• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAK-HAK ISTRI PASCA CERAI TALAK RAJ’I : ANALISIS YURIDIS PUTUSAN NO.1781/PDT.G/2014/PA.TBN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HAK-HAK ISTRI PASCA CERAI TALAK RAJ’I : ANALISIS YURIDIS PUTUSAN NO.1781/PDT.G/2014/PA.TBN."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul Hak – Hak Istri

Pasca Cerai Talak Raj’i (Analisis Yuridis Putusan No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn.). Rumusan masalah adalah Bagaimana putusan perkara No. 1781/ Pdt.G/ 2014/ PA. Tbn. Pengadilan Agama Tuban tentang

nafkah idah dan mut’ah? Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama

Tuban dalam memutuskan perkara No.1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang nafkah idah dan mut’ah ?

Penelitian ini menggunakan metode analisis data deskriptif (kualitatif) karena dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan angka-angka. Data penelitian dihimpun melalui wawancara dan studi dokumentasi yang selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif analisis dengan pola pikir induktif deduktif.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa: majelis hakim tidak membebankan kepada suami sebagai pemohon untuk memberikan nafkah idah dan mut’ah

kepada istri sebagai termohon, majelis hakim hanya memutuskan untuk

menjatuhkan ikrar cerai talak raj’i , dan hakim berpendapat bahwa istri yang

merasa kurang atas nafkah yang diberikan oleh suami itu termasuk perbuatan nusyuz. Hakim tidak memberikan nafkah idah dan mut’ah kepada termohon serta

tidak menggunakan hak ex officio beralasan karena perkara ini kasuistik dan

termohon tidak menuntut nafkah idah dan mut’ah. Termohon tidak

mempermasalahkan atas merasa kurang nafkah yang diberikan oleh suami.karena suami mempunyai tanggungan yang harus dibayar, meskipun dalam persidangan tidak terungkap tanggungan apa yang dimiliki oleh pemohon. Dasar hukum tentang hak ex officio diatur dalam pasal 27 ayat 1 UU No. 14 tahun 1970 yang diamandemen pasal 5 ayat 1 UU No. 48 tahun 1989 tentang kewajiban kehakiman dalam memutuskan perkara dengan adil sesuai dengan kondisi masyarakat sekarang.dalam pasal 41 huruf c UU No. 1 tahun 1974 bahwa pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan untuk mantan istrinya.dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 241

dijelaskan agar wanita yang yang diceraikan suaminya untuk diberikan mut’ah

dan nafkah idah.

Melihat putusan perkara tersebut seharusnya hakim membebani kepada pemohon untuk memberikan nafkah idah dan mut’ah kepada termohon, meskipu

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

PERSEMBAHAN ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Dan Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Hasil Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional ... 10

H. Metode Penelitian ... 12

(8)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB II CERAI TALAK DAN HAK ISTERI DI PENGADILAN AGAMA

A. Pengertian Cerai Talak ... 18

B.Dasar Hukum Cerai Talak ... 19

C.Akibat Hukum Cerai Talak ... 24

D.Prosedur dan Penyelesaian Permohonan Cerai Talak di Pengadilan Agama ... 30

E. Hak Ex Officio Hakim Terhadap Penetapan Nafkah Idah dan Mut’ah Dalam Cerai Talak ... 39 BAB III POTRET PENGADILAN AGAMA TUBAN A. Profil Agama Tuban ... 41

B.Struktur Organisasi Pengadilan Agama Tuban ... 44

C. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Tuban ... 45 D.Kompetensi Relatif dan Absolut Pengadilan Agama……… ... 49

E. Deskripsi Putusan dan Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Tuban No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn……….. ... 56

1.Duduk Perkara….…… ... 56

2.Pertimbangan Majelis Hakim…. ... 58

3.Amar Putusan……… ... 60

(9)

B. Analisis Yuridis Sosiologis Pertimbangan Hakim Putusan No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang Nafkah Idah dan

Mut’ah ... 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 77 B. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan salah satu ketentuan Allah yang berlaku untuk

semua makhluk baik pada manusia, hewan, tumbuhan. Akan tetapi Allah tidak

ingin menjadikan manusia seperti makhluk lainnya, yang hidup bebas untuk

mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara

anarki dan tidak ada satu aturan.1

Perkawinan merupakan kebutuhan hidup manusia sejak jaman dahulu,

sekarang, dan masa akan datang. Islam memandang ikatan perkawinan sebagai

ikatan yang kuat (mitha>qan ghali>z}han), ikatan yang suci (transenden),

maksudnya suatu perjanjian yang mengandung makna yang sakral. Suatu

ikatan bukan hanya hubungan atau kontak keperdataan biasa, tetapi

menghalalkan hubungan badan suami istri sebagai penyaluran libido seksual

manusia yang terhormat, dengan demikian hubungan tersebut bernilai ibadah.2

Perkawinan merupakan sesuatu yang sakral. Dengan demikian perkawinan

harus dijaga dengan baik agar bisa langgeng untuk menciptakan keluarga yang

harmonis, dengan tujuan perkawinan dengan keluarga yang saki>nah mawaddah

wa rah}mah.

1 M. Thalib, Perkawinan Menurut Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1993),1.

2Yayan Sopyan, IslamNegara, Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional,

(11)

Semua orang berkeinginan rumah tangganya menjadikan keluarga yang

sejahtera. Akan tetapi, untuk mencapai serta mewujudkan tujuan tersebut

tidak mudah dan tanpa rintangan, karena itu dalam perkawinan ketika dijalani

harus dapat melewati segala ujian yang dilewati. Sehingga biduk rumah

tangga akan terombang–ambing dan tercerai–berai yang dapat menjadikan

perkawinan putus di tengah kehidupan. Putusnya perkawinan adalah istilah

hukum yang digunakan dalam Undang-Undang perkawinan untuk menjelaskan

perceraian (talak) atau berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang

laki-laki dan perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri. Akibat dari

perkawinan yang tidak harmonis dalam rumah tangganya, ia dapat melepaskan

perkawinan yang disebut dengan talak.3

Adapun arti dari talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan

Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.4 Perceraian

merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindarkan apabila dari kedua belah

pihak sering terjadi pertengkaran dan perselisihan yang sulit untuk

didamaikan. Perceraian merupakan jalan alternatif terakhir (pintu darurat)

yang dapat dilalui oleh suami dan istri apabila ikatan perkawinan rumah

tangga tidak dapat untuk dipertahankan lagi. Sifat alternatif dimaksud berarti

sudah ditempuh berbagai cara untuk mencari kedamaian antara kedua belah

3 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia

Group,2006),189.

(12)

3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id pihak, baik melalui hakam (arbitrator) dari kedua belah pihak maupun

langkah-langkah dan teknik yang dijelaskan di Alquran dan Hadis.5

Apabila yang diajarkan oleh Alquran dan Hadis jika tidak mendapatkan

jalan tengah, tidak membuahkan hasil serta tidak ada kedamaian, dan tidak

bisa meneruskan keutuhan dalam rumah tangga, maka kedua belah pihak bisa

mengajukan permasalahan ini ke pengadilan untuk mendapatkan jalan keluar

yang terbaik.

Pengadilan adalah upaya yang terakhir agar dapat mempersatukan

kembali suami istri yang ingin bercerai dengan jalan upaya perdamaian dengan

cara musyawarah dengan bimbingan hakim sebagai penengahnya dalam

mediasi (perdamaian). Bagi orang Islam dalam menyelesaikan permasalahan

ini diajukan ke Pengadilan Agama, sedangkan bagi yang memeluk selain Islam

maka akan membawa permasalahan ini ke Pengadilan Negeri.

Perceraian termasuk suatu perbuatan hukum yang menghasilkan

akibat-akibat hukum tertentu. Sesuai dengan ketentuan pasal 144 dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI) perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan

gugatan perceraian. Untuk lebih lanjut lagi dijelaskan dalam pasal selanjutnya

bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama

tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (pasal

115 KHI).6 Wanita yang dicerai oleh suaminya boleh meminta tuntutan hak

kepada suaminya, dikarenakan wanita yang dicerai tersebut mempunyai hak–

5 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 73.

6 Undang Undang R.I. Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,

(13)

hak yang berhak dia peroleh dari mantan suaminya. Hak–hak istri yang

diminta adalah tuntutan nafkah selama masa idah dan mut’ah. Sebagai

kompensasi dari talak, si istri mendapatkan biaya hidup selama jangka waktu

idah raj’i, yakni berhak mendapatkan tempat tinggal (di rumah suaminya),

makanan, pakaian yang sepantasnya.7

Istri mendapatkan mut'ah dari suaminya. Mut'ah adalah pemberian dari

suami berupa sesuatu yang menggembirakan istrinya sebagai kompensasi dari

perceraian. Hal ini dijelaskan dalam surah al-Baqara>h: 241. Sedangkan yang

termasuk mut'ah adalah uang atau benda yang lainnya (pasal 149 (a) KHI).

Menurut Kamus bahasa Indonesia makna dari nafkah adalah suatu pemberian

suami kepada istri untuk kelangsungan hidup.8

Suami berkewajiban untuk memberi nafkah selama idah dan mut’ah

kepada istri yang telah ditalak dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 241:

  

Artinya : Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al- Baqara>h: 241).

Dalam hadis juga dijelaskan kewajiban yang sama yakni memberikan

nafkah dan mut’ah selama idah kepada mantan istri. Hadis tersebut berbunyi

sebagai berikut:

7 Yayan Sopyan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional,

(Tangerang Selatan:PT. Wahana Semesta Intermedia, 2011), 187.

8 Yudistira Ikranegara dan Sri Haratatik, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Zafana

(14)

5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ق

لا

ر

س و

ل

هلا

هف

ح

ج هة

لا

و د

هعا

و :

ل ن

ع ل ي

ك

م

هر ز ق

ه ن

و هك

س و

ت ه

ن

هب

لا ا

م ع

ر و

هف

)ملسما هاور(

9

Artinya: Dan kamu wajib memberi nafkah kepada mereka dan

memberikan pakaian yang ma’ruf (patut).

Selain peraturan yang dijelaskan dalam Alquran dan Hadis, perintah

untuk memberi nafkah kepada mantan istri selama idah dan mut’ah juga

ditegaskan kembali dalam peraturan yang berlaku, diantaranya Pasal 41 huruf

(c) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI Pasal 81 ayat (1) serta

Pasal 149 huruf (b).

Ada suatu fakta yang telah ada, menurut penulis telah menemukan dua

putusan hakim dari dua Pengadilan Agama yang berbeda yang menyimpang

dari teori yang telah ada, dalam Alquran dan Hadis, kitab–kitab fikih serta

hukum formil. Oleh karena itu adanya kesenjangan ini menarik untuk diteliti,

sehingga penulis mengangkatnya dalam suatu tulisan ini.

Putusan hakim yang akan diteliti penulis ialah perkara yang diputus oleh

hakim Pengadilan Agama Tuban No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn yang memutus

perkara cerai talak. Dalam amar putusannya hakim tidak membebankan suami

untuk memberikan nafkah idah dan mut’ah kepada mantan istrinya sesuai

dengan kemampuannya. Bahwasannya dalam perceraian talak raj’i tersebut,

istri berhak mendapatkan nafkah idah dan mut’ah merupakan hak istri sebagai

akibat hukum dari perceraian yang dijatuhkan oleh suami kepada istri. Dalam

putusan tersebut ketika istri hadir di Pengadilan Agama dengan

mengharapakan bahwa kepentingannya dapat dilindungi serta mendapatkan

9Muslim Ibnu Al-H}allaj Abu Al-H}usain Al-Qusyairi> Al-Naisaburi>, S}ahi>h Muslim, Juz II (Bairut:

(15)

hak-haknya (nafkah idah dan mut’ah) sesuai hukum yang berlaku melainkan

mantan istri hanya mendapatkan akta cerai. Meskipun akta cerai yang

diterima oleh mantan istrinya merupakan hal yang urgen sebagai bukti

perceraian, bukti perceraian tersebut termasuk sebagian dari asas kepastian

hukum, belum mendiskripsikan nilai dasar keadilan serta asas manfaat.10

Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahasnya serta

merumuskannya dalam sebuah karya tulis ilmiyah yang berbentuk skripsi

dengan judul ‚Hak–Hak Istri Pasca Cerai Talak Raj’i (Analisis Yuridis

Putusan Pengadilan Agama Tuban No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn. )

B.Identifikasi dan Pembatasan Masalah

Dari latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, maka dapat ditulis

identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Suami tidak memberikan hak –hak istri setelah ditalak cerai oleh mantan

suaminya.

2. Hakim Pengadilan Agama Tuban memutuskan perkara No.

1781/Pdt.G/2014/ PA. Tbn tidak membebankan suami memberikan nafkah

idah dan mut’ah kepada mantan istri yang dicerai talak.

3. Banyaknya istri yang ditalak raj’i kemudian tidak semua hak istri dipenuhi.

4. Putusan hakim perkara no. 1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn yang tidak memberi

hak istri pasca talak raj’i.

10Muh. Irfan Husaeni, ‚Menyoalkan Beda Pendapat Di Kalangan Hakim Pengadilan Agama

(16)

7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5. Analisis putusan Pengadilan Agama Tuban tentang nafkah idah dan

mut’ah.

6. Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam memutuskan perkara

No. 1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang nafkah idah dan mut’ah.

7. Analisis Yuridis terhadap pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban

dalam memutuskan perkara No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn.

Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih Pengadilan Tuban sebagai

objek penelitian. Dengan banyaknya perkara yang diputus oleh Pengadilan

Agama tersebut, maka penulis melakukan pembatasan masalah yaitu hanya

merujuk pada putusan mengenai nafkah idah dan mut’ah kepada istri yang

dicerai talak oleh suaminya dengan putusan perkara

No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn.

Penulis meneliti dalam skripsi ini sehingga nantinya tidak meluas dan

keluar dari pokok bahasan. Dengan bermacam-macam kasus cerai talak, oleh

karena itu dalam skiripsi ini membatasi pada kasus di atas hanya terfokus

pada argumentasi dan landasan hukum hakim dalam memutus perkara tentang

hak-hak istri dalam cerai talak.

1. Putusan perkara No. 1781/ Pdt.G/ 2014/ PA. Tbn. Pengadilan Agama

Tuban tentang nafkah idah dan mut’ah.

2. Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam memutuskan

(17)

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah

pokok dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana putusan perkara No. 1781/ Pdt.G/ 2014/ PA. Tbn.

Pengadilan Agama Tuban tentang nafkah idah dan mut’ah?

2. Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam

memutuskan perkara No.1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang nafkah

idah dan mut’ah ?

D.Kajian Pustaka

Kajian pustaka bertujuan untuk menarik perbedaan mendasar antara

penelitian yang dilakukan, dengan kajian atau penelitian yang pernah

dilakukan sebelumnya. Setelah melakukan penelusuran, penelitian terdahulu

mengangkat dengan membahas tentang cerai talak, melainkan ada perbedaan

dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, diantaranya yaitu:

1. Analisis Yuridis terhadap tidak Diterapkannya Kewenangan Hak Ex

Officio Hakim tentang Nafkah Idah Dalam perkara cerai talak terhadap

Putusan Perkara No 1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg. Nurfiyah Devi, C01210007

tahun 2014. Majelis hakim tidak menerapkan wewenang ex officio dalam

memberikan nafkah idah kepada istri, karena tidak ada dalam tuntutannya

istri.11

11Nurfiyah Devi, ‚Analisis Yuridis Terhadap Tidak Diterapkannya Kewenangan Ex Officio

(18)

9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Agama Jombang No.

1540/Pdt.G/2012/PA.Jbg tentang Hak Ex Officio Hakim dalam

Memberikan Nafkah Idah Yang Nusyu>z. Aslikhatul Laili, C01209114 tahun

2013. Hakim menggunakan Hak Ex Officio hakim dalam memberikan

nafkah idah kepada istri yang nusyu>z, dengan dasar pasal 149 ayat (b) KHI

tentang pemberian nafkah idah dan pasal 41 ayat (c) Undang- undang No.1

Tahun 1974 membebankan kepada mantan suami untuk memberikan biaya

penghidupan untuk mantan istrinya.12

3. Analisis Yuridis Putusan Hakim tentang Nafkah Idah dan Mut’ah bagi Istri

di Pengadilan Agama Bojonegoro Dalam Perkara

No.1049/Pdt.G/2011/PA.Bjn. Imro’atun Nafi’ah, C01209045 tahun 2013.

Hakim memutuskan membebankan kepada mantan suaminya untuk

memberi nafkah idah dan mut’ah untuk mantan istrinya, meskipun istrinya

tidak meminta tuntutan nafkah idah dan mut’ah.13

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan:

1. Mengetahui Putusan perkara No. 1781/ Pdt.G/ 2014/ PA. Tbn. Pengadilan

Agama Tuban tentang nafkah idah dan mut’ah.

12Aslikhatul Laili, Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Agama Jombang No.

1540/Pdt.G/2012/PA.Jbg Tentang HakEx Officio Hakim Dalam Memberikan Nafkah Iddah Yang Nusyu<z‛, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013), 8.

(19)

2. Mengetahui dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam

memutus perkara No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang nafkah idah dan

mut’ah.

F.Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat,

sekurang-kurangnya dalam 2 (dua) hal di bawah ini:

1. Aspek teoritis

Hasil penelitian ini untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dari segi

hukum Islam, formil maupun materiil.

2. Aspek praktis

Hasil dari penelitian ini sebagai referensi pencari keadilan serta

memberikan penjelasan bagi masyarakat umunya tentang ketentuan hukum

dan perundang-undangan.

G.Definisi Operasional

Definisi operasional adalah deretan pengertian yang yang dipaparkan

secara gamblang untuk memudahkan dalam permbahasan ini diantaranya:

(20)

11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Hak–hak istri adalah sesuatu yang berhak diminta oleh istri kepada

suami. Dalam hal ini yang dimaksud adalah nafkah idah (nafkah yang

diberikan oleh suami ketika istri masih dalam masa idah) dan nafkah

mut’ah (sesuatu yang diberikan suami untuk menyenangkan istri).

2. Talak raj’i

Talak raj’i adalaah talak yang dijatukan oleh suami terhadap istrinya

yang telah pernah digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari istri,

Talak yang pertama kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya.14

3. Pengadilan agama

Pengadilan agama adalah lembaga pemerintahan yang menangani

tentang permasalahan perdata seperti perceraian, hibah, wasiat, waris dan

lain sebagainya, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Pengadilan

Agama Tuban.

4. Analisis yuridis

Suatu penguraian hukum atas perundang- undangan yang berlaku.

Dengan ini menganalisis putusan hakim Pengadilan Agama perkara No.

1781/Pdt.G/2014/ PA.Tbn.

5. Hukum acara perdata

Rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang

harus bertindak di muka pengadilan.15

14Abd. Rahman Ghazly, Fiqh Munakahat (Bogor: Kencana, 2003), 196.

15Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta:

(21)

6. Peradilan agama

Hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan

peradilan umum.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian ini dengan metode

pendekatan yuridis sosiologis. Metode yuridis sosiologis merupakan cara

prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan masalah penelitian dengan

meneliti data sekunder terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan

penelitian terhadap data primer di lapangan menyangkut hak-hak istri pasca

cerai talak.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif

analisis yaitu menggambarkan dan menjelaskan secara sistematika tentang

apa yang menjadi objek penelitian kemudian dilakukan analisis. Metode

deskriptif analisis yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif, yaitu jenis

data yang digunakan bersifat naratif, dalam bentuk pernyataan–pernyataan

yang menggunakan penalaran. Dengan tujuan untuk menggambarkan secara

mendalam terhadap kasus–kasus yang diteliti.16

1. Data yang dikumpulkan

Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Tuban . Dalam hal

ini yang akan diteliti oleh penulis adalah putusan hakim Pengadilan

(22)

13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Agama Tuban yang menyelesaikan perkara No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn,

oleh karena itu maka yang menjadi respondennya adalah Majelis Hakim

dalam memutus perkara tersebut.

2. Sumber data

Berdasarakan data yang akan dihimpun di atas, maka yang

menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:

a. Sumber data primer

Sumber data primer di sini adalah sumber data yang

diperoleh secara langsung dari subyek penelitian. Dalam penelitian

ini sumber data primer adalah putusan hakim Pengadilan Agama

Tuban No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan pertimbangan hakim yang

memutuskan perkara tersebut.

b. Sumber data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari penelitian

hukum normatif (penelitian hukum kepustakaan) dan penelitian

hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu

bahan yang dihasilkan dari bahan hukum terhadap Undang-undang

Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam

dan bahan hukum lainnya, seperti literatur (buku-buku) yang

(23)

1. Muslim Ibnu H}allaj Abu Husain Qusyairi

Al-Naisaburi>, S}ahi>h Muslim, (Bairut: Al-Maktabah Al Salafiyah)

Juz II.

2. Undang–Undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

3. Kompilasi Hukum Islam.

4. Yayan Sopyan, Islam–Negara: (Transformasi Hukum Perkawinan

Islam Dalam Hukum Nasional ).

5. Moh.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam.

6. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia.

c. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yaitu dengan menggunakan

wawancara. Adapun pengertian wawancara adalah pengadministrasian

angket secara lisan dan langsung terhadap masing-masing anggota

sample. Apabila wawancara dilakukan dengan baik, akan mendapatkan

hasil data yang mendalam yang tidak mungkin didapat dengan angket.17

Wawancara bertujuan untuk mendapat keterangan atau untuk keperluan

informasi maka individu yang menjadi sasaran wawancara adalah

informan. Pada wawancara ini yang penting adalah memilih orang-orang

yang tepat dan memiliki pengetahuan tentang hal–hal yang ingin

ketahui.18

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode

dokumentasi yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai suatu hal

(24)

15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id atau variabel tertentu yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,

majalah, dan agenda dan lain sebagainya.

d. Teknik pengolahan data

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif

juga disebut penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu dengan

cara melakukan penelitian terhadap sumber-sumber tertulis, oleh karena

itu penelitian ini bersifat kualitatif. Library Research menurut Bambang

Waluyo adalah metode tunggal yang digunakan dalam penelitian hukum

normatif.19 Dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkaji literatur,

dokumen atau sumber tertulis seperti buku, majalah, artikel, jurnal dan

lain sebagainya.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik yaitu suatu metode

penelitian dengan cara mengumpulkan data-data yang tertuju pada masa

sekarang, disusun, dijelaskan, dianalisa dan diinterpretasikan kemudian

disimpulkan.20.

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui

tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh

dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi

19 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,2002), 50.

20Hadari Nawawi, Metode Penelitian bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University, 1993),

(25)

yang meliputi kesesuain, keselerasan satu dengan yang lainnya,

keaslian, kejelasan serta relevansi dengan permasalahan.21

b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa

sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan

rumusan masalah.

Selain wawancara pengumpulan data dimaksud di atas juga

menggunakan teknik sebagai berikut: Studi Kepustakaan (library

research). Dilakukan dengan mencari, mencatat, menganalisis, dan

mempelajari data-data yang berupa bahan-bahan pustaka.

e. Metode analisis data

Adapun untuk menganalisis data, penulis menggunakan deskriptif

analisis, karena sebagian sumber data penelitian dari amar putusan

Pengadilan Agama Tuban. Di samping itu data yang dipakai adalah

data yang bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan dan mengungkapkan

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori

hukum yang menjadi objek penelitian dan analisis data yang

dipergunakan dengan pendekatan kualitatif terhadap data primer dan

data sekunder.

21 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

(26)

17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id I Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memahami hasil penelitian ini, maka

penulis menganggap perlu untuk mensistematisasikan pembahasan dalam

penelitian ini sebagai berikut:

Bab Pertama: Pendahuluan dalam bab ini peneliti memaparkan seluruh

isi penelitian secara umum yang terdiri dari: latar belakang, identifikasi dan

batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,

kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, sistematika

pembahasan.

Bab Kedua: Landasan teori, dalam bab ini peneliti akan membahas

tentang definisi cerai talak perspektif hukum Islam, dasar hukum cerai talak

perspektif hukum Islam, macam-macam cerai talak perspektif hukum Islam,

akibat hukum yang timbul akibat cerai talak perspektif hukum Islam, prosedur

dan penyelesaian permohonan cerai talak di Pengadilan Agama serta hak ex

officio hakim terhadap penetapan nafkah idah dan mut’ah.

Bab Ketiga: Dalam bab tiga ini berisi tentang Potret Pengadilan

Agama Tuban yang terdiri dari profil, struktur organisasi, serta tugas pokok

dan fungsi dilanjutkan dengan kompetensi relatif dan absolut Pengadilan

Agama, menjelaskan putusan Pengadilan Agama Tuban yang terdiri dari

krononolgi perkara No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan pertimbangan hakim

(27)

Bab Keempat: Dalam bab empat ini penulis akan menjelaskan dasar

pertimbangan hakim dan dasar hukum yang dipakai dalam memutuskan

perkara putusan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan analisis penulis.

(28)

19 BAB II

CERAI TALAK DAN HAK ISTRI DI PENGADILAN AGAMA

A. Pengertian Cerai Talak

Talak berasal dari bahasa Arab yaitu kata ق َل ط اartinya lepasnya

suatu ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan. Talak

dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan perceraian antara suami

istri; lepasnya ikatan perkawinan.1 Sedangkan dalam Bahasa Arab

perceraian merupakan terjamah dari kata talak yang berasal dari kata

ََطَ ل

ََقَ

َ يََط

َِلَ ق

ََ ا

َ ط

ََل

َ ق

yang berarti melepaskan atau meninggalkan.2

Adapun pengertian perceraian menurut syariat yaitu terlepasnya

ikatan perkawinan atau terlepasnya pernikahan dengan lafadz talak dan

yang sejenisnya.3

Sedangkan talak secara terminologi adalah

:

َ ح

َ لَ

ََرَ با

ََطَ ة

َ

َ زلا

ََوَ جا

َََوَ ا

َ نََه

َ ءَا

ََ لا

ََعََل

َََََ ة

َ

َ زلا

َ وَ

َ جَ

َيَ ة

َ

Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.

Sedangkan menurut Al-Jaziri talak ialah:

َ طلاا

ََل

َ قَ

َ اََز

ََلَا

َ ةَ

َِلا

ََك

َ حا

َََاَ و

ََ نَ ق

ََص

َ نَا

َ

َ ح

َ لَ ةَ

َ بََلَ ف

َ ظ

َ

َ َم

َ ص

َو

َ ص

َ

Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi

pelepasn ikatannya dengan menggunakan kata tertentu.4

1 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 1126. 2 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, ( Kamus Arab Indonesia), (Yogyakarta: Unit

Pengadaan Buku Ilmiah dan Keagamaan, 1997), 862.

3 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam w a Adillatuhu (9), Abdul Hayyie Al- Kattani, dkk, (Jakarta:

(29)

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq talak artinya melepaskan

perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.5 Begitu juga talak yang

dijelaskan dalam KHI pasal 117 talak adalah ikrar suami di hadapan

sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya

perkawinan.6

B. Dasar Hukum Cerai Talak

Lafal jatuhnya talak terdiri atas dua macam lafal, yaitu lafal sharih

dan lafal kinayah. Lafal sharih ialah lafal yang nyata untuk menyatakan

perceraian. Misalnya suami berkata kepada istrinya ‚Aku telah

melepaskan (menjatuhkan) talak untuk engkau.

Dalam firman Allah Swt dijelaskan dalam surah At}-T}ala>q ayat: 2

ََف

ََءَا

ََ م

َ س

َ ك

َ وَ

َ َ ن

َََ ّ

َ عَ رَ و

َ ف

َََاَ و

َََف

َِرَا

َ ََ وَ

َ َ ن

َََ ّ

َ عَ رَ و

َ ف

َ

Artinya: Maka rujukilah mereka dengan cara yang baik atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik pula.

a. Q.S. Al-Baqara>h ayat 229

َ طلا

ََل

َ ق

َََمَ ر

َََت

َ نا

َََف

ََءاَ

َ مََس

اَ

. ناَس حَ ءا بَ ح ي ر سَتَ وََاَ فَ و ر عَ َّ ك

َََو

ََل

َ َََ

َ لَ

ََلَ ك

َ مََ

َاَ ن

َََت

َ ءاَ

َا وَ ذ خ

َ لَاَءا يَشَ ن َا و م ت يَ تَاَءَا ِ

َََا

َ ن

ََ ّ

ََفا

ََاَا

َ ل

َ يََ ق

َ يََم

َ حَا

َ دَ و

ََدَ

َ لا

َََف

َ ءا

َ نَ

َ خ

َ فَ ت

َ مََ

َاَ ل

َ يََ ق

َ يََم

َ حَا

َ دَ و

َََد

َ

َ لا

َ

ََفََل

َ جَ

ََ

ََحا

َََعََل

َ يَ ه

ََم

َ فَا

َ يََم

َاا

َ فََت

ََد

َ ت

ََ ب

َ ََ

تَ ل

ََك

َ

َ ح

َ دَ و

ََدَ

َ لا

َََف

ََلَ

ََ تَ عََت

َ دَ و

َََا

.

ََ

ََوََم

َ نَ

َ يََ تََع

َ دَ

َ ح

َ دَ و

َََدَ

ََفَلا

َا

َ ؤَََل

َ ئى

ََك

ََ

َ مَ

َ ظلا

َ لَ م

َ وََن

َ

Artinya: Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali, setelah itu boleh

rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara

4 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: jawali Pres,2010), 229-230. 5 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (8), ( Bandung: Al- Ma’arif, 1990), 9.

(30)

21

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari

yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya

khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum –hukum Allah. Jika

kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat

menjalankan hukum –hukum Allah. Maka tidak menebus dirinya.

Itulah hukum-hukum Allah. Maka janganlah kamu melanggarnya.

Barang siapa yang melanggar hukum –hukum Allah mereka itulah

orang-orang yang dzalim. 7

b. QS. At{-Tala>q ayat 1

ََيََءا

ََ ي

ََهاَ

َ لا

َ بَ

َ اََذا

ََ

َطَ ل

َ قَ ت

َ مَا

لَِ

ََسا

َ ءَ

ََفََط

َِلَ ق

َ وَ

َ َ ن

ََ ل

َ عَ د

َ ت

َ ن

Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat

(menghadapi) idahnya.8

Adapun dasar perceraian dari Hadis yaitu: Hadis Nabi Saw yang

diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dan dinyatakan Shohih

oleh al-Hakim.

ََعَ ن

ََ با

َ نَ

َ عََم

ََرَََر

َ ض

ََيَ

َ لا

َََ تََع

ََلا

َََع

َ َ ه

ََماَ

َََ

ََلا

َ:

َََاَ

ََلَ

ََرَ س

َ وَ

َ لَ

َ لا

َ

ََصَ ل

ى

َ

َ لا

َََعََل

َ يَ َ

ََوََس

َ لََمَ

ََاَ بََغ

َ ض

َ

ََ لا

ََل

َ ل

ََ ا

ََل

َ

َ لا

َََ تََع

ََلا

َ

َ طلا

ََل

ََقَ

َ(

ََرََو

َ اََ

َاَ وب

َََد

َ واَ و

ََدَ

ََوََ ا

َ بَ ن

َ

َََ

َ اَ

ََوَ

ََص

َ ح

ََحَ

َ

ََلا

َ كا

َ مَ

ََوََر

َ ج

ََحَ

و بَا

ََخ

َ تا

َََاَ ر

ََسَ

َلا

َ)

َ

Artinya: Dari Ibnu Umar ra. Beliau berkata: Rasulullah Saw berkata: Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak. Diriwayatkan Abu Daud, Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Al-Hakim, Abu Hatim menguatkan mursalnya juga

Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi menguatkan mursalnya . 9

Dalam hadis lain juga dijelaskan:

ََا

َََ ّا

َ

اَر م ا

ََءََ ة

َ

ََسا

َََءََل

َ ت

َََز

َ وَ

ََجََه

اَ

َ طلا

ََل

َ قَ

َ ف

َََغ

َ يَ

ََماَ

ََبَ ءا

َ

َ س

َََف

ََحََرا

ََ مَ

ََعََلَ ي

ََهاَ

ََراََ

ئََحَ

ةَ

ََ لاَ

َ ة

َ

7DEPAG RI, Al-quran dan Terjemahnya, 36.

(31)

Artinya: Perempuan mana saja yang meminta talak kepada suaminya pada sesuatu yang tidak ada apa-apa, maka haram

untuknya bau surga.10

Dari ayat Alquran dan Hadis di atas menunjukkan bahwa talak itu

boleh dilakukan. Kebolehan ini atas dasar kekhawatiran apabila dalam

hubungan rumah tangga seseorang yang terjadi pertikaian tersebut

diteruskan, akan menjadi kerusakan atau keburukan. Mazhab Hanafi

berpendapat penjatuhan talak boleh dilakukan berdasarkan kemutlakan

ayat Alquran dalam firman Allah ( At}-T}alaq: 1)

Sedangkan Jumhur (mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali)

menyebutkan, sesungguhnya talak adalah perkara yang boleh, dan

selayaknya tidak dilakukan, karena tersebut mengandung pemutusan

rasa dekat, kecuali karena ada sebab. Dan masuk ke dalam keempat

hukum yang terdiri dari haram, makruh, wajib, dan sunnah.11

Namun jika melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka

hukum talak itu sebagai berikut:

1. Nadab atau sunnah yaitu apabila keadaan rumah tangga sudah tidak

dapat untuk dipertahankan dan seandainya dipertahankan

kemudharatan yang lebih banyak akan timbul;

2. Mubah atau boleh saja dilakukan apabila memang perlu terjadi

perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan

perceraian itu sedangkan manfaatnya juga akan terlihat;

(32)

23

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3. Wajib atau harus dilakukan, yaitu perceraian yang harus dilakukan

oleh hakim terhadap seorang yang telah bersumpah untuk tidak

menggauli istrinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau

membayar kafarah sumpah agar ia dapat bergaul dengan istrinya.

Tindakan tersebut memudharatkan istrinya;

4. Haram talak itu dapat dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam

keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli.12

Dengan melihat kepada keadaan istri yang di talak oleh suaminya,

talak terbagi menjadi dua macam:

1. Talak Sunni>

Talak sunni> adalah talak yang pelaksanaanya sesuai dengan

petunjuk agama dalam Alquran atau Hadis Nabi. Bentuk talak sunni>

yang disepakati oleh ulama, talak yang dijatuhkan oleh suaminya

yang mana istrinya waktu itu tidak dalam keadaan haid atau dalam

masa suci yang pada masa itu belum pernah dicampuri oleh

suaminya. Di antara ketentuan menjatuhkan talak itu adalah dalam

masa si istri yang di talak langsung memasuki masa idah. Dengan

hal ini dijelaskan dalam surah At}- T}alaq ayat: 1

ََياََ

َاَ ي

ََهاَ

َ لا

َ بَ

َ اََذا

ََ

َطَ ل

َ قَ ت

َ مََ

َِلا

ََسا

ََ ء

ََفََط

َِلَ ق

َ وَ

َ َ ن

ََ ل

َ عَ د

َ ت

َ نَ

Artinya: Hai nabi bila kamu mentalak istrimu, maka talaklah

di waktu akan memasuki idah.13

(33)

2. Talak bid<<’i

Talak bid’i adalah talak yang dilakukan oleh keadaan kepada

isterinya sedangkan si istri dalam keadaan haid. Dengan ini telah

jelas sekali yang harus kita ketahui dari Hadis yang diriwayatkan

oleh Umar ra. Dari Rasulullah Saw, di mana Rasulullah

memerintahkan agar Umar menyuruh anaknya Abdullah untuk

kembali lagi kepada istrinya yang telah diceraikan ketika istrinya

sedang haid.14

Secara garis besar, dilihat dari boleh tidaknya dirujuk, talak

terbagi dua, yaitu sebagai berikut:

1. Raj’i yaitu talak satu dan talak dua. Talak ini suami suami yang

masih mempunyai hak untuk merujuk istrinya setelah dijatuhkan.

Dapat merujuk istrinya tanpa dengan minta persetujuan dari

istrinya, sama seperti mentalak, suami tidak memerlukan

persetujuan istri.15

2. Bai’n, talak ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Bain Sughra ialah talak yang jatuh karena akumulasi talak raj’i

sehingga menjadi talak tiga. Dalam talak ini suami tidak dapat

menikahi mantan istrinya kecuali telah terselangi oleh laki-laki

lain kemudian diceraikan dan nikah dengan mantan istrinya

tersebut. Atau talak yang diminta oleh istri melalui prosedur

14 Muhammad Rawwas Qal ‘ahji, Ensiklopedia Fiqh Umar bin Khattab, (Jakarta: Raja Grafindo,

1999), 607.

15 Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dan Hukum Nasional,

(34)

25

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id khuluk. Dengan talak ini suami tidak boleh kembali dengan

istrinya kecuali dengan adanya akad baru.

b. Bai’n Kubro ialah talak yang sama sekali tidak boleh dirujuk

selamanya. Perceraian ini terjadi karena disebabkan li’an.16

C. Akibat Hukum Cerai Talak

Para fuqaha sepakat bahwa talak raj’i mempunyai beberapa dampak

yaitu:

1. Mengurangi jumlah talak. Talak memilik konsekuensi bahwa dia

membuat jumlah talak yang dimiliki oleh suami berkurang. Apabila

suami menalak istrinya dengan talak raj’i , maka dia masih memiliki

dua kali sisa talak. Jika dia menjatuhkan talak yang lain berarti dia

masih memiliki satu talak.17

2. Haram hubungan badan, hubungan badan yang awalnya halal menjadi

haram, jika dilakukan istri habis masa idahnya dan tidak dinikahi lagi

dengan akad baru. Melainkan, apabila dilakukan sebelum masa

idahnya habis maka boleh, hal ini merupakan tindakan rujukterhadap

istrinya.

3. Adanya masa idah bagi istri. Selama idah si suami mempunyai hak

prerogratif untuk melakukan rujuk pada istrinya, suka atau tidak

suka, dengan persetujuan istri maupun tidak. Makna idah secara

16 Ibid., 185-186. 17

(35)

istilah adalah menunggu di mana perempuan yang diceraikan, baik

cerai hidup maupun mati, harus menunggu untuk meyakinkan apakah

rahimnya telah berisi atau kosong dari kandungan.18 Dari definisi

tersebut dapat disimpulkan bahwa idah merupakan masa menunggu

bagi istri untuk dapat dirujuk oleh suami atau dibolehkannya menikah

dengan laki-laki lain.

Macam- macam iddah bagi seorang wanita dibagi menjadi empat

kategori:

a. Idah bagi wanita yang hamil adalah sampai melahirkan.

ََوَ اَ و

َ

ََل

َ ت

َ

ََلا

ََ حا

ََ ل

َََا

ََجََل

َ هَ ن

َََا

َ نَ

َ ي

ََض

َ عََن

َ

َ َحََل

َ هَ ن

….

Artinya:

Dan perempuan –perempuan hamil, waktu idah

mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya

.

(QS>. At}-T}alaq:4)

b. Idah bagi wanita ditalak oleh suaminya atau wanita yang masih haid

adalah tiga kali quru’ .

ََوَ لَ ل

َ مََط

َ لََقا

َ

َ ت

َََ يََ ت

ََرَ ب

َ ص

ََنََ

بََاَ ن

َ ف

َ س

َ ه

َ نَ

ََث

ََلَ

َثََةَ

َ ََ رَ و

َ ءَ

Artinya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan

diri (menunggu) tiga kali quru’. (QS. Al-Baqara>h: 228)

c. Idah wanita karena suaminya wafat adalah empat bulan sepuluh hari

ََوَِلا

َ ذَ ي

ََنَ

َ يََ تََو

َ فَ و

ََنَ

َ مَ

َ ك

َ مَ

ََوََيََذ

َ رَ و

ََنَ

ََاَ زََو

َ جاا

ََ يََ ت

ََرَ ب

َ ص

ََنََ

بََاَ ن

َ ف

َ س

َ ه

َ نَ

ََاَ رََ ب

ََعََةَ

ََاَ ش

َ هَ ر

ََ و

َََع

َ شَ را

Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri-istri, (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. (QS. Al- Baqara>h: 234)

(36)

27

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

d. Idah untuk wanita yang tidak haid atau menoupause selama tiga

bulan.

ََوَ لا

َ ئ

َََيَ ئ

َ س

ََنَ

َ م

ََنَ

َ لاََم

َ ح

َ ي

َ ض

ََ

َ م

َ نَ

َِن

ََسا

ََ ئ

َ ك

َ مََ ا

َ نَ

َ راَ

ََ تَ بَ ت

َ مََ

ََفَ ع

َ دَ ت

َ هَ ن

َََث

ََلَ

َثََةَ

ََاَ ش

َ هَ ر

...

Artinya: Dan perempuan –perempuan yang sudah tidak haid

lagi (menopause) diantara perempuan-perempuan jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya), maka idah mereka adalah tiga bulan. (QS> At}-T}ala>q: 4)

4. Sebagai kompensasi dari talak, si istri mendapatkan biaya hidup

(nafkah idah) selama jangka waktu idah raj’i, yakni berhak

mendapatkan tempat tinggal (di rumah suaminya), makanan, dan

pakaian yang sepantasnya.

5. Istri mendapatkan mut’ah dari suaminya. Mut’ah adalah pemberian

dari suami berupa sesuatu untuk menggembirakan istrinya sebagai

kompensasi dari perceraian.19

Sedangkan akibat dari talak ba’in kubro adalah:

1. Hilangnya kepemilikan dengan hanya sekadar terjadinya talak.

Diharamkan untuk bersetubuh secara mutlak dengan mantan istrinya

kecuali dengan akad baru, serta tidak boleh untuk dirujuk kecuali

dengan akad baru.

2. Berkurangnya jumlah talak yang dimiliki oleh suami, seperti talak

raj’i.20

19 Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dan Hukum Nasional,

(Jakarta:PT Semesta Rakyat Merdeka, 2012), 187.

(37)

Selain terdapat dalam Alquran dan Hadis, kewajiban memberi nafkah

juga dipertegas dalam hukum formil. Akibat yuridis cerai talak

diantaranya adalah pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami

untuk memberikan biaya penghidupan dan/ atau menentukan suatu

kewajiban bagi mantan istri ( Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974).

Begitu juga dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 149 apabila

perkawinan putus karena talak, maka mantan suami wajib:

a. Memberikan mut’ah yang layak kepada mantan istri, baik berupa uang

atau benda, kecuali mantan istri tersebut qabla al dukhu>l ;

b. Memberi nafkah, maskan, dan kiswah kepada mantan istri selama

masa idah, kecuali telah dijatuhi talak ba’in atau nusyu>z dan keadaan

tidak hamil.

c. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separoh apabila

qabla al dukhu>l.21

Membahas masalah nusyu>z, secara terminologi dapat diartikan

sikap tinggi dari perempuan (istri) tidak bersedia untuk mendatangi

(mengerjakan) kebenaran yang wajib baginya.22 Hal ini memberikan

pengertian bahwasannya istri sama-sama mempunyai peluang untuk

melakukan pembangkangan atau nusyu>z terhadap pasangannya, karena

21 Tim Penyusun, Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi

Hukum Islam, ( Bandung: Citra Umbara, 2012), 368.

(38)

29

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id tidak melakukan kewajiban atau melanggar hak-hak pasangannya yang

menjadikan ketidak harmonisan dalam rumah tangga.

Dengan ini penulis lebih berfokus mengenai perbuatan nusyu>z yang

dilakukan oleh istri terhadap suami, sehingga dengan perbuatan tersebut

menyebabkan istri tidak berhak untuk mendapatkan nafkah idah dan

mut’ah dari mantan suaminya. Perbuatan nusyu>z istri seperti halnya: istri

bersikap tidak peduli terhadap suami atas perintahnya, tidak mau diajak

tidur bersama, anak ditelantarkan karena istri sering pergi dari rumah

tanpa izin suami dan lain sebagainya.

Menjelaskan tentang nusyu>z, dalam Alquran di terangkan pada

surah An-Nisa>’ ayat 34 tentang nusyu>z istri kepada suami.

ََاَِرل

ََجا

ََ ل

َََ ََ

وا

ََ م

َ وَ

ََنَ

ََعََل

ي

َ

َِلا

ََس

َ ءا

َََ ّا

َََف

َ ض

ََلَ

َ لا

َََ بَ ع

ََض

َ هَ م

َََعََل

ي

َََ بَ ع

َ ض

َََوَ

َ ّا

َََاَ ن

ََفَ ق

َ وا

ََ

َ م

َ نَ

ََاَ مََو

اَ

َ

َ مَ

ََف

َ صلا

ََ لا

َ تا

ََََا

ََ نََت

َ تا

َ

ََحا

ََ ف

ََظا

َ ت

ََ لَ ل

ََغَ ي

َ ب

َََ ّا

َ

ََحَ ف

ََظ

َ

َ لا

َََوَ لا

َ ت

َ

َََت

َ فاَ و

ََنَ

َ نَ ش

َ وََ

َزَ

َ نَ

ََفَ ع

َ ظَ و

َ َ ن

َََوا

َ

َ َ ج

َ رَ وَ

َ َ ن

َ

َ ف

ََ لا

ََم

ََضا

َ

َ ج

َ عَ

ََواَ

َ ضَ

رَ بَ و

ََ

َ نَ

ََفَ ا

َ نَ

ََاََط

َ عََ

َ ك

َ مَ

ََفََل

َََ تَ ب

َ غاو

َََعََل

َ يَ ه

َ نَ

ََسَ بَ ي

َ ل

ََ ا

َ ن

َ

ََلا

َ

ََكا

َََن

َ

ََعَ لَ ي

اَ

ََكَ ب

َ يَ راَ

َ

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shaleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka, kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.

Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa>’:

34)

Nusyu>z juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 84, disana

(39)

1. Istri dapat dianggap nusyu>z jika ia tidak mau melaksanakan

kewajiban-kewajiaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat

(1) kecuali dengan alasan yang sah.

2. Selama istri dalam nusyu>z, kewajiban suami terhadap istrinya

tersebut pada Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali

hal-hal untuk kepentingan anaknya

3. Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali

sesudah istri tidak nusyu>z.

4. Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyu>z dari istri harus

didasarkan atas bukti yang sah.23

Sesuai dengan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa nusyu>z

merupakan pembangkangan, sikap tidak taat kepada suami atas perlakuan

istri. Apabila tidak diselesaikan dengan cepat akan menimbulkan

putusnya perkawinan. Jika putusnya perkawinan berasal dari suami (cerai

talak) yang disebabkan oleh istri yang berbuat nusyu>z, maka istri tidak

berhak untuk mendapatkan nafkah idah dan mut’ah dari mantan

suaminya.

Dasar hukum Islam tentang istri mendapatkan hak pasca cerai talak

raj’i, dijelaskan dalam surah Al-Baqara>h ayat 241:

ََ ي ق ت م لاَىَلَعَا قَحَ ف و ر عَم لَا بَ عَتَمَ تَقل ط م ل لََو

(40)

31

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh

suaminya) mutah menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi

orang-orang yag bertakwa.

Menurut Jumhur Ulama dan Muhammad Baqir Al- Habsyi hak

perempuan yang dapat diterima oleh seorang istri setelah ditalak raj’i

oleh suaminya adalah mendapatkan nafkah dan tempat tinngal.24

D. Prosedur dan Penyelesaian Permohonan Cerai Talak di Pengadilan Agama

Putusnya perkawinan yang dalam kitab fiqh disebut talak diatur

secara cermat dalam UU Perkawinan, PP No. 9 Tahun 1975 sebagai

aturan pelaksanaan dari UU Perkawinan dan juga secara panjang dalam

KHI Pasal 38 UU Perkawinan menjelaskan bentuk putusnya perkawinan

karena kematian, perceraian, atau atas keputusan pengadilan. Dalam pasal

ini juga dijelaskan lagi dengan bunyi yang sama dalam KHI pasal 113 dan

diuraikan dalam pasal 114 adalah putusnya perkawinan yang disebabkan

karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan

perceraian,25

Prosedur pengajuan permohonan dan proses pemeriksaan cerai talak

diatur secara khusus dalam Pasal 66-72 UU No. 7 Tahun 1989.26

1. Bentuk dan isi permohonan talak

24 Dr. Mustofa Diibul Bigha, Fiqh Syafi’i (Terjemah Tahdziib) (Jakarta: CV Bintang Pelajar,

1978),413.

25 Amir syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, ( Jakarta: Prenada Media, 2006),

226-227.

26 Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama ,

(41)

Perkara cerai talak sebelum diajukan ke Pengadilan Agama,

yang perlu diketahui adalah:

a. Permohonan didaftarkan dalam buku register atau buku perkara,

mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada bagian

pendaftar perkara.

b. Membayar verskot (panjar) biaya perkara yang besarnya sudah

ditentukan oleh Pengadilan Agama.27

Dalam perkara permohonan talak ini, kedudukan suami sebagai

Pemohon dan istri sebagai Termohon. Adapun isi permohonan, dalam

ketentuan Pasal 66 ayat (1) dan (2) jo. Ayat (5) jo. Pasal 57 UU

Peradilan Agama yang perlu diperhatikan adalah:

a. Identitas Pemohon dan Termohon, yaitu:

1) Nama;

2) Umur, dengan ini untuk menentukan dewasa atau belum;

3) Agama, hal ini untuk menentukan kompetensi absolute

pengadilan;

4) Alamat, hal ini penting untuk menentukan kompetensi

relative pengadilan.

b. Fundementum petendi atau posita adalah dalil-dalil konkret

yang berisi hubungan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan.

Posita berisi tentang hal-hal berikut:28

(42)

33

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1) Fakta –fakta atau hubungna hukum yang terjadi antara

kedua belah pihak.

a) Kapan suami dan istri melangsungkan pernikahan

b) Selama pernikahan rukun atau tidak

c) Apakah suami istri dikaruniai anak atau tidak

2) Alasan-alasan diajukannya permohonan cerai talak, harus

berdasarkan fakta atau peristiwa hukum.

3) Alasan yang berdasarkan hukum, akan tetapi bukan

termasuk suatu keharusan; Hakim harus melengkapi dalam

penetapan atau putusan nanti.29

Posita sebaiknya ditulis dengan singkat, sesuai dengan

kronologis, jelas, tepat, dan terarah untuk mendukung sesuai

dengan isi tuntutan.

c. Petitum atau tuntutan yang apa diminta atau yang diinginkan

Pemohon agar diputuskan oleh hakim.30 Misalnya:

‚Memohon kepada majelis hakim untuk menerima permohonan

Pemohon, dan mengijinkan pemohon untuk mengikrarkan talak

di depan persidangan majelis hakim‛

2. Tahapan persidangan permohonan talak

28 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, ( Jakarta:

Kencana, 2012), 29.

29 R. Soeroso, Praktek Hukum Acara Perdata Tata Cara dan Proses Persidangan, (Jakarta: Sinar

Grafika, 1996), 27.

(43)

Pada hari sidang yang telah ditentukan oleh Pengadilan Agama,

Pemohon dan Termohon atau kuasanya masing-masing menghadiri

sidang di Pengadilan Agama, setelah meneriam surat panggilan yang

sah.

Adapun susunan persidangan terdiri dari:

a. Hakim tunggal atau hakim majelis yang terdiri dari satu ketua

dan dua hakim anggota, yang dilengkapi oleh Panitera yang akan

mencatat jalannya persidangan.

b. Pihak pemohon dan termohon duduk berhadapan dengan hakim

dan posisi Termohon disebelah kanan dan Pemohon disebelah

kiri hakim.31

Apabila persidangan berjalan lancar maka jumlah persidangan

kurang lebih 8 kali yang terdiri dari sidang yang terdiri sidang pertama

sampai dengan putusan hakim.

a. Sidang I (mediasi )

Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi pada sidang

pertama ini yaitu:32

1) Pemohon tidak hadir, sedangkan Termohon hadir. Apabila terjadi

dalam suatu persidang tersebut, maka hakim dapat menunda

persidangan sakali lagi untuk memanggil Pemohon atau

31 Ibid. ,41.

(44)

35

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id menyatakan bahwa permohonan dinyatakan gugur (Pasal 124

HIR/Pasal 148 R.Bg).

2) Pemohon hadir, sedangkan Termohon tidak hadir. Dalam

keadaan ini, hakim dapat menunda persidangan untuk memanggil

Termohon sekali lagi atau menjatuhkan putusan verstek karena

Termohon dinilai ta’azzuz atau tawari atau ghaib (Pasal 125

HIR/ Pasal 149 R>.B.g).

3) Termohon tidak hadir tetapi mengirim surat jawaban, maka surat

jawaban tersebut tidak perlu diperhatikan dan dianggap tidak

ada, kecuali jika surat itu berisi perlawanan (eksepsi) bahwa

Pengadilan Agama yang bersangkutan tidak berhak mengadilinya

(Pasal 125 ayat (2) HIR).

4) Pemohon dan Termohon tidak hadir dalam persidangan pertama,

maka sidang harus ditunda dan para pihak dipanggil lagi sampai

dapat dijatuhkan putusan gugur atau verstek atau perkara dapat

diperiksa.

5) Pemohon dan Termohon hadir dalam sidang pertama.

Jika Pemohon dan Termohon hadir di persidangan, maka

Majelis Hakim memberikan kesempatan atau berusaha untuk

berdamai serta kembali rukun sebagai suami istri atau yang biasa

dikenal dengan upaya mediasi, hal ini sesuai dengan Perma No.1

Tahun 2008. Apabila usaha untuk mendamaikan ini tidak

(45)

b. Sidang II ( pembacaan permohonan)

Pada tahap pembacaan gugatan ini terdapat beberapa

kemungkinan dari Pemohon, yaitu:33

1. Mencabut permohonan

2. Mengubah permohonan

3. Mempertahankan permohonan

Apabila Pemohon tetap mempertahankan permohonannya

maka sidang dilanjutkan ke tahap berikutnya, ialah jawaban

Termohon.

c. Sidang III (jawaban termohon)

Pada tahap ini hakim memberikan kesempatan kepada

Termohon atau istri untuk mengajukan jawaban dan mempertahankan

haknya. Menurut Pasal 121 ayat (2) HIR/ Pasal 145 ayat (2) R.Bg. jo

Pasal 132 ayat (1) HIR/ Pasal 158 ayat (1) R.Bg Termohon dapat

mengajukan jawaban secara lisan ataupun tertulis.34 Dalam

penyampaian jawaban ini Termohon harus datang secara pribadi

dalam persidangan atau diwakili oleh kuasa hukumnya. Dalam tahap

ini ada beberapa hal yang dapat diajukan langsung oleh Termohon

untuk mengaku, membantah secara mutlak, mengaku dengan

klausula, reforte, (jawaban berbelit-belit).

d. Sidang IV (replik)

(46)

37

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Replik adalah jawaban atas jawaban, diucapkan secara tertulis

oleh pihak Pemohon setelah ia mendengarkan jawaban Termohon

atas permohonannya. Dalam tahap ini Pemohon akan tetap

mempertahankan permohonannya dan menambah keterangan yang

dianggap perlu untuk memperjelas dalilnya.35

e. Sidang V (duplik)

Setelah Pemohon menyampaikan repliknya, kemudian

Termohon diberi kesempatan untuk menggapi pula. Dalam tahap ini

Termohon bersikap seperti Pemohon dalam repliknya tersebut.

Apabila dalam jawab menjawab ini dianggap telah cukup namun ada

hal-hal yang tidak disepakati oleh Pemohon dan Termohon sehingga

perlu untuk dibuktikan kebenarannya, maka dlanjutkan ketahap

pembuktian.

f. Sidang VI (pembuktian)

Pembuktian adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil

atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.36

Memberikan dasar–dasar yang cukup kepada hakim dalam

pemeriksaan suatu perkara agar dapat memberika kepastian tentang

kebenaran peristiwa yang diajukan. Pada tahap ini, baik Pemohon

dan Termohon diberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan

35 Ibid., 120.

(47)

bukti-bukti baik berupa saksi-saksi, alat bukti surat maupun lainnya

secara bergantian yang diatur oleh hakim.37

g. Sidang VII ( kesimpulan para pihak)

Pada tahap ini, Pemohon dan Termohon diberikan kesempatan

untuk mengajukan pendapat terakhir yang termasuk kesimpulan hasil

selama sidang berlangsung.

h. Sidang VIII (penetapan atau putusan hakim)

Penetapan putusan hakim merumuskan duduk perkara dan

pertimbangan hukum (pendapat hakim) mengenai perkara yang

diperiksa dan disertai alasan-alasannya, dan dasar-dasar hukumnya,

yang diakhiri dengan putusan hakim mengenai perkara yang

diperiksanya.38

Contoh kasus:

Pada tanggal 7 Februari hakim memberikan penetapan bahwa

permohonan suami (Pemohon) untuk menjatuhkan ikrar talak

diterima. Selama penetapan ini terdapat jangka waktu 14 hari (=14

hari kerja). Dalam jangka waktu 2 minggu ini, Termohon dapat

mengajukan permohonan banding.

Bila istri mengajukan banding maka penetapan hakim

memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Sejak tanggal tersebut,

suami atau Pemohon dapat mengajukan permohonan untuk

mengucapkan ikrar talak.

(48)

39

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Lihat skema.

Tahun 2015

Tgl 7/2/15 22/2 22/3 22/4 22/5 22/6 22/7 22/8

Tanggal 22 Februari ( hari kerja ke-14 setelah penetapan hakim

berkekuatan hukum tetap) talak belum jatuh, istri dapat

mengajukan banding. Apabila istri (Termohon) tidak mengajukan

banding, penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap (

22/2/2015). Sejak tanggal tersebut pengadilan menentukan hari

sidang untuk menyaksikan ikrar talak Pemohon atas permohonan

Pemohon (suami). Misalnya, bahwa sidang untuk megucapkan

ikrar talak pada tanggal 22 Maret 2015, maka suami pada hari

yang sudah ditentukan harus datang dan mengucapkan ikrar talak

di hadapan Majelis Hakim dan dihadiri oleh istri.

Undang-undang memberi kesempatan atau tenggang

waktu bagi suami atau Pemohon untuk mengucapkan ikrar talak

dalam jangka waktu 6 bulan. Bila dalam tenggang waktu tersebut

suami tidak hadir untuk mengucapkan ikrar talak, maka

permohonan untuk mengucapkan ikrar talak tersebut dapat

dinyatakan gugur oleh hakim (pasal 70 ayat (6) UU Peradilan

Agama). Jadi (suami) belum mengucapkan ikrar talak, maka

(49)

E. Hak Ex Officio Hakim terhadap Penetapan Nafkah Idah dan Mut’ah

dalam Cerai Talak

Tanggung jawab suami terhadap istri tidak hanya ketika ia sah

menjadi suami istri saja, melainkan setelah bercerai suami mempunyai

tanggung jawab kepada istri yang merupakan salah satu hak istri yang

harus didapatkan dari suami selama idah akibat dari suatu perceraian

tersebut. Hak-hak istri diantaranya adalah ia berhak untuk mendapatkan

nafkah selama idah dan mut’ah dari mantan suami bagi istri yang ditalak

raj’i dan tidak nusyu>z.

Dalam perkara cerai talak banyak diketahui Termohon yang awam

hukum tidak menuntut nafkah dan mut’ah kepada Pemohon, padahal

Pemohon cukup untuk mampu secara materi. Peranan Pengadilan Agama

dalam perceraian tidak hanya hal pengadministrasian atau pencatatan

perceraian saja yang ditandai dengan keluarnya akta cerai saja. Tetapi

Pengadilan juga harus menetapkan asas keadilan serta manfaat terutama

bagi pihak istri.

<

Gambar

Gambar 3.1
Tabel. 3.1 Jumlah Perkara tahun 2013-201421

Referensi

Dokumen terkait

Dominasi bentuk pola garis lingkaran hanya terlihat pada telapak yang terletak d i bagian antar jari ke dua (dibawah antara jari tengah dan telun j uk) t angan kanan (TAKA 11)

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembiayaan murabahah mikro express yang dilakukan BPRS Mandiri Mitra Sukses telah berhasil memberikan dampak

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dan jika dikaitkan dengan teori diatas bahwa pelaksanaan tindak Ianjut rekomendasi oleh tim TLHP masih belum terlaksana

Lahan pasang surut tipologi D Desa Banyu Urip Kabupaten Banyuasin memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai lahan budidaya pertanian melalui aplikasi kapur

Waktu yang tepat untuk pemasangan IUD adalah: 1) Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau empat minggu pasca persalinan, setelah enam bulan apabila

Tämän tutkielman tavoitteena on siis analysoida ja kuvailla sitä, miten lapset suhtautuvat matematiikkaa kohtaan tiedekerhoissa sekä millaisia asenteita heil- lä

82 dipelajari secara utuh dan seimbang antara ilmu-ilmu yang diperlukan untuk mencapai kesejahteraan di dunia (ilmu-ilmu umum) maupun ilmu-ilmu untuk

Prasarana yang belum memenuhi standar Perpustakaan SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta adalah ruang perpustakaan, karena ukuran standar ruang perpustakaan yang ditentukan dengan