• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Diri Perempuan Penari Striptis (Studi Deskriptif Konsep Diri Perempuan Penari Striptis di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Diri Perempuan Penari Striptis (Studi Deskriptif Konsep Diri Perempuan Penari Striptis di Kota Medan)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Paradigma kajian

Setiap penelitian memerlukan paradigma teori dan model teori sebagai dasar dalam menyusun kerangka penelitian. Menurut Harmon (dalam Moleong, 2004: 49), paradigma adalah cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang realitas. Bogdan & Biklen (dalam Mackenzie & Knipe, 2006) menyatakan bahwa paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi, konsep, atau proposisi yang berhubungan secara logis, yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian. Sedangkan Baker (dalam Moleong, 2004: 49) mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat aturan yang membangun atau mendefinisikan batas-batas dan menjelaskan bagaimana sesuatu harus dilakukan dalam batas-batas itu agar berhasil. Cohenn & Manion (dalam Mackenzie & Knipe, 2006) membatasi paradigma sebagai tujuan atau motif filsofis pelaksanaan suatu penelitian. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan seperangkat konsep, keyakinan, asumsi, nilai, metode, atau aturan yang membentuk kerangka kerja pelaksanaan sebuah penelitian.

Adapun metodologi yang digunakan peneliti dalam pembahasannya adalah metode deskriptif kualitatif dengan paradigma konstruktivisme. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.

(2)

sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu, realita juga dianggap sebagai hasil konstruksi mental dari individu pelaku sosial. Selain itu realita juga dianggap sebagai hasil konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu. Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Didalam paradigma ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilitator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksi realitas sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.

Konstruktivisme atau constructivism mempunyai dampak yang luas sekali di bidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari George Kelly (dalam Budyatna dan Ganiem, 2011:221) mengenai konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya menurut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya. Perbedaan-perbedaan yang dipersepsikan tidaklah alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan di dalam sistem kognitif individu.

(3)

secara lebih halus dan lebih sensitif. Secara umum, kompleksitas kognitif mengarah kepada pemahaman yang lebih besar mengenai pandangan-pandangan orang lain dan kemampuan yang lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam arti dapat memahami orang lain.

Konstruktivisme pada dasarnya merupakan teori pilihan strategi atau strategy-choice theory. Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan mengkalsifikasikannya yang berkenaan dengan kategori-kategori strategi (Budyatna dan Ganiem,2011:225).

2.2. Kajian Pustaka

Teori dalam arti luas mampu untuk menyatukan semua pengetahuan tentang komunikasi yang kita miliki kedalam suatu kerangka teori yang terintegrasi. Hal ini mungkin dapat atau tidak dapat menjadi tujuan yang berarti (West & Turner,2009:49). Berdasarkan defenisi dan alasan tersebut, peneliti menggunakan teori-teori yang relevan dengan topik permasalahan yang akan di teliti, yakni sebagai berikut :

2.2.1. Komunikasi Antarpribadi

Secara kontekstual, komunikasi antarpribadi digambarkan sebagai suatu komunikasi antara dua individu atau sedikit individu yang mana saling berinteraksi, saling memberikan umpan balik satu sama lain. Namun,memberikan definisi kontekstual saja tidak cukup untuk menggambarkan komunikasi antarpribadi karena setiap interaksi antar satu individu dengan individu lain berbeda-beda. Muhammad menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya (Muhammad, 2005 : 15)

(4)

dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat, mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya (Rakhmat,1994:33). Komunikasi antarpribadi adalah proses komunikasi dalam jarak dekat antara komunikan dan komunikator. Adanya diskusi atau pembicaraan (disourse) dan terdapat tingkat keterhubungan, meyakini bahwa komunikasi antar pribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal; konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan interpersonal. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif ditandai dengan lima hal, yaitu: Yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat, mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya. Komunikasi antar pribadi adalah proses komunikasi dalam jarak dekat antara komunikan dan komunikator. Adanya diskusi atau pembicaraan (disourse) dan terdapat tingkat keterhubungan (Rakhmat, 1994:34)

Komunikasi antarpribadi mempunyai beberapa tujuan, yaitu: 1. Menemukan diri sendiri

2. Menemukan dunia luar

3. Membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti 4. Berubah sikap dan tingkah laku

5. Untuk bermain dan kesenangan 6. Untuk membantu

(5)

antar pribadi merupakan satu kegiatan dan tindakan; (7) melibatkan didalamnya bidang persuasif (Liliweri, 1991 : 31).

Lima komponen penting yang menyebabkan suatu komunikasi dapat berjalan dengan baik, yaitu: who (komunikator), says what (pesan), in which channel (media), to whom (komunikan), with what effect (efek). Pola-pola komunikasi antar pribadi mempunyai efek yang berlainan pada hubungan interpersonal. Semakin sering seseorang melakukan komunikasi dengan orang lain, semakin baik hubungan. Beberapa faktor lain yang dapat menumbuhkan hubungan interpersonal yaitu percaya, sikap suportif dan sikap terbuka. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, faktor percaya adalah yang paling penting. Percaya meningkatkan komunikasi antar pribadi karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya. Jika seseorang tidak mau mengungkapkan bagaimana perasaan dan pikirannya, maka akan sulit untuk memahami tentang diri orang tersebut (Rakhmat, 2008 : 130)

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Sudah jelas, dengan sikap defensif komunikasi antar pribadi akan gagal. Karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi dibandingkan memahami pesan orang lain. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif, dan sebagainya) atau faktor-faktor situasional (Rakhmat, 2008 : 133).

(6)

Agar komunikasi antarpribadi yang dilakukan melahirkan hubungan antar pribadi yang efektif, dogmatis harus diganti dengan sikap terbuka. Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai dan yang paling penting adalah saling mengembangkan kualitas hubungan antarpribadi (Rakhmat, 2007 : 138).

2.2.2. Komunikasi Verbal

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untukmengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas (Deddy Mulyana,2005:38). Bahasa secara fungsional diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti.Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.

(7)

(Deddy Mulyana,2005:38) agar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:

- Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini.

· - Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita

- mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.

Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita (Deddi Mulyana, 2005:39)

Keterbatasan Bahasa:

A. Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.

Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak.Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, misalnya baik-buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.

B. Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.

(8)

C. Kata-kata mengandung bias budaya.

Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka menggunakan kata yang sama. Misalnya kata awak untuk orang Minang adalah saya atau kita, sedangkan dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu.

Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis yang artinya sama. Komunikasi hanya terjadi bila kita memiliki makna yang sama. Pada gilirannya, makna yang sama hanya terbentuk bila kita memiliki pengalaman yang sama. Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideologi yang sama; pendeknya mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isomorfisme total.

D. Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.

(9)

Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk lambang (verbal atau nonverbal). Proses ini lazim disebut penyandian (encoding). Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik (lihat keterbatasan bahasa di atas), untuk itu diperlukan kecermatan dalam berbicara, bagaimana mencocokkan kata dengan keadaan sebenarnya, bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan kesalahpahaman. Makna dapat pula digolongkan ke dalam makna denotatif dan konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (faktual), seperti yang kita temukan dalam kamus dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Makna konotatif adalah makna yang subyektif, mengandung penilaian tertentu atau emosional ( Onong Uchjana Effendi, 1994: 12)

2.2.3. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi non verbal menempati porsi penting. Banyak komunikasi verbal tidak efektif hanya karena komunikatornya tidak menggunakan komunikasi non verbal dengan baik dalam waktu bersamaan. Melalui komunikasi non verbal,orang bisa mengambil suatu kesimpulan mengenai suatu kesimpulan tentang berbagai macam persaan orang,baik rasa senang,benci,cinta,kangen dan berbagai macam perasaan lainnya. Kaitannya dengan dunia bisnis,komunikasi non verbal bisa membantu komunikator untuk lebih memperkuat pesan yang disampaikan sekaligus memahami reaksi komunikan saat menerima pesan( Muhammad,2005:15). Bentuk komunikasi non verbal sendiri di antaranya adalah, bahasa isyarat, ekspresi wajah, sandi, symbol-simbol, pakaian sergam, warna dan intonasi suara.

contoh :

A. Sentuhan

Sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggam tangan, berciuman, sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan dan lain-lain.

B. Gerakan tubuh

(10)

digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya mengangguk untuk mengatakan ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan,

C. Vokalik

Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan,yaitu cara berbicara. Contohnya adalah nada bicara,nada suara,keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara, kualitas suara,intonasi dan lain-lain.

D. Kronemik

Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu (punctuality). Secara kontekstual, komunikasi interpersonal digambarkan sebagai suatu komunikasi antara dua individu atau sedikit individu, yang mana saling berinteraksi, saling memberikan umpan balik satu sama lain. Namun, memberikan definisi kontekstual saja tidak cukup untuk menggambarkan komunikasi interpersonal karena setiap interaksi antar satu individu dengan individu lain berbeda-beda. Muhammad menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya (Muhammad, 2005 : 15).

2.2.4. Interaksinonisme Simbolik a. Interaksionisme Simbolik

(11)

bermakna. Melaui proses interaksi dengan dirinya sendiri itu, individu memilih mana diantara stimulus yang tertuju padanya akan ditanggapinya. Dengan demikian, individu tidak secara langsung menanggapi stimulus, tetapi terlebih dahulu memilih dan kemudian memutuskan stimulus yang akan ditanggapinya. Simbol atau tanda yang diberikan oleh manusia dalam melakukan interaksi mempunyai makna-makna tertentu , sehingga dapat menimbulkan komunikasi. Komunikasi secara murni baru terjadi bila masing-masing pihak tidak saja memberikan makna pada perilaku mereka sendiri, tetapi memahami atau berusaha memahami makna yang diberikan oleh pihak lain. Dalam hubungan ini, Habermas mengemukakan dua kecendrungan fungsional dalam argument bahasa dan komunikasi serta hubungan dengan perkembangan manusia. Pertama, manusia dapat mengarahkan orientasi perilaku mereka pada konsekuensi-konsekuensi yang paling positif . Kedua, sebagai kenyataan bahwa manusia terlibat dalam interaksi makna yang kompleks dengan orang yang lain, dapat memaksa mereka untuk cepat berinteraksi dengan apa yang diinginkankan orang lain. Pada awal perkembangannya, interaksi simbolik menekankan studinya tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan kelompok atau masyarakat.

Diri sendiri “ the self ”, dalam pandangan ahli interaksionalisme simbolik merupakan obyek sosial dalam hubungan dengan orang lain disebuah proses interaksi. Dengan demikian, individu melihat dirinya sendiri ketika ia berinteraksi dengan orang lain. Kesadaran akan “diri” berarti menjadi suatu “diri” dalam pengalaman seseorang sejauh “suatu sikap yang dimilikinya sendiri membangkitkan sikap serupa dalam upaya social . kesadaran akan konsep “diri” akan muncul ketika individu memasuki pengalaman dirinya sendiri sebagai suatu obyek (West-Turner,2009:96).

Tiga konsep untuk menyusun diskusi yang mendasari interaksi simbolik :

(12)

c. Hubungan antara individu dengan masyarakat

Tema pertama pada interaksi simbok berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama, asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut: Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna dimodifikasi melalui proses interpretif (West-Turner 2009: 99).

Tema kedua pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya ”Konsep diri” atau ”Self-Concept”. Dimana, pada tema interaksi simbolik ini menekankan pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya. Tema ini memiliki dua asumsi tambahan, West-Turner (2009: 101), antara lain: Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain, Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku(West-Turner, 2009: 101).

Tema terakhir pada interaksi simbolik berkaitan dengan hubunganantara kebebasan individu dan masyarakat, dimana asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya (West-Turner, 2009:102). Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi- asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah:

1. Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial,

(13)

1. Mind

- Mind adalah fenomena sosial yang tumbuh dan berkembang dalam proses sosial sebagai hasil dari interaksi.

- Mind lebih merupakan proses daripada sebuah produk. Hal ini berarti bahwa kesadaran bukanlah hasil tangkapan dari luar, melainkan secara aktif selalu berubah dan berkembang.

Dalam kaitan ini, ada kolaborasi antara relasi bahasa dan mind. mind membantu bahasa meningkatkan kapasitas:

a. Menentukan objek dalam lingkungan sosial, melalui pembentukan simbol yang signifikan.

b. Menggunakan simbol sebagai stimulus untuk menghasilkan respon dari orang lain.

c. Membaca dan menginterpretasikan gesture orang lain dan menggunakan stimulus ini sebagai respon.

d. Menyediakan imajinasi alternatif dari stimulus dan respon dari lingkungan. (West-Turner, 2009:103)

2. Self

Self [diri] memiliki dua unsur yakni:

1. “I” yang dapat diterjemahkan sebagai “aku” merupakan bagian yang unik, impulsif, spontan, tidak terorganisasi, tidak bertujuan, dan tidak dapat diramal dari seseorang. 2. “Me” yang diterjemahkan dengan “daku” adalah

generalized others, yang merupakan fungsi bimbingan dan panduan. Me merupakan prilaku yang secara sosial diterima dan diadaptasi.

3. Baik “I” maupun “me” keduanya diperlukan untuk melakukan hubungan sosial.

(14)

5. Sedangkan “me” merupakan serapan dari orang lain, yang melalui proses interanalisasi kemudian diadopsi untuk membentuk “I” selanjutnya.

6. Dalam setiap interaksi akan terjadi perubahan “I” dan “me” secara dinamis.

Dalam konteks komunikasi, perubahan tersebut menimbulkan optimisme, yakni bagaimanapun komunikasi akan menimbulkan perubahan. Soal besar kecilnya perubahan dan seperti apa perubahan yang diinginkan itu tergantung pada strategi dan efektivitas komunikasi yang dilakukan. (West-Turner, 2008:103)

3. Society

1. Soceity merupakan kumpulan self yang melakukan interaksi dalam lingkungan yang lebih luas yang berupa hubungan personal, kelompok intim, dan komunitas. Institusi society karenanya terdiri dari respon yang sama.

2. Society dipelihara oleh kemampuan individu untuk melakukan role-taking dan generalized others (West-Turner, 2008:104).

2.2.5. Konsep Diri (Self Concept)

2.2.5.1. Pengertian Konsep Diri

(15)

multi-aspek yaitu meliputi empat aspek seperti (1) aspek fisiologis, (2) psikologis, (3) psikososiologis, (4)psiko-etika dan moral. Gambaran konsep diri berasal dari interaksi antaradiri sendiri maupun antara diri dengan orang lain (lingkungan sosiainya). Oleh karna itu, konsep diri sebagai cara pandang seseorang mengenai dirisendiri untuk memahami keberadaan diri sendiri maupun memahami orang lain (Rakhmat, 2005:105)

Konsep diri adalah hubungan antara sikapdan keyakinan tentang diri kita sendiri. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Paraahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi darikonsep diri, sehingga terdapat beberapa pengertian. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentangdirinya, yang dibentuk oleh pengalaman pengalaman yang diperoleh dariinteraksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan bawaan,melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terusterdeferensiasi. Dasar dasar dari konsep diri individu yang ditanamkam padasaat anak-anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari. Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yangmerupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yangmemiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan iasadar akan keberadaan dirinya. Orang cenderung menolak perubahan dansalah memahami atau berusaha meluruskan informasi yang tidak konsistendengan konsep diri mereka. (Rakhmat, 2005:106)

(16)

reference) dalam berinteraksi dalamlingkungan. Menjelaskan konsep diri secara fenomenologis, dan ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya memberi akan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berartia iamenunjukan kesadaran diri (self awarenees) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang dilakukan terhadapdunia di luar dirinya. Diri secara keseluruhan (total self) seperti yang dialami individu disebut juga diri fenomenal (Fitts,1971:38) diri fenomenal adalah diri yang diamati, dialami dan dinilai oleh individu sendiri, yaitu diri yang disadari. Kesadaran atau persepsi ini merupakan gambaran tentang diri atau konsep diri individu. Konsep diri adalah pandangan kita tentang diri sendiri, yang meliputidimensi: pengetahuan tentang diri sendiri,pengharapan mengenai dirisendiri dan penilaian tentang diri sendiri. Konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang maka akanlebih mudah meramalkan dan memmahami tingkah orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagsan tentang diriya sendiri sebagai orang yang infirior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ditampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsikanya secara subjektif.

(17)

reference) dalam berinteraksi dalamlingkungan. Menjelaskan konsep diri secara fenomenologis, dan ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya memberi akan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berartia iamenunjukan kesadaran diri (self awarenees) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang dilakukan terhadapdunia di luar dirinya. Diri secara keseluruhan (total self) seperti yang dialami individu disebut juga diri fenomenal (Fitts,1971:38) diri fenomenal adalah diri yang diamati, dialami dan dinilai oleh individu sendiri, yaitu diri yang disadari. Kesadaran atau persepsi ini merupakan gambaran tentang diri atau konsep diri individu. Konsep diri adalah pandangan kita tentang diri sendiri, yang meliputidimensi: pengetahuan tentang diri sendiri,pengharapan mengenai dirisendiri dan penilaian tentang diri sendiri. Konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang maka akanlebih mudah meramalkan dan memmahami tingkah orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagsan tentang diriya sendiri sebagai orang yang infirior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ditampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsikanya secara subjektif.

(18)

Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuatindividu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya. Orang yang percaya diri biasanya mempunyai inisitiaf, kreatif danoptimis terhadap masa depan,mampu menyadari kelemahan dan kelebihandiri sendiri, berpikir positif, menganggap semua permasalahan pasti adajalan keluarnya. Orang yang tidak percaya diri ditandai dengan sikap-sikapyang cenderung melemahkan semangat hidupnya, seperti minder, pesimis, pasif dan cenderung apatis.

(19)

Berdasarkan pada beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencangkup keyakinan, pandangan, dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat diri sendiri sebagai pribadi,bagaimana kita merasa tentang diri sendiri dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kita harapkan. Dan dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara pandangsecara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.

2.2.5.2. Pembentukan Konsep Diri

Konsep diri tidak langsung terbentuk sejak lahir, namun berkembang seiring berjalannya waktu hingga seseorang mulai mengenal dunia. Dalam perkembangan psikologis manusia, manusia terus mengalami perubahan. Baik itu positif maupun negatif. Perkembangan psikologis mengacu pada tumbuh kembang seseorang sewajarnya pertumbuhan manusia hingga dewasa. Saat seseorang dapat kemampuan dalam berpikir dengan baik, mulai merasakan dan mengerti pribadi dirinya hingga mampu memberikan persepsi, saat itulah konsep diri mulai terbentuk . Karena saat memberikan persepsi, mempengaruhi seseorang menilai dirinya sendiri. (Rakhmat, 2008:110)

Konsep diri pada dasarnya persepsi mengenai diri sendiri. Persepsi yang dimulai dari diri sendiri lalu sejalannya kita berinteraksi dengan lingkungan maka persepsi yang tadinya dari diri sendiri mulai dipengaruhi dengan nilai-nilai yang kita peroleh setelah kita berinteraksi dengan lingkungan. Konsep diri terus berkembang melalui pemahaman sikap orang lain terhadap kita. Dapat dikatakan konsep diri adalah hasil dari proses interaksi lingkungan sosial seseorang. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan konsep diri menjadi tidak stabil atau berubah yaitu :

(20)

- gemuk yaa?, selama ini saya ngapain aja yaa? Pertanyaan – pertanyaan inilah yang akan mengubah pikiran.

- Perubahan lingkungan, ini sudah pasti akan menimbulkan sebuah pengalaman baru, pola pikir baru, sudut pandang baru, tingkah laku yang baru dan masih banyak lagi aspek yang akan mengubah konsep diri kita. Misalnya, seseorang yang biasa hidup mewah tiba tiba harus hidup sederhana, sudah pasti aka nada perubahan dalam diri, karena menyesuaikan keadaan .

- Perubahan peran, maksudnya adalah peran kita di keluarga atau di masyarakat. Misalnya, seseorang yang tadinya jadi seorang adik, ternyata jadi kakak. Tentu akan membawa pengaruh terhadap orang tersebut setelah menjadi kakak. Entah menjadi lebih dewasa atau lebih dekat dengan keluarga. (Rakhmat, 2008:113)

2.2.5.3. Dimensi Konsep Diri a. Diri identitas (identity sett)

Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, "Siapakah saya?" Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya,misalnya "Saya x". Kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungannya,pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan halhal yang lebih kompleks,seperti "Saya pintar tetapi terlalu gemuk " dan sebagainya. (Rakhmat,2008:115)

b. Diri Pelaku (behavioral self)

(21)

Menunjukan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.

c. Diri Penerimaan/penilai (judging self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara mediator antara diri identitas dan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenal pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya. (Rahmat,2008.117)

Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk merupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif. Ketiga bagian internal ini mempunyai peranan yang berbeda-beda, namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu diri yang utuh dan menyeluruh. Terdapat dua demensi konsep diri

1. Dimensi Internal

Dimensi internal adalah keseluruhan penghayatan pribadi sebagai kesatuan yang unik. Penilaian diri berdasarkan dimensi internal ini meliputi penilaian seseorang terhadap identitas dirinya, kepuasan diri dan tingkah lakunya (Fitz,1971:70). Dimensi ini terdiri dari 3 bentuk:

a. Diri identitas ( identity self)

(22)

orang itu sendiri. Semakin banyak label yang dimiliki seseorang, maka semakin terbentuklah orang itu untuk mencari jawaban tentang identitas dirinya.Diri identitas dapat mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan lingkungan dan juga dengan dirinya sendiri. Dengan demikian, diri identitas mempunyai hubungan dengan diri pelaku dan hubungan ini umumnya berlaku timbal balik.

b. Diri perilaku (behaviour self)

Diri pelaku merupakan persepsi seseorang terhadap tingkah lakunya atau caranya bertindak, yang terbentuk dari suatu tingkah laku biasanya diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi dari luar diri, dari dalam diri sendiri atau dari keduanya. Konsekuensi menentukan apakah suatu tingkah laku cenderung dipertahankan atau tidak. Disamping itu juga menetukan apakah tingkah laku tersebut akan diabstraksikan, disimbolisasikan dan dimasukkan kedalam diri identitas seseorang. Contohnya, seorang anak kecil mempunyai dorongan untuk berjalan. Ketika ia bisa berjalan ia merasa puas, dan lama kelamaan kemampuan berjalan serta kesadaran bahwa ia bisa berjalan merupakan label baru yang ada dalam diri identitasnya. Tindakkan berjalan itu sendiri merupakan bagian dari diri pelakunya.

c. Diri penerimaan atau penilaian ( judging self )

(23)

2. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta halhal lain di luar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama dan sebagainya (Fitz,1971:73). Dimensi eksternal yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu:

a. Diri Fisik (physical self)

Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).

b. Diri etik-moral (moral-ethical self)

Bagian ini merupakan perspsi seseorang terhadap dirinya dilihat Dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Maka ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya,yang muliputi batasan baik dan buruk.

c. Diri Pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

d. Diri Keluarga (family self)

(24)

e. Diri Sosial (social self)

Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain. Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memiliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang memperlihatkan bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian Pula seseorang tidak dapat mengatakan bahwa dirinya memiliki diri pribadi yang baik tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang lain di sekitarnya yang menunjukkan bahwa dirinya memang memiliki pribadi yang baik.

2.2.5.4 Sumber Informasi untuk Konsep Diri

1. Orang tua

Orang tua tentunya menjadi sumber informasi yang paling utama bagi setiap orang. Karena sejak kecil pastinya orang tua selalu memberikan berbagai informasi yang berguna untuk kehidupan anak. Dan semua itu akan terus berpengaruh untuk seterusnya selama hidup. Orang tua juga membantu setiap anaknya dalam pembentukan kepribadian, membantu memenuhi kebutuhan anak,sampai membantu menemukan potensi dalam diri anak yang berguna untuk masa depan.

2. Teman sebaya

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain. Oleh karena itu teman sebaya cukup berpengaruh dalam pembentukan konsep diri. Karena selama kita berinteraksi dengan teman kita,banyak hal yang masuk ke dalam diri kita yang membuat persepsi lain terhadap diri kita sendiri. Hal ini dapat terus berlangsung dalam interaksi sosial kita.

3. Masyarakat

(25)

penilaian yang terlontar dari masyarakat maka konsep diri masih terjaga karena kita tidak mengikuti apa yang di nilai masyarakat terhadap kita.

4. Belajar

Belajar adalah proses masuknya ilmu pengetahuan dan segala informasi yang nantinya akan diolah sendiri oleh masing-masing pribadi. Tentunya informasi yang masuk akan menjadi faktor penentu berubah atau tidaknya konsep diri. (Rini, 2002:http:/www.e-psikologi.com/dewa/160502.htm).

2.2.5.5. Jenis-Jenis Konsep Diri

Konsep diri yang positif dan ada yang mempunyai konsep diri yang negatif. Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah :

• Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Orang ini mempunyai

rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi,tidak lari dari masalah dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.

• Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri,tidak sombong,

mencela atau meremehkan siapapun,selalu menghargai orang lain.

• Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu

tanpa menghilangkan rasa merendah diri,jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain. • Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan

keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak di setujui oleh masyarakat.

• Mampu memperbaiki karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek

kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Ia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya. (Fitz,1971:75).

(26)

Orang yang mengenal dirinya dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif.

Tanda-Tanda individu yang memiliki konsep diri negatif adalah :

• Peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya

dan mudah marah atau naik pitam,hal ini berarti dilihat dari faktor yang mempengaruhi dari individu tersebut belum dapat mengendalikan emosinya,sehingga kritikan dianggap sebagi hal yang salah. Bagi orang seperti ini koreksi sering dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai logika yang keliru.

• Responsif sekali terhadap pujian. Walaupun ia mungkin berpura-pura

menghindari pujian,ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian. Buat orang seperti ini,segala macam embel-embel yang menjunjun dengan kesenangannya terhadap pujian,merekapun hiperkritis terhadap orang lain.

• Cenderung bersikap hiperkritis. Ia selalu mengeluh, mencela atau

meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain. • Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain. Ia merasa tidak

diperhatikan,karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh,sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan,berarti individu tersebut merasa rendah diri atau bahkan berperilaku yang tidak disenangi,misalkan membenci,mencela atau bahkan yang melibatkan fisik yaitu mengajak berkelahi (bermusuhan).

• Bersikap psimis terhadap kompetisi. Hal ini terungkap dalam

(27)

memiliki konsep diri negatif maupun positif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Individu yang memilik

memandang bahwa dirinya lemah,tidak berdaya,tidak dapat berbuat apa-apa,tidak kompeten,gagal,malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Individu ini akan cenderung bersikap psimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan,namun lebih sebagai halangan. Individu yang memiliki konsep diri negatif akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika ia mengalami kegagalan akan menyalahkan diri sendiri maupun menyalahkan orang lain.

2. Individu yang memilik

optimis,percaya diri sendiri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu,juga terhadap kegagalan yang dialami. Kegagalan tidak dipandang sebagai akhir segalanya,namun dijadikan sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah kedepan. Individu yang memiliki konsep diri positif akan mampu menghargai dirinya sendiri dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang. Dengan melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan bahw negatif,yang mana keduanya memiliki ciri-ciri yang sangat berbeda antara ciri karakteristik konsep diri positif dan karakteristik konsep diri yang negatif.

(28)

2.2.6. Perempuan dan Gender

Mitos-mitos tentang perempuan yang dikembangkan dan disosialisasikan dari masa ke masa, bermula dari pendongengan sampai cerita agak nyata, dilembagakan oleh opini masyarakat menjadi pembenaran ciri kepribadian perempuan. Dongeng-dongeng seperti Cinderella,Rapunzel (putri di puncak menara),Princess of Pea, Sleeping Beauty,Jaka Tarub dengan tujuh bidadari dari kayangan, dan banyak lagi lainnya,akhirnya menghasilkan pembenaran sifat ketergantungan,kepasrahan dan kepatuhan perempuan pada lelaki,selain sifat pemimpi,pemaaf dan pemesona. Perempuan pun,lalu dilihat tidak seperti apa yang seharusnya dilihat dari sosok anak manusia,tetapi dilihat seperti apa yang dipersepsikan orang tentang perempuan. Maka,jadilah hubungan antara lelaki dan perempuan direfleksikan dalam model hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin (kepercayaan di masyarakat Iran dan Cina),antara pendominasian dan yang didominasi (falsafah Mao Tse Tung),antara pemerintah dan rakyat (Ujaran Aristoteles),dan antara yang DILAYANI dan MELAYANI (Toety Heraty Noerhadi, 2003: 125).

Pada masyarakat di zaman modern,diskriminasi yang berawal dari pembenaran mitos-mitos ini,akhirnya,merambah lebih jauh ke dalam nuansa kepercayaan,politik,ekonomi,ras dan warna kulit. Bahkan pada era modern,jika segmen masyarakat dapat dibagi dalam segmen orang kaya dan miskin maka didalamnya ada perempuan yang merupakan segmen masyarakat paling miskin dari yang miskin dan paling sengsara dari yang sengsara. Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena setiap ada program pembangunan maka yang jadi korbanya adalah kaum perempuan. Soalnya,sebagian besar penduduk perempuan tidak siap untuk mengantisipasi ubahan-ubahan pembangunan,karena keterbatasan akses mereka dalam pendidikan,ekonomi dan berbagai kendala budaya yang lebih banyak dikenakan pada mereka di banding kaum lelaki.

(29)

masih mengalami subordinasi, perendahan, pengabaian, eksploitasi, dan pelecehan seksual, bahkan tindak kekerasan. Tampaknya kita perlu mencermati masalah perempuan dalam suatu pandangan yang berorientasi gender dan memberi tempat yang prioritas untuk kebutuhan perempuan yang diharapkan dapat merubah realitas untuk kesetaraan gender. Untuk mengubah kondisi tersebut maka diperlukan perspektif gender dalam melihat persoalan perempuan dan mencari solusinya “Gender” sebagai pembebasan perempuan untuk mengembalikan perempuan pada hakikinya . Perubahan sosial yang selama ini bersifat endosentris dapat dilihat sebagai ketimpangan struktural dalam perspektif gender (Toety Heraty Noerhadi, 2003: 126).

Perbedaan fundamental dari kategori biologis antara laki-laki dan perempuan yang pada hakekatnya tidak perlu dipertanyakan, tetapi pada tingkat sosiokultural, perbedaan fundamental tersebut seolah-olah diterima sebagai “kebenaran”. Padahal kultur adalah hasil dari suatu konsensus dan setiap konsensus tidak pernah selesai atau berhenti di titik final, termasuk dalam

hubungan laki-laki dan perempuan. Perbedaan laki-laki dan perempuan memang final, namun jika hal itu diterapkan di tingkat sosiokultural, yang terjadi adalah distorsi, bias, atau bahkan ketimpangan dan ketidakadilan (Toety Heraty Noerhadi, 2003: 126).

2.2.6.1. Perspektif Gender

(30)

biologis. Peran gender bisa berubah karena dipengaruhi oleh ideologi, ekonomi, adat, agama, dan sosial budaya, etnik,waktu, tempat, dan kemajuan iptek. Perubahan sosial yang selama ini bersifat androsentris, dapat dilihat sebagai ketimpangan structural dalam perspektif gender. Berdasar pada pemahaman tersebut kemudian muncul aksi perempuan di berbagai kegiatan khususnya berkesenian.

Perspektif gender mengarah pada suatu pandangan atau pemahaman tentang peran perempuan dibedakan secara kodrati, dan peran gender yang ditetapkan secara sosial budaya. Perbedaan gender akan menjadi masalah jika perbedaan itu mengakibatkan ketimpangan perlakuan dalam masyarakat serta ketidakadilan dalam hak dan kesempatan baik bagi laki-laki maupun perempuan (Toety Heraty Noerhadi, 2003: 129).

2.2.7 Striptis

Tari telanjang (Inggris: striptease) adalah sejenis hiburan erotis di mana pemainnya (dikenal sebagai 'stripper' atau 'penari telanjang') secara perlahan membuka baju sambil diiringi musik. Striptease biasanya dilakukan di strip club. Biasanya penampilan diakhiri setelah pakaian terakhir dilepas. Walaupun demikian,biasanya sepatu tidak ditanggalkan. Pakaian yang dikenakan stripper biasanya memiliki tema tertentu,misalnya anak sekolah,pembantu rumah tangga, polisi wanita dan lain-lain.Sejarah Striptis sering dipertentangkan. Sebagian mengatakan striptease berawal dari zaman Babilonia kuno. Dalam legenda Sumeria ada cerita mengenai dewi Inanna yang turun ke dunia bawah yang terdiri dari tujuh pintu gerbang. Di setiap gerbang ia menanggalkan satu potong pakaian atau perhiasan. Selama ia masih di neraka,bumi gersang.

(31)

2.2.8. Disonansi Kognitif

Disonansi Kognitif adalah perasaan yang tidak seimbang atau merupakan perasaan tidak nyaman yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran dan perilaku tidak konsisten dimana memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu. Disonansi adalah sebutan untuk ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan untuk keseimbangan. Browns menyatakan bahwa teori ini memungkinkan dua elemen untuk memiliki tiga hubungan yang berbeda satu sama lain, yaitu :

1. Hubungan konsonan (consonant relationship), ada antara dua elemen ketika dua elemen tersebut ada pada posisi seimbang satu sama lain.

2. Hubungan disonan (disonant relationship) yaitu kedua elemennya tidak seimbang satu sama lainnya.

3. Hubungan tidak relevan (irrelevant relationship) ada ketika elemen-elemen tidak mempunyai hubungan makna satu sama lain.

2.3. MoGambar 2.1

Model Teoritik

Penari

Referensi

Dokumen terkait

―Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau

Taman Bacaan Masyarakat adalah sarana peningkatan budaya membaca masyarakat dengan ruangan yang disediakan untuk membaca, diskusi, bedah buku, menulis dan kegiatan

Self efficacy merupakan faktor kognitif bagaimana orang bertingkah laku dalam situasi tertentu seperti nyeri tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi

Beberapa hal yang dianalisa dalam tulisan ini antara lain: (1) Deskripsi iklan; (2) Positioning iklan yang diklankan; (3) Atribut produk/jasa yang diiklankan; (4) Tujuan yang

KNP mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset bersih dari Entitas Anak yang diatribusikan pada kepentingan ekuitas yang tidak dimiliki secara langsung maupun tidak langsung

Data diisi sesuai dengan yang diminta pada form pemesanan barang, kemudian bagian gudang mencetak surat pesanan berdasarkan tanggal penginputan pesanan dan

Kurva Kutznet menunjukkan hubungan pendapatan per kapita dengan kondisi lingkungan hidup tetapi ukuran pembangunan ekonomi modern tidak hanya mempertimbangkan pendapatan

Tema yang dipilih dalam tugas akhir ini ialah pemberdayaan, dengan judul Pemberdayaan Persatuan Orangtua Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (POPA) dalam Meningkatkan Kesejahteraan