-pemuka yang lebih dulu mengenal Tuhan. Ibra>him tidak terpancing untuk
melanggar hukum positif yang berlaku, karena ia tahu bahwa pada saat
itu aturan yang berkuasa bukanlah dari Tuhan melainkan hukum yang
dianut oleh raja bangsa-bangsa. Malahan ia merasa tenang dan gagah
berani menentang kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh kaum musyriki>n
itu. Itulah hikmah daripada apa yang termaktub dalam Kitab Suci bahwa
Ibra>him dibakar tetapi malah kedinginan.
.
35
Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibra>him".22
Usaha penegakan bangunan Tuhan harus dimulai dari sebuah perjanjian yang teguh kepada-Nya, sebagaimana apa yang pernah
dilakukan oleh Ibra>him. Tuhan juga berjanji bahwa keturunan Ibra>him
akan dibuat menjadi bangsa yang besar untuk menempati sebuah Tanah Perjanjian yaitu Kanaan (Palestina). Mengapa Tuhan menjanjikan tanah
kepada Ibra>him? Karena Tanah merupakan sarana utama untuk tegaknya
bangunan Tuhan yang dalam Bahasa Arab disebut Islam (ketaatan/ keselamatan).23 Islam bagaikan pohon, ia baru bisa dikatakan pohon yang
yang baik apabila memiliki akar yang kuat, batang yang kokoh, dan selalu berbuah pada musimnya.
Ketika kelaparan melanda Kanaan, Ibra>him pergi ke Mesir untuk menjalankan misis risalah yaitu berdakwah untuk menggenapi janji Tuhan.
Ibra>ham bersama istrinya Sarah bertemu dengan penguasa Mesirpada masa itu yaitu Raja Fir’un (Fir’un adalah gelar raja Mesir yang sudah ada
sejak tahun 3000 SM s/d 30 SM), dan Fir’un menghadiahi Ibra>ham dengan
seorang hamba yang bernama Siti Hajar. Jadi ada beberapa kali Ibra>him berpindah tempat. Dimulai dari Mesopotamia, kemudian ke Kanaan, ke
Mesir, sampai ke Mekah.24
22Departemen Agama RI, al-Qur’a>n dan Terjemahnya… 327
23A.W. Munawwir dan Muhammad Fairuz, Kamus al-Munawwir; Indonesia-Arab
Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progresif, 2007), 343.
24Ma>lik bin Nabi, Fenomena al-Qur’an: Pemahaman Baru Kitab Suci Agama-Agama
36
Sampai dengan umur 85 tahun Ibra>him belum memiliki anak dari istrinya Sarah untuk meneruskan misi risalhnya, belum memiliki sosok
putera yang akan melanjutkan estafet kepemimpinannya untuk menjalankan atau melanjutkan misinya untuk menegakkan Tauhid Allah. Keadaan ini disadari betul oleh istrinya si Sarah. Sebagai istri yang ta’at
kepada Allah, ia ingin menutupi ketidak-lengkapan itu dengan
menganjurkan Nabi Ibra>him menikahi budaknya yakni Siti Hajar. Karena
tanpa keturunan Ibra>him tidak mungkin bisa menjalankan misi ketauhidan.
Hajar dinikahi oleh Ibrahim. Belum sampai satu tahun dari pernikahannya ia dikarunai satu anak dan diberi nama Ismail. Allah ternyata berkehendak lain, 13 tahun dari kelahiran Ismail, Sarah-pun
mengandung dan ia melahirkan sosok putera yang diberi nama Ishak. Allah kemudian memberikan petunjuk kepada Ibrahim, bahwa tongkat
kepemimpinan diserahkan kepada Ishak, walaupun ia umurnya lebih muda dari Ismail. Ketentuan Allah ini tidak bisa ditolak atau digugat.25
Hajar diperintahkan oleh Ibrahim untuk hijrah ke Mekah untuk
menjalankan misi dakwahnya. Dimana ia mendapat petunjuk bahwa keturunan Hajar akan berlabuh dan menjalankan misi risalahnya di sana.
Tumbuhlah Ishak menjadi pribadi yang tangguh dan cekatan untuk menjalankan misi dakwah yang dititahkan kepadanya. Ia dikarunai dua orang anak laki-laki yakni Esau dan Ya’kub. Allah kembali menegaskan
25Sayyid Mahmu>d al-Qimni, Tari>kh Ibra>him al-Majhu>l, terj. Kamran As’ad Irsyad
37
bahwa yang mendapatkan otoritas untuk menjalankan misi kenabian yakni Ya’kub, walaupun ia anak kedua setelah Esau.
Ya’kub memiliki nama ke-2 yakni Isra>’il, maka keturunan Nabi
Ya’kub selanjutnya disebut dengan Ba>ni Isra>’il. Jadi Ba>ni Isra>’il adalah
umat yang meneruskan perjuangan bapaknya untuk menggenap janji
Allah. Begitu banyak kitab suci yang membahas dan menyinggung
permasalahan Ba>ni Isra>’il ini, sampai-sampai di dalam al-Qur’an ia dibuat nama surat, yakni al-Isra>’ (al-Qur’an surat ke-17). Tidaklah bijak apabila
tidak mengenal perjalanan Ba>ni Isra>’il hanya karena melihat kelakuan mereka sekarang ini yang cenderung mendzalimi umat di luar mereka,
padahal begitu banyak ayat-ayat dalam al-Qur’an menyinggung nabi-nabi dari Ba>ni Isra>’il. Kelemahan ini tidak disadari sehingga tidak dapat
melihat jalannya trend penegakan system Tuhan, apa yang akan terjadi
pada manusia generasi selanjutnya.
Nabi Ya’kub atau Isra’il memiliki 12 anak dari 4 istri. Perinciannya bisa dilihat di bawah ini:
1. Dari istri Lea mendapatkan enam orang anak: a. Ruben
b. Simoen c. Lewi d. Yahuda e. Isakhar, dan f. Zebulon
2. Dari istri Rahael mendapatkan dua anak: a. Yusuf, dan
b. Benyamin
3. Dari istri Bilha (Hamba sahaya dari Rahael) mendapatkan dua anak: a. Daen
b. Naftali
4. Dari istri Zilpa (Hamba sahaya dari Lea) mendapatkan dua anak: a. Gad, dan
38
Jumlah keseluruhan anak dari Nabi Ya’kub ini adalah 12 orang. Anak -anak inilah yang kemudian hari akan menjadi 12 suku Ba>ni Isra>’il.26
Pada beberapa generasi berikutnya tampil sebuah komunikasi eksklusif
dari keturunan Yahuda. Keturunan itulah yang pada akhirnya disebut kaum Yahudi. Jadi Kaum Yahudi sudah pasti Ba>ni Isra>’il sedangkan Ba>ni
Isra>’il belum tentu Kaum Yahudi. Mengapa Kaum Yahudi unggul dalam
berbagai bidang? Hal ini dikarenakan Ba>ni Isra>’il awalnya adalah kaum pilihan, Allah pernah memberkati keturunannya. Hingga pada saat ini Ba>ni
Isra>’il tidak lagi setia pada Allah, maka Allah mencampakkan mereka
dalam lubang atau hal-hal negatif.
Salah satu anak Ya’kub adalah Nabi Yusuf, mendiami Mesir karena
dipungut oleh Raja Mesir sebagai penasihat dalam urusan perekonomian kerajaan Mesir. Hal ini dilakukan karena kecakapan Nabi Yusuf dalam
menebak nubuat ramalan Tuhan tentang kehidupan pada masa yang akan datang.
Yusuf membawa anak saudaranya untuk hijrah ke Mesir, hingga 400 tahun kemudian keturunan Ba>ni Isra>’il sudah beranak-pinak sampai
dengan 3 juta orang.27
2. Kebangkitan Ba>ni Isra>’il
Keberadaan umat Ba>ni Isra>’il di Mesir rupanya dijadikan alat oleh Raja Fir’aun28 sebagai sarana pemuas cita-cita matrealistiknya. Mereka
dijadikan budak pada berbagai bidang seperti pembangunan proyek
26Ahmad Masiyyakh, Memahami dan Menyikapi Tradisi Tuhan…34-35
27Abdul Mali>k, Rihlah Ba>ni Isra>’il ila Mis{ra al-Far’u>niyyah wa al-Khuru>j (Kairo: Da>r
al-Hila>l, 1990), 143-144
28Fir’aun adalah gelar raja Mesir yang sudah ada semenjak tahun 3000 SM sampai
Dokumen terkait
Napomena 1.4.2. Primijetimo da se graf na slici 1.3 sastoji od ulaznog sloja te potpuno povezanih slojeva, odnosno, na njemu nisu prikazani aktivacijski slojevi. Aktivacijski
KOMUNIKASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BERBEDA AGAMA DALAM MENGEMBANGKAN RELASI DAN TOLERANSI SOSIAL (Studi kasus pada masyarakat desa Ngadas suku tengger kecamatan
Dalam fiqih, Islam tidak ada larangan terkait adat tersebut mintelu, rata-rata masyarakat takut melaksanakannya ini karena keyakinan mereka yang sudah menempel dan menjadi acuan
2.1 2.1 Menghayati Menghayati pentingnya pentingnya kerjasama kerjasama sebagai hasil sebagai hasil pembelajara pembelajara n sablon n sablon (screen (screen printing) printing)
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat
Pengelolaan kebudayaan dan kepariwisataan pada satu kawasan merupakan upaya dalam mensinergiskan berbagai kepentingan sebagaimana makna dari suatu kawasan merupakan
Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis pada perhitungan beban kerja mental mahasiswa Universitas XYZ Yogyakarta jurusan Teknik Industri