• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA PESTISIDA DALAM LINGKUNGAN | Karya Tulis Ilmiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DINAMIKA PESTISIDA DALAM LINGKUNGAN | Karya Tulis Ilmiah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Di Indonesia, pestisida yang paling dominan banyak digunakan sejak tahun 1950an sampai akhir tahun 1960an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat organik seperti paration, OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena walaupun bahan-bahan ini sangat beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun. Hal penting yang masih perlu diperhatikan masa kini ialah dampak penggunaan hidrokarbon berklor pada masa lampau khususnya terhadap aplikasi derivat-derivat DDT, endrin dan dieldrin.

Pada tanah-tanah pertanian yang menggunakan bahan organik yang tinggi, residu pestisida akan sangat tinggi karena jenis tanah tersebut di atas menyerap senyawa golongan hidrokarbon berklor sehingga persistensinya lebih mantap. Kandungan bahan organik yang tinggi dalam tanah akan menghambat proses penguapan pestisida. Kelembaban tanah, kelembaban udara, suhu tanah dan porositas tanah merupakan salah satu faktor yang juga menentukan proses penguapan pestisida. Penguapan pestisida terjadi bersama-sama dengan proses penguapan air. Residu pestisida yang larut terangkut bersama-sama butiran air keluar dari tanah dengan jalan penguapan, akan tetapi masih mungkin jatuh kembali ke tanah bersama debu atau air hujan. Air merupakan medium utama bagi transportasi pestisida. Pestisida dapat menguap karena suhu yang tinggi dan kembali lagi ke tanah melalui air hujan atau pengendapan debu.

PENGGOLONGAN SENYAWA KIMIA PESTISIDA

Menurut Watterson (1988), ada banyak penggolongan/jenis-jenis pestisida yang beredar di pasaran dan senantiasa digunakan baik yang ditujukan kepada hewan,tumbuhan maupun jazad renik, yang mengendalikan jenis serangga maupun hewan yang berpotensi sebagai organisme pengganggu tananam (OPT) adalah insektisida, rodentisida, molusisida, avisida, dan mitisida.

Sedangkan yang mengendalikan jazad renik antara lain bakterisida, fungisida, algisida.

Selain dari pada itu terdapat senyawa kimia yang sifatnya hanya sebagai pengusir serangga

(insect repellent), dan sebaliknya ada pula yang justru menarik serangga untuk datang

(insect attractant) serta ada yang dapat memandulkan serangga (Tabel 1).

Jenis Pestisida Fungsi dan kegunaannya

Insektisida Herbisida Fungisida Nematoda Rodentisida Bakterisida Akarisida Algisida Mitisida Molusisida Avisida Piscisida Ovisida Desinfektant Growth regulator Defoliant Desiccant Repellent Atractant Chemosterilant

Mengontrol and mngendalikan serangga Membunuh rumput (gulma)

Membunuh jamur Membunuh nematoda Membunuh tikus Membunuh bakteri Membunuh laba-laba Membunuh alga Membunuh mite Membunuh moloska Mengusir burung Mengendalikan ikan Menghancurkan telur

Menghancurkan atau menginaktifkan mikroorganisme yang berbahaya Merangsang/menghambat pertumbuhan

Penggugur daun

Mempercepat pengeringan tanaman Mengusir serangga, rayap, anjing dan kucing Menraik serangga

Mensterilisasi serangga Tabel 1. Jenis-Jenis Pestisida dan Kegunaannya

(2)

DINAMIKA PESTISIDA DALAM LINGKUNGAN

Menurut Tarumingkeng (1977), dinamika pestisida dalam ekosistem lingkungan dikenal istilah residu. Istilah residu tidak sinonim dengan arti deposit. Deposit ialah bahan kimia pestisida yang terdapat pada suatu permukaan pada saat segera setelah penyemprotan atau aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah bahan kimia pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan implikasi penuaan (aging), perubahan (alteration) atau kedua-duanya. Residu dapat hilang atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian, pelapukan (weathering), degradasi enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang sedikit (skala ppm), pestisida dalam tanaman hilang sama sekali karena proses pertumbuhan tanaman itu sendiri.

Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida mengikuti hukum kinetika pertama, yakni derajat/kecepatan menghilangnya pestisida berhubungan dengan banyaknya pestisida yang diaplikasi (deposit). Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua tahapan reaksi, yakni proses menghilangnya residu berlangsung cepat (proses desipasi), atau sebaliknya proses menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi). Terjadinya dua proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida yang ditranslokasikan dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kurang merusak sehingga terjadi proses penyimpanan (residu persisten). Kemungkinan lain adalah pestisida akan bereaksi dan mengalami degradasi sehingga hilangnya residu berlangsung cepat (Tarumingkeng,1977).

KASUS-KASUS PENCEMARAN PESTISIDA

Terhadap Hewan Vertebrata

Moore (1974) mengemukakan bahwa burung pemangsa tikus Falcon tininuculus dan Tyto alba banyak yang terkontaminasi oleh pestisida akibat memangsa tikus yang telah memakan umpan biji-bijian yang dicampur dieldrin, sedang Jefferies (1972) mengemukakan bahwa kelelawar dari jenis Pipistrellus, Plocetius dan Myotis ditemukan banyak mengandung residu organoklorin jenis DDE (± 10,68 ppm), DDT (± 4,62 ppm) dan dieldrin (± 0,29 ppm) dalam organ hatinya. Di Indonesia, dampak pengaruh samping dari aplikasi DDT dan metabolit DDE menunjukkan adanya korelasi negatif antara residu DDT pada telur bebek dan tebalnya kulit telur. Ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan pengukuran, efek residu pestisida tersebut belum significant mencemari bebek yang ada di Indonesia (Koeman, 1974). Pada hewan amfibi seperti kodok, pencemaran dapat mengubah perilaku dan kelainan morfologi khususnya terhadap ekor dan moncong (Cooke, 1970).

Terhadap Hewan Invertebrata

(3)

Kasus lain ditemukan bahwa fungisida dengan sodium metan dan formaldehida yang digunakan terhadap permukaan atau yang diinjeksikan mempunyai pengaruh tajam dan akan membunuh binatang-binatang tanah yang terkena sampai pada ke dalaman 15 cm. Jenis pestisida yang paling besar pengaruhnya terhadap musnahnya faunah tanah adalah insektisida di banding pestisida lain seperti herbisida dan fungisida. Insektisida-insektisida tersebut yang paling banyak digunakan adalah hidrokarbon berklor dan organofosfat. Senyawa hidrokarbon berklor dapat menjadi penyebab berkurangnya populasi tungau pemangsa colembola sehingga populasi colembola berkembang, sebaliknya senyawa dari jenis aldrin dan derivatnya pengaruhnya tidak terlalu significant menurunkan populasi tungau (Sheals, 1956).

Terhadap Kehidupan Perairan

Sumber pencemaran perairan oleh pestisida ialah adanya aliran air dari daerah pertanian terutama selama musim hujan. Pada kadar yang tinggi pestisida dapat membunuh jazad yang hidup di dalam air. Pestisida-pestisida yang persistensinya tinggi seperti golongan organoklorin meskipun dengan kosentrasi rendah dapat masuk dalam rantai makanan dan mengalamai proses peningkatan kadar (biological magnification) sampai pada derajat yang mematikan (Coutney et.al.,1973). Terhadap kehidupan fitoplankton, perlakuan paraquat pada dosis 1,0 ppm selama 4 jam dapat menurunkan produktivitas 53%, perlakuan diquat dengan dosis yang sama selang waktu 48 jam menurunkan produktivitas 45%, sedangkan diuran dengan dosis 1,0 ppm dalam 4 jam menurunkan produktivitas sampai 87% (Pimentel, 1974).

Daya meracun berbagai pestisida khususnya herbisida terhadap kehidupan ikan telah banyak diteliti. Misalnya kemampuan meracuni kehidupan ikan, jenis insektisida nampak lebih kuat dibanding herbisida. Akan tetapi karena pemakaian herbisida sebagai pengendali gulma intensitas pemakaiannya lebih tinggi, maka dampak kerusakannya lebih nampak. Nilai toksisitas akut herbisida terhadap ikan umumnya jauh lebih tinggi dari pada konsentrasi yang dibutuhkan untuk mengendalikan gulma. Sebagai contoh, herbisida paraquat pada kadar aplikasi 1,14 ppm dapat mematikan ikan lele, dan ikan salmon 3 hari setelah aplikasi (Duursma and Marchand, 1974).

Terhadap Tumbuhan

Aplikasi pestisida pada kadar rendah (sublethal) dapat memberi pengaruh resisten terhadap tumbuhan pengganggu., oleh karena itu penyemprotan yang tak sempurna dapat menimbulkan pengaruh jangka panjang yang tak terduga. Di samping itu secara tidak langsung penggunaan pestisida (herbisida) akan merangsang tumbuhan pengganggu lain yang bukan sasaran justru menjadi dominan. Sebagai contoh pertumbuhan alang-alang Imperata cylindrica dapat ditekan dengan penggunaan herbisida, akan tetapi di sisi lain rumput Mikinia micranta justru akan tumbuh subur dan merajalela di tempat itu karena persaingannya dengan alang-alang sudah tidak ada lagi. Demikian juga dengan jenis rumput Pennisetum polystachion yang mempunyai tingkat kepadatan biji yang sangat banyak (300.000 – 370.000 biji/tanaman) tidak dapat tumbuh pada kondisi gelap (di bawah naungan alang-alang), tetapi pada saat alang-alang dibasmi, maka rumput ini akan tumbuh dominan (Soedarsan dan Amir, 1975).

Terhadap Kesehatan Manusia

(4)

Tabel 2.

Senyawa-Senyawa Pestisida yang Telah Terbukti dapat Menjadi Faktor

Penyebab Penyakit Kanker (Carsinogenic Agent) pada Hewan dan Manusia

Bahan aktif Hewan Manusia Bahan aktif Hewan Manusia

acrylonitrile

Sumber : Gosselin (1984);IARC(1978):Saleh(1980) Catatan : + = ditemukan bukti; - = tidak ditemukan bukti

(5)

Tabel 3.

Senyawa-Senyawa Pestisida Yang Telah Terbukti Dapat Menjadi Fakta

Penyebab Mutasi Genetik (Mutagenic Agent)

acephate allethtrin azinphos-methyl benomyl bromocil butaclor cocodylic acid captafol captan carbaryl carbendazim carbofuran chlormethoxynil chlorfenvinphos chloropicrin chlorpyrifos cyclophosphamide 2,4-D acid 2,4-BB acid DBCP DD DDC DDT demeton 1,2,dibromethane dicamba dichlorfluanid

Dicrotophos dichlorvos dimethoate dinocap dinoseb disulfoton echlomezel ethylnechlorohydrin ethylenedibromide ethylenedichloride ethylene oxide ethylene thiourea EMS

ESP fenaminosulf fenitrithion ferbam folpet

HEH(2-hydroxyethylenehydrazin) hemel

MAF MCPA

malaeic hydrazide metepa

methyl dibromide monocrotophos

NBT(2,4-dinitrophenylthiocyanate) NNN(5-nthro-1-napthalonitrile) nitofen

oxydemeton-methyl oxine copper parathion-methyl pentachlorophneol phenazine oxide phosmer pirimiphosmethyl polycarbamate polyoxin D-Zn propanil salithion simazine 2,4,5-T thiometon thiram toxaphene triallate trichlorfon TTCA(asomate) vamidothion ziram

(6)

Tabel 4.

Senyawa-Senyawa Pestisida Yang Telah Terbukti Dapat Menjadi Faktor Penyebab

Penyakit Radang Kulit Dan Penyakit Kulit Lainnya (Alergi Dan Iritasi)

Bahan aktif Jenis peradangan Bahan aktif Jenis peradangan

alergi iritasi alergi iritasi

acephate

Sumber : Weinstein (1984); Gosselin (1984)

Catatan : + = ditemukan bukti; - = tidak ditemukan bukti

Secara umum, proses peracunan senyawa pestisida dapat diamati berdasarkan golongan pestisida yang dipakai di lapangan. Fenomena ini sering ditemukan pada para pekerja yang terkait langsung dengan pestisida seperti pekerja pada lokasi kepabrikan maupun perkerja yang langsung menggunakan senyawa pestisida tersebut terhadap organisme target. Pada golongan pestisida yang mempunyai bahan aktif dari klor organik seperti endrin, aldrin, endosulfan, dieldrin, lindane(gamma BHC) dan DDT, gejala keracunan yang dapat ditimbulkan dapat berupa mual, sakit kepala dan tak dapat berkosentrasi. Pada dosis tinggi dapat terjadi kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan. Hal ini disebabkan kerena senyawa klor organik mempengaruhi susunan syaraf pusat terutama otak.

(7)

Tabel 5. Gejala Keracunan Dan Petunjuk Cara Pertolongan Pertama Pada Penderita

Golongan Pestisida Cara bekerjanya Gejala keracunan yang timbul Klor organik : endrin, aldrin,

endosulfan(thiodan), dieldrin, lindane(gamma BHC), DDT

Fosfat organik: mevinfos (fosdrin), paration, gution, monokrotofos (azodrin), dikrotofos, fosfamidon, diklorvos (DDVP), etion, efntion, diazinon.

Karbamat : aldikarb(temik), carbofuran (furadan), metomil (lannate), propoksur (baygon), karbaril (sevin)

Dipiridil : paraquat, diquat dan morfamquat

Antikoagulan : tipe kumarin (warfarin), tipe 1,3 indantion: difasinon, difenadion (Ramik)

Arsen : arsen trioksid, kalium arsenat, asam arsenat dan arsin(gas).

Mempengaruhi susunan syaraf pusat terutama otak

Menghambat aktivitas enzim kholinnestrase

Menghambat aktivitas enzim kholinestarse, tetapi reaksinya reversible dan lebih banyak bekerja pada jaringan, bukan dalam darah/plasma.

Dapat membentuk ikatan dan merusak jaringan ephitel dari kulit, kuku, saluran pernafasan dan saluran pencernaan, sedangkan larutan yang pekat dapat menyebabkan

peradangan.

Pestisida ini cepat diserap oleh pencernaan makanan, penyerapan dapat terjadi sejak saat tertelan sampai 2-3 hari.Kumrain dapat diserap melalui. Kedua tipe pestisida ini

Menghambat pembentukan zat yang berguna untuk

koagulasi/pembekuan darah antara lain protrombin Keracunan arsen pada umumnya melalui mulut walaupun bisa juga diserap melalui kulit dan saluran pernafasan

Mual, sakit kepala, tak dapat berkonsentrasi. Pada dosis tinggi dapat terjadi kejang-kejang muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan

Sakit kepala, pusing-pusing, lemah, pupil mengecil, gangguan

penglihatan dan sesak nafas, mual, muntah, kejang pada perut dan diare, sesak pada dada dan detak jantung menurun.

Tanda-tanda keracunan umunya lambat sekali baru terlihat

Gejala keracunan selalu lambat diketahui, seperti perut, mual, muntah dan diare karena ada iritasi pada saluran pencernaan. 48-72 jam baru gejala kerusakan seperti ginjal seperti albunuria, proteinura, hematuria, dan peningkatan kreatinin lever, 72 jam-14 hari terlihat tanda-tanda kerusakan pada paru-paru

Hematuria (kencing berdarah), hidung berdarah, sakit pada rongga perut, kurang darah dan kerusakan ginjal

Pada keracunan akut: nyeri pada perut, muntah dan diare. Pada keracunan sub akut akan timbul gejala seperti sakit kepala, pusing dan banyak keluar ludah

Sumber: Anonim (1984)

PROSEDUR PELAKSANAAN PENGAMANAN PESTISIDA

Pedoman Umum Penanganan Bahan

(8)

Tabel 6. Petunjuk Umum Tentang Keamanan Dalam Menggunakan Senyawa Kimia Pestisida d

i Lapangan

1. Gunakanlah pestisida yang telah terdaftar dan memperoleh izin dari Menteri Pertanian.Jangan sekali-kali

menggunakan pestisida yang belum terdaftar dan memperoleh izin.

2. Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman serta jasad sasaran lainnya yang akan dikendalikan, dengan cara lebih dahulu membaca keterangan tentang kegunaan pestisida dalam label pada wadah pestisida tersebut

3. Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor atau rusak, dengan label asli yang berisi keterangan lengkap dan jelas. Jangan membeli dan menggunakan pestisida dengan label dalam bahasa asing

4. Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja dengan pestisida itu 5. Simpanlah pestisida di tempat khusus yang sejuk, kering dan dapat dikunci, jauh dari

makanan/minuman, dan tidak dapat dijangkau oleh anak-anak, hewan piaraan serta ternak.

6. Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat terbuka atau dalam ruangan yang mempunyai ventilasi baik.

7. Pakailah sarung tangan dan gunakalah wadah, alat pengaduk dan alat penakar yang khusus hanya untuk pestisida. Semua peralatan tersebut jangan digunakan untuk keperluan lain, lebih-lebih yang

berhubungan dengan makanan dan minuman.

8. Bukalah tutup wadah pestisida dengan hati-hati, sehingga pestisida tidak memercik, tumpah atau berhambur ke udara.

9. Gunakalah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan menggunakan pestisida dengan takaran yang berlebihan atau kurang.

10 Periksalah alat penyemprot dan usahaka supaya selalu dalam kedaan baik, bersih dan tidak bocor. 11 Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata, mulut dan kaian. 12 Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan baik sebelum bekerja dengan pestisida.

Pestisida lebih mudah terserap ke dalam tubuh melalui kulit yang terluka.

13 Selama menyemprot, pakailah baju khusus yang berlengan panjang, penutup kepala penutup muka, celana panjang, sarung tangan dan sepatu boot

14 Jangan menyemprot berlawanan dengan arah angin

15 Hindarkalah semprotan pestisida terbawa angin ke tempat lain, supaya tidak mengenai tempat tinggal penduduk, tanaman di tempat lain, sungai, kolam, danau atau makanan ternak.

16 Jangan menyemprot pada waktu angin bertiup kencang, cuaca panas atau akan turun hujan.

17 Bekerjalah demikian rupa sehingga tanaman yang telah disemprot tidak dilalui lagi untuk menghindari persentuhan dengan tanaman yang telah terkena pestisida

18 Jangan merokok, makan atau minum selama bekerja dengan pestisida.

19 Jika merasa kurang enak badan, berhentilah bekerja dengan segera dan baca petunjuk dalam label tentang pertongan pertama dan segera hubungi dokter, beri tahu pestisida apa yang digunakan. 20 Setelah selesai bekerja denga pestisida, mandilah sehera dengan sabun, pakaian dan alat pelindung

lainnya yang dipakai harus segera dicuci dengan sabun.

21 Setalah selesai bekerja, cucilah alat penyemprotan dan alat lainnya serta usahakan air bekas cucian tidak mengalir ke sungai, saluran air, kolam ikan, sumur dan sumber air lainnya.

22 Bersihkanlah selalu muka dan tangan dengan air dan sabun sebelum beristirahat untuk makan minum atau merokok.

23 Wadah bekas yang sudah kosong jangan dipakai untuk menyimpan makanan atau minuman akan tetapi musnahkan dengan merusak, membakar atau menguburnya di tempat yang aman.

Sumber Anonim (1984)

Pertolongan Pertama Pada Keracunan Pestisida

Berdasarkan panduan pertolongan pertama pada kasus keracunan pestisida dalam Anonim (1984), maka bila terjadi kasus keracunan senyawa kimia pestisida maka ada sebelas item yang harus dicermati/diteliti dengan saksama agar dapat diambil tindakan medis yang tepat dan segera untuk menolong jiwa penderita. Ke sebelas urutan tersebut adalah sebagai berikut :

(9)

bawalah label pestisida tersebut untuk ditunjukkan kepada dokter.

b. Dalam hal kulit atau rambut dan pakaian terkena pestisida, cucilah segera kulit dan rambut yang terkena dengan sabun dan air yang banyak dan lepaskan pakaian untuk diganti dengan yang bersih.

c. Apabila pestisida mengenai mata, cucilah segera mata dengan air bersih yang banyak selama 15 menit atau lebih terus menerus. Kemudian ditutup dengan kapas seteril yang dilengketkan dengan kain pembalut.

d. Apabila debu, bubuk, uap, gas atau buti-butir semprotan terhisap melalui pernafasan, bawalah penderita ke tempat terbuka yang berudara segar, longgarkan pakaiannya yang ketat dan baringkan dengan dagunya agak terangkat ke atas supaya dapat bernafas dengan bebas. Jaga supaya penderita dalam keadaan tenang dan tidak kedinginan (apabila perlu selimutilah penderita tetapi jangan sampai terlalu kepanasan). Sementara menunggu pertolongan dokter, awasilah terus keadaan penderita.

e. Apabila pestisida tertelan dan penderita dalam keadaan sadar, usahakan supaya penderita muntah dengan cara mencolek bagian belakang tenggorokan dengan jari tangan atau alat lain yang bersih dan/atau dengan memberi minum larutan garam sebanyak satu sendok makan dalam segelas air hangat. Ulangi proses pemuntahan sampai yang dimuntahkan berupa cairan yang jernih. Pada waktu penderita mulai muntah, usahakan mukanya menghadap ke bawah dan kepalanya agak direndahkan supaya muntahan tidak masuk dalam paru-paru. Selanjutnya harus dijaga jangan sampai muntahan menghalangi pernafasan. Usaha pemuntahan tidak dapat dilakukan apabila penderita dalam keadaan kejang atau tidak sadar, penderita telah menelan bahan yang mengandung minyak bumi dan penderita telah menelan bahan alkalis atau asam kuat yang korosif (secara kimiawi merusak jaringan hidup)dengan gejala rasa terbakar atau nyeri sekali pada mulut dan kerongkongan.

f. Apabila bahan korosif tertelan dan penderita dalam keadaan sadar, berilah penderita minum susu atau putih telur dalam air, atau hanya air saja dalam kondisi dimana susu atau telur tidak tersedia. Susu atau minyak tidak boleh diberikan kepada penderita keracunan pestsida hirokarbon berklor.

g. Apabila penderita tidak sadar, usahakan supaya saluran pernafasan tidak tersumbat. Bersihkan hidung dari lendir atau muntahan dan bersihnya mulut dari air liur, lendir, sisa makanan dan sebagainya. Jangan memberikan sesuatu melalui mulut kepada penderita yang tidak sadar. h. Apabila pernafasan penderita berhenti, usahakanlah pernafasan buatan. Bersihkan lebih dulu

mulut dari air liur, lendir, sisa makanan dan sebagainya.

i. Apabila penderita kejang, usahakanlah kekejangan tersebut tidak mengakibatkan cidera. Longgarkan pakaian disekitar leher, taruh bantal di bawah kepala dan berilah ganjal antara gigi untuk mencegah supaya bibir atau lidah tidak tergigit.

j. Penanggulangan keracunan setalah dilakukan pertolongan pertama selanjutnya diambil tindakan sebagai berikut

i. untuk golongan pestisida klor organik, dilakukan tindakan mencuci lambung dengan memberi garam isotoris larutan natrium bikarbonat 5%. Untuk mengurangi absorbsi dapat diberikan 30 gram norit yang disuspensikan dalam air;

(10)

belum tertanggulangi;

iii. untuk golongan karbamat, penaggulangan-nya sama dengan pestisida golongan fosfat organik, tapi disini tidak digunakan pralidoxim;

iv. (untuk golongan senyawa dipiridil tindakannya adalah untuk mengurangi absorbsi dari saluran pencernaan, diberikan absorben Fuller”s Earth 30% suspensi dalam air;

v. (untuk golongan antikoagulan dilakukan pemberian antidote fitonadion, yakni dosis dewasa dan anak-anak lebih dari 12 tahun 25 mgr intra muskuler dan anak-anak di bawah 12 tahun 0,6 mgr/kg berat badan;

vi. untuk golongan arsen dilakukan pemberian antidote Dimerkaprol (B.A.L), Dimerkaptopropanol.

k. Untuk penanggulangan selanjutnya, dilakukan pendataan mencakup tempat kejadian, tanggal, nama korban, umur, jenis kelamin, keracunan melalui apa (mulut, pernafasan, kulit), sampel pestisida, muntahan atau sisa makanan (dalam hal penderita tidak diketahui, dapat disebutkan pestisida-pestisda apa yang biasa digunakan di tempat tersebut, dan jenis-jenis pertolongan yang telah diberikan kepada penderita.

PENUTUP

Walaupun beberapa rujukan pustaka dari paper ini sudah cukup tua, akan tetapi dari data-data tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa problematika yang terkait dengan dampak samping dari penggunaan pestisida baik langsung maupun tidak langsung cukup significant merusak ekosistem lingkungan dan bahkan kesehatan manusia. Oleh sebab itu ke depan penanganan pestisida nampaknya masih panjang untuk diperdebatkan dan bahkan masih perlu diteliti lebih jauh agar ekosistem bumi kita dapat terselamatkan dari proses pencemaran senyawa-senyawa kimia yang berbahaya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1984. Pestisida Untuk Pertanian danKehutanan.Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. Direktotarat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan.Jakarta. 1984

Cooke, A.S. 1970. The effect of p.p-DDT on Ted Poles of Common Frog Rana temporaria. Env. Poll.1:57-71

Coutney, W. R., Jr., and M. H. Robert, Jr. 1973. Environmental Effect on Toxaphene Toxicity to Selected Fishes and Crustaceans. Ecol. Res. series. EPA-R3-73035. United Stated Environmental Protection Agency, Wasihington D.C.20460

Duursma, E.K. & M. Marchand. 1974. Aspects of Organic Marine Pollution. Ann. Rev. Oceanogr. Mar. Biol.12:315-431

Gast, R.T. 1961. Factors Involved in Differential Susceptibility at Corn Earworm Larval to DDT. J. Econ. Entomol. 54:1203-1206.

Gosselin, R.E. 1984. Clinical Toxicology of Commercial Products. William and Wilkin, Baltimore, 5th.ed

IARC. 1978. IARC Monographs on the Evaluation of Carsinogenic Risk of Chemical to Humans, Supplement 4. IARC, Lyon.pp.14-22

Jefferies,D, J. 1972. Organochlorine Insecticide Residues in British Bats and Their Significane. Journal Zoology 166:245-263

(11)

Sawah Duck Eggs, Crustaceans and Molluscs Collected in West and Central Java, Indonesia. Ecol & Dev 2:1-14

Moriya,M.1983.Further Mutagenicity Studies on Pesticides in Bacterial Reversion Assay Systems. Mutat. Res., vol.116.pp.185-216

Moore,N.W. 1974. Toxic Chemical and Wildlife Section. Dalam Monk Wood Experiment Station. Report for 1972-1973.hal.7-14

Palpp, F.W. 1976. Biochemical Genetics of Insecticide Resistance. Ann.Rev.Ent.21:179-197 Pimentel.,D. 1971. Ecological Effects of Pestisides on non Target Species. Execitive Office of the

President. Office of Science and Technology, 1971. Washington D.C.20402

Saleh,M.A.1980. Mutagenic and Carsinogenic Effects of Pesticides. Environ. Sci. Health. vol. B15 (6): pp.907-927

Sandhu, S. S. and Water, M.D. 1980. Mutagenicity Evaluation of Chemical Pesticides. J. Environ. Sci. Health/B15 (6): pp.929-948

Sheals,S.G. 1956. Soil Population Studies I.The effectsof Cultivation and Teatment with Insecticides. Bull.Ent.Res.47:803-833

Simmon,V.F. 1980. An Overview of Shortterm Test for the Mutagenic and Carsinogenic Potential of Pesticdes. J .Environ. Sci. Health, vol. B15 (6): pp.867-906

Soedarsan, A. dan J. Amir.1975. Beberapa Catatan tentang Pennisetum polystechium (L) Schult, Sejenis Tumbuhan Pengganggu Diperkebunan. Menara Perkebunan 43:105-107

Szeics,F.M, F.W.Plapp and S.B. Vinson. 1973. Tobacco Budworm Penetration at Several Insecticide Into the Larva. J. Econ. Entomol. 66:9-15

Watterson, A..1988. Pesticides Users’ Health and Safety Handbook. An International Guide. Gower Technical Publishing Company Limites. England

Gambar

Tabel 1.  Jenis-Jenis Pestisida dan Kegunaannya
Tabel 2. Senyawa-Senyawa  Pestisida  yang Telah  Terbukti  dapat  Menjadi  FaktorPenyebab Penyakit Kanker (Carsinogenic Agent) pada Hewan dan Manusia
Tabel 3. Senyawa-Senyawa Pestisida Yang Telah Terbukti Dapat Menjadi Fakta Penyebab Mutasi Genetik (Mutagenic Agent)
Tabel 4. Senyawa-Senyawa Pestisida Yang Telah Terbukti Dapat Menjadi  Faktor PenyebabPenyakit Radang Kulit Dan Penyakit Kulit Lainnya (Alergi Dan Iritasi)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penyidik berwenang untuk menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana, melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian; menyuruh

Apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya aliran udara melalui hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur, klien yang mengalami apnea

Swamedikasi adalah upaya pengobatan sendiri terhadap penyakit ringan yang dilakukan oleh masyrakat di RT 027 RW 012 lingkungan Nasipanaf Kelurahan Penfui Kota Kupang.. Umur

Yuda Permana selaku residen bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin untuk pemeriksaan klinis penelitian ini serta dukungan yang berarti kepada saya selama penyusunan Karya Tulis

Dari hasil penelitian, responden berjenis kelamin perempuan sebanyak (53%) yang rata-rata berjurusan IPA sebanyak (80%), rata-rata umur yang mengisi angket tersebut 16

1.3.2.1 Untuk membandingan jumlah kejadian campak pada anak berdasarkan jenis kelamin di RS Kristen Mojowarno Jombang Jawa Timur.. 1.3.2.2 Untuk menggambarkan distribusi usia

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan 3 sampel daun kelor di wilayah kabupaten jombang.Teknik pegambilan sampel menggunakan purposive sampling dan

Gagasan menggalakkan karya tulis ilmiah dilingkungan kampus sebagai aktualisasi PRIME dalam upaya pencegahan korupsi ini sekiranya mampu menumbuhkan nilai-nilai