• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Akomodasi KetentuanKetentuan Protokol Palermo Tahun 2000 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Hukum Nasional Indonesia T1 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Akomodasi KetentuanKetentuan Protokol Palermo Tahun 2000 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Hukum Nasional Indonesia T1 BAB III"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A.

HASIL PENELITIAN

1. Defenisi Human Trafficking

Protokol Palermo Tahun 2000 :

 “Perdagangan orang” haruslah berarti perekrutan, pengiriman,

pemindahan, menyembunyikan atau menerima individu-individu,

dengan cara mengancam atau penggunaan paksaan atau

bentuk-bentuk kekerasan lainnya, penculikan, penipuan, kebohongan,

penyalahgunaan kekuasaan atau pemanfaatan sebuah posisi yang

rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau

keuntungan untuk mendapatkan ijin dari seseorang untuk

memiliki kontrol terhadap orang lain, dengan tujuan-tujuan

untuk mengeksploitasi. Eksploitasi haruslah mencakup, pada

tingkat paling minimum, eksploitasi prostitusi terhadap seseorang

atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja paksa,

perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan perbudakan,

penghambaan atau penghilangan organ.

Hukum Nasional :

 Dalam pasal 297 KUHP tidak diatur pengertian perdagangan orang

secara jelas.

 Dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 Perdagangan Orang

(2)

pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan

ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,

pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,

penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga

memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas

orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun

antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang

tereksploitasi.

2. Hukuman yang Berlaku

Protokol Palermo Tahun 2000 :

 Negara penerima trafficking sesuai protokol PBB memiliki kewajiban

mengembalikan korban trafficking(Pasal 8)

Hukum Nasional :

 Pasal 297 KUHP: Perdagangan wanita dan perdagangan anak

laki-laki yang belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling

lama enam tahun.”

 Pasal 2 Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang menjelaskan bahwa “setiap orang

yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,

pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan

ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,

pemalsuan, penipuan,penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,

penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun

(3)

orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah

negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan

pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta

rupiah).

3. Status Korban Perdagangan orang

Protokol Palermo Tahun 2000 :

 Sebagai tambahan atas pengambilan langkah-langkah menurut pasal

6 Protokol ini, setiap Negara Pihak harus mempertimbangkan untuk

menetapkan langkah-langkah legislatif dan langkah-langkah lain yang

layak yang memungkinkan korban perdagangan orang untuk tetap

tinggal di wilayahnya,sementara maupun permanen, dalam

kasus-kasus tertentu(Pasal 7)

 Dalam mengimplementasikan ketentuan-ketentuan yang termuat

dalam ayat 1 pasal ini, setiap Negara Pihak harus memberikan

pertimbangan yang layak atas faktor-faktor kemanusiaan dan

kasih(Pasal 7)

Hukum Nasional :

Undang-Undang No 21 Tahun 2007

 Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahliwarisnya

berhak memperoleh restitusi.

(4)

atas:

 kehilangan kekayaan atau penghasilan

 penderitaan

 biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau

 psikologis; dan/atau

 kerugian lain yang diderita korban sebagai akibatperdagangan

orang

4. Tempat rehabilitasi korban perdagangan orang

Protokol Palermo Tahun 2000 :

Tidak dijelaskan sama seperti dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007,

tetapi secara terperinci mengatur keamananan, hak, fasilitas yang diberikan

terhadap korban perdagangan orang.

Hukum Nasional :

Pemerintah Daerah wajib membentuk rumah perlindungan sosial atau pusat

trauma. (Pasal 52).

5. Pemulangan korban perdagangan orang

Protokol Palermo Tahun 2000 :

 Wajib dipulangkan ke negera asalnya tanpa penundaan

yangberlebihan atau tidak beralasan, harus memverifikasi apakah

(5)

negaranya atau mendapatkan hak sebagai penduduk tetap di dalam

wilayahnya pada saat orang tersebut memasuki wilayah dari Negara

Pihak penerima (Pasal 8).

Hukum Nasional :

 Undang-Undang No 21 Tahun 2007

Korban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial,

pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah apabila yang

bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis akibat

tindak pidana perdagangan orang (Pasal 51)

6. Kebijakan-Kebijakan Negara

Protokol Palermo Tahun 2000 :

a. Untuk mencegah dan memerangi perdagangan; dan

b. Untuk melindungi korban perdagangan orang, terutama perempuan

dan anak-anak, dari kemungkinan untuk menjadi korban kembali.

 Negara-negara Pihak harus berupaya keras untuk melaksanakan

langkah-langkah lain yang ditetapkan seperti penelitian, informasi

dan kampanye media masa dan inisiatif-inisiatif sosial dan

ekonomi untuk mencegah dan memerangi perdagangan.

 Kebijakan-kebijakan, program-program, dan langkah-langkah lain

yang ditetapkan sesuai dengan pasal ini haruslah, secara layak,

menyertakan kerja sama dengan organisasi-organisasi lembaga

swadaya masyarakat sipil lainnya.

(6)

Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pencegahan dan pemberantasan

tindak pidana perdagangan orang, pemerintah Republik Indonesia wajib

melaksanakan kerja sama internasional, baik yang bersifat bilateral, regional,

maupun multilateralPasal 59 ayat (1)

7. Pencegahan dan pemberantasan korban perdagangan orang

Protokol Palermo Tahun 2000 :

 Negara-negara Pihak harus mengambil atau memperkuat

langkah-langkah lain, termasuk melalui kerja sama bilateral atau multilateral,

untuk menekan faktor-faktor yang menyebabkan orang-orang,

terutama perempuan dan anak-anak, menjadi rentan terhadap

perdagangan, seperti misalnya kemiskinan, keterbelakangan

pembangunan dan kurangnya kesempatan yang setara(Pasal 9)

Hukum Nasional :

 Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga wajib

mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang (Pasal 57 ayat

(1)).

B. ANALISIS

Komparisi Protokol Palermo dan Undang-Undang Di Indonesia yang mengatur

tentang Human Trafficking

1. Defenisi Human Trafficking

Berdasarkan pengertian tentang perdagangan orang (Human Trafficking)

(7)

orang berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan atau

menerima individu-individu, dengan cara mengancam atau penggunaan paksaan

atau bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kebohongan, penyalahgunaan

kekuasaan, atau pemanfaatan sebuah posisi. Pada umumnya pengertian Human

Trafficking dalam protokol tersebut tidak berbeda jauh dengan pengertian

Human Trafficking dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 secara garis besar

Human Trafficking berarti tindakan perekrutan, pengangkutan, penampuangan,

pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman

kekerasan. Ini menunjukan bahwa ratifikasi Protokol Palermo Tahun 2000

menjadi Undang-Undang No 21 Tahun 2007 secara garis besarnya

mengakomodasi apa itu Human Trafficking/ Perdagangan Orang.

Di dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tidak menggunakan kata

perbudakan dan penghambaan tidak dipakai akan tetapi diganti dengan kalimat

memegang kendali atas orang lain begitu pun juga dengan eksploitasi seksual

yang tidak dirumuskan lagi dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 sehingga

kalimat memegang kendali atas orang lain memiliki makna yang luas bagi

mengartikan beberapa kata seperti prostitusi, seksual, perbudakan, kerja paksa,

sebagaimana pengertian Human Trafficking dalam Protokol Palermo Tahun

2000 maka penulis menemukan bahwa dalam meratifikasi Protokol Palermo

Tahun 2000 tersebut tidak memiliki banyak perbedaan dalam merumuskan

pengertian Human Trafficking.

Human Trafficking dalam KUHP sebagaimana tertuang dalam Pasal 297

tidak secara terperinci menjelaskan apa itu Human Trafficking hanya memuat

ancaman pidana bagi orang yang melakukan perdagangan wanita dan anak

(8)

terlalu jelas disebabkan hanyalah mengatur tentang perdagangan wanita dan

anak laki-laki di bawah umur, berbanding terbalik dengan apa yang diatur dalam

Undang-Undang No 21 Tahum 2007 yang mana Human Trafficking

(perdagangan orang) bukan hanya bagi wanita dan anak laki-laki di bawah umur

tetapi juga diterapkan bagi laki-laki dewasa.

2. Hukuman yang berlaku

Sebagaimana yang tertuang dalam Protokol Palermo Tahun 2000 tidak

mengatur tentang sanksi bagi orang yang melakukan Human Trafficking,

disebabkan karena sanksi yang dapat diterapakan bagi pelaku tindak pidana

perdagangan orang, hanyalah disebutkan untuk negara penerima trafficking

dikembalikan ke negara asal. Pengembalian koraban tersebut dengan maksud

agar supaya pelaku tindak pidana perdagangan orang dapat diberikan sanksi di

negara asal, hal ini berkaitan dengan yuridiksi hukum bagi suatu negara. Dalam

KUHP sudah dirumuskan ancaman pidananya dengan penjara paling lama 6

tahun bagi orang yang melakukan perdagangan wanita dan anak laki-laki yang

belum cukup umur. Ancaman 6 tahun yang dirumuskan dalam KUHP sudah

pasti menunjukkan bahwa negara secara tegas ingin memberantas Human

Trafficking bagi di dalam negeri maupun luar negeri keseriusan.

Ratifikasi Protokol Palermo menjadi Undang-Undang No 21 Tahun 2007

sudah mengatur tentang sanksi bagi perdagangan orang, jika pada Protokol

Palermo hanya mengatur tentang korban perdagangan orang dikembalikan ke

negara asal. Akan tetapi dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 sanksi yang

diatur maksimum 15 tahun dan minimum 3 tahun dan juga denda paling sedikit

Rp. 120.000.000,00 dan paling banyak Rp.600.000.000,00. Perdagangan orang

(9)

memberantasnya pun dilakukan dengan keseriusan. Sebagaimana yang telah

dirumuskan dalam bagan diatas maka perbedaan yang penulis temukan dalam

penelitian ini adalah tidak diaturnya sanksi yang jelas di dalam Protokol

Palermo Tahun 2000 akan tetapi dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007

sudah dengan jelas mengatur tentang sanksi bagi pelaku Human Trafficking.

3. Status Perdagangan Orang

Status korban perdagangan orang dalam Protokol Palermo Tahun 2000

hanya mengintrupsikan kepada negara pihak untuk mempertimbangkan langkah

yang layak bagi korban perdagangan orang untuk tetap tinggal di wilayahnya

diartikan sebagai negara harus melindungi para korban perdagangan orang

dalam kebijakan-kebijakan legislatif yang baik dalam rangka mewujudkan

kenyamanan bagi korban perdagangan orang dengan mempertimbangkan

faktor-faktor kemanusiaan dan kasih. Asas Kemanusiaan mejadi dasar dalam

melaksanakan perlindungan kepada korban, yang mana dalam Pasal 6

Undang-Undang No 12 Tahun 2011, Asas Kemanusiaan mengartikan bahwa setiap

materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan

pelindungan dan penghormatan Hak Asasi Manusia serta harkat dan martabat

setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara

proporsional.

Di dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 setiap korban Human

Trafficking atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi. Restitusi yang

dimaksud adalah ganti rugi yang diderita oleh korban perdagangan orang.

Dalam perbedaan antara Protokol Palermo dengan Undang-Undang No 21

Tahun 2007 negara memiliki fungsi yang berbeda Protokol Palermo

(10)

akan tetapi dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 menginstrusikan untuk

negara melakukan ganti rugi bagi korban perdagangan orang dengan maksud

untuk mengembalikan segala bentuk yang korban alami. Persamaan antara

Protokol Palermo dengan Undang-Undang No 21 Tahun 2007 adalah negara

memiliki fungsi yang sentral dalam melindungi korban perdagangan orang.

4. Tempat Rehabilitasi Perdagangan Orang

Tempat rehabilitasi perdagangan orang tidak secara terperinci diatur

dalam Protokol Palermo Tahun 2000 sama halnya dengan Undang -Undang No

21 Tahun 2007 yang sudah secara terperinci mengatur tentang tempat

rehabilitasi perdagangan orang, dalam Protokol Palermo Tahun 2000 hanya

merumuskan korban perdagangan orang untuk dikembalikan ke negara asalnya.

Lebih lanjut dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 sudah mengatur

keamanan untuk korban perdagangan orang, hak bagi perdagangan orang,

fasilitas yang diberikan bagi korban bahkan setiap daerah wajib membentuk

rumah perlindungan sosial atau pusat trauma. Rumah perlindungan sosial

dimaksudkan untuk memberikan perlindungan pemulihan, rehabilitasi dan

reintegrasi bagi korban yang memerlukan perlindungan secara khusus untuk

memulihkan psikis.

Perbedaan dalam hal pengaturan tempat rehabilitasi korban perdagangan

orang antara Protokol Palermo dan Undang-Undang No 21 Tahun 2007

sangatlah jelas seperti yang penulis kemukakan bahwa Protokol Palermo tidak

mengatur secara terperinci apa itu tempat rehabilitasi hanyalah pemulangan

korban ke negara asal akan tetapi dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007

sudah sangat jelas mengatur tentang tempat rehabilitasi korban perdagangan

(11)

fisik, psikis dan sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar

baik dalam keluarga maupun masyarakat. Korban perdagangan orang berhak

memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan dan

reintegrasi sosial dari pemerintah apabila yang bersangkutan mengalami

penderitaan baik fisik maupun psikis akibat tindak pidana perdagangan orang

dan juga berhak menerima restitusi. Restitusi yang diberikan dengan maksud

untuk memelihara atau memulihkan fisik maupun psikis bagi korban.

5. Pemulangan Korban Perdagangan Orang

Protokol Palermo mewajibkan korban dipulangkan ke negara asalnya

secepatnya dengan maksud agar hak-hak korban perdagangan orang dapat

dilindungi oleh negara asalnya. Hak yang dimaksud bukan hanya perlindungan

hukum akan tetapi pemulihan dan pengobatan psikis dan fisik yang diderita oleh

korban. Peran negara dianggap penting untuk melindungi para korban oleh

sebab itu dalam Protokol Palermo diwajibkan untuk secepatnya negara tempat

perdagangan orang memulangkan korban perdagangan orang dikembalikan ke

negara asalnya.

Dalam ratifikasinya negara menjalankan apa yang diperintahkan oleh

Protokol Palermo, jika pada Protokol Palermo hanya menginstruksikan negara

untuk secepatnya memulangkan korban perdagangan orang, di dalam

ratifikasinya negara sudah lebih memuat dan mengatur tentang hak-hak korban

perdagangan orang.

Yang penulis temukan dalam penelitian ini bahwa dalam ratifikasinya

sudah mengalami pemaknaan yang jelas tentang pemulangan korban dengan

(12)

sosial dilaksanakan oleh negara. Sebuah langkah maju demi melindungi dan

memulihkan psikis dan fisik korban perdagangan orang

Dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tidak mengatur secara

eksplisit tentang pemulangan orang, hanyalah menginstruksikan negara agar

melakukan kerja sama dalam bidang menanggulangi kejahatan Tindak Pidana

Perdagangan Orang, kerja sama yang dimaksudkan, menurut penulis ini berarti

negara dalam melindungi setiap warga negaranya mampu memantau dan

memperhatikan bahkan ketika mereka menjadi koraban perdagangan orang, oleh

sebab itu ada perbedaan antara Protokol Palermo dan hukum nasional tentang

pemulangan korban.

6. Kebijakan-kebijakan Negara

Kebijakan negara yang diatur dalam Protokol Palermo untuk mencegah

dan memerangi perdagangan orang, dan juga melindungi korban perdagangan

orang sebagaimana yang diatur dalam ratifikasi maka ada persamaan antara

kebijakan negara yang dirumuskan dalam Protokol Palermo dan

Undang-Undang No 21 Tahun 2007 bahwa negara memiliki fungsi untuk melakukan

pencegahan tindak pidana perdagangan orang. Negara wajib melaksanakan kerja

sama internasional baik yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral

dalam pencegahan tindak pidana perdagangan orang. Bahkan dalam

Undang-Undang No 21 Tahun 2007 negara mengalokasikan anggaran untuk

melaksanakan pencegahan dan penanganan masalah perdagangan orang.

Perbedaan yang penulis temukan dalam penelitian ini adalah dalam Protokol

Palermo ada sedikit penekanan untuk mengutamakan perempuan dan anak-anak

akan tetapi dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tidak dirumuskan hal

(13)

tindak pidana perdagangan orang negara melakukan kerja sama internasional.

Kerja sama yang dirumuskan dalam Protokol Palermo adalah kerja sama dengan

organisasi-organisasi lembaga swadaya masyarakat sipil dalam melaksakan

pencegahan tindak pidana perdagangan orang. Perbedaan lainnya negara harus

melakukan langkah penelitian, kampanye media massa, dan inisiatif-inisiatif

sosial dan ekonomi untuk mencegah tindak pidana perdagangan orang, hanya

dirumuskan dalam Protokol Palermo dan tidak dirumuskan lebih lanjut dalam

Undang-Undang No 21 Tahun 2007.

7. Pencegahan dan Pemberantasan Korban Perdagangan Orang

Protokol Palermo Tahun 2000 dalam merumuskan pencegahan dan

pemberantasan, maka negara memiliki peran yang besar melalui kerja sama

bilateral atau multilateral. Negara dalam hal pemberantasan tindak pidana

perdagangan orang dapat melakukan kerja sama dengan negara-negara lain,

dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2007 pemerintah daerah dan keluarga

dilibatkan dalam pencegahan perdagangan orang ini menunjukkan bahwa dalam

perbedaan peran untuk mencegah tindak pidana perdagangan orang, jika dalam

Protokol Palermo hanya negara yang dilibatkan maka di dalam Undang-Undang

No 21 Tahun 2007 bukan hanya negara tetapi keluarga memiliki peran penting

dalam melaksanakan pencegahan perdagangan orang.

Sebagai upaya pencegahan tindak pidana perdagangan orang maka

menurut penulis dapat dilakukan melalui beberapa cara: Pertama, peningkatan

pendidikan masyarakat khususnya pendidikan bagi anak-anak dan perempuan

yang status sosialnya rendah termasuk sarana dan prasarana. Kedua,

peningkatan pengetahuan masyarakat tentang tindak pidana perdagangan orang.

(14)

dan orang dalam status sosial rendah untuk memperoleh pendidikan peningkatan

pendapatan dan pelayanan sosial.

Masyarakat secara umum sangat rawan menjadi korban tindak pidana

perdagangan orang apabila tidak mempunyai bekal pengetahuan yang memadai

tentang tindak pidana perdagangan orang untuk itulah diperlukan sosialisasi

secara baik dan menyebarluaskan informasi tentang apa dan bagaimana praktek

Human Trafficking yang harus diwaspadai. Langkah selanjutnya, untuk

memberantas tindak pidana perdagangan orang adalah memberantas

kemiskinan, ketidaksetaraan gender, sempitnya lapangan kerja. Di samping itu

upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang

memerlukan adanya perdagangan hukum yang tegas, tanpa perdagangan hukum

yang tegas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna dari masing-masing formula, pada kekerasan dan kerapuhan tablet ekstrak kulit buah manggis, sedangkan pada waktu

Gambar 4.4 Hasil simulasi untuk kelas stabilitas D dengan model Fluent (kiri) dan dengan Metode Gauss Ganda (Kanan) dengan penampang x,y,z (atas); x,y (tengah) dan x,z (bawah) ...

Dalam melakukan analisis pemeringkatan website PT Lion Air, PT Garuda Indonesia dan PT Sriwijaya Air, penulis menggunakan tools pemeringkatan web yaitu Alexa Rank untuk

Perbincangan berikutnya adalah berkaitan dengan ringkasan analisis HLM Dua Aras terhadap pengaruh variabel Konteks Pengajaran iaitu sokongan Persekitaran Sekolah, kualiti

 Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas- asas organisasi dan

Lembaga Penempatan Anak Sementara di Provinsi Lampung belum terdapat bangunan tersendiri, namun sesuai dengan Undang-Undang Sisterm Peradilan Pidana Anak yang

Rosidah binti Mohamed Mustafa Cik Ainun Jariah binti

sistem non klasikal (peng belajar dimulai pagi sampai sore yang digunakan adalah B digunakan merujuk pada kelas-kelas, jenjang grad Metode pembelajaran y membosankan dalam