• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap Petani Terhadap Program Peningkatan Produksi Padi Sawah Dalam Rangka Swasembada Beras (Kasus : Desa Bah Jambi II, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sikap Petani Terhadap Program Peningkatan Produksi Padi Sawah Dalam Rangka Swasembada Beras (Kasus : Desa Bah Jambi II, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, masalah pangan dan ketahanan pangan tidak dapat dilepaskan dari

komoditas beras, mengingat beras merupakan bahan pangan pokok yang

dikonsumsi oleh hampir seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari

konsumsi beras yang tinggi yaitu sebesar 97,07%. Beras merupakan pangan

pokok yang mempunyai peran dalam memenuhi hingga sekitar 45% dari total

food intake atau sekitar 80% sumber karbohidrat utama dalam pola konsumsi

masyarakat, hal tersebut hampir merata di seluruh Indonesia. Lebih dari 30%

pengeluaran rumah tangga miskin dialokasikan untuk beras (Suryana, 2012).

Permasalahan dalam mewujudkan swasembada beras yang berkelanjutan terkait

dengan adanya pertumbuhan permintaan beras (demand) yang lebih cepat dari

pertumbuhan penyediaannya (supply). Permintaan beras meningkat sejalan

dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat dan

perubahan selera. Dinamika dari sisi permintaan ini menyebabkan kebutuhan

beras secara nasional meningkat pesat dalam jumlah mutu dan keragaman.

Sementara itu, kapasitas produksi beras nasional tumbuh dengan peningkatan

yang konsisten dan seringkali terkena cekaman iklim seperti banjir, kekeringan

dan serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Indeks perubahan iklim di

Indonesia berkisar antara 3-5% dan luasan serangan OPT berkisar 2-4% dari luas

(2)

Salah satu kendala untuk meningkatkan produksi beras nasional adalah sempitnya

penggunaan lahan oleh petani. Penguasaan lahan pertanian oleh petani rata-rata

kurang dari 0,3 ha. Hal ini terjadi karena sistem pewarisan lahan yang turun-

temurun sehingga pendapatannya tidak mencukupi jika hanya mengandalkan

usahatani saja. Dampak yang timbul dari minimnya penguasaan lahan adalah

selain sebagai produsen, petani juga berperan sebagai net consumer beras,

sehingga tidak memungkinkan petani untuk menjual produksi berasnya.

Swasembada beras pernah dicapai Indonesia pada tahun 1984, lebih awal dua

tahun dari rencana pemerintah semula dengan program intensifikasi. Dengan

produksi sebesar 38,138 juta ton GKG (Gabah Kering Giling) setara dengan 23,44

juta ton beras dengan tingkat produktivitas rata-rata 2,66 ton/ha dan menjadikan

Indonesia sebagai negara swasembada beras. Dengan jumlah penduduk sebesar

158.531 juta jiwa, berarti ketersediaan beras berada pada tingkat 147,86 kg/kapita,

sedangkan konsumsi berada pada tingkat 126,77 kg/kapita (Noor, 1996).

Tercapainya swasembada beras adalah berkat pengaruh revolusi hijau yang

diistilahkan dengan pola intensifikasi BIMAS (bimbingan massal). Langkah awal

dari intensifikasi pertanian adalah berupa penyelenggaraan denmas

(demonstrasi massal) sejak tahun 1964, kemudian dicanangkan dengan sebutan

pola intensifikasi bimas (1965/1966). Secara bertahap dan konsisten program

BIMAS mengalami perbaikan sehingga menjadi INMAS (Intensifikasi Massal),

INSUS (Intensifikasi Khusus), dan terakhir disebut dengan suprainsus. Dalam

program BIMAS petani dibimbing untuk menerapkan panca usaha, yaitu

(3)

penggunaan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta

perbaikan bercocok tanam (Noor, 1996).

Faktor kunci keberhasilan pencapaian swasembada beras adalah meningkatnya

produktivitas usahatani, perbaikan teknologi usahatani dan tersedianya anggaran

pemerintah yang cukup untuk membiayai berbagai proyek dan program

pengembangan teknologi usahatani serta proses sosialisasinya di tingkat petani

serta pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi dan lembaga

penyuluhan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat, maka

upaya peningkatan kapasitas produksi beras melalui pencetakan sawah baru dan

peningkatan jaringan irigasi telah dilakukan. Namun upaya tersebut belum

memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan produksi pangan, karena

terbentur pada berbagai kendala teknis dan anggaran. Aksesibilitas yang terbatas

akan mengakibatkan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang bermutu

dan bergizi sehingga akan menghambat kesinambungan ketahanan pangan

(Prayuda, 2013).

Indikator swasembada beras juga ditunjukan pula dengan keberhasilan Indonesia

untuk tidak mengimpor beras selama tahun 2008 berlangsung. Bahkan Indonesia

secara tidak langsung telah berpartisipasi menurunkan harga beras dunia akibat

stok beras dunia tidak dibeli Indonesia. Dengan dijualnya cadangan beras yang

semula dicadangkan untuk Indonesia kepasaran internasional, maka harga beras

dunia mulai menurun. Bukti meningkatnya swasembada beras saat itu dapat

(4)

Tabel 1. Ketersediaan dan Konsumsi Beras Nasional (Ton) Tahun 2005-2008

No Uraian 2005 2006 2007 2008

1 Produksi Padi 54.151.097 54.454.937 57.157.435 60.279.897 2 Ketersediaan Beras 30.668.730 30.840.811 32.371.384 34.139.805 3 Konsumsi 30.592.434 30.995.189 31.398.084 31.799.017 4 Impor Beras 189.000 437.889 1.293.980 -

5 Stok Akhir 2.035.324 2.318.835 4.586.114 6.926.902 Sumber : BPS, diolah BKP, 2009

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada data empat tahun terakhir produksi beras

nasional menunjukkan perkembangan yang signifikan. Pada tahun 2005

produksinya mencapai 54.151.097 ton, dan pada tahun 2006, 2007, 2008

masing-masing produksinya meningkat menjadi 54.454.937 ton (0,56%), 57.157.435 ton

(4,96%), 60.279.897 ton (5,46%).

Keberhasilan Indonesia meraih swasembada beras tahap dua tahun 2008 tidak

terlepas dari dukungan kebijakan pemerintah dalam pengembangan infrastruktur

irigasi dan jalan usaha tani, peningkatan kapasitas dan pemberdayaan

kelembagaan, revitalisasi penyuluhan, pembiayaan pertanian, pemasaran, serta

kebijakan intensif dan subsidi. Infrastruktur penting dalam peningkatan produksi

padi adalah irigasi dan jalan usahatani. Pengembangan irigasi berkontribusi pada

peningkatan luas tanam maupun intensitas tanam, sedangkan pengembangan jalan

usahatani akan meningkatkan efisiensi pemasaran (BPTP, 2010).

Luas Kabupaten Simalungun sebesar 438.660 hektar terdiri dari lahan sawah

43.896 hektar, lahan bukan sawah 325.780 hektar dan lahan bukan pertanian

68.984 hektar. Pertanian merupakan lokomotif pembangunan perekonomian

Kabupaten Simalungun, tercermin dari komposisi Pendapatan Domestik Bruto

(5)

53,66 persen terhadap perekonomian Kabupaten Simalungun, sedangkan

kontribusi sektor lainnya seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran 8,93

persen, jasa-jasa 11,70 persen, transportasi dan komunikasi 3,33 persen, industri

manufaktur 16,63 persen dan sektor lainnya sebesar 5,75 persen

(Statistik Pertanian Kabupaten Simalungun, 2014).

Tabel 2. Produksi Padi Sawah (Ton) Menurut Kabupaten 2009-2014

Kabupaten 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Tabel 2 memperlihatkan produksi padi sawah dari setiap kabupaten/kota yang ada

di Provinsi Sumatera Utara. Diketahui produksi padi sawah setiap tahun dari

tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 mengalami fluktuasi ada yang cenderung

menurun seperti Kabupaten Nias dan Kabupaten Padang Lawas. Ada yang stabil

(6)

tahunnya serta yang cenderung meningkat seperti Kabupaten Simalungun yang

mengalami kenaikan yang tinggi di tahun 2014.

Upaya peningkatan produksi padi di Kabupaten Simalungun difokuskan pada

penerapan penggunaan benih unggul/bersertifikat. Benih bermutu adalah benih

yang dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi, berukuran penuh

dan seragam, daya kecambah diatas 80 % (vigor tinggi), bebas dari biji gulma

penyakit (Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun, 2015).

Tabel 3. Data Perkembangan Produksi, Konsumsi Beras dan Surplus Beras Kabupaten Simalungun tahun 2015

No Jenis Data Satuan Tahun 2015

1 Luas Areal Panen Ha 106.785

2 Jumlah Produksi Gabah Kering Giling Ton 593.387

3 Produksi Beras Ton 375.020

4 Rata-Rata Produktivitas Kw/Ha 55,57

5 Stock Beras/Ketersediaan Beras Ton 6 Jumlah Konsumsi

Kebutuhan Beras : 156 Kg/Kapita

Ton 156.121

7 Surplus Beras Ton 218.899

Sumber: Dinas Pertanian Simalungun 2015

Dari tabel 3 diketahui bahwa Kabupaten Simalungun mengalami swasembada

Beras (surplus) sebesar 218.899 ton yang diketahui dari pengurangan antara

produksi gabah kering giling dan produksi beras per ton.

Pemerintah Kabupaten Simalungun mencanangkan Program Swasembada Pangan

Beras dan mempertahankannya dengan menghimbau petani di Kabupaten

Simalungun untuk tetap menanam padi melalui penggunaan teknologi tepat guna

dan tepat waktu untuk meningkatkan hasil produksi sebagai langkah

(7)

sawah Kabupaten Simalungun dalam periode tahun 2014 dan 2015 cenderung

menurun dari 59,45 kw/ha menjadi 55,57 kw/ha, sebagaimana dapat dilihat pada

tabel 4.

Tabel 4. Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Padi Sawah Kabupaten Simalungun tahun 2013-2015.

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-rata Produksi (Kw/Ha)

2013 74946 436 678 58,27

2014 88533 526 330 59,45

2015 106.785 593.387 55,57

Sumber: Kabupaten Simalungun Dalam Angka, Badan Pusat statistik Provinsi

Sumatera Utara, 2015

Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa pada tahun 2014 produksi padi sawah di

Kabupaten Simalungun 526.330 ton, sedangkan tahun 2013 sekitar 436.678 ton,

hal ini mengalami peningkatan sebesar 20,56 persen. Peningkatan produksi

tersebut disebabkan karena meningkatnya luas panen tahun 2014 sebesar 88.533

hektar, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 74.946 hektar atau meningkatnya

sebesar 18,13 persen. Selain meningkatnya luas panen, peningkatan produksi juga

disebabkan karena meningkatnya produktifitas tanaman padi sawah pada tahun

2014 dengan rata-rata produktifitas padi sawah meningkat dari 58,27 kw/ha pada

tahun 2013 menjadi 59,45 kw/ha pada tahun 2014. Peningkatan produktifitas ini

didukung oleh adanya penyuluhan, pemberian saprodi, perbaikan infrastruktur dan

pengembangan kelembagaan, dimana petani terlibat secara langsung dalam

menerapkan berbagai teknologi usaha tani melalui penggunaan input produksi

yang efisien dan spesifik lokasi sehingga diharapkan petani mampu menghasilkan

(8)

Luas lahan dan produksi padi sawah di Kabupaten Simalungun selama periode

tahun 2013-2015 mengalami peningkatan yang relatif tinggi namun rata-rata

produksi padi sawah mengalami penurunan dari 59,45 menjadi 55,57 hal ini yang

menyebabkan peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan sikap petani terhadap

program peningkatan produksi padi sawah di Kabupaten Simalungun. Dengan

mengetahui sikap petani maka akan diketahui pula bagaimana reaksi petani

terhadap program tersebut dan keadaan yang dihadapi petani serta mengetahui

program apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan produksi beras didaerah

penelitian.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten

Simalungun untuk meningkatkan produksi padi sawah dalam mendukung

Program Swasembada Beras?

2. Bagaimana sikap petani terhadap program dan kegiatan yang dilakukan

Pemerintah Kabupaten Simalungun untuk meningkatkan produksi padi sawah

dalam mendukung program Swasembada Beras?

3. Bagaimana hubungan antara sikap petani atas program swasembada beras

dengan produktivitas dan pendapatan usahatani padi Sawah di Kabupaten

Simalungun?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menguraikan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah

Kabupaten Simalungun untuk meningkatkan produksi padi sawah dalam

(9)

2. Untuk menganalisis sikap petani terhadap program dan kegiatan yang

dilakukan Pemerintah Kabupaten Simalungun untuk meningkatkan produksi

padi sawah dalam mendukung program Swasembada Beras.

3. Untuk menganalisis hubungan antara sikap petani atas program swasembada

beras dengan produktivitas dan pendapatan usahatani padi Sawah di

Kabupaten Simalungun.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Sebagai sumber informasi bagi petani, pelaku pasar dan pihak-pihak yang

terkait dalam pencapaian swasembada pangan beras di Kabupaten Simalungun.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan organisasi profesi khususnya

pemerintah (Deptan, Bulog, dan lain-lain) untuk menentukan kebijakan yang

menyangkut pencapaian swasembada pangan beras di Kabupaten Simalungun.

3. Sebagai bahan refrensi dan studi banding bagi pihak yang membutuhkan

mengenai swasembada beras baik untuk kepentingan akademis maupun

Gambar

Tabel 1. Ketersediaan dan Konsumsi Beras Nasional (Ton) Tahun 2005-2008
Tabel 2. Produksi Padi Sawah (Ton) Menurut Kabupaten 2009-2014
Tabel 3. Data Perkembangan Produksi, Konsumsi Beras dan Surplus Beras Kabupaten Simalungun tahun 2015

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Analisis data yang dilakukan terhadap kemampuan menulis mahasiswa baru dalam penguasaan Ejaan bahasa Indonesia yang meliputi pengusaan pemakaian huruf, pengusaan

lain.Sebenarnya di Jepang tidak ada tanda batasan yang mengatur arah antrian tetapi mereka bisa mengaturnya sendiri dengan rapi karena kebiasaan budaya mengantri

Cambridge International AS & A Level Physical Education 9396 syllabus Syllabus aims and assessment objectives Syllabus for examination in 2019..

Jepang adalah penduduknya yang sangat disiplin dan tertib ketika mengantri.. Sikap disipilin sudah diajarkan sejak dini di

Hambatan budaya berkaitan yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang dalam novel Aku tidak Membeli Cintamu karya Desni Intan Suri adalah

Hasil tingkat kepuasan klien kanker terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual oleh perawat di RSUP Adam Malik ... Kepuasan

pengumpulan data serta instrument yang gunakan Pengamatan di kelas dibantu oleh observer yang duduk di belakang untuk mengamati proses pembelajaran, sementara peneliti