• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Yuridis Terhadap Prosedur Transmigrasi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

C.Pengertian dan Sejarah Transmigrasi

Kepadatan penduduk di Indonesia ternyata secara tidak langsung

memberikan dampak yang bersifat negatif. Terutama pada sektor kependudukan

di Indonesia. Pulau Jawa, adalah salah satu pulau di Indonesia, yang memiliki

kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia. Sehingga, peluang pekerjaan di Pulau

Jawapun tidak dapat mengakomodir seluruh masyarakat yang ada di Pulau Jawa.

Sehingga, angka pengangguran di Pulau Jawa sendirpun sangat tinggi.

Tingkat pengangguran yang tinggi ini, memiliki ekuivalen dengan tingkat

kejahatan pada suatu wilayah. Karena dalam berbagai cabang ilmu mengenai

kejahatan juga menyebutkan bahwa kejahatan tersebut dapat terjadi dikarenakan

faktor ekonomi.

Hal tersebut mendorong pemerintah untuk membentuk berbagai kebijakan,

guna mengatasi permasalahan pembangunan dan kependudukan. Salah satunya

adalah kebijakan transmigrasi.

Kebijakan dapat dirumuskan sebagai suatu keputusan yang tegas yang

disimpati karena adanya perilaku yang konsisten dan pengulangan pada bagian

dari keduanya bagi orang-orang yang melaksanakannya.8

8

William, N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi kedua), Gajah Mada

University Press : Yogyakarta, 2003. Hal. 28

Sementara

Kebijaksanaan pemerintah dapat diartikan setiap keputusan yang dilaksanakan

(2)

(Presiden, Menteri, Gubernur, Sekjen dan seterusnya) dalam rangka

melaksanakan fungsi umum pemerintah atau pembangunan, guna mengatasi

permasalahan atau mencapai tujuan tertentu atau dalam rangka melaksanakan

produk-produk keputusan atau peraturan perundang-undang yang telah ditentukan

dan lazimnya dituangkan dalam bentuk aturan perundang-undangan atau dalam

bentuk keputusan formal.9

Dye mengatakan bahwa kebijaksanaan negara sebagai “is whatever

government choose to do or do not to do” (Apapun yang dipilih oleh pemerintah

untuk dilakukan atau tidak dilakukan).10

Kebijaksanaan negara itu harus meliputi semua “tindakan” pemerintah.

Jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat

pemerintah saja. Disamping itu, suatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah

pun termasuk kebijaksanaan negara. Hal ini disebabkan karena “suatu yang

dilakukan” oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh (dampak) yang sama

besarnya dengan “sesuatu yang tidak dilakukan “ oleh pemerintah.

Dye mengatakan bahwa bila pemerintah

memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuannya.

11

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap tindakan

pemerintah yang merupakan keinginan pemerintah, akan menimbulkan dampak

atau pengaruh yang sama besarnya dengan sesuatu yang dilakukan atau tidak

9Bintoro Tjokroamidjojo, {engantar Administrasi Pembangunan, LP3ES : Jakarta, 1995,

Hal. 92

10M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Sinar Grafika : Jakarta, Hal. 18

11 Agustinus Lejiu dan Masjaya, Jurnal, “Evaluasi Kebijakan Pembangunan Transmigrasi

(3)

dilakukan oleh pemerintah. Begitu juga halnya dengan transmigrasi yang

merupakan bentuk kebijakan pemerintah. Semakin besar tindakan yang dilakukan

oleh pemerintah, maka akan semakin besar pula dampak yang ditimbulkan dari

perbuatan pemerintah tersebut.

Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dan provinsi atau pulau yang

padat penduduknya ke provinsi atau pulau yang jarang penduduknya dalam satu

wilayah negara. Transmigrasi merupakan jenis

Indonesia. Transmigrasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan

kependudukan nasional. Transmigrasi merupakan program pemerintah yang

berupaya melakukan pemerataan penduduk dengan cara memindahkan penduduk

di daerah-daerah padat ke daerah-daerah yang jarang penduduknya. Penduduk

yang sering menjadi sasaran transmigrasi adalah yang bermukim di pulau Jawa

dipindahkan ke daerah tujuan transmigrasi seperti Kalimantan, Sumatera dan

Sulawesi.12

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Transmigrasi adalah

perpindahan penduduk dari satu daerah (pulau) yang berpenduduk padat ke daerah

(pulau) yang berpenduduk jarang.13

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang

Ketransmigrasian, Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa transmigrasi adalah

perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan

menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerinta

(4)

Berdasarkan defenisi dari transmigrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa

transmigrasi tersebut sebenarnya merupakan sebuah kebijakan yang bertujuan

untuk meningkatkan perekonomian suatu penduduk, yang dilatar belakangi

dengan adanya kesetaraan jumlah penduduk.

Kebijakan transmigrasi ini merupakan salah satu bentuk kebijakan

pemerintah pusat, dalam memfasilitasi pemerintah daerah. Dalam kebijakan

tersebut, berkaitan dengan dua pemerintah daerah sekaligus.

Sejarah transmigrasi di Indonesia dimulai sejak dilaksanakannya

kolonisasi oleh pemerintah kolonial Belanda tahun 1905. Kebijakan kolonisasi

penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa dilatarbelakangi oleh:14

1. Melaksanakan salah satu program politik etis, yaitu emigrasi untuk

mengurangi jumlah penduduk pulau Jawa dan memperbaiki taraf

kehidupan yang masih rendah.

2. Pemilikan tanah yang makin sempit di pulau Jawa akibat pertambahan

penduduk yang cepat telah menyebabkan taraf hidup masyarakat di

pulau Jawa semakin menurun.

3. Adanya kebutuhan pemerintah kolonial Belanda dan perusahaan swasta

akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan dan pertambangan di

luar pulau Jawa.Pengaruh depresi ekonomi dalam memperlancar

kolonisasi cukup signifikan. Kolonisasi juga dapat terus berlanjut hanya

dengan sedikit bantuan finasial dari pemerintah. Mereka yang tertarik

pindah hanya diberikan pinjaman uang setiap keluarga untuk biaya

(5)

transportasi, pembelian alat-alat pertanian, yang harus dikembalikan

dalam jangka waktu 2-3 tahun.

Di tempat yang baru pemerintah hanya memberikan lahan secara gratis

untuk diolah. Sejak tahun 1930 terjadi arus perpindahan penduduk dari pulau ke

luar Jawa melalui kolonisasi secara besar-besaran. Ketika tentara Jepang masuk

ke Indonesia, kegiatan transmigrasi tetap dilaksanakan. Akan tetapi karena sibuk

dengan peperangan, rupanya penguasa Jepang tidak sempat melakukan

pengadministrasian kegiatan transmigrasi seperti halnya pada jaman pemerintah

kolonial Belanda, sehingga sangat sedikit dokumentasi mengenai transmigrasi

yang bisa ditemukan.

Diperkirakan selama kekuasaan Jepang, penduduk pulau Jawa yang

berhasil dipindahkan ke luar Jawa melalui transmigrasi sekitar 2.000 orang. Tidak

hanya di bidang transmigrasi, kondisi kependudukan yang parah dimulai ketika

tentara Jepang mengambil alih kekuasaan daripemerintahan Belanda. Pada

periode ini kondisi perekonomian di Indonesia sangat buruk. Beberapa komoditi

seperti tekstil, alat-alat pertanian, bahan pangan menghilang dari pasaran.

Terjadi pula mobilisasi tenaga kerja (romusha) untuk dipekerjakan di

perkebunan-perkebunan dan proyek-proyek pertahanan Jepang, baik di dalam

maupun di luar negeri.

Pada jaman orde lama, ada pengkategorian transmigrasi, sehingga dikenal

istilah transmigrasi umum, transmigrasi keluarga, transmigrasi biaya sendiri, dan

transmigrasi spontan. Dalam sistem transmigrasi umum segala keperluan

(6)

Pemerintah juga menanggung biaya hidup selama delapan bulan pertama, bibit

tanaman, serta alat-alat pertanian.15

Pada zaman orde baru, tujuan utama transmigrasi tidak semata-smata

memindahkan penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa, namun ada penekanan

pada tujuan memproduksi beras dalam kaitan pencapaian swasembada pangan.

Pembukaan daerah transmigrasi diperluas ke wilayah Kalimantan Barat,

Kalimantan Selatan, Sulawesi, bahkan sampai ke Papua.16

D.Peraturan Perundang-undangan Terkait Ketransmigrasian

Dalam pelaksanaan kebijakan transmigrasi ini, harus dilihat apakah

pemerintah telah bertindak secara maksimal, sehingga kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah ini berjalan maksimal atau tidak.

Sistem hukum Indonesia, yang menganut asas hukum civil law, yang mana

tunduk dengan undang-undang, menjadikan peraturan perundang-undang sebagai

pedoman dasar dalam melaksankan kegiatan-kegitan kebijakan tersebut.

Pemerintah sendiripun dalam membentuk sebuah kebijakan publik tentu harus

berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Eksistensi peraturan perundang-undangan di Indonesia sangat penting.

Peraturan perundang-undangan ini juga akan dapat menjadi landasan normatif

dalam melakukan sebuah kebijakan.

Untuk menemukan norma hukum dalam administrasi negara, haruslah

dicari dalam semua peraturan perundang-undangan terkait sejak tingkat yang

paling tinggi dan bersifat umum-abstrak sampai ke tingkat yang terendah dan

15M. Ismail, Makalah, “Transmigrasi Masyarakat Etnik Sangihe Talaud Di Karangetang” Universitas Negeri Gorontalo : Gorontalo, 2013. Hal. 5

(7)

bersifat individual-konkret. Menurut Indroharto dalam suasana hukum tata usaha

negara itu, kita menghadapi beritngkat-tingkat norma-norma hukum yang harus

diperhatikan. Artinya peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja

kita temukan dalam undang-undang, tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan

dan keputusan-keputusan tata usaha negara yang satu dengan yang lain saling

berkaitan.17

5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah

Kebijakan transmigrasi, yang merupakan salah satu bentuk program

pemerintah dalam mengelola kependudukan dan pembangunan suatu daerah, juga

harus memiliki landasan normatif dalam pelaksanaan dan pengaturan peraturan

perundang-undangan tersebut. Berikut peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan kebijakan transmigrasi :

Indonesia, yang merupakan negara dalam bentuk kepulauan, memiliki luas

wilayah yang sangat besar dan jumlah penduduk yang sangat tinggi. Hal ini

menjadi salah satu alasan penerapan otonomi daerah di Indonesia.

Pasal 6 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor

9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan “Otonomi Daerah

adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sedangkan yang dimaksud

dengan daerah otonom menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 pasal 1 angka 12 adalah kesatuan

(8)

masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang

mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam melaksanakan otonomi daerah, pemerintah daerah melakukan

urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi daerah, yang mana asas tersbut

berdasarkan Pasal Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang

Nomor 9 Tahun 2015 prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

berdasarkan Otonomi Daerah.

Pemerintah daerah berdasarkan asas otonom diberikan kewenangan untuk

melakukan urusan rumah tangga daerah itu sendiri. Karena pemerintah daerah

dianggap lebih mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dan langkah apa yang

efektif untuk melaksanakan pembangunan disuatu daerah. Tujuannya adalah agar

tidak terjadi pemusatan dalam kekuasaan pemerintah pada tingkat pusat sehingga

jalan pemerintahan dan pembangunan menjadi lancar.18

Asas desentralisasi merupakan asas yang mendasari kewenangan daerah

dalam otonomi daerah. Desentralisasi sebagai bentuk penyerahan urusan Perkembangan administrasi negara Indonesia telah membentuk berbagai

organisasi pemerintahan dalam menjalankan urusan pemerintahan, demi

menciptakan keadilan, kemanfaatan serta ketertiban bagi seluruh rakyat Indonesia.

undang Dasar 1945 telah mengamanatkan untuk membentuk

Undang-undang mengenai pemerintahan daerah sehingga Undang-undang-Undang-undang nomor tahun.

(9)

pemerintahan dari pemerintah kepada pemerintah daerah, senantiasa dianut di

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, senantiasa dianut di dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pelbagai konstitusi dan Undang-undang

Dasar 1945 yang pernah berlaku di Indonesia, cita desentralisasi di Indonesia

senantiasa menjadi roh dalam pelaksanaan peerintahan daerah.19 Beberapa

keuntungan yang ada dalam sistem desentralisasi dan alasan-alasan penggunaan

sistem desentralisasi yang merupakan dasar adanya otonomi daerah yang

dikemukakan oleh The Liang Gie adalah :20

1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan desentralsasi

dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak

saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

2. Dalam bidang politik penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai

tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam

pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak

demorasi

3. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan

pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk

mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih

utama untuk diurus oleh pemerintah setempat pengurusannya

diserahkan kepada daerah. Hal-hal yang lebih tepat di tangan pusat

tetap diurus oleh pemerintah pusat

19Ibid. Hal. 123

20 The Liang Gie, Jurnal, “Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik

(10)

4. Dari sudut kultural desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat

sepenuhnya ditumpahkan pada kekhususan suatu daerah seperti

geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau

latar belakang sejarahnya.

5. Dilihat dari sudut pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan

karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung

membantu pembangunan tersebut.

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah melegitimasi pemerintah daerah melakukan urusan pemerintahan di

daerah sebagai otonomi daerah. Karena Pemerintah daerah dianggap lebih

mengetahui kondisi yang terjadi di daerah itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan

dasar pemikiran oleh The Liang Gie yang dikemukakan di atas.

Pasal 6 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor

9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan “Otonomi Daerah

adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Sedangkan yang dimaksud

dengan daerah otonom menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 pasal 1 angka 12 adalah kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang

mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

(11)

Pada dasarnya, pemerintah daerah mendapatkan limpahan kewenangan

dari pemerintah pusat, tidak semerta-merta pemerintah pusat lepas tangan dengan

pemerintah daerah tersebut. Karena, berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang

Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa urusan pemerintahan adalah kekuasaan

pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan

oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk

melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.

Hal ini membuktikan bahwa berbagai kebijakan dalam melaksanakan

urusan pemerintahan ternyata masih menjadi tanggungjawab dari pemerintah

pusat. Dalam hal ini, pemerintah daerah hanya mendapatkan pelimpahan

kewenangan dari pemerintah pusat, dalam melaksanakan urusan pemerintahan

yang menjadi tanggungjawab dari pemerintah pusat.

Dalam melaksanakan urusan pemerintahan, Bab IV Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang

Pemerintahan Daerah, membahas mengenai berbagai bentuk klasifikasi urusan

pemerintahan. Menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, urrusan

Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan

konkuren, dan urusan pemerintahan umum.

Menurut Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo

(12)

bahwa Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yang

sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

Menurut Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan

bahwa Urusan pemerintahan Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah

Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah tersebut,

dapat disimpulkan bahwa pemerintah daerah yang menerima tugas untuk

melaksanakan urusan pemerintahan, ternyata tidak terlepas dari kontrol

pemerintah pusat. Pemerintah dalam hal menjalankan urusan pemerintahan, juga

tidak akan terlepas dari campur tangan dari pemerintah daerah. Hanya saja dalam

urusan pemerintahan dengan kategori urusan pemerintahan konkuren.

Urusan pemerintahan konkuren dalam Pasal 11 ayat (1), terdiri atas urusan

pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Sedangkan pada Pasal 11

ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9

Tahun 2015 menyatakan urusan pemerintahan wajib terdiri atas urusan

pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan

yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar.

Pasal 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang

Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah menyatakan :

1. Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:

(13)

c. Pekerjaan umum dan penataan ruang

d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman

e. Ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat f. Sosial.

2. Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:

a. Tenaga kerja

b. Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak c. Pangan

d. Pertanahan

e. Lingkungan hidup

f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil g. Pemberdayaan masyarakat dan desa

h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana i. Perhubungan

j. Komunikasi dan informatika

k. Koperasi, usaha kecil, dan menengah; penanaman modal l. Kepemudaan dan olah raga

m.Statistik n. Persandian o. Kebudayaan p. Perpustakaan q. Kearsipan

Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun

2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah,

dapat dilihat berbagai bentuk urusan pemerintahan daerah yang berkaitan dengan

kebijakan transmigrasi, yang merupakan kebijakan atau program dari pemerintah

pusat.

Pasal 12 ayat (2) huruf h, yaitu pengendalian penduduk dan keluarga

berencana menjadi salah satu contoh bentuk implementasi kebijakan pemerintah

pusat dalam bidang transmigrasi. Hal tersebut senada apabila dilihat definisi

transmigrasi yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 29

Tahun 2009 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997

(14)

penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di

kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah”.

Kata kunci dari kebijakan transmigrasi ini adalah perpindahan penduduk.

Yang artinya, kebijakan transmigrasi ini merupakan kebijakan yang berkaitan

dengan kependudukan.

Apabila kita lihat dari pengertian transmigrasi berdasarkan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 jo Undang-Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang

Ketransmigrasian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, transmigrasi ini

sebenarnya merupakan kebijakan pemerintah pusat, yang mana dalam

melaksanakan urusan pemerintahan transmigrasi tersebut, melibatkan 2 daerah.

Yaitu daerah yang merupakan kawasan padat penduduk, dengan daerah yang

memiliki penduduk yang sedikit.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang

Nomor 9 Tahun 2015, Tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah pusat telah

melimpahkan kewenangan mengenai kependudukan kepada pemerintah daerah

berdasarkan asas desentraslisasi. Sehingga, pemerintah daerahlah yang sebenarnya

memiliki kewenangan terhadap kebijakan transmigrasi tersebut.

6. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian

Setiap bangsa di dunia, dalam hidup bermasyarakat memiliki pandangan

hidup berbangsa, dan juga memiliki filsafat hidup bernegara.21

21 Kaelan, Pendidikan Pancasila, Paradigma : Yogyakarta, 2002. Hal. 38

Hal tersebut

ditujukan agar tidak terombang-ambing dalam kancah internasional. Setiap bangsa

(15)

ini menyebabkan setiap negara memiliki dasar negara yang berbeda dengan

negara lainnya.22

Indonesia sebagai salah satu negara hukum dalam melaksanakan aktivitas

kenegaraan. Salah satu ciri-ciri negara hukum (rule of law) dalam sistem hukum

civil law menurut Ismail Suny adalah :23

1. Menunjung tinggi hukum

2. Adanya pembagian kekuasaan

3. Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia serta

remedy-remedi procedural untuk mempertahankannya

Menurut CST Kansil, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi oleh negara

hukum (rule of law), yaitu :24

1. Supremacy before the law

Dalam sayarat ini, hukum diberikan kedudukan yang tertinggi. Hukum

berkuasa penuh atas negara dan rakyat. Konsekuensi dari tipe negara hukum ini

yaitu negara tidak dapat dituntut apabila bersalah. Yang dapat dituntut hanyalah

manusia.

2. Equality Before the law

Dalam syarat ini, semua orang baik pejabat pemerintah maupun

masyarakat biasa, memiliki persamaan dimata hukum.

Berdasarkan ciri-ciri negara hukum di atas, apabila dikaitkan dengan

kebijakan pemerintah, dapat disimpulkan bahwa setiap kebijakan pemerintahpun

22

Bakry.N.M, Pancasila Yuridis Kenegaraan, BPFH UII : Yogyakarta, 1985. Hal. 12 23Kaelan, Op.cit. Hal. 42

(16)

haruslah memiliki landasan normatif, (landasan hukum), karena supremacy before

the law sangat dijunjung tinggi.

Indonesia, yang merupakan salah satu negara hukum, dalam menjalankan

urusan pemerintahan, termasuk mengenai kependudukan dan transmigrasi,

haruslah didasarkan dengan landasan normatif yang jelas. Undang-undang Nomor

15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang

Ketransmigrasian merupakan salah satu dasar normatif untuk melaksanakan

kebijakan transmigrasi.

Dalam pembentukan undang Nomor 15 Tahun 1997 jo

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Transmigrasi, juga memiliki landasan

normatif, salah satunya adalah Undang-undang Dasar 1945, yang merupakan

grund norm dalam hukum Indonesia.

Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor 29

Tahun 2009 Tentang Transmigrasi, dilandasi Pasal 33 ayat (1) , (2) dan (3).

Dalam Pasal 33 (1) UUD 1945, menyatakan bahwa “perekonomian disusun

sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Hal tersebut

membuktikan bahwa dalam pembangunan suatu daerah, ataupun pembanguan

suatu negara, merupakan suatu usaha bersama, baik pemerintah pusat, pemerintah

daerah, dan masyarakat.

Transmigrasi yang merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah

dengan tujuan meningkatkan perekonomian dan pembangunan negara, dalam

(17)

dilaksanakan dengan asas kekeluargaan dan merupakan usaha bersama antara

pemerintah daerah, pemerintah pusat dan masyarakat.

Sebagai bagian integral dari sistem penyelenggaraan pemerintahan negara,

maka sistem penyelenggaraan transmigrasi perlu disesuaikan yang mencakup tiga

hal pokok sebagai berikut:25

1. Pengaturan mengenai tanggung jawab pemerintah daerah dalam

pelaksanaan transmigrasi sebagai pemrakarsa pembangunan

transmigrasi di daerahnya.

2. Pengaturan mengenai peran serta masyarakat dalam pelaksanaan

transmigrasi.

3. Pengaturan pelaksanaan jenis-jenis transmigrasi yang berdampak pada

perbedaan perlakuan dan bantuan.

Perbedaan dalam tugas pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam

melaksanakan kebijakan transmigrasi berbeda dengan sebagaimana yang diatur

dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 sebelumnya. Dalam Penjelasan

Umum Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian,

disebutkan bahwa :26

25 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian. 26Ibid

(18)

Untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat dalam

pelaksanaan pembangunan, maka peran serta masyarakat, baik perseorangan,

kelompok masyarakat, maupun badan usaha dalam pelaksanaan transmigrasi perlu

terus didorong. Oleh karena itu, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah

memberikan fasilitasi dan kemudahan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.

Untuk mewujudkan perubahan tersebut, pembangunan transmigrasi

dilaksanakan berbasis kawasan yang memiliki keterkaitan dengan kawasan

sekitarnya membentuk suatu kesatuan sistem pengembangan ekonomi wilayah.

Pembangunan Kawasan Transmigrasi dirancang secara holistik dan komprehensif

sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dalam bentuk Wilayah

Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi Permukiman Transmigrasi.

Pengembangan Wilayah Pengembangan Transmigrasi diarahkan untuk

mewujudkan pusat pertumbuhan baru sebagai Kawasan Perkotaan Baru,

sedangkan Lokasi Permukiman Transmigrasi diarahkan untuk mendukung pusat

pertumbuhan yang telah ada atau yang sedang berkembang sebagai Kawasan

Perkotaan Baru.27

27Ibid

Pembangunan Kawasan Transmigrasi sekaligus untuk mengintegrasikan

upaya penataan persebaran penduduk yang serasi dan seimbang sesuai dengan

daya dukung alam dan daya tampung lingkungan dengan mengakui hak orang

untuk bermigrasi, mengadopsi visi jangka panjang untuk tata ruang urban demi

perencanaan penggunaan lahan yang lestari, dan mendukung strategi urbanisasi

(19)

Dengan demikian, pembangunan transmigrasi merupakan salah satu upaya

percepatan pembangunan kota-kota kecil terutama di luar pulau Jawa, untuk

meningkatkan perannya sebagai motor penggerak pembangunan daerah untuk

meningkatkan daya saing daerah yang masih rendah sebagai akibat antara lain

dari:28

1. Lebarnya kesenjangan pembangunan antarwilayah, terutama antara

kawasan perdesaanperkotaan, kawasan pedalaman-pesisir, Jawa-luar

Jawa, dan antara kawasan Timur-Barat

2. Rendahnya keterkaitan antara pusat pertumbuhan dengan daerah

belakang (hinterland), termasuk antara kota dan desa.

Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang

Ketransmigrasian, disebutkan bahwa terdapat empat kelompok penduduk yang

dapat menjadi atau mendapat kesempatan ikut serta dalam transmigrasi, yaitu :29

1. Penduduk bermasalah, yang memiliki tekad dan semangat untuk

melakukan peningkatan kesejahteraannya, tetapi mengalami

keterbatasan mendapatkan peluang kerja dan usaha.

2. Penduduk yang relatif berpotensi dan telah mendapatkan kesempatan

kerja dan usaha, tetapi ingin lebih meningkatkan kesejahteraannya

3. Penduduk yang telah mampu mengembangkan diri, tetapi ingin lebih

meningkatkan mutu kehidupannya lebih baik lagi,

28Ibid

(20)

Dalam pelaksanaan kebijakan transmigrasi ini, menurut Pasal 2

Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang

Ketransmigrasian, menganut asas-asas :

1. Asas Kepeloporan

Asas kepeloporan dimaksudkan bahwa penyelenggaraan transmigrasi

didasarkan pada jiwa kepeloporan dan keperintisan dan semangat juang para

penyelenggara, para pelaksana dan para transmigran, serta pihak terkait lain dalam

mendayagunakan potensi sumber daya alam dan sumber daya lain

2. Asas Kesukarelaan

Asas kesukarelaan dimaksudkan bahwa penyelenggaraan transmigrasi

didasarkan pada jiwa dan semangat tanpa pemaksaan dalam keikutsertaan

seseorang untuk bertransmigrasi.

3. Asas Kemandirian

Asas kemandirian dimaksudkan bahwa para penyelenggara dan

transmigran harus mengarahkan diri agar upaya pembinaan dan pengembangan

kehidupan transmigran tidak menciptakan sikap ketergantungan.

4. Asas Kekeluargaan

Asas kekeluargaan dimaksudkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan

usaha dan kehidupan masyarakat, perlu ditumbuhkan semangat dan jiwa

kebersamaan dan gotong-royong.

5. Asas Keterpaduan

Asas keterpaduan dimaksudkan bahwa dalam penyelenggaraan

(21)

karena itu, semangat dan jiwa untuk mengadakan koordinasi, integrasi, dan

sinkronisasi antar-berbagaisectorpembangunandaninstansiberbagaitingkatan,baik

Pemerintah dan swasta maupun masyarakat perlu dikembangkan.

6. Asas Wawasan Lingkungan

Asas wawasan lingkungan dimaksudkan bahwa penyelenggaraan

transmigrasi dilaksanakan berdasarkan wawasan lingkungan yang telah

mempertimbangkan aspek kelestarian fungsi lingkungan

Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo Undang-undang Nomor

29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian, terdapat 3 kategori transmigrasi, yaitu

:

1. Transmigrasi Umum

Menurut Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang

Ketransmigrasian, Transmigrasi Umum merupakan jenis transmigrasi yang

dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bagi penduduk yang

mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang kerja dan usaha. Dan

berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang

Ketransmigrasian, organisasi pemerintahan yang melaksanakan kebijakan

transmigrasi umum ini adalah pemerintah daerah. Hal ini disebabkan karena

pemerintah daerah yang lebih mengetahui, siapa yang lebih layak untuk

mendapatkan bantuan. Karena, dalam Transmigrasi umum ini, berdasarkan Pasal

7 ayat (2), transmigran mendapatkan bantuan berupa dana dari pemerintah atau

(22)

Berdasarkan Pasal 13 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009,

Transmigran pada Transmigrasi Umum berhak memperoleh bantuan dari

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah berupa:

a. Perbekalan, pengangkutan, dan penempatan di Permukiman

Transmigrasi

b. Lahan usaha dan lahan tempat tinggal beserta rumah dengan status

hak milik

c. Sarana produksi

d. Catu pangan untuk jangka waktu tertentu

2. Transmigrasi Swakarsa Berbantuan

Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009,

Transmigrasi Swakarsa Berbantuan merupakan jenis transmigrasi yang dirancang

oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan mengikutsertakan badan

usaha sebagai mitra usaha transmigran bagi penduduk yang berpotensi

berkembang untuk maju.

Dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang

Ketransmigrasian menyatakan, bahwa transmigrasi swakarsa berbantuan ini

dilaksanakan oleh Pemerintah dan atau pemerintah daerah, dengan bekerja sama

dengan Badan Usaha. Dalam hal kerjasama tersebut, harus mengandung asas

keadilan, setara, sanling menguntungkan dan proporsional.

Peranan pemerintah daerah disini adalah hanya sebagai penanggungjawab

atas kerjasama tersebut. sedangkan yang memiliki hubungan kemitraan adalah

(23)

Dalam transmigrasi swakarsa berbantuan, transmigran mendapatkan

bantuan dari pemerintah daerah dan dari badan usaha. Menurut Pasal 14

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian ayat (1), transmigran

pada Transmigrasi Swakarsa Berbantuan berhak memperoleh bantuan dari

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah berupa:

a. Pelayanan perpindahan dan penempatan di Permukiman

Transmigrasi;

b. Sarana usaha atau lahan usaha dengan status hak milik atau dengan

status lain sesuai dengan pola usahanya;

c. Lahan tempat tinggal beserta rumah dengan status hak milik;

d. Sebagian kebutuhan sarana produksi; dan

e. Bimbingan, pengembangan, dan perlindungan hubungan kemitraan

usaha.

3. Transmigran pada Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dapat

memperoleh bantuan catu pangan dari Pemerintah dan/atau

pemerintah daerah.

Menurut Pasal 14 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang

Ketransmigrasian ayat (3), Transmigran pada Transmigrasi Swakarsa Berbantuan

mendapat bantuan dari badan usaha berupa:

a. Perolehan kredit investasi dan modal kerja yang diperlukan bagi

kegiatan usaha transmigran;

b. Bimbingan, pelatihan, dan penyuluhan usaha ekonomi;

(24)

d. Jaminan pemasaran hasil produksi;

e. Jaminan pendapatan yang memenuhi kebutuhan hidup layak;

f. Bimbingan sosial kemasyarakatan; dan

g. Fasilitas umum dan fasilitas sosial

4. Transmigrasi Swakarsa Mandiri

. Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009

Tentang Ketransmigrasian, Transmigrasi Swakarsa Mandiri merupakan jenis

transmigrasi yang merupakan prakarsa transmigran yang bersangkutan atas

arahan, layanan, dan bantuan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bagi

penduduk yang telah memiliki kemampuan.

Menurut Pasal 9 Undanag-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang

Ketransmigrasian, transmigran merupakan kerjasama antara perseorangan ataupun

kelompok masyarakat dengan badan usaha, sesuai dengan arahan dan bantuan dari

pemerintah dan atau pemerintah daerah. Hal ini membedakan dengan

Transmigrasi Swakarsa Berbantuan, yang mana peranan pemerintah daerah

sebagai penanggung jawab.

Selain itu, pada Transmigrasi Swakarsa Mandiri ini, hubungan antara

transmigran dan badan usaha sesuai dengan surat perjanjian atau kontrak antara

badan usaha dan transmigran.

Menurut Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang

Transmigrasi, Transmigran pada Transmigrasi Swakarsa Mandiri berhak

(25)

a. Pengurusan perpindahan dan penempatan di Permukiman

Transmigrasi;

b. Bimbingan untuk mendapatkan lapangan kerja atau lapangan usaha

atau fasilitasi mendapatkan lahan usaha;

c. Lahan tempat tinggal dengan status hak milik; dan

d. Bimbingan, pengembangan, dan perlindungan hubungan kemitraan

usaha

7. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian

Dalam peraturan perundang-undangan, terdapat hirarki peraturan

perundang-undangan yang didasarkan oleh Pasal 7 Undang-undang Nomor 12

Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-undangan. Peraturan

perundang-undangan yang berada di bawah, tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berada di atasnya.

Peraturan Pemerintah, berdasarkan Pasal 7 Undang-undang Nomor 12

Tahun 2011, memiliki hirarki yang lebih rendah dari undang-undang. Sehingga,

peraturan pemerintah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan di atasnya.

Peraturan pemerintah ini sebenarnya dibuat sebagai peraturan pelaksana

dari undang-undang. Begitu halnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun

2014, yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 29 Tahun

2009 jo Undanag-undang Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian.

Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 menyatakan

(26)

1. Mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan Transmigrasi

2. Memberikan pedoman dan kepastian hukum bagi seluruh pemangku

kepentingan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta hak

dan kewajibannya dalam penyelenggaraan Transmigrasi

3. Mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam

seluruh aspek penyelenggaraan Transmigrasi

Dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 ini dan

sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 jo

Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 Tentang Ketransmigrasian, disebutkan

bahwa Penyelenggaraan Transmigrasi meliputi transmigrasi umum, transmigrasi

swakarya berbantuan dan transmigrasi swakarya mandiri.

Pemerintah memiliki tanggungjawab dalam pelaksanaan transmigrasi ini.

Apabila skala transmigrasi tersebut berskala provinis, maka pemerintah daerah

provinsi yang memiliki tanggungjawab dari penyelenggaraan transmigrasi tersbut.

Dan apabila penyelenggaraan transmigrasi ini berskala kabupaten/kota, maka

pemerintah daerah kabupaten/kota yang memiliki tanggungjawab atas

penyelenggaraan transmigrasi ini.

Ruang lingkup dari Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014, dsebutkan

dalam Pasal 3 yaitu :

1. Kawasan Transmigrasi

2. Penyediaan tanah dan pelayanan pertanahan

3. Perencanaan Kawasan Transmigrasi

(27)

5. Pengembangan Masyarakat Transmigrasi dan Kawasan Transmigrasi

6. Jenis Transmigrasi dan pola usaha pokok

7. Pelaksanaan pemberian bantuan Badan Usaha kepada Transmigran

8. Peran serta masyaraka

9. Koordinasi dan pengawasan

10. Sanksi administrative

Transmigrasi merupakan salah satu upaya percepatan pembangunan

kota-kota kecil di luar pulau Jawa, untuk meningkatkan perannya sebagai motor

penggerak pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan daya saing daerah.

Oleh karena itu, pembangunan Transmigrasi harus mampu mengatasi kesenjangan

pembangunan antarwilayah, terutama antara Kawasan Perdesaan-perkotaan,

kawasan pedalaman-pesisir, Jawa-luar Jawa, dan antara kawasan timur-barat, serta

rendahnya keterkaitan antara pusat pertumbuhan dengan daerah penyangga,

termasuk antara kota dan desa. Pusat-pusat pertumbuhan pada setiap Kawasan

Transmigrasi diharapkan dapat menggerakkan aktivitas perekonomian yang dapat

membuka ruang berwirausaha. Terbukanya ruang berwirausaha tersebut

diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang dapat mendorong

peningkatan daya saing daerah. Oleh karena itu, upaya pengembangan Masyarakat

Transmigrasi dan Kawasan Transmigrasi diarahkan untuk mencapai tingkat

swasembada dan terbentuknya pusat pertumbuhan ekonomi dalam satu kesatuan

dengan upaya-upaya pembinaan di bidang sosial budaya, mental spiritual,

kelembagaan pemerintahan, dan pengelolaan sumber daya alam secara

(28)

pemerintah daerah, lintas institusi Pemerintah, lintas disiplin ilmu, lintas budaya,

dan lintas kepentingan. Dalam hubungan ini, walaupun tidak tertutup

kemungkinan Pemerintah melaksanakan Transmigrasi secara langsung, tetapi

fungsi utama Pemerintah adalah perumusan kebijakan, pengaturan, pembinaan,

koordinasi, motivasi, advokasi, mediasi, dan pengendalian berdasarkan

prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance), sedangkan

pelaksana pembangunan Transmigrasi adalah pemerintah daerah, Badan Usaha,

dan Transmigran bersangkutan yang didukung oleh masyarakat madani seperti

kalangan akademisi, tokoh masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan.30

8. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi

Untuk mewujudkan kebijakan transmigrasi ini dengan baik, maka selain

dibutuhkan peraturan pelaksana dari undang-undang ketransmigrasian, maka juga

diperlukan peraturan pelaksana mengenai penyelenggaraan transmigrasi. Karena

penyelenggaraan transmigrasi ini bersifat implementatif, yang juga harus

didasarkan dengan peraturan perundang-undangan.

Penyelenggaraan transmigrasi merupakan salah satu bentuk mobilitas

penduduk melalui penataan dan persebaran penduduk yang serasi dan seimbang

dengan pemanfaatan sumber daya alam sesuai dengan daya dukung alam dan daya

tampung lingkungan, serta sebagai wahana integrasi dan akulturasi budaya

nasional.

(29)

Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999

Tentang Penyelenggaraan Transmigrasi, disebutkan bahwa penyelenggaraan

transmigrasi merupakan kegiatan penataaan dan persebaran penduduk melalui

perpindahan ke dan di Wilayah Pengembangan Transmigrasi dan Lokasi

Permukiman Transmigrasi untuk meningkatkan kesejahteraan dengan kegiatan

penyiapan permukiman, pengarahan dan penempatan serta pembinaan masyarakat

transmigrasi dan pembinaan lingkungan permukiman transmigrasi.

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Transmigrasi, disebutkan bahwa penyelenggaraan transmigrasi

diarahkan pada penataan penduduk yang serasi dan seimbang dengan daya

dukung alam dan daya tampung lingkungan, peningkatan kualitas sumber daya

manusia dan perwujudan integrasi masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa dalam

pelaksanaan penyelenggaraan transmigrasi ini, ternyata banyak hal yang menjadi

pertimbangan. Diantaranya adalah sumber daya alam dan sumber daya manusia

yang ada disuatu daerah. Sehingga, transmigrasi ini bertujuan untuk

menyelaraskan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di

Indonesia.

Dalam Peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Transmgrasi ini, juga mengatur mengenai pembangunan dan

pengembangan wilayah transmigrasi dan lokasi permukiman transmigrasi. Pasal

11 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Ketransmigrasian ini

menyebutkan bahwa pembangunan wilayah pengembangan transmigrasi

(30)

berbantuan, dan atau transmigrasi swakarsa mandiri, yang berdasarkan Pasal 12

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan

Transmigrasi bertujuan untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah yang baru.

Kawasan yang diperuntukkan sebagai rencana Wilayah Pengembangan

Transmigrasi harus sesuai dengan rencana tata ruang Wilayah / Daerah. Selain itu,

syarat yang harus dipenuhi oleh suatu daerah dalam rangka rencana wilayah

pengembangan transmigrasi adalah sebagai berikut :

a. Memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai produk unggulan

yang memenuhi skala ekonomis;

b. Mempunyai kemudahan hubungan dengan kota atau wilayah yang

sedang berkembang;

c. Tingkat kepadatan penduduk masih rendah

Ketentuan-ketentuan di atas menggambarkan bahwa penyelenggaraan

transmigrasi tidak hanya memperhatikan bagaimana kondisi penduduk atau

sumber daya manusia, namun juga memperhatikan bagaimana kondisi dari suatu

wilayah. Sehingga, dengan penyelenggaraan transmigrasi ini, selain meningkatkan

perekonomian penduduk, juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu

daerah, dan juga pemerataan antar daerah. Hal ini menjadikan penyelenggaraan

transmigrasi di Indonesia sangat diperlukan pelaksanaannya, mengingat kondisi

fisik Indonesia yang memiliki gugusan pulau-pulau yang memiliki ketimpangan

jumlah penduduk antar pulau tersebut.

Organisasi pemerintahan yang berwenang untuk mengalokasikan wilayah

(31)

Pemerintah Daerah, berdasarkan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun

1999 Tentang Penyelenggaraan Transmigarasi. Hal ini menjadi penting karena

mengingat, sistem pemerintahan di Indonesia yang mengakui adanya otonomi

daerah, menyerahkan urusan kedaerahan kepada pemerintah daerah.

Dalam penyelenggaraan transmigrasi ini, terkhusus dalam hal rencana

wilayah pengembangan transmigrasi ini, pemerintah daerah tidak memiliki

kewenangan secara mutlak. Akan tetapi, pemerintah pusat memiliki peranan yang

tak kalah penting dalam rencana pengembangan wilayah transmigrasi ini. Hal ini

mencerminkan salah satu bentuk implementasi dari asas desentralisasi yang juga

dianut dalam hukum atau sistem pemerintahan di Indonesia.

Berdasarkan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Transmigrasi ini, Pemerintah daerah harus mengusulkan rencana

wilayah pengembangan transmigrasi ini kepada Menteri disertai data wilayah

yang meliputi kondisi fisik. Setelah menerima usulan dari pemerintah daerah,

Menteri mengevaluasi kesesuaiannya dengan syarat-syarat yang telah ditentukan

oleh Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Transmigrasi ini.

Dalam hal Menteri menyetujui, rencana Wilayah Pengembangan

Transmigrasi disertai dengan rencana pembangunannya disampaikan kepada

Presiden untuk ditetapkan sebagai Wilayah Pengembangan Transmigrasi.

Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi, yang memiliki

wewenang untuk menetapkan apakah wilayah tersebut dapat dijadikan wilayah

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, ketika ketiga unsur ini tidak dimiliki oleh suatu ilmu pengetahuan, yaitu tidak mampu mendatangkan kesejahteraan dan kemaslahatan bagi kehidupan manusia,

1. Penelitian, perekayasaan dan pengembangan teknologi mekanisasi budidaya dan pasca panen pertanian untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam budidaya

Skripsi yang berjudul “Aplikasi Graf Fuzzy Pada Pengaturan Lampu Lalu Lintas di Persimpangan Jalan Terban Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” disusun untuk

Mahasiswa harus melewati evaluasi hasil belajar yang terdiri dari hasil praktek, tutorial, latihan, UTS, UAS, Tugas Akhir program atau Skripsi sesuai yang

[r]

Kesimpulan dari hasil penelitian dengan menggunakan regresi linear berganda membuktikan secara parsial bahwa variabel aliran kas operasi memiliki pengaruh signifikan

Dari diagram panah di samping yang menunjukkan fungsi surjektif dan fungsi injektif adalah ….. Persamaan grafik fungsi pada gambar di samping

Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar kolesterol total antara penderita stroke iskemik dan stroke hemoragik, dimana kadar kolesterol total pada penderita stroke iskemik