BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1Definisi Islamic Social Reporting (ISR)
”Islamic Social Reporting (ISR) adalah perluasan dari social reporting
yang meliputi harapan masyarakat tidak hanya mengenai peran perusahaan
dalam perekonomian, tetapi juga peran perusahaan dalam perspektif spiritual”
(Haniffa, 2002). Islamic Social Reporting menekankan pada keadilan sosial
terkait pelaporan mengenai lingkungan, hak mayoritas, dan karyawan. Dalam
konteks Islam, masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui berbagai
informasi mengenai aktivitas organisasi. Hal ini dilakukan untuk melihat
apakah perusahaan tetap melakukan kegiatannya sesuai syariah dan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu salah satu cara untuk melakukan
pengungkapan penuh yang sesuai dengan konteks Islam adalah dengan
menggunakan Islamic Social Reporting. Secara khusus indeks ini adalah
perluasan dari standart pelaporan kinerja sosial yang meliputi harapan
masyarakat tidak hanya mengenai peran perusahaan dalam perekonomian
tetapi juga peran perusahaan dalam perspektif spiritual.
Islamic Social Reporting (ISR) merupakan perluasan dari pelaporan sosial
yang tidak hanya berupa keinginan besar dari seluruh masyarakat terhadap
peranan perusahaan dalam ekonomi melainkan berkaitan dengan perspektif
menghasilkan aspek-aspek material, moral, dan spiritual yang menjadi fokus
utama dari pelaporan sosial perusahaan. Islamic Social Reporting lebih
menekankan terhadap keadilan sosial dalam pelaporannya selain pelaporan
terhadap lingkungan, kepentingan minoritas dan karyawan.
Akhir-akhir ini publik menginginkan adanya transparansi dan akuntabilitas
perusahaan sebagai bentuk penerapan Good Corporate Governance(GCG).
Penerapan ISR adalah salah satu bentuk implementasi dari GCG, yang
sekarang ini menjadi trend terkait dengan isu tentang lingkungan. Program ISR
menjadi penting saat perusahaan melakukan eksploitasi sumber daya baik besar
maupun kecil. Dengan adanya eksploitasi itu makan perusahaan harus
memikirkan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga ada
keseimbangan.
Konsep ISR juga terdapat dalam Islam berdasarkan syariah, pada
hakekatnya mendasar pada filosofi dasar Al Quran dan Sunnah, sehingga hal
ini menjadi dasar bagi pelakunya dalam berinteraksi dengan lingkungan dan
menjalankan operasionalnya sesuai syariah. (Dusuki dan Dar, 2005)
“menyatakan bahwa pada perbankan syariah tanggung jawab sosial sangat
relevan untuk dibicarakan mengingat beberapa faktor yaitu perbankan syariah
berlandaskan syariah yang beroperasi dengan landasan moral, etika dan
tanggung jawab sosial dan adanya prinsip atas ketaatan pada perintah Allah
dan Khalifahnya”.
Indeks ISR merupakan tolak ukur pelaksanaan tanggung jawab sosial
ditetapkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions) yang kemudaian dikembangkan lebih lanjut oleh para
peneliti mengenai item-item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu
entitas Islam. Dengan demikian indeks ISR untuk entitas Islam
mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam seperti transaksi
yang sudah terbebas dari unsur riba, spekulasi, gharar, serta mengungkapkan
zakat, status kepatuhan syariah serta aspek-aspek sosial seperti sodaqoh,
waqof, qordul hasan sampai dengan pengungkapan peribadahan dilingkungan
perusahaan.
Ada enam tema pengungkapan dalam kerangka indeks Islamic Social
Reporting (ISR) yang digunakan menurut Haniffa (2002) :
1. Pendanaan dan Investasi (Finance & Investment)
Item pengungkapan yang termasuk dalam tema pendanaan dan investasi
adalah pengungkapan mengenai informasi atas sumber pendanaan dan investasi
perusahaan apakah mengandung interest-free (Riba) dan speculative-free
(Gharar) yang sangat diharamkan dalam syariah Islam. Selain itu terdapat juga
pengungkapan mengenai zakat, kebijakan atas penghapusan hutang tak
tertagih, dan pernyataan nilai tambah dari manajemen.
Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa
adanya aturan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Hal yang
menyebabkan Riba dilarang adalah karena Riba adalah transaksi yang tidak
adil yang akan mengakibatkan pihak pemnjam akan semakin miskin dan pihak
Gharar adalah transaksi yang mengandung ketidakpastian yang
disebabkan oleh incomplete information. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam
lima hal yaitu, dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan dan akad.
Transaksi ini dilarang karena satu pihak akan terzalimi walaupun pada awalnya
tidak demikian. Informasi pengungkapan lain dalam tema ini adalah mengenai
pembayaran zakat. Zakat adalah pemberian harta tertentu dalam jumlah
tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk penyucian harta dan jiwa.
2. Produk dan Jasa (Product and Service)
Item pengungkapan yang termasuk dalam tema ini adalah pengungkapan
atas pertanggungjawaban perusahaan terhadap produk yang diperjualbelikan.
Oleh karena itu produk ataupun jasa yang ditawarkan perusahaan harus
diungkapkan kehalalannya dan juga keamanan dan kualitas produk ataupun
jasa.
3. Karyawan (Employee)
Pengungkapan yang termasuk dalam tema ini adalah pengungkapan atas
perlakuan perusahaan terhadap karyawan. Karyawan harus diperlakukan dan
dibayar dengan adil atau tepat dan pemberi kerja harus menjamin pemenuhan
kewajiban dasar dan juga spiritual karyawan. Informasi-informasi yang harus
diungkapkan yaitu yang terkait dengan gaji atau upah, jam kerja, hari libur,
tunjangan, sifat pekerjaan dukungan pendidikan, dan pelatihan, kesehatan,
kesetaraan dan peluang melaksanakan ibadah.
Item yang termasuk dalam tema Masyarakat adalah memberikan
pengungkapan mengenai tindakan apa saja yang perusahaan berikan untuk
masyarakat. Masyarakat memberikan pengungkapan mengenai konsep umma,
amanah, dan adil yang menekankan pada pentingnya membagi tujuan umum
dan menghilangkan penderitaan dalam masyarakat dan hal tersebut bisa
terwujud melalui sadaqah (kegiatan sosial), waqaf (kepercayaan) dan qard
hassan (memberikan pinjaan tanpa keuntungan).
5. Lingkungan (Enviroment)
Item ini memberikan pengungkapan mengenai tindakan perusahaan
terkait dengan lingkungan. Terdapat pemisahan pengungkapan mengenai
kegiatan yang dapat membahayakan margasatwa dengan konservasi
lingkungan. Selain itu penelitian ini juga tidak mengikut sertakan indeks
pengungkapan produk yang terkait dengan lingkungan pada tema lingkungan
karena indeks tersebut sama dengan indeks produk ramah lingkungan (Green
Product) yang terdapat tema Produk dan Jasa.
6. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Perusahaan haruslah mengungkapkan semua aktivitas terlarang seperti
praktik monopoli, manipulasi harga, perjudian, dan penimbunan barang yang
dibutuhkan dan kegiatan melanggar hukum lainnya. Aktivitas monopoli adalah
suatu aktivitas dimana suatu asar hanya memiliki satu penjual/pemain tunggal
sehingga harga barang akan dikuasai oleh penjual tersebut dan pembeli hanya
bisa mengikuti permintaan penj ual. Monopoli biasanya dilakukan
2.1.2 Definisi Pengungkapan (disclosure)
Menurut Siegel (2001:147) Pengungkapan didefinisikan sebagai pengungkapan atas informasi yang diberikan sebagai lampiran pada laporan keuangan sebagai catatan kaki atau tambahan. Informasi ini menyediakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai posisi keuangan, hasil operasi dan kebijakan perusahaan. informasi penjelasan mengenai kesehatan keuangan dapat juga diberikan dalam laporan pemeriksaan. Semua materi harus disingkapkan termasuk termasuk informasi kuantitatif maupun kualitatif yang sangat membantu pengguna laporan.
Hendriksen (2000:504) berpendapat bahwa “untuk mencapai
pengungkapan yang pantas, sebuah pengungkapan harus menjawab
pertanyaan:”
1. “Untuk siapa informasi diungkapkan?”
2. “Apa tujuan dari pengungkapan informasi?”
3. “Berapa banyak informasi harus diungkapkan?”
Untuk pertanyaan bagaimana dan kapan informasi harus diungkapkan
termasuk penting, akan tetapi tidak lebih penting daripada tiga pertanyaan
awal. Tetapi (Evans, 2003:51) mengikut sertakan pertanyaan “kapan informasi
harus diungkapkan”. Pengungkapan berarti menyampaikan informasi dalam
laporan keuangan, termasuk laporan keuangan itu sendiri, catatan atas laporan
keuangan, dan pengungkapan tambahan yang berkaitan dengan laporan
keuangan. Pengungkapan menurut Evans hanya terbatas pada hal-hal yang
menyangkut pelaporan keuangan, tidak termasuk dengan pernyataan umum
atau private yang dibuat untuk manajemen atau informasi yang disampaikan
2.1.3 DefinisiGood Corporate Governance (GCG)
Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang Saham/Pemilik Modal, Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan Stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.(Adrian Sutedi ,2012 : 1).
Good Corporate Governance mulai dikenal pada tahun 1992 oleh
Cadbury Committee yang menggunakan istilah GCG pada laporan keuangan
mereka (Cadbury Report) laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning
point) yang sangat menentukan bagi praktik Good Corporate Governance di
seluruh dunia. Menurut Cadbury Committee pengertian GCG adalah
seperangkat aturan yang merumuskan hubungan antara pemegang saham,
manager, kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang
berkepentingan, lainnya baik internal maupun eksternal sehubungan dengan
hak-hak dan tanggung jawab mereka.
Menurut FCGI pengertian Good Corporate Governance adalah
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk
Sementara Bank Dunia (Wolrd Bank) mendefinisikan Good Corporate
Govenance (GCG) sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah
yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber
perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi
jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun
masyarakat sekitar secara keseluruhan. “Pengaturan perbankan setidaknya
harus memenuhi kriteria-kriteria yang utama yang meliputi perlindungan
nasabah, stabilitas sistem perbankan dan keuangan serta peningkatan
kepercayaan pasar” (Adrian Sutedi (2012 : 110).
“Good Corporate Governance atau pengaturan perusahaan juga
merupakan fungsi yang bertujuan untuk menentukan kebijakan pengawasan
perusahaan yang dilakukan oleh board of directors” (Moenaf 2000 : 35). The
Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) mendefinisikan Good
Corporate Governance sebagai struktur, sistem dan proses yang digunakan
oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah
perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang.
Dari definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Good Corporate
Governance adalah suatu sistem atau pun peraturan yang mengatur, mengelola,
serta mengawasi perusahaan dalam menjalankan kegiatan perusahaan untuk
mendapatkan nilai tambah bagi pemegang saham atau pun stakeholder lainnya.
Good Corporate Governance juga disebut sebagai suatu proses yang
transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan penilaian
2.1.3.1Tujuan PelaksanaanGood Corporate Governance
Menurut E. John Aldridge (2005 : 76) ada 5 tujuan pelaksanaan Good Corporate Governance antara lain : 1.Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham. 2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non- pemegang saham3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham. 4. Menigkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan. 5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan.
2.1.3.2Manfaat Good Corporate Governance
Pelaksanaan Good Corporate Governance diharapkan dapat
memberikan beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2016) :
1.Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. 2.Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value. 3.Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 4.Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
2.1.3.3 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Menurut FCGI (2016) terdapat lima prinsip utama yang penting
dalam Corporate Governance yaitu keadilan (fairness), transparansi
(transparency), kemandirian (independency), akuntabilitas (accountability),
dan pertanggungjawaban (responsibility).
1. Keadilan (fairness)
Keadilan (fairness) dimaksudkan untuk menjamin hak-hak pemegang
saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para
investor.
2. Transparansi (transparency)
Transparansi (transparency) adalah adanya pengungkapan yang akurat
dan tepat pada waktunya serta transparansi atas hal penting bagi
kinerja perusahaan, kepemilikan, serta pemegang kepentingan.
3. Kemandirian (independency)
Kemandirian adalah sebagai keadaan dimana perusahaan bebas dari
pengaruh ataupun tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan
mekanisme korporasi. Prinsip ini mengharuskan perusahaan
menggunakan tenaga ahli dalam setiap divisi atau bagian dalam
perusahaannya sehingga pengelolaan perusahaan dapat dipercaya.
Prinsip ini juga mengharuskan perusahaan memiliki kebijakan intern
dalam perusahaan yang sesuai dengan peraturan dan hukum yang
berlaku.
4. Akuntabilitas (accountability)
Dimaksudkan sebagai prinsip yang mengatur peran dan tanggung
jawab manajemen agar dalam mengelola perusahaan dapat
mempertanggung jawabkan pekerjaannya serta mendukung usaha
untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manjemen dan
pemegang saham sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.
manajemen mengenai kinerja dan pencapaian target return bagi
pemegang saham.
5. Pertanggung jawaban (responsibility)
Pertanggung jawaban (responsibility) berarti bahwa sebuah perusahaan
harus memenuhi hukum dan Undang-undang yang berlaku. Termasuk
didalamnya pemeliharaan lingkungan hidup, hak-hak konsumen,
ketenaga kerjaan dan sebagainya. Sebuah perusahaan tidak hanya
harus bertanggung jawab terhadap mereka yang berhubungan langsung
dengan perusahaan, tetapi mereka juga tidak berhubungan secara
langsung dengannya.
Dari prinsip-prinsip GCG menurut FCGI diatas maka dapat disimpulkan
bahwa pengelolaannya akan selalu mengutamakan kepentingan pemegang
saham, memberikan informasi, yang terbuka pada semua pihak baik internal
maupun eksternal serta mematuhi hukum-hukum yang berlaku di negara
tersebut. Prinsip-prinsip GCG ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang
sama atas saham-saham yang berada dalam satu tingkatan, melarang
prakti-praktik insider trading dan self dealing dan mengharuskan anggota dewan
komisaris untuk melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi
yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest).
2.1.3.4Ukuran Dewan Komisaris
organisasi atau perseroan dalam mencapai tujuannya. (Moenaf, 2000 : 34)
Pentingnya dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasehat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan GCG akan tetapi dewan komisaris tidak boleh turut serta
dalam mengambil keputusan operasional.
Kedudukan Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah
setara. Tugas komisaris adalah sebagai primus inter pares adalah
mengkoordinasi kegiatan dewan komisaris. Supaya pelaksanaan tugas
dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip
berikut :
a. Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan pengambilan
keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak
independen.
b. Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan
memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan
baik termasuk memastikan bahwa direksi telah memperhatikan
kepentingan semua pemangku kepentingan.
c. Fungsi pengawasan dan pemberian nasehat dewan komisaris mencakup
tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian
sementara.
Dewan komisaris terdiri dari inside dan outside yang akan memiliki
komisaris serta menjadikannya sebagai alat efektif dalam keputusan
pengendalian sedangkan fungsi dewan komisaris itu sendiri adalah
mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen
(direksi) dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen
memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan
menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan.
Jumlah dewan komisaris yang besar menguntungkan perusahaan dari
sudut pandang resources dependence. Maksud dari pandangan resource
dependence adalah bahwa perusahaan akan tergantung dengan dewannya
untuk dapat mengelola sumber dayanya secara lebih baik. Dewan komisaris
harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif
dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Konsep dasar dewan
komisaris berasal dari tanggung jawab pengaturan (governance) suatu badan
usaha yang dimiliki oleh kelompok yang berbeda dengan yang menata atau
yang mengelolanya (Moenaf, 2000 : 34). Sedangkan kerugian dari jumlah
dewan yang besar berkaitan dengan dua hal yaitu : meningkatkan
permasalahan dalam hal komunikasi dan koordinasi dengan semakin
meningkatnya jumlah dewan dan turunnya kemampuan dewan untuk
mengendalikan manjemen, sehingga menimbulkan permasalahan agensi
yang muncul dari pemisahan antara manajemen dan kontrol.
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran dewan
komisaris. Penelitian yang berkaitan dengan dewan komisaris di Indonesia
rasio outside directors terhadap jumlah dewan komisaris mempunyai
pengaruh yang signifikan (positif) terhadap pengungkapan sukarela”
(Sembiring, 2003). Hal ini dapat diartikan bahwa semakin besar anggota
dewan komisaris maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan
memonitoring, sehingga yang dilakukan akan semakin efektif.
Kerugian dari jumlah dewan yang besar berkaitan dengan dua hal,
yaitu meningkatnya permasalahan dalam hal komunikasi dan koordinasi
dengan semakin meningkatnya jumlsh dewan dan turunnya kemampuan
dewan untuk mengendalikan manajemen,sehingga menimbulkan
permasalahan agensi yang muncul dari pemisahan antara manajemen dan
kontrol.
Terjaminnya fungsi pengawasan perusahaan jumlah dewan
komisaris dalam setiap perusahaan KNKG (Komite Nasional Kebijakan
Governance) dan peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 memberi
batas minimal tiga orang dewan komisaris yaitu satu orang sebagai ketua
dewan komisaris sekaligus anggota dan dua orang anggota. Ukuran
komisaris maksimal sama dengan jumlah dewan direksi.
Pentingnya dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasehat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan Good Corporate Governance akan tetapi dewan komisaris
Dewan komisaris dalam satu perusahaan lebih ditekankan pada
monitoring dari implementasi kebijaan direksi. Peran komisaris ini
diaharapkan akan meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara
dewan direksi dan pemegang saham. Oleh karena itu dewan komisaris
seharusnya dapat mengawasi kinerja perusahaan sehingga kinerja yang
dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham.
2.1.4 Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan merupakan faktor yang banyak diteliti sebagai
salah satu praktek Good Corporate Governance yang mempengaruhi Islamic
Social Reporting. Disamping itu, tingkat pelaporan dalam pengungkapan ISR
di Indonesia masih relevan rendah. Penemuan-penemuan tersebut mengindikasi
adanya korelasi negative antara tingkat pelaporan dan pengungkapan ISR
dengan struktur kepemilikan saham yang terkonsentrasi. “Dalam konteks
perusahaan, prinsipals adalah pemilik perusahaan (pemegang saham) dan
agennya adalah tim manajemen”. (Sugiarto, 2009 : 55).
Konsentrasi kepemilikan dapat menjadi mekanisme internal
pendisiplinan manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan
untuk meningkatkan efektifitas monitoring, karena dengan kepemilikan yang
besar menjadikan shareholder memiliki akses informasi yang cukup signifikan
untuk mengumbangi keuntungan informasi informasi yang dimiliki
manajemen.
Struktur kepemilikan adalah struktur kepemilikan saham yaitu
jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan kata lain struktur
kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional dan kepemilikan
manajemen dalam kepemilikan saham perusahaan. Dalam menjalankan
kegiatannya suatu perusahaan diwakili oleh direksi (agents) yang ditunjuk oleh
pemegang saham (principals).
Struktur Kepemilikan dapat berupa investor individual, pemerintah dan
institusi swasta. Struktur Kepemilikan terbagi dalam beberapa kategori. Secara
spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh institusi
domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan dan individual domestik.
Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor
perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya.
Negara-negara dengan rendahnya perlindungan terhadap Investor seperti
halnya Indonesia, shareholders merasa khawatir akan kemungkinan
berbedanya pendapatan yang diperoleh dengan yang di ekspektasikan.
Akibatnya mereka memperbesar persentase kepemilikan atas perusahaan
sebagai salah satu cara untuk melindungi diri. Para pemegang saham dapat
mengendalikan perusahaan melalui voting power atau representasi mereka
dimanajemen sehingga hak-hak mereka telindungi. Struktur kepemilikan
saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh di antara
shareholderatas akegiatan operasional perusahaan. Salah satu karakteristik
struktur kepemilikan adalah struktur yang terbagi dalam dua bentuk struktur
kepemilikan yaitu kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan menyebar.
dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga shareholder
memiliki jumlah saham yang relatif dominan dibandingkan dengan yang
lainnya dan struktur kepemilikan terkonsentrasi juga dapat menjadi mekanisme
internal pendisiplinan manajemen. Kepemilikan saham dikatakan menyebar,
jika kepemilikan saham menyebar secara relatif merata kepublik, tidak ada
yang memiliki saham dalam jumlah yang sangat besar dibandingkan dengan
lainnya. “Struktur kepemilikan juga menentukan tingkat pengawasan dan tentu
saja tingkat pengungkapan” (Farook et al. 2011).
Sebagimana diuraikan di atas, investor Islam menentukan tingkat
kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah dan berdampak pada tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting. Investor Islam lebih mungkin untuk
menginvestikasikan dana mereka sebagai nasabah (IAH) bukan sebagai
pemegang saham sejak investor Islam lebih tertarik pada layanan yang
ditawakan bank-bank syariah tersebut. Selanjutnya, rekening di bank syariah
lebih mudah diakses daripada saham-saham bank-bank syariah.Hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa keuntungan pemegang saham ditentukan oleh
keuntungan yang diperoleh melalui pemanfaatan dana nasabah.
Jika menjadi nasabah lebih menarik daripada menjadi pemegang saham
dan sesuai dengan hukum serta prinsip Islam, maka pengaruh relatif dari
nasabah akan menentukan sejauh mana aktivitas bank sesuai dengan
hukum-hukum Islam dan prinsip-prinsip syariah dan pengaruhnya terhadap
pengungkapan Islamic Social Reporting berhubungan positif dengan ukuran
relatif dana nasabah sebagai proporsi dari dana pemegang saham.
Jumlah saham yang dimiliki insider
Struktur Kepemilikan = X 100%
Jumlah saham yang dimilki Investor
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu No. Nama
Peneliti
Judul Penelitian Variabel Penelitian
2.3 Kerangka Konseptual Struktur Kepemilikan, berpengaruh signifikan Reporting (ISR) pada perusahaan Reporting pada perbankan pengungkapan Islamic
Social Reporting Ukuran Dewan Komisaris
(X1)
H3 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek
penelitian ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antara variabel
masalah yang telah diidentifikasikan melalui wawancara, observasi dan survey.
Kerangka konseptual merupakan kesimpulan sementara dari tinjauan teoritis yang
mencerminkan adanya hubungan antara variabel yang diteliti.
2.3.1 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap tingkat pengungkapan
Islamic Social Reporting
Ukuran Dewan Komisaris mempunyai fungsi penting dalam perbankan
syariah. Ukuran Dewan Komisaris memiliki fungsi pengawasan terhadap
manajemen dan berfungsi mengawasi kegiatan operasional perusahaan agar
sesuai dengan visi dan misi perusahaan serta sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Dengan wewenang yang dimiliki, maka dewan komisaris dapat
menekan manajemen untuk mengungkapkan CSR dalam bentuk ISR.
Penelitian yang dilakukan Sembiring (2005) mengenai size, profile,
profitabilitas, ukuran perusahaan, dewan komisaris, leverage terhadap praktek
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, menunjukan bahwa dewan
komisaris berpengaruh terhadap indeks pengungkapan sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan komisaris berpengaruh
tersebut menunjukkan bahwa dewan komisaris memiliki peran yang penting
karena bertugas mengawasi perusahaan dan menyampaikan semua informasi
kepada stakeholders, termasuk informasi pengungkapan tanggung jawab sosial.
Semakin besar ukuran dewan komisaris, maka pengawasan akan semakin baik.
Dengan pengawasan yang baik, maka diharapkan pengungkapan ISR akan
semakin luas karena dapat meminimalisir informasi yang mungkin dapat
disembunyikan oleh manajemen. Hasil ini juga mendukung hasil penelitian
Sulastini. menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif
terhadap luas pengungkapan CSR perusahaan.
HI : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan
Islamic Social Reporting pada perbankan syariah di Indonesia
2.3.2 Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting
Struktur kepemilikan merupakan pemisah antara pemilik perusahaan dan
manajer perusahaan. Pemilik atau pemegang saham adalah pihak yang
menyertakan modal kedalam perusahaan, sedangkan manajer adalah pihak
yang ditunjuk pemilik dan diberi kewenangan mengambil keputusan dalam
mengelola perusahaan, dengan harapan manajer bertindak sesuai dengan
kepentingan pemilik. Dengan adanya konsentrasi kepemilikan, maka para
stakeholders besar akan dapat meningkatkan nilai tambah sendiri bagi
perusahaan termasuk pengungkapan Islamic Social Reporting.
Secara teoritis perusahaan yang memiliki struktur kepemilikan
hal ini dikarenakan ada satu stakehoderyang memiliki kekuatan besar untuk
melakukan kecurangan-kecurangan yang dapat merugikan shareholder,
sehingga pengungkapan hasil kinerja perusahaan akan lebih luas termasuk
melakukan pengungkapan CSR kepada stakeholders-nya.
Struktur kepemilikan terkonsentrasi dapat menjadi mekanisme internal
pendisilinan manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan
untuk meningkatkan efektifitas monitoring, karena dengan kepemilikan yang
besar menjadikan pemegang saham memiliki akses informasi yang cukup
signifikan untuk mengimbangi keuntungan informasi yang dimiliki manjemen
terutama dalam pengungkapan Islamic Social Reporting, dan untuk menilai
atau memastikan pemenuhan prinsip syariah dalam setiap kegiatan operasional
yang dilakukan oleh perbankan syariah di Indonesia.
H2 : Struktur Kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting pada perbankan syariah di
Indonesia.
2.3.3 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan
terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting.
Ukuran Dewan Komisaris yang berasal dari luar perusahaan akan
menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan perusahaan yang lebih objektif
dan independen dibanding perusahaan yang memiliki susunan dewan komisaris
yang hanya berasal dari dalam perusahaan sehingga fungsi pengawasan dapat
kepemilikan dan ukuran dewan komisaris ) berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan Islamic Social Reporting sektor perbankan.
Teori agency menyatakan konflik antara agen dan principal dapat
dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang dapat menyelaraskan berbagai
kepentingan yang ada dalam perusahaan. Mekanisme yang dimaksud yaitu
GCG (Struktur kepemilikan dan Ukuran dewan komisaris). Teori legitimacy
menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk memastikan bahwa
mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat atau
lingkungan dimana perusahaan berada, dimana mereka berusaha untuk
memastikan bahwa aktifitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar
sebagai suatu yang sah. Perusahaan yang melakukan pengungkapan ISR tidak
akan terlaksana dengan baik bila perusahaan tidak menerapkan GCG.
Perbankan syariah memiliki peraturan sendiri mengenai pelaksanaan
good corporate governance, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
11/33/PBI/2009. Terbitnya peraturan ini diharapkan mampu memperkuat
industri perbankan syariah menjadi industri yang sehat dan tangguh terutama
dalam pengungkapan Islamic Social Reporting. Terkait dengan adanya
kebutuhan mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial pada perbankan
syariah, peneliti-peneliti ekonomi syariah saat ini banyak yang menggunakan
Islamic Social Reporting (ISR) untuk mengukur CSR institusi keuangan
syariah. Indeks ISR dapat menjadi pijakan awal dalam hal standar
H3 : Ukuran Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social
Reporting pada perbankan syariah di Indonesia.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan hipotesisnya sebagai
berikut:
H1 : Ukuran Dewan Komiaris berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) pada perbankan syariah di
Indonesia.
H2 : Struktur Kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) pada perbankan syariah di
Indonesia.
H3 : Ukuran Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social