digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul Hak – Hak Istri
Pasca Cerai Talak Raj’i (Analisis Yuridis Putusan No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn.). Rumusan masalah adalah Bagaimana putusan perkara No. 1781/ Pdt.G/ 2014/ PA. Tbn. Pengadilan Agama Tuban tentang
nafkah idah dan mut’ah? Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama
Tuban dalam memutuskan perkara No.1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang nafkah idah dan mut’ah ?
Penelitian ini menggunakan metode analisis data deskriptif (kualitatif) karena dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan angka-angka. Data penelitian dihimpun melalui wawancara dan studi dokumentasi yang selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif analisis dengan pola pikir induktif deduktif.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa: majelis hakim tidak membebankan kepada suami sebagai pemohon untuk memberikan nafkah idah dan mut’ah
kepada istri sebagai termohon, majelis hakim hanya memutuskan untuk
menjatuhkan ikrar cerai talak raj’i , dan hakim berpendapat bahwa istri yang
merasa kurang atas nafkah yang diberikan oleh suami itu termasuk perbuatan nusyuz. Hakim tidak memberikan nafkah idah dan mut’ah kepada termohon serta
tidak menggunakan hak ex officio beralasan karena perkara ini kasuistik dan
termohon tidak menuntut nafkah idah dan mut’ah. Termohon tidak
mempermasalahkan atas merasa kurang nafkah yang diberikan oleh suami.karena suami mempunyai tanggungan yang harus dibayar, meskipun dalam persidangan tidak terungkap tanggungan apa yang dimiliki oleh pemohon. Dasar hukum tentang hak ex officio diatur dalam pasal 27 ayat 1 UU No. 14 tahun 1970 yang diamandemen pasal 5 ayat 1 UU No. 48 tahun 1989 tentang kewajiban kehakiman dalam memutuskan perkara dengan adil sesuai dengan kondisi masyarakat sekarang.dalam pasal 41 huruf c UU No. 1 tahun 1974 bahwa pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan untuk mantan istrinya.dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 241
dijelaskan agar wanita yang yang diceraikan suaminya untuk diberikan mut’ah
dan nafkah idah.
Melihat putusan perkara tersebut seharusnya hakim membebani kepada pemohon untuk memberikan nafkah idah dan mut’ah kepada termohon, meskipu
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN ... v
MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
PERSEMBAHAN ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Dan Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Kajian Pustaka ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Manfaat Hasil Penelitian ... 10
G. Definisi Operasional ... 10
H. Metode Penelitian ... 12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB II CERAI TALAK DAN HAK ISTERI DI PENGADILAN AGAMA
A. Pengertian Cerai Talak ... 18
B.Dasar Hukum Cerai Talak ... 19
C.Akibat Hukum Cerai Talak ... 24
D.Prosedur dan Penyelesaian Permohonan Cerai Talak di Pengadilan Agama ... 30
E. Hak Ex Officio Hakim Terhadap Penetapan Nafkah Idah dan Mut’ah Dalam Cerai Talak ... 39 BAB III POTRET PENGADILAN AGAMA TUBAN A. Profil Agama Tuban ... 41
B.Struktur Organisasi Pengadilan Agama Tuban ... 44
C. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Tuban ... 45 D.Kompetensi Relatif dan Absolut Pengadilan Agama……… ... 49
E. Deskripsi Putusan dan Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Tuban No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn……….. ... 56
1.Duduk Perkara….…… ... 56
2.Pertimbangan Majelis Hakim…. ... 58
3.Amar Putusan……… ... 60
B. Analisis Yuridis Sosiologis Pertimbangan Hakim Putusan No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang Nafkah Idah dan
Mut’ah ... 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 77 B. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan salah satu ketentuan Allah yang berlaku untuk
semua makhluk baik pada manusia, hewan, tumbuhan. Akan tetapi Allah tidak
ingin menjadikan manusia seperti makhluk lainnya, yang hidup bebas untuk
mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara
anarki dan tidak ada satu aturan.1
Perkawinan merupakan kebutuhan hidup manusia sejak jaman dahulu,
sekarang, dan masa akan datang. Islam memandang ikatan perkawinan sebagai
ikatan yang kuat (mitha>qan ghali>z}han), ikatan yang suci (transenden),
maksudnya suatu perjanjian yang mengandung makna yang sakral. Suatu
ikatan bukan hanya hubungan atau kontak keperdataan biasa, tetapi
menghalalkan hubungan badan suami istri sebagai penyaluran libido seksual
manusia yang terhormat, dengan demikian hubungan tersebut bernilai ibadah.2
Perkawinan merupakan sesuatu yang sakral. Dengan demikian perkawinan
harus dijaga dengan baik agar bisa langgeng untuk menciptakan keluarga yang
harmonis, dengan tujuan perkawinan dengan keluarga yang saki>nah mawaddah
wa rah}mah.
1 M. Thalib, Perkawinan Menurut Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1993),1.
2Yayan Sopyan, Islam–Negara, Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional,
Semua orang berkeinginan rumah tangganya menjadikan keluarga yang
sejahtera. Akan tetapi, untuk mencapai serta mewujudkan tujuan tersebut
tidak mudah dan tanpa rintangan, karena itu dalam perkawinan ketika dijalani
harus dapat melewati segala ujian yang dilewati. Sehingga biduk rumah
tangga akan terombang–ambing dan tercerai–berai yang dapat menjadikan
perkawinan putus di tengah kehidupan. Putusnya perkawinan adalah istilah
hukum yang digunakan dalam Undang-Undang perkawinan untuk menjelaskan
perceraian (talak) atau berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang
laki-laki dan perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri. Akibat dari
perkawinan yang tidak harmonis dalam rumah tangganya, ia dapat melepaskan
perkawinan yang disebut dengan talak.3
Adapun arti dari talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan
Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.4 Perceraian
merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindarkan apabila dari kedua belah
pihak sering terjadi pertengkaran dan perselisihan yang sulit untuk
didamaikan. Perceraian merupakan jalan alternatif terakhir (pintu darurat)
yang dapat dilalui oleh suami dan istri apabila ikatan perkawinan rumah
tangga tidak dapat untuk dipertahankan lagi. Sifat alternatif dimaksud berarti
sudah ditempuh berbagai cara untuk mencari kedamaian antara kedua belah
3 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia
Group,2006),189.
3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id pihak, baik melalui hakam (arbitrator) dari kedua belah pihak maupun
langkah-langkah dan teknik yang dijelaskan di Alquran dan Hadis.5
Apabila yang diajarkan oleh Alquran dan Hadis jika tidak mendapatkan
jalan tengah, tidak membuahkan hasil serta tidak ada kedamaian, dan tidak
bisa meneruskan keutuhan dalam rumah tangga, maka kedua belah pihak bisa
mengajukan permasalahan ini ke pengadilan untuk mendapatkan jalan keluar
yang terbaik.
Pengadilan adalah upaya yang terakhir agar dapat mempersatukan
kembali suami istri yang ingin bercerai dengan jalan upaya perdamaian dengan
cara musyawarah dengan bimbingan hakim sebagai penengahnya dalam
mediasi (perdamaian). Bagi orang Islam dalam menyelesaikan permasalahan
ini diajukan ke Pengadilan Agama, sedangkan bagi yang memeluk selain Islam
maka akan membawa permasalahan ini ke Pengadilan Negeri.
Perceraian termasuk suatu perbuatan hukum yang menghasilkan
akibat-akibat hukum tertentu. Sesuai dengan ketentuan pasal 144 dalam Kompilasi
Hukum Islam (KHI) perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan
gugatan perceraian. Untuk lebih lanjut lagi dijelaskan dalam pasal selanjutnya
bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama
tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (pasal
115 KHI).6 Wanita yang dicerai oleh suaminya boleh meminta tuntutan hak
kepada suaminya, dikarenakan wanita yang dicerai tersebut mempunyai hak–
5 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 73.
6 Undang – Undang R.I. Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,
hak yang berhak dia peroleh dari mantan suaminya. Hak–hak istri yang
diminta adalah tuntutan nafkah selama masa idah dan mut’ah. Sebagai
kompensasi dari talak, si istri mendapatkan biaya hidup selama jangka waktu
idah raj’i, yakni berhak mendapatkan tempat tinggal (di rumah suaminya),
makanan, pakaian yang sepantasnya.7
Istri mendapatkan mut'ah dari suaminya. Mut'ah adalah pemberian dari
suami berupa sesuatu yang menggembirakan istrinya sebagai kompensasi dari
perceraian. Hal ini dijelaskan dalam surah al-Baqara>h: 241. Sedangkan yang
termasuk mut'ah adalah uang atau benda yang lainnya (pasal 149 (a) KHI).
Menurut Kamus bahasa Indonesia makna dari nafkah adalah suatu pemberian
suami kepada istri untuk kelangsungan hidup.8
Suami berkewajiban untuk memberi nafkah selama idah dan mut’ah
kepada istri yang telah ditalak dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 241:
Artinya : Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al- Baqara>h: 241).
Dalam hadis juga dijelaskan kewajiban yang sama yakni memberikan
nafkah dan mut’ah selama idah kepada mantan istri. Hadis tersebut berbunyi
sebagai berikut:
7 Yayan Sopyan, Islam –Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional,
(Tangerang Selatan:PT. Wahana Semesta Intermedia, 2011), 187.
8 Yudistira Ikranegara dan Sri Haratatik, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Zafana
5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
ق
لا
ر
س و
ل
هلا
هف
ح
ج هة
لا
و د
هعا
و :
ل ن
ع ل ي
ك
م
هر ز ق
ه ن
و هك
س و
ت ه
ن
هب
لا ا
م ع
ر و
هف
)ملسما هاور(
9Artinya: Dan kamu wajib memberi nafkah kepada mereka dan
memberikan pakaian yang ma’ruf (patut).
Selain peraturan yang dijelaskan dalam Alquran dan Hadis, perintah
untuk memberi nafkah kepada mantan istri selama idah dan mut’ah juga
ditegaskan kembali dalam peraturan yang berlaku, diantaranya Pasal 41 huruf
(c) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI Pasal 81 ayat (1) serta
Pasal 149 huruf (b).
Ada suatu fakta yang telah ada, menurut penulis telah menemukan dua
putusan hakim dari dua Pengadilan Agama yang berbeda yang menyimpang
dari teori yang telah ada, dalam Alquran dan Hadis, kitab–kitab fikih serta
hukum formil. Oleh karena itu adanya kesenjangan ini menarik untuk diteliti,
sehingga penulis mengangkatnya dalam suatu tulisan ini.
Putusan hakim yang akan diteliti penulis ialah perkara yang diputus oleh
hakim Pengadilan Agama Tuban No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn yang memutus
perkara cerai talak. Dalam amar putusannya hakim tidak membebankan suami
untuk memberikan nafkah idah dan mut’ah kepada mantan istrinya sesuai
dengan kemampuannya. Bahwasannya dalam perceraian talak raj’i tersebut,
istri berhak mendapatkan nafkah idah dan mut’ah merupakan hak istri sebagai
akibat hukum dari perceraian yang dijatuhkan oleh suami kepada istri. Dalam
putusan tersebut ketika istri hadir di Pengadilan Agama dengan
mengharapakan bahwa kepentingannya dapat dilindungi serta mendapatkan
9Muslim Ibnu Al-H}allaj Abu Al-H}usain Al-Qusyairi> Al-Naisaburi>, S}ahi>h Muslim, Juz II (Bairut:
hak-haknya (nafkah idah dan mut’ah) sesuai hukum yang berlaku melainkan
mantan istri hanya mendapatkan akta cerai. Meskipun akta cerai yang
diterima oleh mantan istrinya merupakan hal yang urgen sebagai bukti
perceraian, bukti perceraian tersebut termasuk sebagian dari asas kepastian
hukum, belum mendiskripsikan nilai dasar keadilan serta asas manfaat.10
Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahasnya serta
merumuskannya dalam sebuah karya tulis ilmiyah yang berbentuk skripsi
dengan judul ‚Hak–Hak Istri Pasca Cerai Talak Raj’i (Analisis Yuridis
Putusan Pengadilan Agama Tuban No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn. )
B.Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Dari latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, maka dapat ditulis
identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Suami tidak memberikan hak –hak istri setelah ditalak cerai oleh mantan
suaminya.
2. Hakim Pengadilan Agama Tuban memutuskan perkara No.
1781/Pdt.G/2014/ PA. Tbn tidak membebankan suami memberikan nafkah
idah dan mut’ah kepada mantan istri yang dicerai talak.
3. Banyaknya istri yang ditalak raj’i kemudian tidak semua hak istri dipenuhi.
4. Putusan hakim perkara no. 1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn yang tidak memberi
hak istri pasca talak raj’i.
10Muh. Irfan Husaeni, ‚Menyoalkan Beda Pendapat Di Kalangan Hakim Pengadilan Agama
7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5. Analisis putusan Pengadilan Agama Tuban tentang nafkah idah dan
mut’ah.
6. Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam memutuskan perkara
No. 1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang nafkah idah dan mut’ah.
7. Analisis Yuridis terhadap pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban
dalam memutuskan perkara No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn.
Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih Pengadilan Tuban sebagai
objek penelitian. Dengan banyaknya perkara yang diputus oleh Pengadilan
Agama tersebut, maka penulis melakukan pembatasan masalah yaitu hanya
merujuk pada putusan mengenai nafkah idah dan mut’ah kepada istri yang
dicerai talak oleh suaminya dengan putusan perkara
No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn.
Penulis meneliti dalam skripsi ini sehingga nantinya tidak meluas dan
keluar dari pokok bahasan. Dengan bermacam-macam kasus cerai talak, oleh
karena itu dalam skiripsi ini membatasi pada kasus di atas hanya terfokus
pada argumentasi dan landasan hukum hakim dalam memutus perkara tentang
hak-hak istri dalam cerai talak.
1. Putusan perkara No. 1781/ Pdt.G/ 2014/ PA. Tbn. Pengadilan Agama
Tuban tentang nafkah idah dan mut’ah.
2. Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam memutuskan
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
pokok dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana putusan perkara No. 1781/ Pdt.G/ 2014/ PA. Tbn.
Pengadilan Agama Tuban tentang nafkah idah dan mut’ah?
2. Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam
memutuskan perkara No.1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang nafkah
idah dan mut’ah ?
D.Kajian Pustaka
Kajian pustaka bertujuan untuk menarik perbedaan mendasar antara
penelitian yang dilakukan, dengan kajian atau penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya. Setelah melakukan penelusuran, penelitian terdahulu
mengangkat dengan membahas tentang cerai talak, melainkan ada perbedaan
dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, diantaranya yaitu:
1. Analisis Yuridis terhadap tidak Diterapkannya Kewenangan Hak Ex
Officio Hakim tentang Nafkah Idah Dalam perkara cerai talak terhadap
Putusan Perkara No 1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg. Nurfiyah Devi, C01210007
tahun 2014. Majelis hakim tidak menerapkan wewenang ex officio dalam
memberikan nafkah idah kepada istri, karena tidak ada dalam tuntutannya
istri.11
11Nurfiyah Devi, ‚Analisis Yuridis Terhadap Tidak Diterapkannya Kewenangan Ex Officio
9
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2. Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Agama Jombang No.
1540/Pdt.G/2012/PA.Jbg tentang Hak Ex Officio Hakim dalam
Memberikan Nafkah Idah Yang Nusyu>z. Aslikhatul Laili, C01209114 tahun
2013. Hakim menggunakan Hak Ex Officio hakim dalam memberikan
nafkah idah kepada istri yang nusyu>z, dengan dasar pasal 149 ayat (b) KHI
tentang pemberian nafkah idah dan pasal 41 ayat (c) Undang- undang No.1
Tahun 1974 membebankan kepada mantan suami untuk memberikan biaya
penghidupan untuk mantan istrinya.12
3. Analisis Yuridis Putusan Hakim tentang Nafkah Idah dan Mut’ah bagi Istri
di Pengadilan Agama Bojonegoro Dalam Perkara
No.1049/Pdt.G/2011/PA.Bjn. Imro’atun Nafi’ah, C01209045 tahun 2013.
Hakim memutuskan membebankan kepada mantan suaminya untuk
memberi nafkah idah dan mut’ah untuk mantan istrinya, meskipun istrinya
tidak meminta tuntutan nafkah idah dan mut’ah.13
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan:
1. Mengetahui Putusan perkara No. 1781/ Pdt.G/ 2014/ PA. Tbn. Pengadilan
Agama Tuban tentang nafkah idah dan mut’ah.
12Aslikhatul Laili, ‚Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Agama Jombang No.
1540/Pdt.G/2012/PA.Jbg Tentang HakEx Officio Hakim Dalam Memberikan Nafkah Iddah Yang Nusyu<z‛, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013), 8.
2. Mengetahui dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam
memutus perkara No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang nafkah idah dan
mut’ah.
F.Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat,
sekurang-kurangnya dalam 2 (dua) hal di bawah ini:
1. Aspek teoritis
Hasil penelitian ini untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dari segi
hukum Islam, formil maupun materiil.
2. Aspek praktis
Hasil dari penelitian ini sebagai referensi pencari keadilan serta
memberikan penjelasan bagi masyarakat umunya tentang ketentuan hukum
dan perundang-undangan.
G.Definisi Operasional
Definisi operasional adalah deretan pengertian yang yang dipaparkan
secara gamblang untuk memudahkan dalam permbahasan ini diantaranya:
11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Hak–hak istri adalah sesuatu yang berhak diminta oleh istri kepada
suami. Dalam hal ini yang dimaksud adalah nafkah idah (nafkah yang
diberikan oleh suami ketika istri masih dalam masa idah) dan nafkah
mut’ah (sesuatu yang diberikan suami untuk menyenangkan istri).
2. Talak raj’i
Talak raj’i adalaah talak yang dijatukan oleh suami terhadap istrinya
yang telah pernah digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari istri,
Talak yang pertama kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya.14
3. Pengadilan agama
Pengadilan agama adalah lembaga pemerintahan yang menangani
tentang permasalahan perdata seperti perceraian, hibah, wasiat, waris dan
lain sebagainya, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Pengadilan
Agama Tuban.
4. Analisis yuridis
Suatu penguraian hukum atas perundang- undangan yang berlaku.
Dengan ini menganalisis putusan hakim Pengadilan Agama perkara No.
1781/Pdt.G/2014/ PA.Tbn.
5. Hukum acara perdata
Rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang
harus bertindak di muka pengadilan.15
14Abd. Rahman Ghazly, Fiqh Munakahat (Bogor: Kencana, 2003), 196.
15Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta:
6. Peradilan agama
Hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian ini dengan metode
pendekatan yuridis sosiologis. Metode yuridis sosiologis merupakan cara
prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan masalah penelitian dengan
meneliti data sekunder terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan
penelitian terhadap data primer di lapangan menyangkut hak-hak istri pasca
cerai talak.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif
analisis yaitu menggambarkan dan menjelaskan secara sistematika tentang
apa yang menjadi objek penelitian kemudian dilakukan analisis. Metode
deskriptif analisis yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif, yaitu jenis
data yang digunakan bersifat naratif, dalam bentuk pernyataan–pernyataan
yang menggunakan penalaran. Dengan tujuan untuk menggambarkan secara
mendalam terhadap kasus–kasus yang diteliti.16
1. Data yang dikumpulkan
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Tuban . Dalam hal
ini yang akan diteliti oleh penulis adalah putusan hakim Pengadilan
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Agama Tuban yang menyelesaikan perkara No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn,
oleh karena itu maka yang menjadi respondennya adalah Majelis Hakim
dalam memutus perkara tersebut.
2. Sumber data
Berdasarakan data yang akan dihimpun di atas, maka yang
menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer
Sumber data primer di sini adalah sumber data yang
diperoleh secara langsung dari subyek penelitian. Dalam penelitian
ini sumber data primer adalah putusan hakim Pengadilan Agama
Tuban No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan pertimbangan hakim yang
memutuskan perkara tersebut.
b. Sumber data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari penelitian
hukum normatif (penelitian hukum kepustakaan) dan penelitian
hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu
bahan yang dihasilkan dari bahan hukum terhadap Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam
dan bahan hukum lainnya, seperti literatur (buku-buku) yang
1. Muslim Ibnu H}allaj Abu Husain Qusyairi
Al-Naisaburi>, S}ahi>h Muslim, (Bairut: Al-Maktabah Al Salafiyah)
Juz II.
2. Undang–Undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
3. Kompilasi Hukum Islam.
4. Yayan Sopyan, Islam–Negara: (Transformasi Hukum Perkawinan
Islam Dalam Hukum Nasional ).
5. Moh.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam.
6. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia.
c. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yaitu dengan menggunakan
wawancara. Adapun pengertian wawancara adalah pengadministrasian
angket secara lisan dan langsung terhadap masing-masing anggota
sample. Apabila wawancara dilakukan dengan baik, akan mendapatkan
hasil data yang mendalam yang tidak mungkin didapat dengan angket.17
Wawancara bertujuan untuk mendapat keterangan atau untuk keperluan
informasi maka individu yang menjadi sasaran wawancara adalah
informan. Pada wawancara ini yang penting adalah memilih orang-orang
yang tepat dan memiliki pengetahuan tentang hal–hal yang ingin
ketahui.18
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai suatu hal
15
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id atau variabel tertentu yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
majalah, dan agenda dan lain sebagainya.
d. Teknik pengolahan data
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif
juga disebut penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu dengan
cara melakukan penelitian terhadap sumber-sumber tertulis, oleh karena
itu penelitian ini bersifat kualitatif. Library Research menurut Bambang
Waluyo adalah metode tunggal yang digunakan dalam penelitian hukum
normatif.19 Dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkaji literatur,
dokumen atau sumber tertulis seperti buku, majalah, artikel, jurnal dan
lain sebagainya.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik yaitu suatu metode
penelitian dengan cara mengumpulkan data-data yang tertuju pada masa
sekarang, disusun, dijelaskan, dianalisa dan diinterpretasikan kemudian
disimpulkan.20.
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh
dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi
19 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,2002), 50.
20Hadari Nawawi, Metode Penelitian bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University, 1993),
yang meliputi kesesuain, keselerasan satu dengan yang lainnya,
keaslian, kejelasan serta relevansi dengan permasalahan.21
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa
sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan
rumusan masalah.
Selain wawancara pengumpulan data dimaksud di atas juga
menggunakan teknik sebagai berikut: Studi Kepustakaan (library
research). Dilakukan dengan mencari, mencatat, menganalisis, dan
mempelajari data-data yang berupa bahan-bahan pustaka.
e. Metode analisis data
Adapun untuk menganalisis data, penulis menggunakan deskriptif
analisis, karena sebagian sumber data penelitian dari amar putusan
Pengadilan Agama Tuban. Di samping itu data yang dipakai adalah
data yang bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan dan mengungkapkan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori
hukum yang menjadi objek penelitian dan analisis data yang
dipergunakan dengan pendekatan kualitatif terhadap data primer dan
data sekunder.
21 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
17
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id I Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami hasil penelitian ini, maka
penulis menganggap perlu untuk mensistematisasikan pembahasan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Bab Pertama: Pendahuluan dalam bab ini peneliti memaparkan seluruh
isi penelitian secara umum yang terdiri dari: latar belakang, identifikasi dan
batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,
kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, sistematika
pembahasan.
Bab Kedua: Landasan teori, dalam bab ini peneliti akan membahas
tentang definisi cerai talak perspektif hukum Islam, dasar hukum cerai talak
perspektif hukum Islam, macam-macam cerai talak perspektif hukum Islam,
akibat hukum yang timbul akibat cerai talak perspektif hukum Islam, prosedur
dan penyelesaian permohonan cerai talak di Pengadilan Agama serta hak ex
officio hakim terhadap penetapan nafkah idah dan mut’ah.
Bab Ketiga: Dalam bab tiga ini berisi tentang Potret Pengadilan
Agama Tuban yang terdiri dari profil, struktur organisasi, serta tugas pokok
dan fungsi dilanjutkan dengan kompetensi relatif dan absolut Pengadilan
Agama, menjelaskan putusan Pengadilan Agama Tuban yang terdiri dari
krononolgi perkara No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan pertimbangan hakim
Bab Keempat: Dalam bab empat ini penulis akan menjelaskan dasar
pertimbangan hakim dan dasar hukum yang dipakai dalam memutuskan
perkara putusan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan analisis penulis.
19 BAB II
CERAI TALAK DAN HAK ISTRI DI PENGADILAN AGAMA
A. Pengertian Cerai Talak
Talak berasal dari bahasa Arab yaitu kata ق َل ط اartinya lepasnya
suatu ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan. Talak
dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan perceraian antara suami
istri; lepasnya ikatan perkawinan.1 Sedangkan dalam Bahasa Arab
perceraian merupakan terjamah dari kata talak yang berasal dari kata
ََطَ ل
ََقَ
َ يََط
َِلَ ق
ََ ا
َ ط
ََل
َ ق
yang berarti melepaskan atau meninggalkan.2Adapun pengertian perceraian menurut syariat yaitu terlepasnya
ikatan perkawinan atau terlepasnya pernikahan dengan lafadz talak dan
yang sejenisnya.3
Sedangkan talak secara terminologi adalah
:
َ ح
َ لَ
ََرَ با
ََطَ ة
َ
َ زلا
ََوَ جا
َََوَ ا
َ نََه
َ ءَا
ََ لا
ََعََل
َََََ ة
َ
َ زلا
َ وَ
َ جَ
َيَ ة
َ
Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.
Sedangkan menurut Al-Jaziri talak ialah:
َ طلاا
ََل
َ قَ
َ اََز
ََلَا
َ ةَ
َِلا
ََك
َ حا
َََاَ و
ََ نَ ق
ََص
َ نَا
َ
َ ح
َ لَ ةَ
َ بََلَ ف
َ ظ
َ
َ َم
َ ص
َو
َ ص
َ
Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi
pelepasn ikatannya dengan menggunakan kata tertentu.4
1 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 1126. 2 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, ( Kamus Arab –Indonesia), (Yogyakarta: Unit
Pengadaan Buku Ilmiah dan Keagamaan, 1997), 862.
3 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam w a Adillatuhu (9), Abdul Hayyie Al- Kattani, dkk, (Jakarta:
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq talak artinya melepaskan
perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.5 Begitu juga talak yang
dijelaskan dalam KHI pasal 117 talak adalah ikrar suami di hadapan
sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan.6
B. Dasar Hukum Cerai Talak
Lafal jatuhnya talak terdiri atas dua macam lafal, yaitu lafal sharih
dan lafal kinayah. Lafal sharih ialah lafal yang nyata untuk menyatakan
perceraian. Misalnya suami berkata kepada istrinya ‚Aku telah
melepaskan (menjatuhkan) talak untuk engkau.
Dalam firman Allah Swt dijelaskan dalam surah At}-T}ala>q ayat: 2
ََف
ََءَا
ََ م
َ س
َ ك
َ وَ
َ َ ن
َََ ّ
َ عَ رَ و
َ ف
َََاَ و
َََف
َِرَا
َ ََ وَ
َ َ ن
َََ ّ
َ عَ رَ و
َ ف
َ
Artinya: Maka rujukilah mereka dengan cara yang baik atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik pula.
a. Q.S. Al-Baqara>h ayat 229
َ طلا
ََل
َ ق
َََمَ ر
َََت
َ نا
َََف
ََءاَ
َ مََس
اَ
. ناَس حَ ءا بَ ح ي ر سَتَ وََاَ فَ و ر عَ َّ ك
َََو
ََل
َ َََ
َ لَ
ََلَ ك
َ مََ
َاَ ن
َََت
َ ءاَ
َا وَ ذ خ
َ لَاَءا يَشَ ن َا و م ت يَ تَاَءَا ِ
َََا
َ ن
ََ ّ
ََفا
ََاَا
َ ل
َ يََ ق
َ يََم
َ حَا
َ دَ و
ََدَ
َ لا
َََف
َ ءا
َ نَ
َ خ
َ فَ ت
َ مََ
َاَ ل
َ يََ ق
َ يََم
َ حَا
َ دَ و
َََد
َ
َ لا
َ
ََفََل
َ جَ
ََ
ََحا
َََعََل
َ يَ ه
ََم
َ فَا
َ يََم
َاا
َ فََت
ََد
َ ت
ََ ب
َ ََ
تَ ل
ََك
َ
َ ح
َ دَ و
ََدَ
َ لا
َََف
ََلَ
ََ تَ عََت
َ دَ و
َََا
.
ََ
ََوََم
َ نَ
َ يََ تََع
َ دَ
َ ح
َ دَ و
َََدَ
ََفَلا
َا
َ ؤَََل
َ ئى
ََك
ََ
َ مَ
َ ظلا
َ لَ م
َ وََن
َ
Artinya: Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali, setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara
4 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: jawali Pres,2010), 229-230. 5 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (8), ( Bandung: Al- Ma’arif, 1990), 9.
21
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum –hukum Allah. Jika
kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat
menjalankan hukum –hukum Allah. Maka tidak menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah. Maka janganlah kamu melanggarnya.
Barang siapa yang melanggar hukum –hukum Allah mereka itulah
orang-orang yang dzalim. 7
b. QS. At{-Tala>q ayat 1
ََيََءا
ََ ي
ََهاَ
َ لا
َ بَ
َ اََذا
ََ
َطَ ل
َ قَ ت
َ مَا
لَِ
ََسا
َ ءَ
ََفََط
َِلَ ق
َ وَ
َ َ ن
ََ ل
َ عَ د
َ ت
َ ن
Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) idahnya.8
Adapun dasar perceraian dari Hadis yaitu: Hadis Nabi Saw yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dan dinyatakan Shohih
oleh al-Hakim.
ََعَ ن
ََ با
َ نَ
َ عََم
ََرَََر
َ ض
ََيَ
َ لا
َََ تََع
ََلا
َََع
َ َ ه
ََماَ
َََ
ََلا
َ:
َََاَ
ََلَ
ََرَ س
َ وَ
َ لَ
َ لا
َ
ََصَ ل
ى
َ
َ لا
َََعََل
َ يَ َ
ََوََس
َ لََمَ
ََاَ بََغ
َ ض
َ
ََ لا
ََل
َ ل
ََ ا
ََل
َ
َ لا
َََ تََع
ََلا
َ
َ طلا
ََل
ََقَ
َ(
ََرََو
َ اََ
َاَ وب
َََد
َ واَ و
ََدَ
ََوََ ا
َ بَ ن
َ
َََ
َ اَ
ََوَ
ََص
َ ح
ََحَ
َ
ََلا
َ كا
َ مَ
ََوََر
َ ج
ََحَ
و بَا
ََخ
َ تا
َََاَ ر
ََسَ
َلا
َ)
َ
Artinya: Dari Ibnu Umar ra. Beliau berkata: Rasulullah Saw berkata: Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak. Diriwayatkan Abu Daud, Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Al-Hakim, Abu Hatim menguatkan mursalnya juga
Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi menguatkan mursalnya . 9
Dalam hadis lain juga dijelaskan:
ََا
َََ ّا
َ
اَر م ا
ََءََ ة
َ
ََسا
َََءََل
َ ت
َََز
َ وَ
ََجََه
اَ
َ طلا
ََل
َ قَ
َ ف
َََغ
َ يَ
ََماَ
ََبَ ءا
َ
َ س
َََف
ََحََرا
ََ مَ
ََعََلَ ي
ََهاَ
ََراََ
ئََحَ
ةَ
ََ لاَ
َ ة
َ7DEPAG RI, Al-quran dan Terjemahnya, 36.
Artinya: Perempuan mana saja yang meminta talak kepada suaminya pada sesuatu yang tidak ada apa-apa, maka haram
untuknya bau surga.10
Dari ayat Alquran dan Hadis di atas menunjukkan bahwa talak itu
boleh dilakukan. Kebolehan ini atas dasar kekhawatiran apabila dalam
hubungan rumah tangga seseorang yang terjadi pertikaian tersebut
diteruskan, akan menjadi kerusakan atau keburukan. Mazhab Hanafi
berpendapat penjatuhan talak boleh dilakukan berdasarkan kemutlakan
ayat Alquran dalam firman Allah ( At}-T}alaq: 1)
Sedangkan Jumhur (mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali)
menyebutkan, sesungguhnya talak adalah perkara yang boleh, dan
selayaknya tidak dilakukan, karena tersebut mengandung pemutusan
rasa dekat, kecuali karena ada sebab. Dan masuk ke dalam keempat
hukum yang terdiri dari haram, makruh, wajib, dan sunnah.11
Namun jika melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka
hukum talak itu sebagai berikut:
1. Nadab atau sunnah yaitu apabila keadaan rumah tangga sudah tidak
dapat untuk dipertahankan dan seandainya dipertahankan
kemudharatan yang lebih banyak akan timbul;
2. Mubah atau boleh saja dilakukan apabila memang perlu terjadi
perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan
perceraian itu sedangkan manfaatnya juga akan terlihat;
23
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3. Wajib atau harus dilakukan, yaitu perceraian yang harus dilakukan
oleh hakim terhadap seorang yang telah bersumpah untuk tidak
menggauli istrinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau
membayar kafarah sumpah agar ia dapat bergaul dengan istrinya.
Tindakan tersebut memudharatkan istrinya;
4. Haram talak itu dapat dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam
keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli.12
Dengan melihat kepada keadaan istri yang di talak oleh suaminya,
talak terbagi menjadi dua macam:
1. Talak Sunni>
Talak sunni> adalah talak yang pelaksanaanya sesuai dengan
petunjuk agama dalam Alquran atau Hadis Nabi. Bentuk talak sunni>
yang disepakati oleh ulama, talak yang dijatuhkan oleh suaminya
yang mana istrinya waktu itu tidak dalam keadaan haid atau dalam
masa suci yang pada masa itu belum pernah dicampuri oleh
suaminya. Di antara ketentuan menjatuhkan talak itu adalah dalam
masa si istri yang di talak langsung memasuki masa idah. Dengan
hal ini dijelaskan dalam surah At}- T}alaq ayat: 1
ََياََ
َاَ ي
ََهاَ
َ لا
َ بَ
َ اََذا
ََ
َطَ ل
َ قَ ت
َ مََ
َِلا
ََسا
ََ ء
ََفََط
َِلَ ق
َ وَ
َ َ ن
ََ ل
َ عَ د
َ ت
َ نَ
Artinya: Hai nabi bila kamu mentalak istrimu, maka talaklah
di waktu akan memasuki idah.13
2. Talak bid<<’i
Talak bid’i adalah talak yang dilakukan oleh keadaan kepada
isterinya sedangkan si istri dalam keadaan haid. Dengan ini telah
jelas sekali yang harus kita ketahui dari Hadis yang diriwayatkan
oleh Umar ra. Dari Rasulullah Saw, di mana Rasulullah
memerintahkan agar Umar menyuruh anaknya Abdullah untuk
kembali lagi kepada istrinya yang telah diceraikan ketika istrinya
sedang haid.14
Secara garis besar, dilihat dari boleh tidaknya dirujuk, talak
terbagi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Raj’i yaitu talak satu dan talak dua. Talak ini suami suami yang
masih mempunyai hak untuk merujuk istrinya setelah dijatuhkan.
Dapat merujuk istrinya tanpa dengan minta persetujuan dari
istrinya, sama seperti mentalak, suami tidak memerlukan
persetujuan istri.15
2. Bai’n, talak ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Bain Sughra ialah talak yang jatuh karena akumulasi talak raj’i
sehingga menjadi talak tiga. Dalam talak ini suami tidak dapat
menikahi mantan istrinya kecuali telah terselangi oleh laki-laki
lain kemudian diceraikan dan nikah dengan mantan istrinya
tersebut. Atau talak yang diminta oleh istri melalui prosedur
14 Muhammad Rawwas Qal ‘ahji, Ensiklopedia Fiqh Umar bin Khattab, (Jakarta: Raja Grafindo,
1999), 607.
15 Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dan Hukum Nasional,
25
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id khuluk. Dengan talak ini suami tidak boleh kembali dengan
istrinya kecuali dengan adanya akad baru.
b. Bai’n Kubro ialah talak yang sama sekali tidak boleh dirujuk
selamanya. Perceraian ini terjadi karena disebabkan li’an.16
C. Akibat Hukum Cerai Talak
Para fuqaha sepakat bahwa talak raj’i mempunyai beberapa dampak
yaitu:
1. Mengurangi jumlah talak. Talak memilik konsekuensi bahwa dia
membuat jumlah talak yang dimiliki oleh suami berkurang. Apabila
suami menalak istrinya dengan talak raj’i , maka dia masih memiliki
dua kali sisa talak. Jika dia menjatuhkan talak yang lain berarti dia
masih memiliki satu talak.17
2. Haram hubungan badan, hubungan badan yang awalnya halal menjadi
haram, jika dilakukan istri habis masa idahnya dan tidak dinikahi lagi
dengan akad baru. Melainkan, apabila dilakukan sebelum masa
idahnya habis maka boleh, hal ini merupakan tindakan rujukterhadap
istrinya.
3. Adanya masa idah bagi istri. Selama idah si suami mempunyai hak
prerogratif untuk melakukan rujuk pada istrinya, suka atau tidak
suka, dengan persetujuan istri maupun tidak. Makna idah secara
16 Ibid., 185-186. 17
istilah adalah menunggu di mana perempuan yang diceraikan, baik
cerai hidup maupun mati, harus menunggu untuk meyakinkan apakah
rahimnya telah berisi atau kosong dari kandungan.18 Dari definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa idah merupakan masa menunggu
bagi istri untuk dapat dirujuk oleh suami atau dibolehkannya menikah
dengan laki-laki lain.
Macam- macam iddah bagi seorang wanita dibagi menjadi empat
kategori:
a. Idah bagi wanita yang hamil adalah sampai melahirkan.
ََوَ اَ و
َ
ََل
َ ت
َ
ََلا
ََ حا
ََ ل
َََا
ََجََل
َ هَ ن
َََا
َ نَ
َ ي
ََض
َ عََن
َ
َ َحََل
َ هَ ن
….
Artinya:
Dan perempuan –perempuan hamil, waktu idahmereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya
.
(QS>. At}-T}alaq:4)
b. Idah bagi wanita ditalak oleh suaminya atau wanita yang masih haid
adalah tiga kali quru’ .
ََوَ لَ ل
َ مََط
َ لََقا
َ
َ ت
َََ يََ ت
ََرَ ب
َ ص
ََنََ
بََاَ ن
َ ف
َ س
َ ه
َ نَ
ََث
ََلَ
َثََةَ
َ ََ رَ و
َ ءَ
Artinya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan
diri (menunggu) tiga kali quru’. (QS. Al-Baqara>h: 228)
c. Idah wanita karena suaminya wafat adalah empat bulan sepuluh hari
ََوَِلا
َ ذَ ي
ََنَ
َ يََ تََو
َ فَ و
ََنَ
َ مَ
َ ك
َ مَ
ََوََيََذ
َ رَ و
ََنَ
ََاَ زََو
َ جاا
ََ يََ ت
ََرَ ب
َ ص
ََنََ
بََاَ ن
َ ف
َ س
َ ه
َ نَ
ََاَ رََ ب
ََعََةَ
ََاَ ش
َ هَ ر
ََ و
َََع
َ شَ را
Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri-istri, (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. (QS. Al- Baqara>h: 234)
27
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
d. Idah untuk wanita yang tidak haid atau menoupause selama tiga
bulan.
ََوَ لا
َ ئ
َََيَ ئ
َ س
ََنَ
َ م
ََنَ
َ لاََم
َ ح
َ ي
َ ض
ََ
َ م
َ نَ
َِن
ََسا
ََ ئ
َ ك
َ مََ ا
َ نَ
َ راَ
ََ تَ بَ ت
َ مََ
ََفَ ع
َ دَ ت
َ هَ ن
َََث
ََلَ
َثََةَ
ََاَ ش
َ هَ ر
...
Artinya: Dan perempuan –perempuan yang sudah tidak haid
lagi (menopause) diantara perempuan-perempuan jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya), maka idah mereka adalah tiga bulan. (QS> At}-T}ala>q: 4)
4. Sebagai kompensasi dari talak, si istri mendapatkan biaya hidup
(nafkah idah) selama jangka waktu idah raj’i, yakni berhak
mendapatkan tempat tinggal (di rumah suaminya), makanan, dan
pakaian yang sepantasnya.
5. Istri mendapatkan mut’ah dari suaminya. Mut’ah adalah pemberian
dari suami berupa sesuatu untuk menggembirakan istrinya sebagai
kompensasi dari perceraian.19
Sedangkan akibat dari talak ba’in kubro adalah:
1. Hilangnya kepemilikan dengan hanya sekadar terjadinya talak.
Diharamkan untuk bersetubuh secara mutlak dengan mantan istrinya
kecuali dengan akad baru, serta tidak boleh untuk dirujuk kecuali
dengan akad baru.
2. Berkurangnya jumlah talak yang dimiliki oleh suami, seperti talak
raj’i.20
19 Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dan Hukum Nasional,
(Jakarta:PT Semesta Rakyat Merdeka, 2012), 187.
Selain terdapat dalam Alquran dan Hadis, kewajiban memberi nafkah
juga dipertegas dalam hukum formil. Akibat yuridis cerai talak
diantaranya adalah pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami
untuk memberikan biaya penghidupan dan/ atau menentukan suatu
kewajiban bagi mantan istri ( Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974).
Begitu juga dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 149 apabila
perkawinan putus karena talak, maka mantan suami wajib:
a. Memberikan mut’ah yang layak kepada mantan istri, baik berupa uang
atau benda, kecuali mantan istri tersebut qabla al dukhu>l ;
b. Memberi nafkah, maskan, dan kiswah kepada mantan istri selama
masa idah, kecuali telah dijatuhi talak ba’in atau nusyu>z dan keadaan
tidak hamil.
c. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separoh apabila
qabla al dukhu>l.21
Membahas masalah nusyu>z, secara terminologi dapat diartikan
sikap tinggi dari perempuan (istri) tidak bersedia untuk mendatangi
(mengerjakan) kebenaran yang wajib baginya.22 Hal ini memberikan
pengertian bahwasannya istri sama-sama mempunyai peluang untuk
melakukan pembangkangan atau nusyu>z terhadap pasangannya, karena
21 Tim Penyusun, Undang –Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam, ( Bandung: Citra Umbara, 2012), 368.
29
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id tidak melakukan kewajiban atau melanggar hak-hak pasangannya yang
menjadikan ketidak harmonisan dalam rumah tangga.
Dengan ini penulis lebih berfokus mengenai perbuatan nusyu>z yang
dilakukan oleh istri terhadap suami, sehingga dengan perbuatan tersebut
menyebabkan istri tidak berhak untuk mendapatkan nafkah idah dan
mut’ah dari mantan suaminya. Perbuatan nusyu>z istri seperti halnya: istri
bersikap tidak peduli terhadap suami atas perintahnya, tidak mau diajak
tidur bersama, anak ditelantarkan karena istri sering pergi dari rumah
tanpa izin suami dan lain sebagainya.
Menjelaskan tentang nusyu>z, dalam Alquran di terangkan pada
surah An-Nisa>’ ayat 34 tentang nusyu>z istri kepada suami.
ََاَِرل
ََجا
ََ ل
َََ ََ
وا
ََ م
َ وَ
ََنَ
ََعََل
ي
َ
َِلا
ََس
َ ءا
َََ ّا
َََف
َ ض
ََلَ
َ لا
َََ بَ ع
ََض
َ هَ م
َََعََل
ي
َََ بَ ع
َ ض
َََوَ
َ ّا
َََاَ ن
ََفَ ق
َ وا
ََ
َ م
َ نَ
ََاَ مََو
اَ
َ
َ مَ
ََف
َ صلا
ََ لا
َ تا
ََََا
ََ نََت
َ تا
َ
ََحا
ََ ف
ََظا
َ ت
ََ لَ ل
ََغَ ي
َ ب
َََ ّا
َ
ََحَ ف
ََظ
َ
َ لا
َََوَ لا
َ ت
َ
َََت
َ فاَ و
ََنَ
َ نَ ش
َ وََ
َزَ
َ نَ
ََفَ ع
َ ظَ و
َ َ ن
َََوا
َ
َ َ ج
َ رَ وَ
َ َ ن
َ
َ ف
ََ لا
ََم
ََضا
َ
َ ج
َ عَ
ََواَ
َ ضَ
رَ بَ و
ََ
َ نَ
ََفَ ا
َ نَ
ََاََط
َ عََ
َ ك
َ مَ
ََفََل
َََ تَ ب
َ غاو
َََعََل
َ يَ ه
َ نَ
ََسَ بَ ي
َ ل
ََ ا
َ ن
َ
ََلا
َ
ََكا
َََن
َ
ََعَ لَ ي
اَ
ََكَ ب
َ يَ راَ
َ
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shaleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka, kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa>’:
34)
Nusyu>z juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 84, disana
1. Istri dapat dianggap nusyu>z jika ia tidak mau melaksanakan
kewajiban-kewajiaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat
(1) kecuali dengan alasan yang sah.
2. Selama istri dalam nusyu>z, kewajiban suami terhadap istrinya
tersebut pada Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali
hal-hal untuk kepentingan anaknya
3. Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali
sesudah istri tidak nusyu>z.
4. Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyu>z dari istri harus
didasarkan atas bukti yang sah.23
Sesuai dengan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa nusyu>z
merupakan pembangkangan, sikap tidak taat kepada suami atas perlakuan
istri. Apabila tidak diselesaikan dengan cepat akan menimbulkan
putusnya perkawinan. Jika putusnya perkawinan berasal dari suami (cerai
talak) yang disebabkan oleh istri yang berbuat nusyu>z, maka istri tidak
berhak untuk mendapatkan nafkah idah dan mut’ah dari mantan
suaminya.
Dasar hukum Islam tentang istri mendapatkan hak pasca cerai talak
raj’i, dijelaskan dalam surah Al-Baqara>h ayat 241:
ََ ي ق ت م لاَىَلَعَا قَحَ ف و ر عَم لَا بَ عَتَمَ تَقل ط م ل لََو
31
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh
suaminya) mutah menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi
orang-orang yag bertakwa.
Menurut Jumhur Ulama dan Muhammad Baqir Al- Habsyi hak
perempuan yang dapat diterima oleh seorang istri setelah ditalak raj’i
oleh suaminya adalah mendapatkan nafkah dan tempat tinngal.24
D. Prosedur dan Penyelesaian Permohonan Cerai Talak di Pengadilan Agama
Putusnya perkawinan yang dalam kitab fiqh disebut talak diatur
secara cermat dalam UU Perkawinan, PP No. 9 Tahun 1975 sebagai
aturan pelaksanaan dari UU Perkawinan dan juga secara panjang dalam
KHI Pasal 38 UU Perkawinan menjelaskan bentuk putusnya perkawinan
karena kematian, perceraian, atau atas keputusan pengadilan. Dalam pasal
ini juga dijelaskan lagi dengan bunyi yang sama dalam KHI pasal 113 dan
diuraikan dalam pasal 114 adalah putusnya perkawinan yang disebabkan
karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan
perceraian,25
Prosedur pengajuan permohonan dan proses pemeriksaan cerai talak
diatur secara khusus dalam Pasal 66-72 UU No. 7 Tahun 1989.26
1. Bentuk dan isi permohonan talak
24 Dr. Mustofa Diibul Bigha, Fiqh Syafi’i (Terjemah Tahdziib) (Jakarta: CV Bintang Pelajar,
1978),413.
25 Amir syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, ( Jakarta: Prenada Media, 2006),
226-227.
26 Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama ,
Perkara cerai talak sebelum diajukan ke Pengadilan Agama,
yang perlu diketahui adalah:
a. Permohonan didaftarkan dalam buku register atau buku perkara,
mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada bagian
pendaftar perkara.
b. Membayar verskot (panjar) biaya perkara yang besarnya sudah
ditentukan oleh Pengadilan Agama.27
Dalam perkara permohonan talak ini, kedudukan suami sebagai
Pemohon dan istri sebagai Termohon. Adapun isi permohonan, dalam
ketentuan Pasal 66 ayat (1) dan (2) jo. Ayat (5) jo. Pasal 57 UU
Peradilan Agama yang perlu diperhatikan adalah:
a. Identitas Pemohon dan Termohon, yaitu:
1) Nama;
2) Umur, dengan ini untuk menentukan dewasa atau belum;
3) Agama, hal ini untuk menentukan kompetensi absolute
pengadilan;
4) Alamat, hal ini penting untuk menentukan kompetensi
relative pengadilan.
b. Fundementum petendi atau posita adalah dalil-dalil konkret
yang berisi hubungan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan.
Posita berisi tentang hal-hal berikut:28
33
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1) Fakta –fakta atau hubungna hukum yang terjadi antara
kedua belah pihak.
a) Kapan suami dan istri melangsungkan pernikahan
b) Selama pernikahan rukun atau tidak
c) Apakah suami istri dikaruniai anak atau tidak
2) Alasan-alasan diajukannya permohonan cerai talak, harus
berdasarkan fakta atau peristiwa hukum.
3) Alasan yang berdasarkan hukum, akan tetapi bukan
termasuk suatu keharusan; Hakim harus melengkapi dalam
penetapan atau putusan nanti.29
Posita sebaiknya ditulis dengan singkat, sesuai dengan
kronologis, jelas, tepat, dan terarah untuk mendukung sesuai
dengan isi tuntutan.
c. Petitum atau tuntutan yang apa diminta atau yang diinginkan
Pemohon agar diputuskan oleh hakim.30 Misalnya:
‚Memohon kepada majelis hakim untuk menerima permohonan
Pemohon, dan mengijinkan pemohon untuk mengikrarkan talak
di depan persidangan majelis hakim‛
2. Tahapan persidangan permohonan talak
28 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, ( Jakarta:
Kencana, 2012), 29.
29 R. Soeroso, Praktek Hukum Acara Perdata Tata Cara dan Proses Persidangan, (Jakarta: Sinar
Grafika, 1996), 27.
Pada hari sidang yang telah ditentukan oleh Pengadilan Agama,
Pemohon dan Termohon atau kuasanya masing-masing menghadiri
sidang di Pengadilan Agama, setelah meneriam surat panggilan yang
sah.
Adapun susunan persidangan terdiri dari:
a. Hakim tunggal atau hakim majelis yang terdiri dari satu ketua
dan dua hakim anggota, yang dilengkapi oleh Panitera yang akan
mencatat jalannya persidangan.
b. Pihak pemohon dan termohon duduk berhadapan dengan hakim
dan posisi Termohon disebelah kanan dan Pemohon disebelah
kiri hakim.31
Apabila persidangan berjalan lancar maka jumlah persidangan
kurang lebih 8 kali yang terdiri dari sidang yang terdiri sidang pertama
sampai dengan putusan hakim.
a. Sidang I (mediasi )
Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi pada sidang
pertama ini yaitu:32
1) Pemohon tidak hadir, sedangkan Termohon hadir. Apabila terjadi
dalam suatu persidang tersebut, maka hakim dapat menunda
persidangan sakali lagi untuk memanggil Pemohon atau
31 Ibid. ,41.
35
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id menyatakan bahwa permohonan dinyatakan gugur (Pasal 124
HIR/Pasal 148 R.Bg).
2) Pemohon hadir, sedangkan Termohon tidak hadir. Dalam
keadaan ini, hakim dapat menunda persidangan untuk memanggil
Termohon sekali lagi atau menjatuhkan putusan verstek karena
Termohon dinilai ta’azzuz atau tawari atau ghaib (Pasal 125
HIR/ Pasal 149 R>.B.g).
3) Termohon tidak hadir tetapi mengirim surat jawaban, maka surat
jawaban tersebut tidak perlu diperhatikan dan dianggap tidak
ada, kecuali jika surat itu berisi perlawanan (eksepsi) bahwa
Pengadilan Agama yang bersangkutan tidak berhak mengadilinya
(Pasal 125 ayat (2) HIR).
4) Pemohon dan Termohon tidak hadir dalam persidangan pertama,
maka sidang harus ditunda dan para pihak dipanggil lagi sampai
dapat dijatuhkan putusan gugur atau verstek atau perkara dapat
diperiksa.
5) Pemohon dan Termohon hadir dalam sidang pertama.
Jika Pemohon dan Termohon hadir di persidangan, maka
Majelis Hakim memberikan kesempatan atau berusaha untuk
berdamai serta kembali rukun sebagai suami istri atau yang biasa
dikenal dengan upaya mediasi, hal ini sesuai dengan Perma No.1
Tahun 2008. Apabila usaha untuk mendamaikan ini tidak
b. Sidang II ( pembacaan permohonan)
Pada tahap pembacaan gugatan ini terdapat beberapa
kemungkinan dari Pemohon, yaitu:33
1. Mencabut permohonan
2. Mengubah permohonan
3. Mempertahankan permohonan
Apabila Pemohon tetap mempertahankan permohonannya
maka sidang dilanjutkan ke tahap berikutnya, ialah jawaban
Termohon.
c. Sidang III (jawaban termohon)
Pada tahap ini hakim memberikan kesempatan kepada
Termohon atau istri untuk mengajukan jawaban dan mempertahankan
haknya. Menurut Pasal 121 ayat (2) HIR/ Pasal 145 ayat (2) R.Bg. jo
Pasal 132 ayat (1) HIR/ Pasal 158 ayat (1) R.Bg Termohon dapat
mengajukan jawaban secara lisan ataupun tertulis.34 Dalam
penyampaian jawaban ini Termohon harus datang secara pribadi
dalam persidangan atau diwakili oleh kuasa hukumnya. Dalam tahap
ini ada beberapa hal yang dapat diajukan langsung oleh Termohon
untuk mengaku, membantah secara mutlak, mengaku dengan
klausula, reforte, (jawaban berbelit-belit).
d. Sidang IV (replik)
37
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Replik adalah jawaban atas jawaban, diucapkan secara tertulis
oleh pihak Pemohon setelah ia mendengarkan jawaban Termohon
atas permohonannya. Dalam tahap ini Pemohon akan tetap
mempertahankan permohonannya dan menambah keterangan yang
dianggap perlu untuk memperjelas dalilnya.35
e. Sidang V (duplik)
Setelah Pemohon menyampaikan repliknya, kemudian
Termohon diberi kesempatan untuk menggapi pula. Dalam tahap ini
Termohon bersikap seperti Pemohon dalam repliknya tersebut.
Apabila dalam jawab menjawab ini dianggap telah cukup namun ada
hal-hal yang tidak disepakati oleh Pemohon dan Termohon sehingga
perlu untuk dibuktikan kebenarannya, maka dlanjutkan ketahap
pembuktian.
f. Sidang VI (pembuktian)
Pembuktian adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil
atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.36
Memberikan dasar–dasar yang cukup kepada hakim dalam
pemeriksaan suatu perkara agar dapat memberika kepastian tentang
kebenaran peristiwa yang diajukan. Pada tahap ini, baik Pemohon
dan Termohon diberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan
35 Ibid., 120.
bukti-bukti baik berupa saksi-saksi, alat bukti surat maupun lainnya
secara bergantian yang diatur oleh hakim.37
g. Sidang VII ( kesimpulan para pihak)
Pada tahap ini, Pemohon dan Termohon diberikan kesempatan
untuk mengajukan pendapat terakhir yang termasuk kesimpulan hasil
selama sidang berlangsung.
h. Sidang VIII (penetapan atau putusan hakim)
Penetapan putusan hakim merumuskan duduk perkara dan
pertimbangan hukum (pendapat hakim) mengenai perkara yang
diperiksa dan disertai alasan-alasannya, dan dasar-dasar hukumnya,
yang diakhiri dengan putusan hakim mengenai perkara yang
diperiksanya.38
Contoh kasus:
Pada tanggal 7 Februari hakim memberikan penetapan bahwa
permohonan suami (Pemohon) untuk menjatuhkan ikrar talak
diterima. Selama penetapan ini terdapat jangka waktu 14 hari (=14
hari kerja). Dalam jangka waktu 2 minggu ini, Termohon dapat
mengajukan permohonan banding.
Bila istri mengajukan banding maka penetapan hakim
memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Sejak tanggal tersebut,
suami atau Pemohon dapat mengajukan permohonan untuk
mengucapkan ikrar talak.
39
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Lihat skema.
Tahun 2015
Tgl 7/2/15 22/2 22/3 22/4 22/5 22/6 22/7 22/8
Tanggal 22 Februari ( hari kerja ke-14 setelah penetapan hakim
berkekuatan hukum tetap) talak belum jatuh, istri dapat
mengajukan banding. Apabila istri (Termohon) tidak mengajukan
banding, penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap (
22/2/2015). Sejak tanggal tersebut pengadilan menentukan hari
sidang untuk menyaksikan ikrar talak Pemohon atas permohonan
Pemohon (suami). Misalnya, bahwa sidang untuk megucapkan
ikrar talak pada tanggal 22 Maret 2015, maka suami pada hari
yang sudah ditentukan harus datang dan mengucapkan ikrar talak
di hadapan Majelis Hakim dan dihadiri oleh istri.
Undang-undang memberi kesempatan atau tenggang
waktu bagi suami atau Pemohon untuk mengucapkan ikrar talak
dalam jangka waktu 6 bulan. Bila dalam tenggang waktu tersebut
suami tidak hadir untuk mengucapkan ikrar talak, maka
permohonan untuk mengucapkan ikrar talak tersebut dapat
dinyatakan gugur oleh hakim (pasal 70 ayat (6) UU Peradilan
Agama). Jadi (suami) belum mengucapkan ikrar talak, maka
E. Hak Ex Officio Hakim terhadap Penetapan Nafkah Idah dan Mut’ah
dalam Cerai Talak
Tanggung jawab suami terhadap istri tidak hanya ketika ia sah
menjadi suami istri saja, melainkan setelah bercerai suami mempunyai
tanggung jawab kepada istri yang merupakan salah satu hak istri yang
harus didapatkan dari suami selama idah akibat dari suatu perceraian
tersebut. Hak-hak istri diantaranya adalah ia berhak untuk mendapatkan
nafkah selama idah dan mut’ah dari mantan suami bagi istri yang ditalak
raj’i dan tidak nusyu>z.
Dalam perkara cerai talak banyak diketahui Termohon yang awam
hukum tidak menuntut nafkah dan mut’ah kepada Pemohon, padahal
Pemohon cukup untuk mampu secara materi. Peranan Pengadilan Agama
dalam perceraian tidak hanya hal pengadministrasian atau pencatatan
perceraian saja yang ditandai dengan keluarnya akta cerai saja. Tetapi
Pengadilan juga harus menetapkan asas keadilan serta manfaat terutama
bagi pihak istri.
<