BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ayam Buras
Ayam buras memiliki arti penting bagi pembangunan peternakan di Indonesia.
Ayam buras merupakan sumber pakan protein hewani guna memenuhi kebutuhan
masyarakat dan sebagai ternak yang dapat dijadikan usaha sambilan bagi masyarakat,
terutama yang tinggal diperdesaan. Pada awal pembangunan peternakan di Indonesia,
terutama sebelum tahun tujuh puluhan, kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani
asal ayam hampir seluruh dipenuhi oleh ayam buras (Suprijatna 2002).
Ayam buras tersebut berasal dari peternakan rakyat yang pemeliharaannya
secara ekstensif tradisional. Setelah tahun tujuh puluhan, sejalan dengan pesatnya
perkembangan jumlah penduduk meningkatkan kesadaran masyarakat akan perlunya
gizi yang baik, dan meningkatkan daya beli masyarakat maka permintaan protein
hewani asal ayam buras meningkat pesat. Ketersediaan ayam pun tak bisa lagi
dipenuhi oleh peternak ayam buras.
Oleh karena itu, pemerintah mengembangkan peternakan ayam ras guna
mengantisipasi permintaan produk ayam. Salah satu daya tarik masyarakat untuk
beternak ayam buras adalah harga yang selalu mengalami peningkatan dan fluktuasi
harganya relatif tetap. Selain itu, penjualan produk ayam buras tidak didasarkan oleh
satuan berat (kilogram), tetapi didasarkan oleh satuan ekor (untuk daging) dan butir
Ayam buras (bukan ras) merupakan ayam lokal Indonesia. Ayam lokal
Indonesia yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia memiliki beberapa rumpun
dengan karakteristik morfologis yang berbeda dan khas berdasarkan daerah asal.
Sampai saat ini telah diidentifikasi sebanyak 31 rumpun ayam lokal, yaitu ayam
kampung, pelung, sentul, wareng, lamba, ciparege, banten, nagrak, rintit/walik, siem,
kedu hitam, kedu putih, cemani, sedayu, olagan, nusa penida, merawang/merawas,
sumatera, belenggek, melayu, nunukan, tolaki, maleo, jepun, ayunai, tukung, bangkok,
brugo, bekisar, cagehgan/cukir/alas, dan kasintun (Rasyaf, 2012).
Secara umum, ada dua jenis ayam yang dikenal di Indonesia, yaitu ayam ras
dan ayam buras. Kedua jenis ayam ini merupakan spesies ayam yang sudah
didomestifikasi (pengadopsian hewan dan tumbuhan dari kehidupan liar ke dalam
kehidupan sehari-hari manusia) dan dipelihara oleh manusia, serta termasuk ke dalam
kelompok Gallus domesticus. Selain itu terdapat juga jenis ayam yang hidup liar dan
tidak dipelihara, seperti ayam hutan yang masih hidup bebas di habitat aslinya.
Sementara itu, ayam buras (bukan ras) merupakan sebutan bagi berbagai jenis ayam
lokal yang hidup di berbagai daerah di Indonesia. Jadi, ayam kampung merupakan
salah satu jenis ayam buras yang hidup di Indonesia (Krista dan Bagus, 2013).
Ayam kampung merupakan suatu sebutan di Indonesia bagi ayam peliharaan
yang tidak ditangani dengan cara budidaya masal komersial serta tidak berasal usul
dari galu atau ras yang dihasilkan untuk kepentingan komersial tersebut. Ayam
kampung tidak memiliki istilah ayam kampung petelur atau ayam kampung pedaging.
Hal ini dikarenakan ayam kampung bertelur sebagaimana halnya bangsa unggas,
Ayam kampung juga memiliki nama ilmiah seperti halnya hewan lainnya.
Dalam bahasa ilmiah, hewan ini diberi nama Gallus domesticus. Gallus merupakan
nama ayam yang berasal dari hutan. Selain itu, terdapat beberapa nama jenis Gallus
misalnya, Gallus-gallus dalam bahasa yang lebih mudah ayam ini diberi nama ayam
hutan merah. Gallus varius atau ayam hutan hijau. Untuk jenis Gallus yang terakhir
adalah Gallus lavayetti atau ayam hutan jingga cyelon. Dari sekian Gallus yang ada,
ayam kampung ini lebih memiliki hubungan genetik yang lebih dekat dengan
Gallus-gallus atau ayam hutan merah (Yahya dan Taufik, 2013).
Menurut Dudung (2006), ayam kampung memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan ayam ras, yaitu :
1. Ayam kampung lebih kebal terhadap serangan berbagai penyakit.
2. Lebih tahan stress, tidak terganggu dengan suara yang hiruk pikuk.
3. Memiliki adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan.
4. Harga jual lebih tinggi daripada ayam ras.
5. Telurnya dianggap lebih berkhasiat sehingga harga jual telurnya lebih mahal.
6. Dagingnya lebih enak dan gurih dibanding ayam ras.
7. Permintaan akan kebutuhan ayam kampung cukup tinggi.
8. Kandungan di dalamnya berperan penting dalam metabolisme tubuh.
Pada prinsipnya macam zat gizi yang dibutuhkan ayam buras sama dengan
yang dibutuhkan ayam ras yaitu protein, vitamin, energi (karbohidrat dan lemak),
mineral dan air. Akan tetapi jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh kedua jenis ayam
kebutuhan zat gizi untuk ayam buras lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan
ayam ras.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Teori Produksi
Produksi adalah hasil yang akan didapatkan oleh produsen. Secara tidak
langsung produsen membandingkan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada
waktu panen (penerimaan atau rifinue) dengan seluruh jumlah biaya yang harus
dikeluarkan (pengorbanan atau cost) (Hanafie, 2010).
Teori mengenai hukum penawaran yang berlaku pada para produsen sebagai
pelaku ekonomi pasar menyatakan bahwa jika harga barang per unit mengalami
peningkatan akan berpengaruh pada jumlah barang yang ditawarkan atau disediakan
lebih banyak. Sebaliknya jika harga jual barang per unit turun dari semula produsen
berpengaruh untuk mengurangi jumlah barang yang ditawarkan atau disediakan. Jadi
secara sederhana hukum penawaran berbunyi, jika harga jual barang per unit naik,
jumlah barang yang ditawarkan naik, dan jika harga jual barang per unit turun, jumlah
barang yang ditawarkan ikut turun. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
penawaran oleh produsen adalah harga barang itu sendiri, harga barang sejenis, biaya
produksi, tehnologi, pajak, iklim dan tujuan produksi (Sarnowo dan Danang, 2011).
Produktivitas adalah jumlah barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh
seorang pekerja dalam satu jam kerja. Di negara-negara dimana para pekerjanya dapat
menghasilkan barang dan jasa lebih banyak persatuan waktu tertentu, maka dapat
dipastikan bahwa sebagian besar penduduk negara-negara itu menikmati standar hidup
lebih rendah, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduknya juga terpaksa
hidup dengan standar yang relatif rendah pula. Tingkat pertumbuhan produktivitas di
suatu negara akan menentukan cepat atau lambatnya laju pertumbuhan pendapatan
rata-rata penduduknya secara keseluruhan (Mankiw, 2003).
2.2.2. Teori Permintaan
Teori konsumsi diturunkan kepada teori permintaan. Konsumen mau
“meminta” (dalam pengertian ekonomi) suatu barang pada harga tertentu karena
barang tersebut dianggap berguna baginya. Semakin rendah harga suatu barang maka
konsumen cenderung untuk membelinya dalam jumlah yang lebih besar. Besarnya
permintaan tergantung kepada manfaat yang akan diperoleh konsumen atau manfaat
dalam menghasilkan barang-barang lain (Hanafie, 2010).
Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar
tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dalam periode
tertentu. Secara periode permintaan dari seorang individu atau masyarakat terhadap
suatu barang ditentukan oleh antara lain harga barang itu sendiri, tingkat pendapatan,
jumlah pendapatan, jumlah penduduk, selera dan ramalan dimasa mendatang dan
harga lain atau substitusi. Pada hakikatnya hukum permintaan menyatakan bahwa
ketika harga produk per unit mengalami kenaikan, akan menyebabkan jumlah produk
yang diminta mengalami penurunan, dan jika harga per unit turun dari harga semula,
berarti jumlah produk yang diminta akan mengalami peningkatan (Sarwono dan
Danang, 2011).
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, selain harga barang itu sendiri ada faktor
tersebut dapat diukur secara kuantitatif besar pengaruhnya terhadap permintaan atas
suatu barang. Dua faktor diantaranya adalah harga barang lain, dan pendapatan
masyarakat. Untuk mengukur besarnya perubahan jumlah permintaan atas suatu
barang yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan harga barang lain disebut
elastisitas silang (cross elasticity). Sedangkan mengukur besarnya perubahan
permintaan akibat berubahnya pendapatan masyarakat, disebut elastisitas pendapatan
(income elasticity) (Bangun, 2007).
Banyak faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi, salah
satunya adalah faktor ekonomi. Faktor-faktor ekonomi yang menentukan tingkat
konsumsi adalah pendekatan rumah tangga, kekayaan rumah tangga, jumlah
barang-barang konsumsi tahan lama, tingkat bunga dan perkiraan tentang masa depan
(Rahardja dan Mandala, 2002).
Menurut Setiadi (2003), manusia adalah makhluk sosial yang dinamis sehingga
terjadi perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi kebutuhan hidupnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan adalah :
a. Harga Barang itu Sendiri
Naik atau turunnya harga barang/jasa akan mempengaruhi sedikit/banyaknya
terhadap jumlah barang yang diminta. Kuantitas akan menurun ketika harganya
meningkat dan kuantitas yang diminta meningkat ketika harganya menurun, dapat
Hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta seperti ini berlaku untuk
sebagian besar barang dalam perekonomian dan memang begitu nyata terjadi
sehingga para ekonom menamakannya hukum permintaan (law of demand).
Dengan menganggap hal lainnya tetap ketika harga sebuah barang yang diminta
akan menurun.
b. Pendapatan
Pedapatan masyarakat mencerminkan daya beli masyarakat. Tinggi atau
rendahnya pendapatan masyarakat akan mempengaruhi kualitas maupun kuantitas
permintaan. Pendapatan yang lebih rendah berarti bahwa secara total hanya ada
uang yang sedikit untuk dibelanjakan sehingga masyarakat akan membelanjakan
lebih sedikit uang untuk beberapaa dan mungkin pula terhadap sebagian besar
barang. Jika permintaan terhadap suatu barang berkurang ketika pendapatan
berkurang, barang tersebut dinamakan barang normal. Pendapatan seseorang akan
mempengaruhi pilihan produk. Pemasar produk yang peka terhadap pendapatan
mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat minat.
c. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk akan mempengaruhi jumlah permintaan. Semakin banyak
penduduk maka jumlah permintaan akan semakin meningkat. Hal ini berkaitan
dengan usaha pemenuhan akan kecukupan kebutuhan setiap individu yang ada di
suatu tempat.
Apabila penurunan harga barang yang satu menurunkan permintaan terhadap
barang yang lain maka kedua barang tersebut dinamakan barang substitusi.
Adanya barang pengganti akan berpengaruh terhadap jumlah permintaan. Pada
saat harga naik, jika ada barang pengganti maka jumlah permintaan barang
tersebut akan terpengaruh.
Selain keempat faktor tersebut, ada yang dinamakan barang komplementer dan
superior yang dapat digolongkan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan.
a. Barang Komplementer
Barang komplementer merupakan barang yang berfungsi sebagai pelengkap
barang lain. Barang komplementer akan lebih berguna jika digunakan secara
bersama-sama. Contohnya adalah pakan ternak.
b. Barang Superior
Barang superior adalah barang yang jika pendapatan konsumen naik, dia akan
membeli lebih banyak barang tersebut, misalnya pada ayam buras. Semakin tinggi
pendapatan konsumen maka permintaan akan ayam buras akan semakin tinggi
pula, tetapi apabila semakin rendah pendapatan konsumen maka permintaan ayam
buras akan semakin rendah.
2.3 Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu adalah sebagai berikut :
Tabel. 2.1 Penelitian Terdahulu No maPeneliti
(Tahun)
Judul Penelitian rumusan Masalah Variabel Pengamatan
etode Analisis Kesimpulan
1. exanderSinag a (2013)
ktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Daging Ayam Kampung
1.
Faktor-faktor apa yang
mempenga ruhi
X1 = Harga daging ayam kampun g (Rp
Hipotesis 1 diuji dengan menggunakan analisis regresi linier
rilaku konsumen terhadap
permintaan daging ayam kampung? 2. Bagaimana
hubungan karakteristik umur, pekerjaan dan tingkat pendidikan daging ayam kampung?
/Kg) X2= Pendapa
tan
rata-Hipotesis 2 dianalisis dengan koefisien rank spearman
Siantar Barat dipengaruhi oleh faktor pendapatan sedangkan faktor harga daging ayam kampung, jumlah
tanggungan dan harga daging ayam potong tidak berpengaruh
2. Eko Pranata (2013)
alisis Permintaan Ayam Broiler/ Pedaging
1. Bagaimana permintaan konsumen terhadap ayam broiler/pedagi i permintaan ayam
broiler/pedagi ng?
3. Bagaimana perkembanga X2=Harga Ikan
Gembung
Metode analisis deskriptif berdasarkan data harga daging ayam broiler di kota Medan
ktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
permintaan ayam broiler/ pedaging berdasarkan pengambilan keputusan
diketahui bahwa apabila F-hitung > F-tabel berarti H0 diterima,H1 berartiada
pengaruh faktor pendapatan, harga barang substitusi, usia, tingkat pendidikan, harga ayam broiler/ pedaging dan jumlah
tanggungan terhadap
3. Helmi Mawaddah
(2013)
ktor- Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan dan Ketersediaan
Daging Ayam (Broiler) di Kota Medan
1. Faktor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi permintaan daging ayam broiler di Kota Medan? 2. Faktor-faktor
apa sajakah yang
mempengaruhi ketersediaan daging ayam broiler di Kota Medan?
etode regresi linier
berganda
cara serempak harga daging ayam broiler, harga daging ayam buras, konsumsi daging ayam broiler tahun sebelumnya dan konsumsi protein masyarakat Kota Medan
mempengaruhi permintaan daging ayam broiler di Kota Medan. Sedangkan secara parsial hanya harga daging ayam broiler yang mempengaruhi permintaan daging ayam broiler di Kota Medan
4. Susilowati (2011)
oyeksi Permintaan Daging Ayam Ras di Kota Surakarta
1. Faktor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi permintaan daging ayam ras di Kota Surakarta? 2. Bagaimana kah
elastisitas permintaan daging ayam ras di Kota Surakarta? 3. Bagaimana kah
proyeksi permintaan daging ayam ras di Kota Surakarta tahun 2010-2015?
Metode OLS (Ordinary Least Square) dalam bentuk logaritma natural.
Metode linear least square.
ktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
permintaan ayam ras di Kota Surakarta adalah harga daging ayam ras, harga daging sapi, harga telur ayam ras, harga beras, jumlah penduduk, dan pendapatan perkapita
5. adini (2011) alisis Permintaan dan Prediksi Konsumsi Serta Produksi Daging Broiler di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
1.Faktor-faktor apasajakah yang
mempengaruhi permintaan daging
broiler di Kota
X1 = Jumlah penduduk (jiwa) X2= Pendapa
tan
rmintaan daging broiler secara bersama-sama
sangat
dipengaruhi oleh jumlah penduduk, pendapatann,
Kendari? harga daging broiler, harga daging sapi, harga daging ayam buras, harga telur,harga ikan
bandeng, harga minyak goreng,
harga beras dan kejadian flu burung terhadap
perubahan permintaan daging broiler? 3. Bagaimanakah
kebutuhan daging
broiler di Kota Kendari
broiler
daging sapi, harga daging ayam buras, harga telur, harga ikan bandeng, harga minayk goreng serta harga beras.
2.4 Kerangka Pemikiran
Konsumen melakukan kegiatan pembelian untuk memenuhi kebutuhannya.
Dalam melengkapi kebutuhannya, konsumen akan mengkonsumsi seperti ayam bukan
ras (buras) dengan menyeimbangkan seberapa banyak jumlah produksi ayam buras
tersebut.
Adapun yang mempengaruhi permintaan ayam buras adalah produksi ayam
buras, harga barang itu sendiri (ayam buras), harga barang lain (ayam ras), dan
buras. Seperti harga barang lain (ayam ras), apabila harga ayam ras lebih rendah di
bandingkan dengan ayam buras, maka permintaan akan ayam buras lebih sedikit
dibandingkan dengan permintaan ayam ras. Apabila konsumen telah menetapkan
keputusannya terhadap ayam buras, maka keputusan pembelian ayam buras tersebut
dapat dilihat pengaruhnya terhadap permintaan.
Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Permintaan Ayam Bukan Ras (Buras) di Provinsi Sumatera Utara
Keterangan :
: Menyatakan mempengaruhi
: Menyatakan ada hubungan KONSUMEN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI :
1. Harga Ayam Buras 2. Harga Ayam Ras 3. Konsumsi Protein PRODUKSI AYAM
BURAS
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut
:
1. Permintaan ayam buras lebih tinggi dibandingkan dengan produksi ayam buras
tahun 2004-2014.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ayam buras (bukan ras) adalah