• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Performansi Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Menggunakan Bahan Bakar Campuran Pertadex dengan Biodiesel Dedak Padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Performansi Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Menggunakan Bahan Bakar Campuran Pertadex dengan Biodiesel Dedak Padi"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

2.1.1 Sejarah Biodiesel

Biodiesel pertama kali dikenalkan di Afrika selatan sebelum perang dunia II sebagai bahan bakar kendaraan berat.

Konsep penggunaan minyak tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pembuatan bahan bakar sudah dimulai pada tahun 1895 saat Dr, Rudolf Cristian Karl Diesel (Jerman, 1858-1913) mengembangkan mesin kompresi pertama yang secara Semakin besar penambahan campuran % biodiesel Nilai Daya , Efisiensi Volumetris, Efisiensi Thermal aktual dan Heat Loss cenderung menurun, sementara laju aliran bahan baar (mf) dan konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) Cenderung meningkat.zkhusus dijalankan dengan minyak tumbuh-tumbuhan. Mesin diesel atau biasa juga disebut Compression Ignition Engine yang ditemukannya itu merupakan suatu mesin motor penyalaan yang mempunyai konsep penyalaan di akibatkan oleh kompresi atau penekanan udara hingga mencapai kondisi titik nyala bahan bakar, sehingga ketika bahan bakar di semprotkan terjadi ledakan pada ruang bakar.

Minyak pertama yang digunakan untuk mesin diesel yang dibuat oleh Dr. Rudolf Christian Karl Diesel tersebut berasal dari minyak sayuran. Tetapi karena pada saat itu produksi minyak bumi (petroleum) sangat melimpah dan murah, maka bahan bakar mesin tersebut diganti menjadi bahan bakar solar dari minyak bumi.

Biodiesel merupakan metil/etil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel. Sedangkan minyak yang didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak (oilseed) yang kemudian disaring dan dikeringkan (untuk mengurangi kadar air), disebut sebagai minyak lemak mentah.

(2)

didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik yang sangat tinggi dibandingkan dengan solar (bisa mencapai 100 kali lipat). Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung di dalam mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi/tambahan peralatan khusus pada mesin, misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa dan injektor bahan bakar untuk menurunkan harga viskositas. Viskositas (kekentalan) bahan bakar yang sangat tinggi akan menyulitkan pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin.

Pemanasan bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan injeksi bahan bakar merupakan satu solusi yang paling dominan untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul pada penggunaan SVO secara langsung pada mesin diesel. Pada umumnya orang lebih memilih untuk melakukan proses kimiawi pada minyak mentah atau refined fatty oil /SVO untuk menghasilkan metal ester asam lemak (fatty acid methyl ester- FAME) yang memiliki berat molekul lebih kecil dan viskositas setara dengan solar sehingga bisa langsung digunakan dalam mesin diesel konvensional. Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil menggunakan proses transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya bertujuan mengubah gliserida dengan berat molekul dan viskositas tinggi yang mendominasi komposisi refined fatty oil menjadi asam lemak metal ester (FAME).

Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses transesterifikasi minyak biasanya masih mengandung sissa-sisa katalis, methanol, gliserol. Untuk memurnikannya biodiesel mentah tersebut dicuci dengan air hangat, sehingga pengotor-pengotor tersebut larut ke dalam dan terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya dipisahkan.

2.1.2 Biodiesel Dedak Padi

(3)

ester dan gliserol, atau esterifikasi asam-asam lemak bebas dengan methanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi senyawa alkil ester dan air.

Biodiesel merupakan kandidat yang paling baik untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energy transportasi utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol dimesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur yang ada sekarang ini.

Dibandingkan dengan solar, biodiesel memiliki kelebihan diantaranya : • Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih

baik (free sulphur, smoke number rendah) • Tidak beracun

• Memiliki sifat pelumasan yang lebih baik dari bahan bakar diesel konvensional

• Dapat digunakan tanpa menggunakan modifikasi mesin

Cetane number lebih tinggi sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak kasar

• Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin • Dapat terurai (biodegradable)

• Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui

• Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara local.

Adapun kelemahan dari biodiesel adalah:

• Biodiesel saat ini sebagian besar diproduksi dari bahan pangan seperti minyak sawit, kacang kedelai, buah alpukat, jagung, buah singkong, dan lain-lain, sehingga dapat menyebabkan kekurangan pangan dan meningkatnya harga bahan pangan

• Biodiesel lebih rentan terhadap kontaminasi air dibandingkan dengan diesel konvensional, hal ini dapat menyebabkan korosi pada mesin.

(4)

Menurut Syah (2006), karakteristik emisi pembakaran biodiesel dibandingkan dengan solar adalah sebagai berikut:

• Emisi karbon dioksida (CO2) netto berkurang 100% • Emisi sulfur dioksida berkurang 100%

• Emisi debu berkurang 40-60%

• Emisi karbon monoksida (CO) berkurang 10-50 % • Emisi hidrokarbon berkurang 10-50%

• Hidrokarbon aromatic polisiklik (PAH=polycyclic aromatic hydrocarbon) berkurang terutama PAH beracun seperti:phenanthren berkurang 98 %, benzofloroanthen berkurang 56 %, benzapyren berkurang 71%, serta aldehida dan senyawa aromatic berkurang 13%

(5)

Tabel 2.1 Standar Karakteristik biodiesel

Parameter Satuan Biodiesel Biji Wijen

Standar Nasional Indonesia

Biodiesel Standard in

ASTM

Jarak pagar

Angka Asam Mg KOH/g 0.1044 Maks 0.8 Maks 0.5 0.298

Air dan Sedimen %vol 0 Maks 0.05 Maks 0.05 <0.05

Korosi Lempeng Tembaga

%wt No. 1.b Maks No. 3 Maks No. 3

Residu Karbon %wt 0.1298 Maks 0.05 Maks 0.05

Abu Tersulfatkan %wt 0.02 Maks 0.02 Maks 0.02

Belerang mg/kg 13 Maks 100 Maks 50

Fosfor mg/kg 0.98 Maks 10 Maks 1 0.03

Gliserol Bebas %wt 0.0091 Maks 0.02 Maks 0.02 0.0045

Gliserol Total %wt 0.2086 Maks 0.24 Maks 0.24 0.053

Kadar Ester Alkil %wt 99.56 Min 96.5 98.997

Uji halphen Negatif Negatif Negatif

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006) European Commision (2007)

Tjahjana dan Pranowo (2010) Kartika et al. (2011)

2.1.3 Pembuatan Biodiesel Dedak Padi

(6)

perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biodiesel dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.

Gambar 2.1 Teknologi Konversi Biodiesel

2.1.3.1 Esterifikasi

Ester merupakan salah satu gugus dari fungsi dari senyawa karbon. Ester adalah senyawa dengan gugus fungsi – COO – dengan struktur R – COO – R, dimana R merupakan suatu rantai karbon atau atom H, sedangkan R merupakan rantai karbon. Ester mempunyai rumus umum CnH2nO2. Pemberian nama ester

terdiri dari dua kata yaitu gugus alkil (berasal dari alkoksi) diikuti dengan nama asam karboksilatnya dengan menghilangkan kata asam. Gugus atom yang terikat pada atom O (Gugus R) diberi nama alkil dan gugus R – COO – H diberi nama alkanoat.

(7)

kuat, dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis terpilih dalam praktek industrial

2.1.3.2 Transesterifikasi

Saat ini sebagian besar biodiesel muncul dari sumber daya yang dapat dimakan, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan limbah minyak goreng, dengan katalis kondisi basa. Namun konsumsi tinggi katalis membuat biodiesel saat ini lebih mahal daripada bahan bakar yang diturunkan dari minyak bumi.

Transesterifikasi adalah pertukaran alkohol dengan suatu ester untuk membentuk ester yang baru. Reaksi ini bersifat reversible dan berjalan lambat tanpa adanya katalis. Penggunaan alkohol atau mengambil alih salah satu produk adalah langkah untuk mendorong reaksi kearah kanan atau produk.

Tahapan proses transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh air dan asam lemak bebas

Minyak nabati yang akan di transesterifikasi hasrus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1 Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5%. Selain itu, semua bahan yang akan digunakanharus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.

2. Perbandingan pengaruh molar alkohol dengan bahan mentah

(8)

didapat akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah satu jam konversi yang dihasilkan adalah 98 – 99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74 – 89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena menghasilkan konversi yang maksimum.

3. Pengaruh jenis alkohol

Pada rasio 6:1, methanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.

4. Pengaruh jenis katalis

Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling popular untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalahion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0.5 – 1.5% berat minyak nabati.

5. Metanolisis Crude dan Refined minyak nabati

Perolehan metal ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metal ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring.

6. Pengaruh temperature

Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 – 65 oC (titik didih metanol sekitar 65oC) Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Temperatur juga sangat berpengaruh terhadap kualitas biodiesel yang dihasilkan.

2.2Pertadex

(9)

• Memilik angka performa tinggi dengan Cetane Number Minimal 53 (paling tinggi dikelasnya).

• Memiliki Kandungan Sulfur Paling Rendah di Indonesia (max. 300 ppm) yang berfungsi untuk menghindari penyumbatan injektor dan menghasilkan emisi gas buang lebih ramah lingkungan.

• Memiliki Additive yang berfungsi untuk membersihkan dan juga melindungi mesin kendaraan.

2.3 Minyak Dedak Padi

Minyak dedak padi merupakan turunan penting dari dedak padi (McCasskill dan Zhang 1999). Bergantung pada varietas beras dan derajat penggilingannya,dedak padi mengandung 16%-32%beratminyak.Sekitar60%-70% minyak dedak padi tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan(non-edibleoil) dikarenakan kestabilan dan perbedaan cara penyimpanan dedak padi

(Goffman, dkk. 2003)dan (MaF, dkk. 1999).Minyak dedak padi merupakan salah satu jenis minyak berkandungan gizi tinggi karenaadanya kandungan asam lemak, komponen-komponen aktif biologis,dan komponen- komponen antioksi seperti:oryzanol,tocopherol,tocotrienol,phytosterol,polyphenol dan squalene (Goffman, dkk.2003; Hu, dkk. 1996; Özgul dan Türkay1993; Putrawan 2006).

Kandungan asam lemak bebas4%-8%berat pada minyak dedak paditetap diperoleh walaupun dilakukan ekstraksi dedak padi sesegera mungkin.Peningkatan asam lemak bebas secaracepatterjadikarenaadanya enzimlipase aktif dalam dedak padi setelah proses penggilingan.Minyak dedak padi sulit dimurnikan karena tingginya kandungan asam lemak bebas dan senyawa-senyawa taktersaponifikasikan.Lipase dalam dedak padi mengakibatkan kandungan asam lemak bebas minyak dedak padi lebih tinggi dari minyak lain sehingga tidak dapat digunakan sebagai edibleoil.

(10)

Tabel 2.2 Karakteristik Minyak Dedak Padi (SBPBoardof Consultant and

Bilangan Penyabungan 181 – 189

2.4 Mesin Diesel

Mesin diesel juga disebut “Motor Penyalaan Kompresi” oleh karena penyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara yang telah bertekanan dan bertemperatur tinggi sesuai dengan titik nyala bahan bakar sebagai akibat dari proses kompresi di dalam ruang bakar. Agar bahan bakar diesel dapat terbakar dengan sendirinya, maka perbandingan kompresi mesin diesel harus berkisar antara 15 – 22. Aplikasi dari motor diesel banyak pada industri-industri sebagai motor stasioner ataupun untuk kendaraan-kendaraan dan kapal laut dengan ukuran yang besar. Hal ini dikarenakan motor diesel mengkonsumsi bahan bakar ± 25% lebih rendah dari motor bensin, lebih murah dan perawatannya lebih sederhana (Kubota, S., dkk, 2001).

Mesin diesel menghasilkan tekanan kerja yang tinggi, itu sebabnya konstruksi motor diesel lebih kokoh dan lebih besar. Disamping itu, mesin diesel menghasilkan bunyi yang lebih keras, warna dan bau gas yang kurang menyenangkan. Namun dipandang dari segi ekonomi, bahan bakar serta polusi udara, motor diesel masih lebih disukai (Mathur, 1980).

Siklus diesel (ideal) pembakaran tersebut dimisalkan dengan pemasukan panas pada volume konstan (Y. A. Çengel and M. A. Boles, Thermodynamics: An Engineering Approach, 5th ed, McGraw-Hill, 2006.).

(11)

Gambar 2.2DiagramP-v Keterangan Gambar:

P = Tekanan (bar)

V = Volume Spesifik (m3/kg) T = Temperatur (K)

S = Entropi (kJ/kg.K) Diagram T-S

Gambar 2.3Diagram T-S Keterangan Grafik:

1-2 Kompresi Isentropik

2-3 Pemasukan Kalor pada Volume Konstan 3-4 Ekspansi Isentropik

(12)

Prinsip kerja mesin diesel 4 tak sebenarnya sama dengan prinsip kerja mesin otto, yang membedakan adalah cara memasukkan bahan bakarnya. Pada mesin diesel bahan bakar di semprotkan langsung ke ruang bakar dengan menggunakan injector. Dibawah ini adalah langkah dalam proses mesin diesel 4 langkah :

1. Langkah Isap

Pada langkah ini piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik Mati Bawah). Saat piston bergerak ke bawah katup isap terbuka yang menyebabkan tekanan udara di dalam silinder seketika lebih rendah dari tekanan atmosfer ,sehingga udara murni langsung masuk ke ruang silinder melalui filter udara.

2. Langkah kompresi

Pada langkah ini piston bergerak dari TMB menuju TMA dan kedua katup tertutup. Karena udara yang berada di dalam silinder didesak terus oleh piston,menyebabkan terjadi kenaikan tekanan dan temperatur,sehingga udara di dalam silinder menjadi sangat panas. Beberapa derajat sebelum piston mencapai TMA, bahan bakar di semprotkan ke ruang bakar oleh injector yang berbentuk kabut.

3. Langkah Kerja

Pada langkah ini kedua katup masih tertutup, akibat semprotan bahan bakar di ruang bakar akan menyebabkan terjadi ledakan pembakaran yang akan meningkatkan suhu dan tekanan di ruang bakar. Tekanan yang besar tersebut akan mendorong piston ke bawah yang menyebkan terjadi gaya aksial. Gaya aksial ini dirubah dan diteruskan oleh poros engkol menjadi gaya radial (putar).

4. Langkah Buang

Pada langkah ini, gaya yang masih terjadi di flywheel akan menaikkan kembali piston dari TMB ke TMA, bersamaan itu juga katup buang terbuka sehingga udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari ruang silinder menuju exhaust manifold dan langsung menuju knalpot

(13)

tersebut tidak ada yang terputus. Untuk lebih jelas, prinsip kerja mesin diesel dapat dilihat pada gambar 2.5.

Langkah isap Langkah kompresi Langkah kerja Langkah Buang Gambar 2.4 Prinsip Kerja Mesin Diesel

2.4.2 Performansi Mesin Diesel

1. Nilai Kalor Bahan Bakar.

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara

menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan

bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific

Value, CV). Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan

uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka

nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai

kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor

yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter

dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar

sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran

hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis,

besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi

bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong yang

(14)

HHV = ( T2 – T1 - 0.05 ) x cv ... (2.1)

Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan( oC )

T2 = Temperatur air pendingin setelah penyalaan ( oC )

cv = Panas Jenis Bom Kalorimeter, cv = 73529,6 ( J/groC )

Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor

bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air.

Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 %

yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan

hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari

pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.

Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk

pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang

memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten

pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang

umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg,nilai air yang

terkandung di dalam bahan bakar (Moisture) adalah nol pada saat

pembakaran sempurna sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat

dihitung berdasarkan persamaan 2.2. berikut :

LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2) ... (2.2)

LHV = HHV – 2400 (0 + 9. 0.15) HV = HHV – 3240 kj/kgoC

Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)

M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat

menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi

(15)

tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan

ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai

kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive

Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).

2. Daya Poros

Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut menggerakan beban. Daya poros dibangkitkan oleh daya indikator , yang merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya menggerakan semua mekanisme, sebagian daya indikator dibutuhkan untuk mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin tinggi daya yang diberikan hal ini disebabkan oleh semakin besarnya frekuensi semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan demikian besar daya poros itu ditunjukkan pada persamaan 2.3 :

=

2�.(60�.�) ... (2.3)

Dimana :PB = daya ( W )

T = torsi ( Nm )

N = putaran mesin ( Rpm )

3. Torsi

(16)

menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan menggunakan kopling elastik. Untuk mencari daya dan torsi ditunjukkan oleh persamaan 2.4 dan 2.5 di bawah ini.

T =

��.60

2�.� ... (2.4) Dimana :T = Torsi ( Nm)

PB = Daya (W)

n = Putaran (RPM)

4. Laju Aliran Bahan Bakar (mf)

Laju aliran bahan bakar didapat adalah banyaknya bahan bakar yang habis terpakai selama satu jam pemakaian

=

���� ���

10−3

��

360

...(2.5) Dimana: sgf = spesifik gravitasi biodiesel = 0.8624

Vf = Volume bahan bakar yang diuji ( ml)

tf= waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan bahan bakar (detik) 5. Rasio udara bahan bakar (AFR)

Rasio udara bahan bakar (AFR) dari masing-masing jenis pengujian dihitung berdasarkan rumus berikut:

���

=

��

��...(2.6)

Dimana: AFR = air fuel ratio

(17)

Besarnya laju aliran udara (ma) diperoleh dengan membandingkan besarnya tekanan udara masuk yang telah diperoleh melalui pembacaan air flow manometer terhadap kurva viscous flow mete calibration seperti pada gambar 2.6 berikut

Gambar 2.5 Viscous Flow Meter

6. Effisiensi Volumetris

Effisiensi volumetric untuk motor bakar 4 langkah dihitung dengan persamaan berikut:

=

260�� 1...(2.7)

Dimana: ma = laju aliran udara (kg/jam)

ρa = Kerapatan udara (kg/m3)

(18)

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga sebagai efisiensi termal brake (thermal efficiency, ηb).

Jika daya keluaran PB dalam satuan KW, laju aliran bahan bakar mf dalam

satuan kg/jam, maka untuk mencari efisiensi termal ditunjukkan pada persamaan 2.8 di bawah ini

η

b

=

��

� . ��

3600

... (2.8)

ηb =effisiensi thermal

PB = daya aktual (W)

ṁf= laju aliran bahan bakar(kg/h)

Cv = nilai kalor bahan bakar (kJ/kg oC)

8. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)

Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya kuda yang dihasilkan. Untuk mencari konsumsi bahan bakar spesifik ditunjukkan oleh persamaan 2.9 di bawah ini:

SFC =

�̇ �� 103

�� ... (2.9) SFC = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kwh)

PB = daya (kW)

ṁf = laju aliran bahan bakar (kg/h)

Vf = Volume Bahan Bakar yang Di uji (ml) sgf = spesicik gravitasi biodiesel

(19)

9. Heat Loss in Exhaust

Heat loss in exhaust atau dapat dikatakan sebagai besar kehilangan energi yang terjadi akibat adanya aliran gas panas buang dari exhaust manifold ke lingkungan. Gas buang ini berupa aliran gas panas.

Besarnya Heat Loss dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.10 di bawah ini.

Heat Loss = (ma x mf)x (Te – Ta )...(2.10) dimana:Te = suhu gas keluar exhaust manifold(oC )

Ta = Suhu lingkungan (27oC)

Untuk mengetahui persentase heat loss, maka dilakukan perbandingan antara besarnya heat loss dengan energi yang dihasilkan dalam pembakaran bahan bakar dimana ditunjukkan pada persamaan 2.11.

%

����

����

=

(ma x mf )x (Te – Ta )

Gambar

Tabel 2.1 Standar Karakteristik biodiesel
Gambar 2.1 Teknologi Konversi Biodiesel
Gambar 2.2DiagramP-v
Gambar 2.4  Prinsip Kerja Mesin Diesel
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa performansi mesin diesel TD-115 serta melihat pengaruh dari panambahan supercarjer dengan menggunakan bahan bakar alternatif

Tahapan kerja yang dilakukan dalam penelitian ini, pembuatan biodiesel dengan transesterifikasi, pencampuran biodiesel dengan pertadex, pengujian nila kalor pada bom kalorimeter, dan

Pada abad ke 20 jumlah penggunaan bahan bakar fosil ini terus meningkat dibandingakan hingga pada akhir abad ke 19, dimana masih menggunakan tenaga kuda sebagai transportasi

Sebagai Bahan Bakar Alternatif Mesin Diesel. Jurnal Penelitian Saintek. Penggerak Mula Motor Bakar Torak. Uji Performance Mesin Diesel Menggunakan Biodiesel Dari Minyak Goreng

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Peningkatan jumlah penduduk secara eksponensial, keterbatasan sumber daya minyak menjadi sekian dari banyak hal yang mendorong kita untuk melakukan penelitian

Tingginya kandungan asam lemak bebas pada minyak dedak padi menyebabkan katalis basa tidak dapat digunakan dalam proses transesterifikasi. Gambar 4 dan Gambar

Tingginya kandungan asam lemak bebas pada minyak dedak padi (70%) menyebabkan katalis basa tidak dapat digunakan dalam proses transesterifikasi [5, 8].. Kandungan asam