• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Tapanuli Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Tapanuli Utara"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Bab ini akan membahas lebih dalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.

2.1.1 Theory Of Planned Behavior

Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang

ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku (Mustikasari, 2007). Seseorang dapat bertindak berdasarkan intensi atau niatnya hanya jika ia memiliki kontrol terhadap perilakunya. Munculnya niat untuk berperilaku ditentukan oleh 3 faktor, yaitu:

a. Behavioral Beliefs

Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu

perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation).

b. Normative Beliefs

Normative beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan

motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and motivation to comply).

c. Control Beliefs

Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang

(2)

persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).

Terkait dengan penelitian ini, Theory of Planned of Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut. Kemudian yang bersangkutan akan memutuskan bahwa akan melakukannya atau tidak. Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. Wajib pajak yang sadar pajak akan memiliki keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak untuk membantu menyelenggarakan pembangunan negara (behavioral beliefs).

Ketika akan melakukan sesuatu, individu akan memiliki keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs). Hal ini dapat dikaitkan dengan pelayanan perpajakan, dimana adanya pelayanan yang baik dari petugas pajak, sistem perpajakan yang efisien dan efektifserta memberikan motivasi kepada wajib pajak agar taat pajak, sehingga wajib pajak memiliki keyakinan atau memilih perilaku taat pajak.

Sanksi pajak dapat dikaitkan dengan control beliefs. Sanksi pajak dibuat untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak.

Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs sebagai tiga

(3)

tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap intention dan kemudian tahap terakhir adalah behavior.

Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang memiliki maksud atau niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang berperilaku (Mustikasari, 2007). Theory of Planned Behavior menjadi landasan bahwa, pengetahuan perpajakan, NJOP, sanksi perpajakan, pelayanan perpajakan, dan kesadaran wajib pajak dapat menjadi faktor yang menentukan kepatuhan wajib pajak.

2.1.2 Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial)

Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung. Dalam teori ini diasumsikan bahwa perilaku adalah sebuah fungsi dari konsekuensi dan mengakui pembelajaran melalui pengamatan. Menurut Bandura (1977) dalam Robbins dan Judge (2008), proses dalam pembelajaran sosial meliputi.

1. proses perhatian; 2. proses penyimpanan; 3. proses reproduksi motorik; 4. proses penegasan.

(4)

Teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Teori pembelajaran sosial ini juga relevan untuk menjelaskan bahwa adanya pengetahuan seseorang dapat meningkatkan ketaatan terhadap suatu aturan. Dari proses perhatian dan penyimpanan menjadikan seseorang memiliki pengetahuan tentang model yang diamatinya. Penelitian dibidang perpajakan yang menggunakan dasar teori pembelajaran sosial salah satunya adalah penelitian Jatmiko (2006). Jatmiko melakukan penelitian mengenai pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di kota Semarang. Hasil penelitiannya menunjukkan ketiga faktor tersebut memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.1.3 Jenis – jenis Pajak

Berdasarkan pihak yang menanggung, pajak dibedakan atas pajak langsung dan tidak langsung.

• Pajak Langsung (Direct Tax) adalah pajak yang dikenakan secara berkala terhadap seseorang atau badan usaha berdasarkan ketetapan pajak. Pajak langsung dipikul sendiri oleh wajib pajak. Contoh pajak langsung adalah pajak penghasilan dan pajak bumi dan bangunan.

(5)

penetapan pajak dan bisa dialihkan pada pihak lain. Contoh pajak tidak langsung adalah pajak pertambahan nilai, pajak penjualan, dan cukai. Pada pajak pertambahan nilai, pajak penjualan dan cukai, yang memungut adalah perusahaan dan yang menanggung adalah konsumen.

Berdasarakan jenis wewenanag pemungutannya, pajak dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah diantaranya sebagai berikut :

a. Pajak pusat/ pajak negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Yang tergolong jenis pajak ini adalah: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPnBM ), Bea Materai (Mardiasmo, 2009).

b. Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (Mardiasmo, 2009), terdiri dari:

• Pajak Provinsi, terdiri dari:

- Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air - Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

- Bea Balik Nama Kendaraan

-Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air ...Permukaan

(6)

• Pajak Kabupaten/ Kota, terdiri dari : - Pajak Hotel

- Pajak Restoran - Pajak Hiburan - Pajak Reklame

- Pajak Penerangan Jalan

- Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C - Pajak Parkir

- Pajak Bumi dan Bangunan (Perdesaan dan Perkotaan)

2.1.4 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak merupakan suatu konstribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh setiap orang maupun badan yang sifatnya memaksa namun tetap berdasarkan pada undang-undang dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta digunakan untuk kebutuhan negara juga kemakmuran rakyatnya. Sedangkan definisi pajak secara ekonomis menurut Rochmat Soemitro (2004) pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik, yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.

Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah pajak atas bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/ atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.

(7)

PBB pengenaannya didasarkan padaUndang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.12 tahun 1994. Namun demikian dalam perkembangannya PBB sektor pedesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pasal 77 sampai dengan Pasal 84 mulai tahun 2010.

Dalam Bab I diatur tentang Ketentuan Umum yang memberikan penjelasaan tentang istilah-istilah teknis atau definisi-definisi PBB seperti pengertian.

1. bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Pengertian ini berarti bukan hanya tanah permukaan bumi saja tetapi betul-betul tubuh bumi dari permukaan sampai dengan magma, hasil tambang, gas material yang lainnya;

2. bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.

Dalam pasal 77 ayat (2) Undang-Undang PDRD, disebutkan bahwa termasuk dalam pengertian bangunan adalah:

a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya dan lain-lain yang satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut

b. Jalan tol c. Kolam renang d. Pagar mewah e. Tempat olah raga

f. Galangan kapal, dermaga g. Taman mewah

(8)

i. Fasilitas lain yang memberikan manfaat

Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan, dimana pengertian bumi dan/.atau bangunan adalah sebagai berikut:

Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten, dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.

Tidak semua objek bumi dan bangunan akan dikenakan PBB, ada juga objek yang dikecualikan dari pengenaan PBB yaitu apabila sebagai berikut.

a. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksud-kan untuk memperoleh keuntungan.

b. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.

c. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.

d. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

e. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

(9)

Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Melihat pengertian subjek pajak tersebut, tidak jarang ada objek pajak yang diakui oleh lebih dari satu orang subjek pajak, yang berarti ada satu objek pajak tetapi memiliki beberapa wajib pajak.Bagaimana kalau hal ini terjadi, apakah semua menjadi terhutang PBB?Apabila terjadi status kejadian dimana satu objek pajak dimiliki/dikuasai oleh beberapa subjek pajak atau satu objek pajak belum diketahui dengan jelas siapa wajib pajaknya, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah melihat perjanjian (agreement) antara para pihak yang berkepentingan terhadap objek pajak tersebut. Dalam perjanjian tersebut salah satu pasalnya biasanya membahas siapa yang akan melakukan kewajiban pembayaran pajak termasuk pajak bumi dan bangunan. Apabila dalam perjanjian tidak disebutkan atau memang terjadi lebih dari satu yang memanfaatkan objek pajak sehingga belum diketahui siapa yang menjadi wajib pajak Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajaknya (UU No 12 tahun 1994 Pasal 4 ayat 3).

Surat tanda pemberitahuan atau dikenal dengan sebutan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) atau bukti pelunasan bukanlah bukti pemilikan hak.Surat Tagihan Pajak atau bukti pembayaran PBB adalah semata-mata untuk kepentingan perpajakan dan tidak ada kaitannya dengan status atau hak pemilikan atas tanah dan/atau bangunan.

2.1.5 Pengertian Wajib Pajak

(10)

dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan (Rosdiana dan Irianto, 2011).

Wajib pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang selanjutnya disebut wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/ atau memperoleh manfaat atas bumi dan/ atau memiliki, menguasai dan/ atau memperoleh manfaat atas bangunan dan dikenakan kewajiban membayar pajak.

2.1.6 Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995:1013) istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan dapat diartikan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak adalah perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000, kriteria wajib pajak patuh adalah.

1. tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun berakhir;

2. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;

3. tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir;

(11)

pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5 %.

Pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) adalah bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk mematuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama (obtrusiveinvestigation), peringatan atau pun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi (Loebbecke,2003).James dan Alley, (1999) mengemukakan kepatuhan wajib pajak sebagai suatu tingkatan dimana seorang wajib pajak memenuhi peraturan perpajakan di negaranya. Pendapat lain tentang kepatuhan wajib pajak jugadikemukakan oleh Kiryanto (2000), seperti dikutip oleh Jatmiko (2006) yangmenyatakan suatu iklim kepatuhan wajib pajak adalah : 1. wajib pajak paham dan berusaha memahami UU Perpajakan;

2. mengisi formulir pajak dengan benar;

3. menghitung pajak dengan jumlah yang benar; 4. membayar pajak tepat pada waktunya.

Internal Revenue Service (Brown dan Maznur, 2003) mengelompokkan kepatuhan waajib pajak terdiri dari 3 tipe kepatuhan: (1) kepatuhan penyerahan SPT (filling compliance), (2) kepatuhan pembayaran (Payment compliance),(3).kepatuhan pelaporan (reporting compliance). Ketiga tipe

(12)

pemenuhan kewajiban perpajakan itu dilakukan sendiri oleh wajib pajak atau dengan bantuan praktisi perpajakan profesional.

Umumnya masyarakat disetiap negara memiliki kecenderungan untuk meloloskan diri dari pembayaran pajak.Permasalahan tersebut timbul dari pemikiran bahwa membayar pajak adalah pengorbanan yang dilakukan warga negara dengan menyerahkan sebagian hartanya kepada negara dengan sukarela.Usaha yang dilakukan wajib pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha yang disebut perlawanan terhadap pajak.Berbagai bentuk perlawanan sebagai bentuk reaksi ketidakcocokan ataupun ketidakpuasan terhadap diberlakukannya pajak sering kali diwujudkan dalam bentuk perlawanan pasif dan perlawanan aktif.

Pendekatan yang lazim digunakan untuk menganalisis kepatuhan pajak yaitu:

1. Pendekatan Ekonomi

Menurut pendekatan ekonomi kepatuhan perpajakan merupakan manifestasi prilaku manusia rasional yang membuat keputusan berdasarkan evaluasi antara manfaat dan biaya.Faktor yang menentukan kepatuhan dalam pendekatan ini adalah tingkat tarif, struktur sanksi, dan kemungkinan terdeteksi oleh hukum. 2. Pendekatan Psikologis

(13)

Melihat sebab-sebab penyimpangan prilaku seseorang melalui kerangka sistem sosialnya. Dorongan/tekanan masyarakat akan membentuk prilaku yang sama efektifnya dengan sistem reward and punishment yang dibuat oleh pemerintah. Menurut pendekatan ini faktor yang mempengaruhi tax avoidance dan tax evasian adalah sikap terhadap pemerintah, pandangan mengenai penegakan hukum oleh pemerintah, pandangan mengenai keadilan dan sistem perpajakan, kontak dengan petugas pajak dan karakteristik demografi.

2.1.7 Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik, mengharuskan setiap penyelenggaraan pelayanan publik memiliki standar pelayanan yang dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan termasuk pelayanan perpajakan.

Kualitas pelayanan perpajakan dalam Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan menjadi dua bagian, yaitu:

1. Metode Penyampaian SPPT

Mekanisme penyerahan SPPT dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset yang disalurkan kepada kantor kelurahan sesuai domisili wajib pajak, dari kantor kelurahan SPPT diserahkan kepada ketua RW yang kemudian oleh ketua RW disampaikan kepada Ketua RT ataupun kepling/ kepala lingkungan untuk disampaikan kepada wajib pajak.

(14)

Pelayanan pembayaran pajak bumi dan bangunan disini adalah mekanisme pembayaran yang dibuat sesederhana mungkin, wajib pajak hanya perlu membawa sejumlah nominal pajak terutangnya beserta SPPT PBB jika membayar di kelurahan, jika membayar di bank wajib pajak akan dibantu oleh petugas bank. Selain itu fasilitas-fasilitas yang mendukung proses pembayaran yang meningkatkan kenyamanan wajib pajak dalam membayar PBB harus lebih ditingkatkan serta lokasi pembayaran yang cukup mudah di jangkau oleh wajib pajak yang ingin membayar juga merupakan bagian dari pelayanan.

Dengan memberikan pelayanan yang berkualitas maka wajib pajak akan senang dan patuh dalam membayar pajak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyatmin (2004) dan Kahono (2003) yang mengungkapkan bahwa sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Sarana dan prasarana merupakan bagian dari kebutuhan wajib pajak, maka Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Tapanuli Utara harus memperhatikan berbagai dimensi yang dapat menciptakan dan meningkatkan kualitas pelayanannya yang menjadi kebutuhan wajib pajak.

2.1.8 Sanksi Perpajakan

(15)

peraturan atau undang-undang tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ ditaati/ dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah wajib pajak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2009 dalam Muliari dan Setiawan, 2010).

Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan indikator (Yadnyana, 2009 dalam Muliari dan Setiawan, 2010) sebagai berikut.

a. sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat; b. sanksi adminstrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat ringan; c. pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana mendidik

wajib pajak;

d. sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi; e. pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan.

(16)

yang berlaku, menurut Ilyas dan Burton (2010) terdapat empat hal yang diharapkan atau dituntut dari para wajib pajak, yaitu.

1. dituntut kepatuhan (compliance) wajib pajak dalam membayar pajak yang dilaksanakan dengan kesadaran penuh;

2. dituntut tanggung jawab (responsibility) wajib pajak dalam menyampaikan atau memasukan Surat Pemberitahuan tepat waktu sesuai Pasal 3 Undang-undang Nomor 6/1983;

3. dituntut kejujuran (honesty) wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan sesuai dengan keadaan sebenarnya;

4. memberikan sanksi (law enforcement) yang lebih berat kepada wajib pajak yang tidak taat pada ketentuan yang berlaku.

Dari keempat hal di atas, paling efektif menurut Ilyas dan Burton (2010) adalah dengan menerapkan sanksi (law enforcement) tanpa pandang bulu dan dilaksanakan secara konsekuen. Sekarang ini, wajib pajak seolah tidak takut lagi terhadap denda administrasi.

Wajib pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006). Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

2.1.9 Nilai Jual Obyek Pajak

(17)

transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti.

Wajib pajak berhak menentukan luas tanah, luas bangunanan dan jenis bangunan, namun fiskus dapat mengoreksinya berdasarkan bukti-bukti sah yang diperoleh fiskus dari sumber lain. Penetapan NJOP ini berdasarkan informasi yang didapat dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), aparat pemerintah daerah setempat dan dari kegiatan pemerintah setempat untuk mencari data tersebut ke lapangan.

Semakin tinggi NJOP maka semakin tinggi pula PBB yang harus dibayarkan, oleh karena itu penetapan NJOP harus penuh keadilan karena hal ini akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak karena ada kecenderungan wajib pajak tidak sanggup membayar pajaknya. Selain itu apabila tanah dan rumah yang dianggap wajib pajak sama ukuran dan konstruksinya, tetapi penetapan pajaknya berbeda maka mereka merasa keberatan. Perbedaan penghitungan NJOP antara fiskus dan wajib pajak ini dapat menyebabkan penundaan pembayaran pajak oleh wajib pajak. Oleh karena itu, variabel NJOP dianggap perlu untuk digunakan dalam penelitian ini.

2.1.10 Pengetahuan Pajak Bumi dan Bangunan

(18)

pengajaran dan pelatihan. Pengetahuan pajak dapat menumbuhkan sikap positif wajib pajak jika mereka paham betul atas isi undang-undang perpajakan yang sering kali mengalami perubahan. Untuk meningkatkan pengetahuan perpajakan masyarakat dapat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun nonformal dan akan berdampak terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak. Pendidikan perpajakan secara formal didapat dalam materi di sekolah hingga perguruan tinggi sedangkan perpajakan secara nonfomal dapat melalui sosialisasi perpajakan berupa penyuluhan, seminar, spanduk, media lainnya terutama dapat diakses melalui web resmi perpajakan.

Dengan adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu kepatuhan wajib pajak membayar pajak, sehingga kepatuhan akan meningkat. Pada umumnya seseorang yang memiliki pendidikan akan sadar dan patuh terhadap hak dan kewajibannya, tanpa harus dipaksakan dan diancam oleh beberapa sanksi dan hukuman. Wajib pajak yang berpengetahuan tentang pajak secara sadar diri akan patuh membayar pajak. Mereka telah mengetahui bagaimana alur penerimaan pajak tersebut akan berjalan hingga akhirnya manfaat membayar pajak tersebut dapat diupayakan.

Indikator bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan adalah sebagai berikut :

1. Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Setiap wajib pajak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai salah satu sarana untuk pengadministrasian pajak.

(19)

Apabila wajib pajak mengetahui dan memahahi kewajibannya sebagai wajib pajak, maka mereka akan melakukannya, salah satunya adalah membayar pajak.

3. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan.

Semakin tahu dan paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin tahu dan paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka. Hal ini tentunya akan mendorong wajib pajak untuk melakukan kewajibannya.

4. Pengetahuan dan pemahaman tentang tarif pajak yang berlaku.

Dengan mengetahui dan memahami tentang tarif pajak yang berlaku maka akan mendorong wajib pajak untuk dapat menghitung kewajiban pajaknya sendiri secara benar.

5. Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi perpajakan yang dilakukan oleh instansi terkait.

2.1.11 Kesadaran Wajib Pajak

(20)

memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepat jumlah.

Irianto (2005) dalam Widayati dan Nurlis (2010) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara.Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara. Ketiga, kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.

2.1.12 Pendapatan Masyarakat

(21)

periode tertentu. Selanjutnya, pendapatan juga dapat di definisikan sebagai jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangkawaktu tertentu (biasanya satu tahun), pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan deviden, serta pembayaran transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti tujangan sosial atau asuransi pengangguran (Samuelson dan Nordhaus, 1996).

Adapun menurut Lipsey pendapatan terbagi dua macam, yaitu pendapatan perorangan dan pendapatan disposable. Pendapatan perorangan adalah pendapatan yang dihasilkan oleh atau dibayarkan kepada perorangan sebelum dikurangi dengan pajak penghasilan perorangan. Sebagian dari pendapatan perorangan dibayarkan untuk pajak, sebagian ditabung oleh rumah tangga; yaitu pendapatan perorangan dikurangi dengan pajak penghasilan. Pendapatan disposible merupakan jumlah pendapatan saat ini yang dapat dibelanjakan atau ditabung oleh rumah tangga yaitu pendapatan perorangan dikurangi dengan pajak penghasilan.

Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang kontan maupun natura. Pendapatan atau juga disebut juga income dari seorang warga masyarakat adalah hasil “penjualan” nya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi. Dan sektor produksi ini ”membeli” faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku dipasar faktor produksi. Harga faktor produksi dipasar faktor produksi (seperti halnya juga untuk barang-barang dipasar barang) ditentukan oleh tarik menarik, antara penawaran dan permintaan.

(22)

(Raharja dan Manurung, 2006:292). Pendapatan berupa uang merupakan penghasilan yang diterima biasanya sebagai balas jasa, sumber utama gaji atau upah serta lain-lain balas jasa, misalnya dari majikan, pendapatan bersih dari usaha sendiri dan dari pekerjaan bebas. Pendapatan dari penjualan barang yang dipelihara dari halaman rumah, hasil investasi seperti modal tanah, uang pensiun, jaminan sosial serta keuntungan sosial berupa barang merupakan segala penghasilan yang diterimakan dalam bentuk barang dan jasa.

(23)

Pada umumnya seseorang yang bekerja dan kemudian menghasilkan uang, secara naluriah akan mempergunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya. Kepentingan untuk pribadi akan dimenangkan oleh masyarakat jika dihadapkan dengan kepentingan negara (misalnya, pembayaran pajak). Keadaan seperti ini menjadi salah satu penyebab terhalangnya kepatuhan masyarakat, sehingga faktor pendapatan dianggap akan berpengaruh terhadap kepatuhan masyarakat membayar pajak, baik positif maupun negatif, menurut Elisyah (2014).

Fraternesi (2002) dalam penelitiannya telah membuktikan bahwa faktor pendapatan mempengaruhi tingkat ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak. Hal itu terjadi karena apa yang dibayarkan oleh wajib pajak untuk pajak bumi dan bangunan bersumber dari penghasilan wajib pajak itu sendiri, sehingga besar kecilnya pendapatan wajib pajak akan mempengaruhi ketaatannya dalam membayar pajak bumi dan bangunan dan juga akan berpengaruh pada keberhasilan penerimaan pajak bumi dan bangunan itu sendiri. Fraternesi mengartikan pendapatan wajib pajak sebagai disposable income rata-rata perbulan, yang berelemen belanja untuk pangan, papan/ rumah, transportasi, pendidikan, listrik, PDAM (air bersih), telepon dan tabungan.

(24)

didahulukan, dibanding dengan membayar kewajibannya. Oleh karena itu,faktor pendapatan wajib pajak diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan.

2.2 Review Penelitian Terdahulu

Dalam hal ini peneliti menuliskan beberapa peneliti terdahulu antara lain nama peneliti terdahulu, tahun penelitian, masalah yang diteliti, variabel yang diamati dan hasil penelitian:

Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti /

Tahun Judul Penelitian

Variabel yang

Digunakan Hasil Penelitian

1. Ananda (2015)

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan dengan Pendapatan Masyarakat sebagai variabel Moderating.

Variabel Independen: Pelayanan Pajak, Sanksi Perpajakan, NJOP, Pengetahuan Pajak.

Variabel Dependen Kepatuhan

Wajib Pajak

Variabel Moderating: Pendapatan Masyarakat

Secara simultan pelayanan pajak, sanksi perpajakan, NJOP, pengetahuan pajak dan pendapatan masyarakat berpengaruh terhadap kepatuhan WP dalam membayar PBB.

Secara parsial sanksi, pengetahuan dan pendapatan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB. Desa dan Kota dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Sidempuan.

Variabel Independen: Pelayanan perpajakan, Sanksi Pajak, NJOP, Kesadaran perpajakan, Pengetahuan

Perpajakan, Pendapatan Wajib Pajak.

Variabel Dependen KepatuhanMasyarakat.

Secara parsial pelayanan perpajakan, sanksi pajak, kesadaran perpajakan, berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan. Pengetahuan perpajakan, pendapatan WP berpengaruh positif dan tidak signifikan.

Secara simultan semua

variabel berpengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Untuk

Membayar Pajak Persepsi Wajib Pajak tentang

(25)

Kondisi Keuangan dan Preferensi Risiko Wajib

Pajak Sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus

pada Wajib Pajak yang Terdaftar di KPP Pratama

Candisari Semarang).

Variabel Dependen: Kepatuhan Wajib

Pajak

tentang Peraturan Perpajakan

Berpengaruh Positif Terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak. Variabel Kondisi Keuangan dan Preferensi Risiko Wajib Pajak juga Berperan Sebagai Pure Moderator yang Memperkuat Maupun Memperlemah Hubungan Antara Variabel Dependen dan Independen.

4. dan Persepsi tentang Sanksi Perpajakan pada

Kepatuhan WP

Reklame di Dinas

Pendapatan Kota Denpasar

Variabel Independen: Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Kondisi Keuangan Perusahaan, Dan Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan.

Variabel Dependen: Kepatuhan Wajib Pajak Reklame.

Kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan, kondisi keuangan perusahaan, dan persepsi tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak reklame.

Fiskus dan Sanksi

Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur.

Variabel Independen: Sosialisasi Perpajakan, Kualitas Pelayanan

Fiskus dan Sanksi

Perpajakan.

Variabel Dependen: Kepatuhan Wajib Pajak.

Secara simultan variabel sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan pajak,

sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap

kepatuhan wajib pajak.Hal ini sejalan dengan hipotesis penelitian.

Secara parsial Sosialisasi

Perpajakan tidak berpengaruh positif terhadap

kepatuhan wajib pajak.

6. Pelayanan Fiskus dan

Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas (Studi di Wilayah KPP Pratama Cilacap).

Variabel Independen:

Kesadaran WP, Pelayanan Fiskus dan Sanksi .

Variabel dependen: Kepatuhan Wajib Pajak.

Kesadaran WP, pelayanan fiskus dan sanksi pajak memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Kepatuhan wajib pajak. Kesadaran Wajib Pajak dan Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Bumi dan bangunan di Kecamatan pamulang

Variabel Independen: Sikap, Kesadaran Wajib pajak dan Pengetahuan perpajakan

Variabel Dependen: Kepatuhan Wajib Pajak

(26)

kota Tengerang Selatan wajib pajak, kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan berpengauh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

8. Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.

Variabel Independen : Sanksi Perpajakan, Kesadaran Wajib pajak.

Variabel Dependen: Kepatuhan Wajib Pajak

Secara simultan sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak.

Secara parsial sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

9. Mustikasari, Elia (2007)

Kajian Empiris tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri Pengolahan Surabaya.

Variabel Independen: Sikap terhadap Ketidakpatuhan Pajak,

Norma

Subyektif,Kewajiban

Moral, Kontrol Keperilakuan yang Dipersepsikan, Persepsi

tentang Kondisi Keuangan, Persepsi

tentang Fasilitas

Perusahaan, dan Persepsi Tentang Iklim Organisasi.

Variabel Dependen: Niat Tax Professional Berperilaku Tidak

Patuh &

Ketidakpatuhan Pajak Badan.

(1) Tax professional yang memiliki sikap terhadap ketidakpatuhan positif, niat ketidakpatuhan pajaknya tinggi, (2) Pengaruh orang sekitar (perceived social

pressure) yang kuat

mempengaruhi niat tax

professional untuk

berperilaku patuh, (3) Tax

professional yang memiliki

kewajiban moral yang tinggi, niat ketidakpatuhan pajaknya rendah atau sebaliknya, (4) Semakin rendah persepsi tax

professional atas kontrol

yang dimilikinya akan mendorong tax professional

berniat patuh.

Pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan

sanksi denda, pelayanan fiskus dan

kesadaran perpajakan Terhadap kepatuhan wajib pajak (studi empiris terhadap wajib pajak orang pribadi Kota semarang).

Variabel Independen: Sikap Wajib Pajak pada Sanksi Denda, Sikap Wajib Pajak pada Pelayanan Fiskus dan Sikap Wajib Pajak pada Kesadaran Perpajakan.

Variabel dependen: Kepatuhan Wajib Pajak

Sikap WP terhadap pelaksanaan sanksi denda, sikap WP terhadap pelayanan fiskus dan sikap wajib pajak

Gambar

Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Setia” dan point ke- 9 berbunyi “Bertanggung jawab dan Dapat Dipercaya”... Apabila permasalahan ini tidak diselesaikan, maka dampak dari rendahnya tingkat kedisiplinan

Menurut Hendri, dkk (2012:236), “… business intelligence dapat diartikan sebagai pengetahuan yang didapatkan dari hasil analisis data yang diperoleh dari kegiatan (usaha)

Bagaimana tanggapan ibu terhadap jumlah dana klaim yang didapat oleh

Pelaksanaan ICT pendidikan bagi guru dapat menggunakan terminologi bahwa e- learning yang diterapkan memiliki makna „‟ Pembelajaran baik secara formal maupun

If you look closely at the code in Update , you find that at the end of the method, the value of oldKeys is set to refer to the pressedKeys array so that the next time that

Proyek ini telah memberikan pengetahuan bagi pemerintah Indonesia dan, khususnya, Kementerian Kehutanan, dalam membuat kebijakan yang memajukan pengelolaan hutan

Tujuan dari penelitian untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran aktif tipe Hollywood Squares menggunakan LKS terhadap hasil belajar geografi siswa kelas XI IPS

Isi pokok BETA terdiri dari enam bagian yaitu: (1) bagian pertama merupakan lembaran catatan guru dan catatan orang tua murid, pada bagian ini merupakan halaman