• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 1

Lampiran

Keputusan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Banjarmasin

Nomor : HK.01.02.100.04.15.0631 Tentang

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015 - 2019

BAB I PENDAHULUAN

1.1.KONDISI UMUM

Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga untuk jangka waktu 5 tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L).

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN 2015-2019 yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN 2005-2025. Sebagai kelanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam, sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat.

Sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan POM di daerah, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Banjarmasin melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan di wilayah Kalimantan Selatan. Dalam rangka pelaksanaan tupoksi, BBPOM di Banjarmasin menyusun Renstra, yang memuat

(4)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 2

visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan BBPOM di Banjarmasin untuk periode 2015-2019 yang selaras dengan visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan BPOM denganberpedoman pada Renstra Badan POM periode 2015-2019. Proses penyusunan Renstra BBPOM di Banjarmasin tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun 2010-2014, serta memperhatikan ekspektasi pemangku kepentingan yang menjadi mitra BBPOM di Banjarmasin. Selanjutnya Renstra BBPOM di Banjarmasin periode 2015-2019 diharapkan dapat meningkatkan kinerja BBPOM di Banjarmasin dibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Adapun kondisi umum BBPOM di Banjarmasin pada saat ini berdasarkan peran, tupoksi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut:

1.1.1. Peran BBPOM di Banjarmasin berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan

Sebagai UPT BPOM maka BBPOM di Banjarmasin dalam menjalankan perannya senantiasa mengacu pada peran BPOM. BPOM adalah sebuah Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) yang bertugas mengawasi peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan makanan di wilayah Indonesia. Tugas, fungsi dan kewenangan BPOM diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001.

BPOM sebelum dibentuk sebagai sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)/LPNK, merupakan salah satu direktorat jenderal di lingkungan Departemen Kesehatan (sekarang disebut Kementerian Kesehatan) yang bernama Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM).

Latar belakang yuridis pemisahan atau perubahan Ditjen POM menjadi sebuah LPND dengan nama BPOM tidak terlepas dari perubahan sistem pemerintahan yang sebelumnya bersifat sentralistis berdasarkan Undang -

(5)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 3

Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah menjadi bersifat desentralistis seiring dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang antara lain, menetapkan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan-keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.

Kewenangan bidang lain sebagai urusan pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah diatur lebih lanjut secara rinci dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Kewenangan Bidang Lain telah dikelompokkan dalam beberapa bidang,termasuk Bidang Kesehatan.

Dalam bidang kesehatan, 3 (tiga) dari 11 (sebelas) kewenangan yang menjadi urusan pemerintah pusat yaitu: (1) Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat; (2) Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat, serta pengawasan industri farmasi; dan (3) Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran, ditetapkan menjadi kewenangan BPOM sesuai Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND.

Sesuai amanat ini, BPOM menyelenggarakan fungsi:

(1) pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

(2) pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

(3) koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM;

(4) pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan masyarakat di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

(6)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 4

(5) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Adapun Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah lainnya yang menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi BBPOM di Banjarmasin, antara lain: (i) UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;

(ii) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan;

(iii) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

(iv) PP Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

(v) PP Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor;

(vi) PP Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika;

(vii) PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan; serta (viii)PP Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi.

(ix) Perda Kalimantan Selatan Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pengawasan Bahan Tambahan Pangan dan Peredaran Bahan Berbahaya yang Disalahgunakan dalam Pangan

Dilihat dari fungsi BPOM secara garis besar, terdapat 3 (tiga) inti kegiatan atau pilar lembaga BPOM, yakni:

(1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan sebelum beredar (pre-market) melalui:

a)Perkuatan regulasi, standar dan pedoman pengawasan obat, Obat dan Makanan serta dukungan regulatori kepada pelaku usaha untuk pemenuhan standar dan ketentuan yang berlaku;

b)Peningkatan registrasi/penilaian Obat dan Makanan Obat dan Makanan yang diselesaikan tepat waktu;

c) Peningkatan inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan dalam rangka pemenuhan standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices (GDP) terkini; dan

(7)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 5

d) Penguatan kapasitas laboratorium BBPOM di Banjarmasin.

(2) Pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-market) melalui:

a) Pengambilan sampel dan pengujian;

b) Peningkatan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan di seluruh Indonesia oleh 33 Balai Besar (BB)/Balai POM, termasuk pasar aman dari bahan berbahaya;

d)Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat dan Makanan di pusat dan balai.

(3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di pusat dan balai melalui:

a) Public warning;

b) Pemberian Informasi dan Penyuluhan/Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan, serta;

c) Peningkatan pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), peningkatan kegiatan BPOM Sahabat Ibu, dan advokasi serta kerjasama dengan masyarakat dan berbagai pihak/lembaga lainnya.

Tugas dan fungsi tersebut melekat pada BPOM sebagai lembaga pemerintah yang merupakan garda depan dalam hal perlindungan terhadap konsumen. Di sisi lain, tugas fungsi BBPOM di Banjarmasin sangat penting dan strategis dalam kerangka mendorong tercapainya Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita).

Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Badan POM di daerah, BBPOM di Banjarmasin berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor 14 tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya.

Dilihat dari fungsi BBPOM di Banjarmasin, secara garis besar terdapat 2 (dua) fungsi Badan POM yang dilaksanakan oleh BBPOM di Banjarmasin, yakni:

(8)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 6

(1) Pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post market) melalui :

a. Pengujian di laboratorium sampel produk yang beredar. b. Pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan pelayanan. c. Investigasi awal dan penyidikan kasus obat dan makanan.

(2) Pemberdayaan masyarakat melalui KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) dan penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di Kalimantan Selatan melalui :

a. Penyebarluasan Public Warning ke pemangku kepentingan dan masyarakat.

b. KIE kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan . c. Peningkatan pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS),

peningkatan kegiatan Food Safety Masuk Desa atau GKPD (Gerakan Keamanan Pangan Desa) dan advokasi kepada masyarakat.

Tugas dan fungsi tersebut melekat pada BBPOM di Banjarmasin sebagai UPT Badan POM, dimana Badan POM merupakan lembaga pemerintah yang merupakan garda depan dalam hal perlindungan terhadap konsumen. Di sisi lain, tupoksi BBPOM di Banjarmasin ini juga sangat penting dan strategis dalam kerangka mendorong tercapainya Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa Cita) yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, khususnya pada butir 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, khususnya di sektor kesehatan; pada butir 2: Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya; pada butir 3: Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan; pada butir 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; serta pada butir 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Oleh karena itu, BBPOM di Banjarmasin sebagai UPT Badan POM yang merupakan lembaga pengawasan Obat dan Makanan sangat penting untuk diperkuat, baik dari sisi kelembagaan maupun kualitas sumber daya manusia, serta sarana pendukung lainnya seperti laboratorium, sistem teknologi dan informasinya, dan lain sebagainya, untuk mendukung tugas-tugasnya tersebut.

(9)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 7

BBPOM di Banjarmasin idealnya dapat menjalankan tugasnya secara lebih proaktif, tidak reaktif, yang hanya bergerak ketika sudah ada kasus-kasus yang dilaporkan. Namun, dengan luas wilayah Kalimantan Selatan yang bersekitar 37.530,52 km2 atau 6,98% dari luas Pulau Kalimantan dan 1,96%

dari luas wilayah Indonesia dengan sarana transportasi yang belum memadai, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang Obat dan Makanan dan posisi Kalimantan Selatan sebagai pintu masuk bagi berbagai produk Obat dan Makanan ke Pulau Kalimantan merupakan salah satu faktor utama yang sulit bagi BBPOM di Banjarmasin dalam melakukan fungsi pengawasan secara komprehensif.

Secara Administratif wilayahnya terdiri dari 13 daerah (11 Kabupaten dan 2 Kota) meliputi 119 Kecamatan dan 1947 Desa/Kelurahan, yaitu :

- Kota Banjarmasin = 0.072,67 Km2

- Kota Banjarbaru = 0.328,83 Km2

- Kabupaten Banjar = 4.710,97 Km2

- Kabupaten Tapin = 2.174,95 Km2

- Kabupaten Tanah Laut (TALA) = 3.729,30 Km2

- Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) = 1.804,94 Km2

- Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) = 1.472,00 Km2

- Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) = 0.951,25 Km2

- Kabupaten Tabalong = 3.599,95 Km2

- Kabupaten Balangan = 1.819,75 Km2

- Kabupaten Tanah Bumbu = 5.066,96 Km2

- Kabupaten Barito Kuala (BATOLA) = 2.376,22 Km2

(10)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 8

Peta serta pembagian wilayah Kabupaten/Kota dapat dilihat berikut ini : Gambar 1.1: Peta Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan

(11)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 9

Namun hal ini tidak menjadi hambatan, bahkan justru menjadi tantangan tersendiri bagi BBPOM di Banjarmasin dalam melakukan revitalisasi dan penguatan terhadap mandat dan kinerjanya dalam hal mengawasi Obat dan Makanan, baik yang diproduksi di Kalsel sendiri maupun yang berasal dari luar Kalsel dan beredar di masyarakat.

Di sisi lain, kondisi masyarakat Kalimantan Selatan yang didominasi oleh sektor perdagangan sehingga mobilitas penduduk juga sangat tinggi sehingga berdampak juga pada semakin banyaknya produk obat dan makanan yang beredar. Hal lain yang perlu diperhatikan pada penyusunan Renstra adalah adanya sumber daya alam di Kalimantan Selatan berupa perkebunan kelapa sawit, pertambangan batu bara dan mineral alam lainnya. Kondisi ini tentunya sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat.

Modernisasi suatu bangsa juga berpengaruh pada pola hidup masyarakatnya. Dengan perkembangan modernisasi tersebut, menjaga pola hidup sehat juga menjadi semakin sulit untuk dipenuhi oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, terutama pemenuhan standar kesehatan, dimana peredaran makanan yang tidak begitu baik bagi kesehatan juga hampir-hampir tidak bisa dihindari.

Adapun cakupan pengawasan Balai Besar POM di Banjarmasin adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1: Cakupan Pengawasan Sarana Produksi dan Distribusi Obat dan Makanan

Jenis Sarana

Produksi Distribusi Pelayanan

Jumlah Sarana Diperiksa % Jumlah Sarana Diperiksa % Jumlah Sarana Diperiksa % Obat 0 0 0 43 72 167.44 420 474 112.86 Pangan MD 23 26 113.04 Kosmetika 10 7 70.00 388 110 28.35 BB 0 0 0 2 6 300.00 OT 8 8 100.00 298 97 32.55 Pangan PIRT 1507 51 3.38 Pangan 937 157 16.76 Jumlah 1548 92 5.94 1668 442 26.50 420 474 112.86

Kegiatan pemeriksaan setempat sarana produksi, distribusi dan pelayanan obat dan makanan dilaksanakan secara rutin sepanjang tahun di

(12)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 10

seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Penetapan target didasarkan atas analisis risiko yang memperhatikan semua kemungkinan yang berdampak negatif pada keselamatan konsumen, yang meliputi produk TMS yang sering ditemukan, wilayah rawan maupun pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan. Dengan demikian, meskipun cakupan pemeriksaan setempat masih rendah, diharapkan tetap mampu menjamin keamanan dan mutu produk yang beredar.

1.1.2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor 14 tahun 2014, Struktur Organisasi Balai Besar POM di Banjarmasin terdiri dari Kepala Balai Besar POM yang membawahi unit-unit kerja sebagai berikut :

1. Sub Bagian Tata Usaha

2. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen

3. Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi, terdiri atas 2 Seksi yaitu : Seksi Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya dan Seksi Pengujian Mikrobiologi.

4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan, terdiri atas 2 Seksi yaitu : Seksi Pemeriksaan dan Seksi Penyidikan

5. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen, terdiri atas 2 Seksi yaitu : Seksi Sertifikasi dan Seksi Layanan Informasi Konsumen

6. Kelompok Jabatan Fungsional.

Sesuai dengan struktur organisasi BBPOM di Banjarmasin yang ada, maka masing-masing bidang dan sub bagian memiliki tugas sebagai berikut: 1) Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional,

Kosmetika dan Produk Komplemen. Bidang ini mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang produk terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetika, dan produk komplemen.

2) Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi

Bidang ini mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium,

(13)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 11

pengujian dan penilaian mutu di bidang pangan dan bahan berbahaya serta pemeriksaan laboratorium, pengujian dan pengendalian mutu di bidang mikrobiologi. Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya, dan Mikrobiologi menyelenggarakan fungsi:

a. pelaksanaan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pengelolaan laboratorium, pengendalian mutu hasil pengujian pangan, dan bahan berbahaya

b. pelaksanaan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pengelolaan laboratorium, dan pengendalian mutu hasil pengujian mikrobiologi

Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi terdiri dari:

a. Seksi Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya, mempunyai tugas

melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pengelolaan laboratorium, pengendalian mutu hasil pengujian pangan dan bahan berbahaya.

b. Seksi Laboratorium Mikrobiologi, mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pengelolaan laboratorium, dan pengendalian mutu hasil pengujian mikrobiologi.

3) Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan.

Bidang ini mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sarana pelayanan kesehatan serta penyidikan pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.

Dalam melaksanakan tugas Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut :

a. Penyusunan rencana dan program pemeriksaan, dan penyidikan obat dan makanan.

b. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sarana pelayanan kesehatan di bidang produk terapetik, narkotika,

(14)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 12

psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya;

c. Pelaksanaan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya; dan

d. evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan, dan penyidikan obat dan makanan.

Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan terdiri dari:

a. Seksi Pemeriksaan, mempunyai tugas melakukan pemeriksaan

setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.

b. Seksi Penyidikan, mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap

kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.

4) Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.

Bidang ini mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu, dan layanan informasi konsumen. Dalam melaksanakan tugas Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan rencana dan program sertifikasi produk, dan Layanan Informasi Konsumen

b. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu c. Pelaksanaan layanan informasi untuk konsumen

d. Evaluasi dan penyusunan laporan sertifikasi produk, dan layanan informasi konsumen

Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen terdiri dari:

a. Seksi Sertifikasi, mempunyai tugas melakukan sertifikasi produk,

(15)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 13

b. Seksi Layanan Informasi Konsumen, mempunyai tugas melakukan

layanan informasi konsumen.

5) Sub Bagian Tata Usaha.

Sub bagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi di lingkungan Balai Besar POM di Banjarmasin.

6) Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas : “Melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

a. Kelompok jabatan fungsional terdiri atas Jabatan Fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Jabatan Fungsional lain sesuai dengan bidang keahliannya.

b. Masing-masing kelompok Jabatan Fungsional dikoordinasi oleh tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Sekretaris Utama BPOM.

c. Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

d. Jenis dan jenjang fungsional diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun struktur organisasi Balai Besar POM di Banjarmasin dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :

(16)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 14

Gambar 1.2: Struktur Organisasi BBPOM di Banjarmasin

Sumber Daya Manusia merupakan komponen yang penting dalam melaksanakan pengawasan. Berikut ini grafik yang menggambarkan proporsi pegawai BBPOM di Banjarmasin berdasarkan jenis pendidikan.

Grafik 1.1: Jumlah Pegawai Menurut Pendidikannya

KEPALA

BALAI BESAR POM DI BANJARMASIN

KEPALA SUB BAGIAN TATA USAHA KEPALA BIDANG PENGUJIAN TERANOKOKO KEPALA BIDANG PENGUJIAN PANGAN, BB, DAN MIKROBIOLOGI KEPALA BIDANG PEMERIKSAAN DAN PENYIDIKAN KEPALA BIDANG SERTIFIKASI DAN LAYANAN INFORMASI KONSUMEN KEPALA SEKSI LABORATORIUM PANGAN dan BAHAN

BERBAHAYA KEPALA SEKSI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KEPALA SEKSI PEMERIKSAAN KEPALA SEKSI PENYIDIKAN KEPALA SEKSI SERTIFIKASI KEPALA SEKSI LAYANAN INFORMASI KONSUMEN

(17)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 15

Profil pegawai per bidang dan sub bagian dapat dilihat secara rinci sebagai berikut :

Grafik 1.2: Jumlah Pegawai Menurut Bidang/ Sub Bagian

Dari komposisi SDM BBPOM di Banjarmasin sampai dengan tahun 2014 sesuai dengan grafik 1 dan 2 di atas, dirasakan bahwa untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis, khususnya perubahan lingkungan strategis eksternal, maka perlu dilakukan penambahan jumlah dan peningkatan kompetensi SDM BBPOM di Banjarmasin, agar dapat mengantisipasi dan memenuhi perubahan lingkungan strategis tersebut sehingga bisa mewujudkan tujuan organisasi dalam lima tahun kedepan.

Untuk mendukung program pengawasan, kompetensi SDM terus ditingkatkan melalui berbagai pelatihan baik eksternal maupun internal. Untuk menangani proses penyidikan saat ini ada 8 PPNS yang di Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan, sedangkan untuk melakukan pengawasan telah dilatih tenaga Inspektur Obat, Inspektur Pangan Muda dan Madya, dan Inspektur Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dan beberapa pelatihan teknis lainnya. Untuk melaksanakan surveilan, sertifikasi dan layanan informasi konsumen telah mengikuti pelatihan surveilan keracunan pangan, tatacara penilaian pangan, ULPK, CPKB, CPOTB, Instruktur dan Auditor Piagam Bintang I, II, dan III Keamanan Pangan dan Auditor Halal. Seluruh tenaga penguji telah mengikuti pelatihan Dasar Analisis, Pengujian Mikro, Pangan dan Teranokoko Tingkat Dasar dan Pratama serta Madya, Analisis dengan instrumen, uji potensi antibiotik, teknik perawatan dan kalibrasi peralatan laboratorium. Dari sistem

Bid. Peng Teranokoko, 19 Bid. Pemdik, 18 Bid. Peng Pangan BB dan Mikro, 16 Subbag TU, 14 Bid. SerLIK, 8 Ka BBPOM, 1

(18)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 16

mutu pelatihan yang telah diikuti adalah Pengenalan ISO/IEC/17025 : 2005, Audit Internal sesuai sistem manajemen mutu ISO/IEC/17025 : 2005, Dokumen dan Implementasi ISO/IEC/17025 : 2005, Jaminan Mutu Hasil Analisis Pengujian, Pengukuran ketidakpastian untuk laboratorium pengujian, dan Validasi Metoda Analisa. Dari kelompok manajerial juga telah mengikuti diklat penjenjangan, hard competency maupun soft competency seperti pelatihan manajerial, visioning, motivasi dan lain- lain.

Meskipun dari sisi kompetensi sudah memadai namun dari sisi kuantitas masih kurang, apalagi dengan melihat penambahan di lingkungan eksternal termasuk ekspektasi masyarakat dan pemerindah daerah terhadap peran BBPOM di Banjarmasin agar lebih efektif dalam melaksanakan pengawasan Obat dan Makanan di wilayah Kalimantan Selatan ini.

Dengan jumlah SDM saat ini, BBPOM di Banjarmasin belum mampu melakukan pengawasan sekali setahun terhadap setiap sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Dengan demikian hal ini berpotensi terhadap beredarnya Obat dan Makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan.

Hal- hal yang belum efektif terkait SDM adalah pemberian reward dan punishment. Meskipun Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) telah diterapkan sejak tahun 2014 namun implementasi reward dan punishment belum sepenuhnya diterapkan karena keterbatasan anggaran, ketidaktegasan dan dikarenakan sistem ini baru saja dimulai.

Jumlah SDM yang dimiliki BBPOM di Banjarmasin untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan sampai tahun 2014 sejumlah 76 (tujuh puluh enam) orang dan masih kekurangan 20 SDM, dengan proyeksi kebutuhan berdasarkan analisis beban kerja sebagai berikut :

(19)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 17

Grafik 1.3: Kebutuhan SDM berdasarkan Analisis Beban Kerja

Bila diasumsikan bahwa setiap tahun BBPOM di Banjarmasin mendapat penambahan 5 orang CASN maka pada tahun 2019 diperkirakan masih tetap akan kekurangan pegawai sebanyak 14 orang. Jika asumsi tersebut tidak tercapai hingga tahun 2019 makan BBPOM di Banjarmasin akan mengalami kekurangan SDM sebesar 37 orang.

Di samping menghadapi masalah dalam jumlah SDM, BBPOM di Banjarmasin juga mengahadapi permasalahan dalam struktur organisasi. Adapun Bidang dan Sub Bagian yang mengalami permasalahan tersebut adalah 1. Sub Bagian Tata Usaha

Kondisi saat ini pada Sub Bagian Tata Usaha masih mengalami span of control yang terlalu luas dengan hanya ditangani oleh pejabat struktural setingkat eselon IV. Dalam rangka optimalisasi fungsi manajemen dan reformasi birokrasi perlu dilakukan reorganisasi, dimana untuk jabatan Kepala Sub Bagian Tata Usaha dinaikkan menjadi eselon III dan di bawahnya diangkat 2 – 3 jabatan struktural eselon IV untuk menangani Seksi Keuangan, Seksi Kepegawaian dan Seksi Perlengkapan

2. Bidang Pengujian Teranakoko

Saat ini pada bidang tersebut dijabat oleh satu orang eselon III, tetapi tidak didukung oleh pejabat eselon IV, sehingga berdampak pada penumpukan control dan tanggung jawab pada 1 (satu) orang pejabat struktural. Dalam rangka peningkatan kinerja maka diharapkan agar kedepan Kepala Bidang

(20)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 18

dapat dibantu oleh 3 (tiga) orang pejabat eselon IV, untuk menangani seksi Pengujian Obat dan Napza, Seksi Pengujian Obat Tradisional dan Suplemen Makanan serta Seksi Pengujian Kosmetik

3. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan

Salah satu upaya mereduksi peredaran produk Obat dan Makanan ilegal adalah melalui penegakan hukum. Dalam optimalisasi penegakan hukum diperlukan informasi yang akurat terkait tindak pidana bidang Obat dan Makanan. Saat ini pada bidang pemeriksaan dan penyidikan hanya terdapat dua seksi, yaitu seksi pemeriksaan dan seksi penyidikan. Untuk optimalisasi penegakan hukum, pada Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan diperlukan penambahan 1 (satu) jabatan eselon IV untuk menangani masalah Investigasi, sehingga diharapkan efektifitas penegakan hukum meningkat.

1.1.3. Capaian Kinerja BBPOM di Banjarmasin periode 2010-2014

Sesuai dengan peran dan kewenangannya, BBPOM di Banjarmasin mempunyai tugas mengawasi peredaran Obat dan Makanan di wilayah Kalimantan Selatan. Dalam rangka menjalankan tugas tersebut, maka terdapat beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam Renstra BPOM 2010-2014, yaitu: 1) Rekomendasi dalam rangka perizinan dan sertifikasi industri di bidang farmasi berdasarkan cara-cara produksi yang baik; 2) Post-marketing

survailance termasuk sampling dan pengujian laboratorium, pemeriksaan

sarana produksi dan distribusi, monitoring efek samping produk di masyarakat, penyidikan dan penegakan hukum; 3) Pengumpulan serta kliping iklan dan promosi obat dan makanan untuk bahan Pre-review dan pasca-audit oleh Badan POM; 4) Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk penyebarluasan peringatan publik yang dikeluarkan oleh Kepala Badan POM.

Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan BBPOM di Banjarmasin tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaian indikator kinerja utama sesuai sasaran strategis pada tabel 1.1 di bawah ini.

(21)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 19

Tabel 1.2: Pencapaian Indikator Kinerja Utama

No. Indikator Awal Target (%) Realisasi (%) Rasio (%)

2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014 1. Persentase kenaikan Obat yang memenuhi standar 94,2 B as el in e 0,1 0,1 0,1 0,1 Ba se lin e -0,21 -0,17 0,4 -3,13 ba se lin e -210 -170 400 -3.130 2. Persentase kenaikan Obat Tradisional yang memenuhi standar 73,81 B as el in e 0,25 0,25 0,25 0,25 Ba se lin e -10,54 -0,2 0,3 -3,55 ba se lin e -4.216 -80 120 -1.420 3. Persentase kenaikan Kosmetik yang memenuhi standar 92,12 B as el ine 0,25 0,25 0,25 0,25 Ba se lin e -2,47 0,43 -0,1 -1,61 ba se lin e -988 172 -40 -644 4. Persentase kenaikan Suplemen Makanan yang memenuhi standar 97,36 B as el in e 0,5 0,5 0,5 0,5 Ba se lin e 12 -7,8 0 -14.0 ba se lin e -2.400 -1.560 0 -2.800 5. Persentase kenaikan Makanan yang memenuhi standar 76,03 B as el in e 3,75 3,75 3,75 3,75 Ba se lin e 13,14 -7,3 1,4 -10.02 ba se lin e 857,1 -194,7 37,3 -267,2

(22)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 20

Sebagaimana tabel 1.2 terkait pencapaian kinerja pada Renstra tahun 2010-2014 tersebut di atas, bila diperhatikan dari segi angka kenaikan produk Obat dan Makanan yang memenuhi standar, maka dapat dikatakan bahwa BBPOM di Banjarmasin belum dapat mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi bila dilihat dari sudut pandang kemampuan pengawas menemukan Obat dan Makanan yang tidak memenuhi standar maka dapat dikatakan bahwa kompetensi pengawas semakin membaik. Peningkatan kompetensi ini menunjukkan bahwa melalui berbagai pelatihan bagi Inspektur Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh Badan POM sangat efektif dalam meningkatkan kompetensi petugas.

Salah satu hal yang membebani BBPOM di Banjarmasin untuk mencapai target indikator kinerja utama adalah persentase kenaikan Obat dan Makanan yang memenuhi standar diperhitungkan terhadap jumlah sampel yang disampling oleh BBPOM di Banjarmasin. Hal ini menjadi problem tersendiri karena sampling dilakukan berbasis risiko, dimana salah satu hal yang diperhatikan pada penyusunan prioritas sampling adalah produk yang sering ditemukan tidak memenuhi standar atau dicurigai tidak memenuhi standar. Dengan pertimbangan ini maka sangat mungkin sampel yang disampling cenderung tidak memenuhi standar sehingga dapat mengaburkan keberhasilan pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan.

Berdasarkan pencapaian target tersebut teridentifikasi bahwa pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh BBPOM di Banjarmasin selama ini harus terus ditingkatkan. Perkuatan pengawasan post market merupakan hal yang tak dapat dielakkan lagi. Hal lain yang perlu ditingkatkan adalah advokasi dan koordinasi lintas sektor agar lebih bersinergi lagi dalam meningkatkan kemampuan pelaku usaha untuk pemenuhan cara produksi dan distribusi obat dan makanan yang baik, sehingga keamanan obat dan makanan yang beredar dapat dijamin. Sinergisme dengan lintas sektor perlu juga ditingkatkan dalam hal pemberian sanksi yang memadai sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sehingga dapat memberi efek jera.

(23)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 21

1.2.POTENSI DAN PERMASALAHAN

Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global, permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks. Arus besar globalisasi membawa keleluasaan informasi, fleksibilitas distribusi barang dan jasa yang berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang. Percepatan arus informasi dan modal juga berdampak pada meningkatnya pemanfaatan berbagai sumber daya alam yang memunculkan isu perubahan iklim

(climate change), ketegangan lintas-batas antarnegara, serta percepatan

penyebaran wabah penyakit, mencerminkan rumitnya tantangan yang harus dihadapi oleh BPOM. Hal ini menuntut peningkatan peran dan kapasitas instansi BPOM dalam mengawasi peredaran produk Obat dan Makanan.

Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal yang dihadapi oleh BBPOM di Banjarmasin terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu kesehatan yang akan diulas disini adalah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sedangkan terkait globalisasi, akan diulas tentang perdagangan bebas, komitmen internasional, perubahan iklim, MEA dan demografi. Isu-isu tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis yang mempengaruhi peran BPOM baik internal maupun eskternal adalah sebagai berikut:

1.2.1. Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu subsistem SKN adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yang meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar; (ii) ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; (iii) perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat penggunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui

(24)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 22

pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Subsistem ini saling terkait dengan subsistem lainnya sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna.

BPOM merupakan penyelenggara subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, utamanya untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu Obat dan Makanan yang beredar serta upaya kemandirian di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan sebagai salah satu unsur dalam subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya secara komprehensif oleh BPOM, yaitu:

No keamanan, khasiat/kemanfaat dan Upaya terkait jaminan aspek

mutu Obat dan Makanan yang beredar No

Upaya terkait kemandirian Obat dan Makanan.

1 Pengawasan, melibatkan berbagai pemangku kepentingan yaitu pemerintah, pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat secara terpadu dan bertanggung jawab.

1 Pembinaan industri farmasi dalam negeri agar mampu melakukan produksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan dapat melakukan usahanya dengan efektif dan efisien sehingga mempunyai daya saing yang tinggi. 2 Pelaksanaan regulasi yang baik didukung

dengan sumber daya yang memadai secara kualitas maupun kuantitas, sistem manajemen mutu, akses terhadap ahli dan referensi ilmiah, kerjasama internasional, laboratorium pengujian mutu yang kompeten, independen, dan transparan.

2 Pengembangan pemanfaatan obat tradisional yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, bermutu tinggi, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri oleh

masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal.

3 Pengembangan dan penyempurnaan kebijakan mengenai produk dan fasilitas produksi dan distribusi Obat dan Makanan sesuai dengan IPTEK dan standar internasional.

4 Pembinaan, pengawasan dan

pengendalian impor, ekspor, produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Upaya ini merupakan suatu kesatuan utuh, dilakukan melalui penilaian keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk, inspeksi fasilitas produksi dan distribusi, pengambilan dan pengujian sampel, surveilans dan uji setelah pemasaran, serta pemantauan label atau penandaan, iklan dan promosi.

5 Penegakan hukum yang konsisten dengan efek jera yang tinggi untuk setiap

pelanggaran, termasuk pemberantasan produk palsu dan ilegal.

(25)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 23 No keamanan, khasiat/kemanfaat dan Upaya terkait jaminan aspek

mutu Obat dan Makanan yang beredar No

Upaya terkait kemandirian Obat dan Makanan.

6 Perlindungan masyarakat dari

penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Zat Adiktif sebagai upaya yang terpadu antara upaya represif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

7 Perlindungan masyarakat terhadap pencemaran sediaan farmasi dari bahan-bahan dilarang atau penggunaan bahan-bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan persyaratan.

Beberapa upaya tersebut di atas, telah dilakukan oleh BPOM dan ke depan harus lebih ditingkatkan melalui pembinaan, pengawasan dan pengendalian secara profesional, bertanggungjawab, independen, transparan dan berbasis bukti ilmiah, sesuai dengan amanat dalam SKN.

Selain itu, BBPOM di Banjarmasin menghadapi tantangan tersendiri, berupa beredarnya Obat dan Makanan ilegal serta tingginya angka penyalahgunaan Obat dan Makanan. Hal ini terlihat pada data Badan Narkotika Nasional, dimana secara nasional Kalimantan Selatan berada pada urutan ke-4 penyalahgunaan narkoba di Indonesia dan urutan ke-2 Nasional untuk penyalahgunaan obat carnophen. Kondisi ini tentunya akan menjadi tantangan tersendiri bagi BBPOM di Banjarmasin untuk melindungi masyarakat Kalimantan Selatan dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Tingginya penyalahgunaan obat ini, akan memberikan beban tersendiri bagi BBPOM di Banjarmasin karena barang bukti dari pihak Kepolisian untuk proses Pro Justitia diujikan pada Laboratorium BBPOM di Banjarmasin.

1.2.2. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ini merupakan program negara dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui

(26)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 24

pendekatan sistem. Sistem ini diharapkan dapat menanggulangi risiko ekonomi karena sakit, PHK, pensiun usia lanjut dan risiko lainnya dan merupakan cara (means), sekaligus tujuan (ends) dalam mewujudkan kesejahteraan. Untuk itu, dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Implementasi SJSN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan distribusi dan pelayanan obat di Kalimantan Selatan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pemeriksaan sarana distribusi obat dalam rangka pemenuhan CDOB.

1.2.3. Agenda Sustainable Development Goals (SDGs)

Dengan akan berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs), yang meliputi 17 goals. Dalam bidang kesehatan, faktanya individu yang sehat akan memiliki kemampuan fisik dan daya pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya.

Terkait Goal 2. End hunger, achieve food security and improved nutrition, and promote sustainable agriculture, selain ketahanan pangan, kondisi yang harus diciptakan antara lain adalah masyarakat miskin, kelompok rentan termasuk bayi memiliki akses untuk mendapatkan makanan yang aman, bergizi dengan jumlah yang cukup sesuai kebutuhannya. Kontribusi terhadap kondisi ini adalah tersedianya pangan dengan nilai gizi yang cukup, misalnya pangan diet khusus mengandung Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang cukup untuk pasien diabetes, garam dan terigu difortifikasi dengan mikronutrisi, AKG tertentu dalam susu formula bayi dan lansia. Hal ini hanya dapat terjadi jika produsen pangan olahan yang telah diinspeksi dan dibina BPOM menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan menjamin mutu produknya termasuk nilai nutrisi sesuai dengan

(27)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 25

kebijakan teknis yang dibuat BPOM/Standar Nasional Indonesia/standar internasional. Tantangan bagi BPOM ke depan adalah penyusunan kebijakan teknis terkini tentang standar gizi pangan olahan, pengawalan mutu, manfaat, dan keamanan pangan olahan, serta KIE kepada masyarakat.

Terkait Goal 3.Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages, salah satu kondisi yang harus tercipta adalah pencapaian JKN, termasuk di dalamnya akses masyarakat terhadap obat dan vaksin yang aman, efektif, dan bermutu. Asumsinya, jaminan kesehatan memastikan masyarakat mendapatkan dan menggunakan hanya obat atau vaksin yang aman, efektif, dan bermutu untuk upaya kesehatan preventif, promotif, maupun kuratif, sehingga kualitas hidup masyarakat meningkat. Kontribusi untuk mencapai kondisi ini adalah ketersediaan Obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan. Hal ini bisa tercapai hanya jika Industri Farmasi yang telah diintervensi (diawasi dan dibina BPOM) mempraktekkan GMP dalam produksi Obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu dan PBF serta rantai distribusi obat menerapkan Good Distribution

Practices untuk mengawal mutu Obat JKN. Tantangan bagi BPOM ke depan adalah

intensifikasi pengawasan pre-market dan post-market, serta pembinaan pelaku usaha agar secara mandiri menjamin mutu produknya.

1.2.4. Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional

Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup banyak bidang dan saling terkait: ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat dan massif akhir-akhir ini dan berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif.

Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional, khususnya di bidang ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas

(28)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 26

(Free Trade Area). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) Free Trade Area, ASEAN-China Free Trade Area, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN-India Free Trade Agreement

(AIFTA) dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA).

Dalam hal ini, memungkinkan negara-negara tersebut membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sejumlah produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negara-negara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industri farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri.

BBPOM di Banjarmasin sebagai garda terdepan dalam melindungi masyarakat Kalsel dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan, tentunya menghadapi tantangan yang semakin kompleks pada globalisasi yang berlangsung saat ini karena dengan pemberlakuan pasar global tentunya secara langsung akan berdampak pada semakin bertambahnya jumlah Obat dan makanan yang beredar di Kalimantan Selatan.

Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu-isu ekonomi saja, namun juga merambah pada isu-isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Permasalahan ini akan semakin kompleks dengan sulitnya pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di pelosok desa dan perbatasan. Sebagai contoh, saat ini akses masyarakat untuk mendapatkan obat legal dari apotek masih terbatas sehingga

(29)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 27

menyebabkan harga obat menjadi lebih mahal. Di sisi lain, secara nasional jumlah apotek yang ada juga masih kurang, dimana belum semua kecamatan terjangkau dengan layanan apotek.

Perdagangan bebas membuat kepekaan “berbisnis” menjadi sangat tinggi. Kebutuhan obat yang tinggi dengan ketersediaan yang rendah ditambah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat masih banyaknya ditemukan obat-obat yang tidak memenuhi ijin edar dan mengandung bahan baku yang berbahaya. Hal ini jelas akan sangat merugikan masyarakat. Berdasarkan data WHO (World

Health Organization), praktik pemalsuan produk obat di dunia rata-rata mencapai

10%, dan mencapai 20-40% untuk negara berkembang termasuk Indonesia. Tentunya hal ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi BBPOM di Banjarmasin sebagai UPT Badan POM yang merupakan lembaga negara yang bertanggungjawab terkait dengan pengawasan atas produk Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat Kalimantan Selatan.

Dengan melihat program Nawacita yang salah satunya adalah “membangun Indonesia dari pinggiran”, pemerintah merencanakan Provinsi Kalimantan Selatan merupakan pintu masuk pulau Kalimantan. Pembangunan yang akan dan sedang direalisasikan adalah pembangunan bandara Syamsudin Noer sebesar 20 kali dari sekarang. Banjarmasin akan menjadi sentra bisnis serta pembangunan kawasan industri di pusatkan di Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu. Pembangunan- pembangunan tersebut akan berdampak peningkatan arus masuknya produk Obat dan Makanan ke wilayah Kalimantan dengan pintu masuknya adalah Banjarmasin. Untuk itu diperlukan perkuatan pengawasan Obat dan Makanan terhadap produk yang beredar di masyarakat.

1.2.5. Perubahan Iklim

Ancaman perubahan iklim dunia, akan semakin dirasakan oleh sektor pertanian khususnya produk bahan pangan di Indonesia. Perubahan iklim dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat, bermanfaat, dengan harga yang kompetitif. Dari sisi ekonomi makro, industri

(30)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 28

makanan dan minuman di masa yang akan datang perannya akan semakin penting sebagai pemasok pangan dunia.

Semakin besarnya kontribusi industri pengolahan, dengan sub-sektor makanan dan minuman serta sub-sektor pupuk, kimia dan barang dari karet terhadap output nasional, maka akan semakin besar juga tugas dari BBPOM di Banjarmasin untuk mengawasi dan menjamin keamanan proses produksi produk makanan dari hulu hingga hilir.

Selain dari sisi pangan, perubahan iklim juga dapat mengakibatkan munculnya bibit penyakit baru hasil mutasi gen dari beragam virus. Bibit penyakit baru tersebut diantaranya virus influenza yang variannya sekarang menjadi cukup banyak dan mudah tersebar dari satu negara ke negara lain.

Menurut Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013, dalam pelaksanaan kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim, Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa penyakit yang perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan, misalnya Demam Berdarah Dengue, Malaria dan Tuberkulosis. Jadi di Indonesia, terdapat tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan perkembangan vector yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal.

Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari BBPOM di Banjarmasin untuk mendukung Badan POM dalam mengawasi peredaran varian produk obat yang baru dari jenis penyakit tersebut, baik yang diproduksi di dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri. Selain dari obat, varian obat baru ini juga diikuti pula dengan jenis obat herbal tradisional Indonesia dan Cina yang paling banyak beredar di pasar. Kondisi ini menuntut kerja keras dari BBPOM di Banjarmasin melakukan pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut.

(31)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 29

1.2.6. Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat

Kemajuan dari ekonomi Indonesia dapat dilihat dari indikator makro-ekonomi, yakni pendapatan perkapita sebesar USD 3000 tahun 2010 dan diproyeksikan pada tahun 2025 mencapai USD 14.250–15.500 (Bappenas; 2012) dan telah menjadi 10 (sepuluh) besar negara yang mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini menunjukan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia. Kalimantan Selatan yang kaya dengan sumber daya alam berupa hasil pertambangan dan perkebunan tentunya juga akan berdampak pada tingginya pendapatan perkapita masyarakat. Secara teori dan fakta, bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar tuntutan masyarakat untuk mendapatkan Obat dan Makanan yang memiliki standar dan kualitas. Pendapatan perkapita yang tinggi dan tidak didukung oleh pengetahuan masyarakat yang memadai, tentunya sangat berpotensi terjadinya kesalahan penggunaan dan penyalahgunaan obat.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan yang serius dari BBPOM di Banjarmasin.

1.2.7. Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk

Penduduk Kalimantan Selatan berdasar data dari BPS tahun 2012 berjumlah 3.790.071 jiwa. Secara rinci Jumlah Penduduk Laki-Laki, Jumlah Penduduk Perempuan Menurut Wilayah (Sumber : Data Sensus Penduduk 2010 – BPS RI) adalah sebagai berikut:

Tabel 1.3: Data Sebaran Penduduk Usia di Atas 15 Tahun Berdasarkan Jenis Kelamin Per Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan Selatan

Kab/Kota Laki-Laki Perempuan Total

Tanah Laut 152,385 143,948 296,333

Kotabaru 151,586 138,556 290,142

Banjar 257,320 249,519 506,839

Barito Kuala 138,357 137,790 276,147

Tapin 84,626 83,251 167,877

Hulu Sungai Selatan 105,766 106,719 212,485

(32)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 30

Hulu Sungai Utara 102,351 106,895 209,246

Tabalong 111,086 107,534 218,620

Tanah Bumbu 139,686 128,243 267,929

Balangan 56,504 55,926 112,430

Kota Banjarmasin 312,740 312,741 625,481

Kota Banjarbaru 102,285 97,342 199,627

Prov. Kalimantan Selatan 1,836,210 1,790,406 3,626,616

Grafik 1.4: Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Menurut Kabupaten Kota

Mengacu pada data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2010, Jumlah dan persentase penduduk perempuan menurut kabupaten/kota, Rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun menurut kabupaten/kota, Angka melek huruf penduduk di atas usia 15 tahun berdasarkan jenis kelamin per kabupaten/kota, Laju pertumbuhan pendapatan regional kapita atas harga berlaku menurut kabupaten/kota sebagai berikut :

(33)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 31

Tabel 1.4: Rata-Rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Menurut Kabupaten/ Kota

(34)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 32

Tabel 1.5: Persentase Angka Melek Huruf Penduduk Usia di Atas 15 Tahun Berdasarkan Jenis Kelamin Per Kabupaten/ Kota

No. Kabupaten/Kota Perempuan Laki-Laki

Persentase Persentase 1 Tanah Laut 91.36 94.17 2 Kotabaru 88.41 91.33 3 Banjar 92.2 94.47 4 Barito Kuala 87.08 92.22 5 Tapin 91.12 93.78

6 Hulu Sungai Selatan 91.59 93.76

7 Hulu Sungai Tengah 91.02 93.32

8 Hulu Sungai Utara 89.85 93.14

9 Tabalong 92.87 94.71

10 Tanah Bumbu 89.88 93.24

11 Balangan 90.56 93.71

12 Kota Banjarmasin 95.88 96.28

13 Kota Banjarbaru 94.64 95.77

(35)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 33

Tabel 1.6: Laju Pertumbuhan Pendapatan Regional Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kabupaten Kota

Kab/Kota Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 1 2 3 4 5 6 Tanah Laut 13,984,220 15,685,358 17,402,162 - - Kotabaru 33,307,762 36,979,946 39,894,011 - - Banjar 13,696,851 14,939,465 16,308,454 - - Barito Kuala 13,112,509 142,005,523 15,627,796 - - Tapin 13,229,739 14,167,984 15,292,796 - -

Hulu Sungai Selatan 10,196,543 10,953,907 11,830,962 - - Hulu Sungai Tengah 8,821,395 9,702,622 10,619,707 - - Hulu Sungai Utara 7,393,434 8,434,116 9,212,859 - -

Tabalong 23,980,027 27,600,632 31,132,717 - -

Tanah Bumbu 24,178,534 26,796,336 27,614,243 - -

Balangan 23,848,946 26,843,329 29,644,310 - -

Kota Banjarmasin 15,585,241 17,665,637 19,447,929 - - Kota Banjarbaru 9,457,371 10,401,184 11,013,620 - - Provinsi Kalimantan Selatan 16,495,561 18,453,206 20,032,114 83,361,788 -

Memperhatikan data-data tersebut di atas, terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan penduduk Kalimantan Selatan adalah 1,99%, berarti lebih tinggi dari rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49% pertahun. Dengan laju pertumbuhan sebesar itu, diperkirakan ke depan salah satu permasalahan yang dihadapi Provinsi Kalimantan Selatan adalah adanya lonjakan jumlah penduduk dengan sebaran yang tidak merata karena terkonsentrasi pada daerah perkotaan.

1.2.8 Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintah yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan kesehatan menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren antara pusat dan daerah. Hal ini berdampak pada pengawasan obat dan makanan yang tetap bersifat sentralistik dan tidak mengenal batas wilayah (borderless),

(36)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 34

dengan one line command (satu komando), sehingga apabila terdapat suatu produk Obat dan Makanan yang tidak memenuhi syarat maka dapat segera ditindaklanjuti.

Desentralisasi dapat menimbulkan beberapa permasalahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan di antaranya kurangnya dukungan dan kerjasama dari pemangku kepentingan di daerah sehingga tindaklanjut hasil pengawasan Obat dan Makanan belum optimal. Hal ini juga yang menjadi temuan BPK pada saat audit kinerja BPOM. Untuk menunjang tugas dan fungsi BPOM dalam pengawasan diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari para pemangku kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik. Dengan berlakunya Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, merupakan tantangan bagi BPOM untuk menyiapkan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan terkait Obat dan Makanan.

1.2.9 Perkembangan Teknologi

Kemajuan teknologi berdampak terhadap produksi di bidang Obat dan Makanan, antara lain berupa perkembangan vaksin baru dan produk biologi lain termasuk produk darah, produk jaringan, produk terapi gen, produk stem cell, produk hormon, pangan hasil rekayasa genetika, pangan iradiasi, perkembangan teknologi nano untuk produk dan kemasannya serta produk hasil inovasi lainnya. Ini adalah sebagian dari kemajuan teknologi produksi yang diprediksi akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kondisi ini menuntut BPOM meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sebagai lembaga pengawas, utamanya pengetahuan dan teknologi laboratorium pengujian POM selaku “diagnosis pasti” adanya risiko yang beredar di masyarakat.

Adanya kemajuan teknologi telah memungkinkan industri di bidang Obat dan Makanan untuk berproduksi dalam skala besar dengan cakupan yang luas. Selain itu, dengan kemajuan teknologi transportasi baik darat, laut dan udara

(37)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 35

maupun jasa pengiriman barang, berbagai produk itu dimungkinkan dalam waktu relatif singkat mencapai seluruh wilayah negeri ini hingga ke pelosok pelosoknya. Bagi pengawasan Obat dan Makanan, ini merupakan satu potential problem, karena bila terdapat produk yang substandar, peredarannya dapat menjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat. Untuk itu, antipasi pengawasan obat dan makanan juga harus sama cepatnya.

Teknologi promosi sebagai sarana provider induced demand semakin efektif dalam menggugah masyarakat. Hal ini potensial mengarah pada penggunaan produk secara irasional. Disamping itu kecanggihan teknologi promosi dapat menutupi berbagai kelemahan produknya. Keadaan ini semakin menurunkan tingkat kewaspadaan konsumen yang sudah tereksploitasi oleh dorongan permintaan. Oleh karenanya peran BBPOM Di Banjarmasin dan instansi terkait sangat penting dalam melakukan KIE kepada masyarakat.

Perkembangan teknologi informasi juga dapat menjadi potensi bagi BPOM untuk dapat melakukan pelayanan secara online, yang dapat memudahkan akses dan jangkauan masyarakat. Juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi, komunikasi, dan edukasi kepada masyarakat. Namun di sisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan bagi BPOM terkait tren pemasaran dan transaksi produk Obat dan Makanan secara online, yang juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi.

1.2.10 Implementasi Program Fortifikasi Pangan

Salah satu upaya di dalam mendukung Arah Kebijakan Nasional Perbaikan Kualitas Konsumsi Pangan dan Gizi Masyarakat dilakukan melalui peningkatan peran industri dan Pemerintah daerah dalam ketersediaan pangan beragam, aman, dan bergizi diantaranya dengan dukungan fortifikasi mikronutrien penting.

Fortifikasi pangan merupakan salah satu cara dalam menangani permasalahan tingginya angka kekurangan gizi mikro. Sebagai langkah awal pemerintah menetapkan fortifikasi pada garam dan tepung terigu, mengingat masih tingginya masalah gangguan kesehatan karena kurang yodium (GAKI). Penerapan fortifikasi harus diiringi dengan pengawasan oleh BPOM. Hasil

(38)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 36

pengawasan garam beryodium dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2010– 2013) menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS mengalami kenaikan, yaitu berkisar 29%-43%. Hasil pengawasan tepung terigu dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2010-2013) menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS juga mengalami kenaikan, yaitu berkisar 4%-23%.

Untuk mengawal program ini, BPOM mendapatkan mandat strategis baik dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) maupun Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG), utamanya pada Pokja III Bidang Mutu dan Keamanan Pangan. Kegiatan Intensifikasi pengawasan produk fortifikasi Nasional (tepung terigu dan garam) merupakan upaya pengawasan produk pangan baik dalam rangka pemenuhan persyaratan (compliance) maupun surveilan keamanan pangan. Upaya tersebut dilakukan melalui verifikasi terhadap pemenuhan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), baik penerapan CPPOB pada produsen pangan dan penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik di sarana peredaran. Selain itu juga dilakukan pengawasan terhadap produk pangan baik di sarana produksi maupun di sarana peredaran dan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran di bidang pangan, pengujian laboratorium terhadap parameter keamanan dan mutu pangan dan gizi pangan, pengawasan terhadap kesesuaian label serta pengawasan terhadap keamanan kemasan pangan yang beredar melalui sampling dan pengujian.

Selama bertahun- tahun pulau Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan mengandalkan perekonomian pada sektor tambang batubara. Saat ini pemerintah mengambil kebijakan mulai membatasi sektor tambang batubara karena dampak negatifnya terhadap kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, masyarakat Kalimantan Selatan mulai beralih ke sektor perkebunan yaitu kelapa sawit. Perubahan ini tentu akan berimplikasi pada berkembangnya sektor- sektor lain khususnya sektor produksi pangan dengan bahan baku kelapa sawit, yang diolah menjadi minyak goreng.

Dengan demikian program fortifikasi pangan di Kalimantan Selatan perlu dikembangkan tidak hanya untuk mengawal mutu dan keamanan garam

(39)

Rencana Strategis Balai Besar POM di Banjarmasin Tahun 2015-2019 37

beryodium saja tetapi juga terhadap minyak sawit, dikarenakan disamping terdapat beberapa industri garam juga sudah mulai tumbuh industri minyak sawit.

1.2.11 Jejaring Kerja

BPOM menyadari dalam pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat menjadi single player. Untuk itu BPOM mengembangkan kerjasama dengan lembaga-lembaga, baik di pusat, daerah, maupun internasional. Jaringan yang luas ini sangat strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas BPOM maupun pemangku kepentingan. Beberapa jejaring kerja yang sudah dimiliki BPOM yaitu Jejaring Keamanan Pangan Nasional/Daerah, Indonesian Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF), Jaringan Laboratorium Pengujian Pangan Indonesia (JLPPI), Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal (Pusat dan Daerah), Indonesian Criminal Justice System (ICJS). Di tingkat regional maupun internasional BPOM memiliki jejaring kerja dengan ASEAN Rapid Alert System for Food and Feed (ARASFF), World Health Organization (WHO), Codex Alimentarius Commission, Forum Kerjasama Asia Pasifik dalam harmonisasi regulasi bidang obat (RHSC), ASEAN Referrences Laboratories (AFL), Pharmaceutical Inspection Convention and Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme (PIC/S), International Crime Police

Organization Interpol. Peluang kerjasama ini terbuka tentunya karena citra BPOM

yang baik di internasional.

Jejaring kerjasama ini perlu penguatan karena belum semuanya berjalan efektif. Sebagai contoh adanya INRASFF akan mendukung pengawasan secara cepat tanggap terhadap adanya outbreak dan risiko pada pangan. Namun, ada beberapa hal yang masih menjadi tantangan yaitu: (i) Upstream Notification masih belum optimal, (ii) Asesmen risiko keamanan pangan impor masih belum optimal, (iii) Tindak lanjut notifikasi di Competent Contact Point (CCP) belum cepat, dan (iv) Sistem traceability di rantai suplai pangan masih lemah. Untuk itu, ke depan akan dilakukan pembentukan Local Competent Contact Point (LCCP) di 5 Propinsi: Medan, Lampung, Surabaya, Denpasar, dan Manado, serta Pengembangan Pusat Kewaspadaan dan Respon Keamanan Pangan Nasional, yang juga akan dikembangkan untuk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan.

Gambar

Tabel 1.1: Cakupan Pengawasan Sarana Produksi dan Distribusi Obat dan  Makanan
Gambar 1.2: Struktur Organisasi BBPOM di Banjarmasin
Grafik 1.2: Jumlah Pegawai Menurut Bidang/ Sub Bagian
Grafik 1.3: Kebutuhan SDM berdasarkan Analisis Beban Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil estimasi regresi berganda menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja pemanen dan pemupuk dipengaruhi secara nyata oleh premi sedangkan faktor umur, tingkat

Setelah selesainya pelatihan ini, para peserta diharapkan akan mempunyai ide-ide dan pemikiran baru yang lebih baik tentang bagaimana menggunakan berbagai macam tools

2. Pengujian berdasarkan jumlah lebah didapat hasil berupa peluang menemukan rute terpendek akan lebih besar apabila jumlah lebah yang dilepas semakin banyak. Lebah-

Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut pada pembuatan glukosa dengan proses sakarifikasi oleh Aspergillus Niger menggunakan subtrat kulit

Gambar 20 Jumlah individu lima spesies lebah penyerbuk dominan dalam kaitannya dengan jumlah tanaman berbunga pada pengamatan bulan April-Mei 2006... Kelimpahan Serangga

Suatu ruang waktu stasioner dengan momentum sudut tertentu akan menunjukkan efek yaitu kerangka inersial lokal di se- ret ke arah yang sama dengan arah rotasi bintang.. Hal ini

Pada tahap ini dilakukan uji performansi dari kinerja perangkat keras yang telah dibuat serta menganalisa apakah telah sesuai dengan spesifikasi perancangan yang telah

Distribusi rata-rata frekuensi indeks DMF dapat dilihat pada Tabel 3, dimana dapat diketahui bahwa sebagian responden memiliki gigi yang mengalami kerusakan berat