• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010."

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

TAHUN 2006-2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

YOPA FRISDIANA 071000153

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul

KARAKTERISTIK PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIK RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

TAHUN 2006-2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : YOPA FRISDIANA

071000153

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 7 Juni 2011 dan Dinyatakan Telah

Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH drh. Rasmaliah M.Kes NIP.19490417 197902 1 001 NIP. 19590818 198503 2 002

Penguji II Penguji III

Drs. Jemadi, M.Kes dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS NIP.19640404 199203 1 005 NIP. 19571117 198702 1 002

Medan, Juni 2011

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan

(4)

ABSTRAK

Rinosinusitis adalah suatu peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis akut yang tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi rinosinusitis kronik. Rinosinusitis kronik dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial. Data Depkes RI tahun 2003 penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama.

Untuk mengetahui karakteristik penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010 dilakukan penelitian bersifat deskriptif dengan desain case series. Populasi adalah seluruh data penderita rinosinusitis kronik rawat inap yang berjumlah 125 orang. Sampel adalah data penderita yang telah melakukan pemeriksaan CT Scan yang berjumlah 102 (purposive sampling). Data dianalisa dengan uji Chi-square dan Anova.

Berdasarkan data tahun 2006-2010, kecenderungan kunjungan penderita rinosinusitis kronik menunjukkan peningkatan dengan persamaan garis y = 2,5x + 12,9. Proporsi penderita rinosinusitis kronik tertinggi pada kelompok umur 23-31 tahun 21,6%, jenis kelamin laki-laki 57,8%, suku batak 71,6%, agama Kristen Protestan 51,1%, pekerjaan pegawai swasta 26,5%, tempat tinggal Kota Medan 58,8%, keluhan hidung tersumbat 63,7%, lokasi rinosinusitis sinus maksila 94,1%, sinus yang terlibat single rinosinusitis 52,0%, riwayat penyakit rinitis alergi 71,4%, penatalaksanaan medis operasi 79,4%, lama rawatan rata-rata 4,79 hari dan, keadaan sewaktu pulang sembuh 47,1%. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan sinus yang terlibat (p = 0,938). Ada perbedaan yang bermakna antara sinus yang terlibat berdasarkan penatalaksanaan medis (p = 0,007). Ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata – rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p= 0,002).

Diharapkan kepada dokter dan perawat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan agar memberikan pemahaman kepada penderita dan keluarga penderita tentang penatalaksanaan rinosinusitis kronik agar dapat mengurangi jumlah penderita yang pulang atas permintaan sendiri dan diharapkan untuk melengkapi pencatatan lama keluhan pada kartu status.

(5)

ABSTRACT

Rhinosinusitis is an inflammation in mucosa of the nose and paranasal sinus. Acute rhinosinusitis was not handled properly may progress to chronic rhinosinusitis. Chronic rhinosinusitis can be dangerous because it can may cause complication in the orbital and intracranial. Data from RI Health Departement in 2003, nose and sinus disease was the 25th ranking of 50 major disease.

To know the characteristic of chronic rhinosinusitis inpatient at Santa Elisabeth Hospital Medan in 2006-2010 is used descriptive research with case series design. The population were 125 data of chronic rhinosinusitis inpatient. The sample were patient data that had been done a CT Scan which amounted to 102 (purposive sampling). Data were analyzed using Chi-square and Anova.

Based on 2006-2010 data, the visitation of chronic rhinosinusitis inpatient showed increase according to equation y = 2,5x + 12,9. The highest proportion of patients with chronic rhinosinusitis in the age group 23-31 years 21,6%, male 57.8%, 71,6% Batak, Protestant 51,1%, private employees 26,5%, live in Medan 58,8%, 63,7% nasal congestion, maxillary sinus 94,1%, 52,0% single rhinosinusitis, allergic rhinitis 71,4%, surgery 79,4%, average length of stay 4,79 days, and recovered 47,1%. There was not significant difference between sex based on the involved sinus (p = 0,938). There was significant difference between the involved sinus based on medical treatment (p = 0.007). There was significant difference between average length of stay based on the condition when home (p = 0,002).

Santa Elisabeth Hospital Medan is expected to give an explanation to patients and families on the management of patients with chronic rhinosinusitis in order to reduce the number of patients who go home at the request of its own and to complete the recording of the lengh of complaint on the medical status.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yopa Frisdiana

Tempat/Tanggal Lahir : Rejosari, 10 Juli 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Anak ke : 1 dari 3 bersaudara

Alamat Rumah : Desa Rejosari RT 03 RW 01, Kec. Pamenang Kab. Merangin, Propinsi Jambi

Riwayat Pendidikan :

1. 1995 – 2001 : SD Negeri 101 Rejosari 2. 2001 – 2004 : SMP Negeri 3 Bangko 3. 2004 – 2007 : SMA Titian Teras Jambi

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku ketua Departemen Epidemiologi FKM USU dan selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk dan bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk dan bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

(8)

5. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu dr. Linda T. Maas, MPH selaku dosen pembimbing akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

7. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Kepala bagian Rekam Medik Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan dan seluruh pegawai yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.

9. Orang tua ku tercinta ayahanda Usman A dan ibunda Sri Sutarti yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis.

10. Adik-adik ku tersayang Arga Tama dan Ridho Santosa yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis.

11. Sahabat-sahabatku tercinta serta rekan-rekan di peminatan epidemiologi stambuk 2007, terima kasih atas kebersamaan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Medan, Juni 2011 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Sinus Paranasal ... 8

2.7. Epidemiologi Rinosinusitis Kronik ... 13

2.7.1. Distribusi Rinosinusitis Kronik ... 13

2.7.2. Determinan Rinosinusitis Kronik ... 15

2.8. Pencegahan ... 19

2.8.1. Pencegahan Primer ... 19

2.8.2. Pencegahan Sekunder ... 19

2.8.3. Pencegahan Tersier ... 22

2.9. Komplikasi ... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep ... 23

3.2. Defenisi Operasional ... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 28

(10)

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 30

5.1.1. Profil Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 30

5.1.2. Visi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 30

5.1.3. Misi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan ... 30

5.1.4. Pelayanan Medis ... 30

5.10. Penatalaksanaan Medis ... 38

5.11. Lama Rawatan Rata-rata ... 38

5.12. Keadaan Sewaktu Pulang ... 39

5.13. Analisa Statistik ... 39

5.13.1. Umur Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 39

5.13.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 40

5.13.3. Riwayat Penyakit Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 41

5.13.4. Komplikasi Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 42

5.13.5. Sinus yang Terlibat Berdasarkan Penatalaksanaan Medis 42 5.13.6. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 43

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Kecenderungan Penderita Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Tahun 44 6.2. Sosiodemografi Penderita Rinosinusitis Kronik ... 45

(11)

6.5. Sinus yang Terlibat ... 54

6.6. Riwayat Penyakit ... 55

6.7. Komplikasi ... 57

6.8. Penatalaksanaan Medis ... 57

6.9. Lama Rawatan Rata-rata ... 58

6.10. Keadaan Sewaktu Pulang ... 60

6.11. Analisa Statistik ... 61

6.11.1. Umur Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 61

6.11.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 62

6.11.3. Riwayat Penyakit Berdasarkan Sinus yang Terlibat ... 63

6.11.4. Sinus yang Terlibat Berdasarkan Penatalaksanaan Medis 64 6.11.5. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 65

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 68

7.2. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

 

   

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Data Tahun 2006-2010…. 31 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……… 32 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Sosiodemografi (Suku, Agama, Pekerjaan, dan Tempat Tinggal) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010… 33 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Keluhan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………. 34 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Lokasi Rinosinusitis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 35 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………..……… 36 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Status Riwayat Penyakit di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 36 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Riwayat Penyakit di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 37 Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 38 Tabel 5.10. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Rinosinusitis Kronik di Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….…… 38 Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

(13)

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Umur Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 40 Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat

Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010……….. 40 Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Riwayat Penyakit Sebelumnya Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………..……….. 41 Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Sinus yang Terlibat Berdasarkan Penatalaksanaan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Sinus Paranasal……….. 9 Gambar 6.1. Diagram Garis Kecenderungan Kunjungan Penderita Rinosinusitis

Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Data Tahun 2006-2010... 44 Gambar 6.2. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Umur dan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 45 Gambar 6.3. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Suku di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 48 Gambar 6.4. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Agama di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 49 Gambar 6.5. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Pekerjaan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 50 Gambar 6.6. Diagram Pie Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Tempat Tinggal di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 51 Gambar 6.7. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Keluhan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 52 Gambar 6.8. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Lokasi Rinosinusitis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 53 Gambar 6.9. Diagram Pie Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 54 Gambar 6.10. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

(15)

Gambar 6.11. Diagram Pie Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 58 Gambar 6.12. Diagram Pie Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010... 60 Gambar 6.13. Diagram Bar Umur Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………. 61 Gambar 6.14. Diagram Bar Jenis Kelamin Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………. 62 Gambar 6.15. Diagram Bar Riwayat Penyakit Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat

Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………. 63 Gambar 6.16. Diagram Bar Sinus yang Terlibat Penderita Rinosinusitis Kronik

Rawat Inap Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010………. 64 Gambar 6.17. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu

(16)

ABSTRAK

Rinosinusitis adalah suatu peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis akut yang tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi rinosinusitis kronik. Rinosinusitis kronik dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial. Data Depkes RI tahun 2003 penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama.

Untuk mengetahui karakteristik penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010 dilakukan penelitian bersifat deskriptif dengan desain case series. Populasi adalah seluruh data penderita rinosinusitis kronik rawat inap yang berjumlah 125 orang. Sampel adalah data penderita yang telah melakukan pemeriksaan CT Scan yang berjumlah 102 (purposive sampling). Data dianalisa dengan uji Chi-square dan Anova.

Berdasarkan data tahun 2006-2010, kecenderungan kunjungan penderita rinosinusitis kronik menunjukkan peningkatan dengan persamaan garis y = 2,5x + 12,9. Proporsi penderita rinosinusitis kronik tertinggi pada kelompok umur 23-31 tahun 21,6%, jenis kelamin laki-laki 57,8%, suku batak 71,6%, agama Kristen Protestan 51,1%, pekerjaan pegawai swasta 26,5%, tempat tinggal Kota Medan 58,8%, keluhan hidung tersumbat 63,7%, lokasi rinosinusitis sinus maksila 94,1%, sinus yang terlibat single rinosinusitis 52,0%, riwayat penyakit rinitis alergi 71,4%, penatalaksanaan medis operasi 79,4%, lama rawatan rata-rata 4,79 hari dan, keadaan sewaktu pulang sembuh 47,1%. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan sinus yang terlibat (p = 0,938). Ada perbedaan yang bermakna antara sinus yang terlibat berdasarkan penatalaksanaan medis (p = 0,007). Ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata – rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p= 0,002).

Diharapkan kepada dokter dan perawat Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan agar memberikan pemahaman kepada penderita dan keluarga penderita tentang penatalaksanaan rinosinusitis kronik agar dapat mengurangi jumlah penderita yang pulang atas permintaan sendiri dan diharapkan untuk melengkapi pencatatan lama keluhan pada kartu status.

(17)

ABSTRACT

Rhinosinusitis is an inflammation in mucosa of the nose and paranasal sinus. Acute rhinosinusitis was not handled properly may progress to chronic rhinosinusitis. Chronic rhinosinusitis can be dangerous because it can may cause complication in the orbital and intracranial. Data from RI Health Departement in 2003, nose and sinus disease was the 25th ranking of 50 major disease.

To know the characteristic of chronic rhinosinusitis inpatient at Santa Elisabeth Hospital Medan in 2006-2010 is used descriptive research with case series design. The population were 125 data of chronic rhinosinusitis inpatient. The sample were patient data that had been done a CT Scan which amounted to 102 (purposive sampling). Data were analyzed using Chi-square and Anova.

Based on 2006-2010 data, the visitation of chronic rhinosinusitis inpatient showed increase according to equation y = 2,5x + 12,9. The highest proportion of patients with chronic rhinosinusitis in the age group 23-31 years 21,6%, male 57.8%, 71,6% Batak, Protestant 51,1%, private employees 26,5%, live in Medan 58,8%, 63,7% nasal congestion, maxillary sinus 94,1%, 52,0% single rhinosinusitis, allergic rhinitis 71,4%, surgery 79,4%, average length of stay 4,79 days, and recovered 47,1%. There was not significant difference between sex based on the involved sinus (p = 0,938). There was significant difference between the involved sinus based on medical treatment (p = 0.007). There was significant difference between average length of stay based on the condition when home (p = 0,002).

Santa Elisabeth Hospital Medan is expected to give an explanation to patients and families on the management of patients with chronic rhinosinusitis in order to reduce the number of patients who go home at the request of its own and to complete the recording of the lengh of complaint on the medical status.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.1 Salah satu program untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut yaitu Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA).2

Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (selaput paru).3 Infeksi saluran pernafasan akut yang tidak terobati dapat menjadi serius dan menyebabkan komplikasi seperti otitis media, rinosinusitis, dan faringitis.4

(19)

ketujuh penyakit terbanyak rawat inap dengan jumlah kasus 36.048 orang dan CFR (Case Fatality Rate ) 0,45 %.6

Rinosinusitis adalah suatu peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena yaitu rinosinusitis maksila, rinosinusitis frontal, rinosinusitis etmoid dan rinosinusitis sfenoid.Rinosinusitis akut yang tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi rinosinusitis kronik.7

Rinosinusitis kronis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup akibat gejala lokal seperti sakit kepala, hidung tersumbat, gangguan penciuman, gangguan tidur dan gejala pilek yang persisten sehingga dapat menurunkan produktifitas dan menyebabkan kehilangan hari kerja.8 Rinosinusitis kronik dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial.7 Sebesar 35-65% abses otak timbul akibat penyebaran dari infeksi telinga tengah, rinosinusitis dan mastoidistis.9

(20)

Menurut Australian Institute of Health and Welfare (AIHW) prevalensi rinosinusitis kronik di Australia tahun 2001 yaitu 10,5%, prevalensi pada wanita 12,1% dan laki-laki 8,8%.13 Prevalensi rinosinusitis kronik di Korea Selatan tahun 2008 yaitu 7,12 %.14 Prevalensi rinosinusitis kronik di Taiwan tahun 2002 pada laki-laki yaitu 6,3% dan wanita 5,2%.15

Penelitian Eziyi et. al (Januari 2003 – Desember 2007) di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Obafemi Awolowo Nigeria menemukan 78 (60%) kasus rinosinusitis kronik dari 130 pasien yang menderita penyakit hidung dan sinus paranasal, dimana 40 (51,3%) kasus diantaranya mengenai sinus maksila.16 Penelitian Ehsanipour et. al (Maret 2000 - Februari 2004) di Rumah Sakit Hazrat Rasool Akram Iran menemukan 17 (22,9%) kasus rinosinusitis dari 74 pasien dengan infeksi intrakranial dan orbital.17

Angka kejadian rinosinusitis di Indonesia belum diketahui secara pasti tetapi diperkirakan cukup tinggi karena masih tingginya kejadian infeksi saluran napas akut, yang merupakan salah satu penyebab terjadinya rinosinusitis.7 Menurut data Depkes tahun 2003 penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.10

(21)

Proporsi penderita rinosinusitis maksila kronik di Klinik THT RSUP dr. Kariadi Semarang tahun 1998 adalah 2,15% dan tahun 2000 sebesar 10,2%.18 Proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makasar tahun 2003-2007 yaitu 41,5% (459 kasus) dari 1092 kasus rinologi rawat inap.19 Penelitian Setiadi tahun 2009, jumlah penderita rinosinusitis kronik rawat inap di RSUP dr. Kariadi Semarang adalah 41 penderita.20

Penelitian Muslim tahun 2006 di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan 40 penderita rinosinusitis kronik dengan kelompok umur terbanyak yaitu 25-34 tahun 16 orang (40%) dan terdiri dari 21 perempuan (52,5%) dan 19 laki-laki (47,5%).21 Penelitian Syahrizal tahun 2009 di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan 24 penderita rinosinusitis kronik.22

Berdasarkan hasil survei awal di yang dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010 tercacat 125 penderita rinosinusitis kronik yang dirawat inap dengan rincian tahun 2006 sebanyak 19 orang, tahun 2007 sebanyak 17 orang, tahun 2008 sebanyak 33 orang, tahun 2009 sebanyak 22 orang dan tahun 2010 sebanyak 34 orang.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010.

1.2. Perumusan Masalah

(22)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kecenderungan (trend) kunjungan penderita rinosinusitis kronik rawat inap berdasarkan data tahun 2006-2010.

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, dan tempat tinggal.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan keluhan.

d. Untuk mengetahui lama keluhan rata-rata penderita rinosinusitis kronik. e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik

berdasarkan lokasi rinosinusitis.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan sinus yang terlibat.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan riwayat penyakit.

(23)

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan penatalaksanaan medis.

j. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita rinosinusitis kronik k. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik

berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur penderita rinosinusitis kronik berdasarkan sinus yang terlibat.

m. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin penderita rinosinusitis kronik berdasarkan sinus yang terlibat.

n. Untuk mengetahui perbedaan proporsi riwayat penyakit berdasarkan sinus yang terlibat.

o. Untuk mengetahui perbedaan proporsi komplikasi berdasarkan sinus yang terlibat.

p. Untuk mengetahui perbedaan proporsi sinus yang terlibat berdasarkan penatalaksanaan medis.

(24)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tentang karakteristik penderita rinosinusitis kronik rawat inap sehingga dapat mendukung upaya perawatan dan pengobatan penderita rinosinusitis kronik.

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Sinus Paranasal

Sinus atau lebih dikenal dengan sinus paranasal merupakan rongga di dalam tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala.7 Sinus paranasal terdiri dari empat pasang sinus yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri.23 Sinus paranasal berfungsi sebagai pengatur kondisi udara, penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara, dan membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.7

Secara embriologik sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Semua rongga sinus dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari mukosa hidung, berisi udara dan semua sinus mempunyai muara (ostium) di dalam rongga hidung.7

Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anterior dan posterior. Kelompok anterior terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sfenoid.24

(26)
(27)

frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.7 Volume sinus ini sekitar 6–7 ml (28 x 24 x 20 mm).25

Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.7

2.2.3. Sinus Etmoid

Sinus etmoid merupakan struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru dilahirkan. Pada saat janin yang berkembang pertama adalah sel anterior diikuti oleh sel posterior. Sel tumbuh secara berangsur-angsur sampai umur 12 tahun. Gabungan sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (33 x 27 x 14 mm). Bentuk sinus etmoid seperti piramid dan dibagi menjadi multipel sel oleh sekat yang tipis.25

Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal yang berhubungan dengan sinus frontal. Di dalam etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan rinosinusitis frontal dan peradangan di infindibulum dapat menyebabkan rinosinusitis maksila.7

2.2.4. Sinus Sfenoid

(28)

Sinus mencapai ukuran penuh pada usia 18 tahun dengan volume sekitar 7,5 ml (23 x 20 x 17 mm).25

Sebelah superior sinus sfenoid berbatasan dengan fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferior dengan atap nasofaring, sebelah lateral dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna dan sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa posterior di daerah pons.7

2.3. Defenisi Rinosinusitis Kronik

Rinosinusitis kronik adalah suatu peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang terjadi lebih dari 12 minggu.27 Kriteria rinosinusitis kronik menurut International Conference on Sinus Disease 1993 yaitu lama gejala > 12 minggu, jumlah episode serangan akut > 4 kali/tahun dan > 6 kali/tahun (pada anak), serta reversibilitas mukosa tidak dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa.10

Rinosinusitis kronik diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena yaitu rinosinusitis maksila, rinosinusitis frontal, rinosinusitis etmoid dan rinosinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis.7

2.4. Etiologi

(29)

Peptostreptococcus, Fusobacterium dan Basil gram (-). Selain bakteri, rinosinusitis juga dapat disebabkan oleh virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan Adenovirus) dan jamur (Aspergillus dan Candida).27

Rinosinusitis kronik umumnya merupakan lanjutan dari rinosinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Bakteri yang paling umum menjadi penyebab rinosinusitis akut dan rinosinusitis kronik adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilusinfluenza, dan Moraxella catarrhalis.7

2.5. Patofisiologi

Pada dasarnya patofisiologi rinosinusitis kronik terkait dua faktor yaitu patensi ostium dan klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks ostiomeatal. Gangguan salah satu faktor atau kombinasi faktor-faktor tersebut merubah fisiologi sinus dan menimbulkan rinosinusitis. Kegagalan transport mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama berkembangnya rinosinusitis kronik.28

Rinosinusitis kronik berawal dari adanya sumbatan akibat oedem hasil proses radang di daerah kompleks ostiomeatal. Sumbatan di daerah kompleks ostiomeatal menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi sinus sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi oleh mukosa sinus menjadi lebih kental.7

(30)

merusak silia sehingga terjadi hipertrofi mukosa dan memperberat sumbatan di kompleks ostiomeatal yang selanjutnya dapat menyebabkan polip atau kista.29

2.6. Gejala Klinis

Menurut The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-HNS) 1997, gejala rinosinusitis kronik dapat dibagi menjadi gejala mayor dan gejala minor. Gejala mayor yaitu obstruksi hidung/hidung tersumbat, sekret hidung purulen, nyeri/rasa tertekan pada wajah, gangguan penciuman (hyposmia/anosmia), dan iribilitas/rewel (pada anak). Gejala minor yaitu sakit kepala, sakit gigi, batuk, nyeri/rasa penuh ditelinga, demam dan halitosis/bau mulut.10

2.7. Epidemiologi Rinosinusitis Kronik 2.7.1. Distribusi Rinosinusitis Kronik

a. Distribusi Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Orang

Penelitian Hedayati et al tahun 2010 di Rumah Sakit Boo Ali Iran, proporsi penderita rinosinusitis kronik tertinggi yaitu pada kelompok umur 20-29 tahun 42% (21 orang). Penderita terdiri dari 26 laki-laki (52%) dan 24 perempuan (48%), dimana keluhan terbanyak yaitu hidung tersumbat 48 orang (96%).30

(31)

hasil kultur jamur positif. Penderita terdiri dari 6 laki-laki (40,1%) dan 9 perempuan (59,9%).31

Penelitian Darmawan dkk tahun 2005, jumlah penderita rinosinusitis pada anak di RSCM Jakarta tahun 1998-2004 adalah 163 orang, terdiri dari 90 lelaki (55,2%) dan 73 perempuan (44,8%). Kelompok umur terbanyak yaitu >6 tahun 113 orang (69,3%) dan manifestasi klinis terbanyak adalah batuk 152 orang (93,3%). Asma ditemukan pada 84 orang (51,5%) dan rinitis alergi 44 orang (27%).32

b. Distribusi Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Tempat dan Waktu

Rinosinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di Amerika. Menurut National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS), sekitar 14 % penderita dewasa mengalami rinosinusitis yang bersifat episode per tahunnya.27 Prevalensi rinosinusitis kronik di Kanada tahun 1997 pada perempuan yaitu 5,7% dan laki-laki 3,4%. Prevalensi rinosinusitis kronik di Scotlandia Utara dan Karibia Selatan tahun 1999 yaitu 9,6% dan 9,3%.33

Penelitian Staikuniene et al (2000-2005) di Lithuania, dari 121 penderita rinosinusitis kronik didapatkan 84 orang (69,4%) menderita polip hidung dan 48 orang (39,6%) menderita asma.34 Penelitian See Goh et al (April 2001 – Agustus 2002) di Malaysia didapatkan 30 penderita rinosinusitis kronik dimana 8 orang (26,7%) disebabkan oleh infeksi jamur.35

(32)

2.7.2. Determinan Rinosinusitis Kronik a. Faktor Host

a.1. Umur, Jenis Kelamin dan Ras

Rinosinusitis kronik merupakan penyakit yang dapat mengenai semua kelompok umur, semua jenis kelamin dan semua ras.10 Hasil penelitian Sogebi et al (2002-2006) di Sagamu Nigeria didapatkan 110 penderita rinosinusitis kronik dengan distribusi umur yaitu < 18 tahun 21 orang (19,1%) dan ≥ 18 tahun 89 orang (80,9%). Penderita terdiri dari 54 laki-laki (49,09%) dan 56 perempuan (50,91%), dimana lokasi rinosinusitis terbanyak yaitu sinus maksila 55 (70,51%).36

a.2. Riwayat Rinosinusitis Akut

Rinosinusitis akut biasanya didahului oleh adanya infeksi saluran pernafasan atas seperti batuk dan influenza. Infeksi saluran pernafasan atas dapat menyebabkan edema pada mukosa hidung, hipersekresi dan penurunan aktivitas mukosiliar.27 Rinosinusitis akut yang tidak diobati secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan mengeluarkan sekret sinus dan menciptakan predisposisi infeksi.28

a.3. Infeksi Gigi

(33)

Penelitian Farhat tahun 2004 di RSUP H. Adam Malik Medan, penyakit gigi yang terbanyak menyebabkan rinosinusitis maksila adalah abses apikal (71,43%), diikuti oleh periodontitis (34,29%), gingivitis (20%), fistula oroantal (8,75%), kista dentigerous (2,86%) dan granuloma periapikal (2,86%).38

Penelitian Primartono tahun 2003 di Semarang dengan menggunakan desain Cross Sectional, hasil analisis statistik menunjukkan infeksi gigi berhubungan secara bermakna dengan kejadian rinosinusitis maksila kronik (p=0,000) dan diperoleh nilai RP=12,36 (CI 95%=3,75-40,75).18

a.4. Rinitis Alergi

Alergi merupakan suatu penyimpangan reaksi tubuh terhadap paparan bahan asing yang menimbulkan gejala pada orang yang berbakat atopi sedangkan pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apapun.39 Rinitis alergi adalah suatu penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell & Comb) yang diperantarai oleh IgE dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran utama. Gejalanya berupa hidung beringus, bersin-bersin, hidung tersumbat dan gatal.40

Peranan alergi pada rinosinusitis kronik adalah akibat reaksi anti gen anti bodi menimbulkan pembengkakan mukosa sinus dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat ostium sinus dan mengganggu drainase sehingga menyebabkan timbulnya infeksi, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan. Kejadian yang berulang terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronis.39

(34)

bermakna dengan kejadian rinosinusitis maksila kronik (p=0,003) dan diperoleh nilai OR=3,95 (CI 95%=1,55-10,11).41

a.5. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik. Hal ini disebabkan penderita diabetes mellitus berada dalam kondisi immunocompromised atau turunnya sistem kekebalan tubuh sehingga lebih rentan terkena penyakit infeksi seperti rinosinusitis.27 Hasil penelitian Primartono tahun 2003 di Semarang, dari 31 penderita rinosinusitis maksila kronik didapatkan 3 orang (9,7%) dengan diabetes mellitus.18

a.6. Asma

Asma merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik. Sebesar 25-30 % penderita asma dapat berkembang menjadi polip hidung sehingga mengganggu aliran mukus.26 Hasil penelitian Seybt et al tahun 2003 di Georgia, dari 145 penderita rinosinusitis kronik didapatkan 34 orang (23,4%) menderita asma.42 a.7. Kelainan anatomi hidung

Kelainan anatomi seperti septum deviasi, bula etmoid yang membesar, hipertrofi atau paradoksal konka media dan konka bulosa dapat mempengaruhi aliran ostium sinus, menyebabkan penyempitan pada kompleks osteomeatal dan menggangu clearance mukosilia sehingga memungkinkan terjadinya rinosinusitis.33

(35)

kasus (17,3), polip pada metus media dan hiatus seminularis 7 kasus (12 %) serta septum deviasi 4 kasus (6,9 %).43

Penelitian Primartono tahun 2003 di Semarang dengan menggunakan desain Cross Sectional, hasil analisis statistik menunjukkan deviasi septum berhubungan secara bermakna dengan kejadian rinosinusitis maksila kronik (p=0,019) dan diperoleh nilai RP=4,90 (CI 95%=1,19-20,11).18

a.8. Kelainan kongenital

Kelainan kongenital seperti sindroma kartagener dan fibrosis kistik dapat mengganggu transport mukosiliar (sistem pembersih). Sindrom kartagener atau sindrom silia immortal merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik, dimana terjadi kekurangan/ketiadaan lengan dynein sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada koordinasi gerakan silia dan disorientasi arah dari denyut silia. Gangguan pada transport mukosiliar dan frekuensi denyut silia menyebabkan infeksi kronis yang berulang sehingga terjadi bronkiektasis dan rinosinusitis.

Pada fibrosis kistik terjadi perubahan sekresi kelenjar yang menghasilkan mukus yang kental sehingga menyulitkan pembersihan sekret. Hal ini menimbulkan stase mukus yang selanjutnya akan terjadi kolonisasi kuman dan timbul infeksi.44 b. Faktor Agent

Rinosinusitis kronik dapat disebabkan oleh beberapa bakteri patogen seperti Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Moraxella catarrhalis,

Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacteroides, Peptostreptococcus,

(36)

oleh virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan Adenovirus) dan jamur (Aspergillus dan Candida).27

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang memengaruhi terjadinya rinosinusitis kronik yaitu polusi udara dan udara dingin. Paparan dari polusi udara dapat mengiritasi saluran hidung, menyebabkan perubahan mukosa dan memperlambat gerakan silia. Apabila berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronik. Udara dingin akan memperparah infeksi karena menyebabkan mukosa sinus membengkak. Hal ini membuat jalannya mukus terhambat dan terjebak di dalam sinus, yang kemudian menyebabkan bakteri berkembang di daerah tersebut.29

2.8. Pencegahan

2.8.1. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit.45 Upaya yang dapat dilakukan yaitu memberikan imunisasi lengkap kepada bayi, meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi, dan meminimalkan kontak dengan orang yang sedang mengalami influenza atau penyakit saluran pernafasan lainnya untuk menghindari penularan.46

2.8.2. Pencegahan Sekunder

(37)

a. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.7 Anamnesis yaitu riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor.10 Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan dengan rinoskopi anterior dan posterior serta pemeriksaan nasoendoskopi. Tanda khas ialah adanya pus di meatus media (pada rinosinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau meatus superior (pada rinosinusitis etmoid posterior dan sfenoid).7

Beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis diantaranya adalah foto polos, CT Scan (Computed Tomography Scanning), sinuskopi, pemeriksaan mikrobiologi, tes resistensi, tomografi komputer dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Foto polos umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Jika terjadi kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.

Penegakaan diagnosis rinosinusitis dapat dilakukan lebih sempurna dengan menggunakan alat CT Scan karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus serta adanya penyakit pada hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena harganya mahal, CT Scan hanya digunakan sebagai penunjang diagnosis rinosinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.

(38)

dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior untuk melihat kondisi sinus maksila dan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Pemeriksaan tomografi komputer dan MRI hanya dilakukan jika ada kecurigaan kompilkasi orbita dan intrakranial.

b. Pengobatan

Pengobatan pada rinosinusitis kronik pada prinsipnya adalah memperbaiki drainase dan menormalkan kembali atau membuang lapisan mukosa yang telah mengalami kerusakan. Pengobatan pada rinosinusitis kronik terbagi 2 yaitu :

b.1. Penggunaan obat

Obat yang digunakan meliputi obat anti alergi dan dekongestan, obat mukolitik untuk mengencerkan sekret, obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri, dan obat antibiotik. Antibiotik yang diberikan biasanya adalah golongan pinisilin seperti amoksilin, diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.7 b.2. Operasi

(39)

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) merupakan operasi terkini untuk rinosinusitis kronik yang memerlukan operasi. Prinsipnya ialah membuka sumbatan di daerah kompleks osteomeatal dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.7

2.8.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi.45 Upaya yang dapat dilakukan antara lain : makan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh untuk mempercepat penyembuhan pasca operasi dan pengobatan dengan antibiotik.46

2.9. Komplikasi

Kompikasi yang terjadi pada rinosinusitis kronik yaitu berupa komplikasi orbita dan intrakranial. Komplikasi orbita biasanya disebabkan oleh rinosinusitis etmoid, frontal dan maksila. Hal ini dikarenakan letak sinus yang berdekatan dengan mata (orbita) sehingga infeksi pada sinus dapat menyebar ke mata melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang timbul yaitu berupa edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, dan abses orbita.

(40)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Defenisi Operasional

3.2.1. Penderita rinosinusitis kronik adalah seseorang yang dinyatakan menderita rinosinusitis kronik berdasarkan hasil diagnosis dokter seperti yang tercatat pada kartu status dan dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik 1. Trend Kunjungan

2. Sosiodemografi Umur

Jenis Kelamin Suku

Agama Pekerjaan Tempat Tinggal 3. Keluhan

4. Lama Keluhan Rata-rata 5. Lokasi Rinosinusitis 6. Sinus yang Terlibat 7. Riwayat Penyakit 8. Komplikasi

(41)

3.2.2. Umur adalah usia penderita rinosinusitis kronik yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan berdasarkan rumus Sturges :

1. 5-13 tahun 2. 14-22 tahun 3. 23-31 tahun 4. 32-40 tahun 5. 41-49 tahun 6. 50-58 tahun 7. 59-67 tahun 8. 68-76 tahun

Untuk analisa statistik dikategorikan menjadi : 47 1. < 18 tahun

2. ≥ 18 tahun

3.2.3. Jenis kelamin adalah ciri khas organ reproduksi yang dimiliki oleh penderita rinosinusitis kronik yang tercacat pada kartu status dan dikategorikan menjadi:

1. Laki-laki

2. Perempuan

3.2.4. Suku adalah ras atau etnik penderita rinosinusitis kronik yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Batak

2. Jawa

3. Minang

4. Melayu

5. Lain-lain

3.2.5. Agama adalah keyakinan yang dianut oleh penderita rinosinusitis kronik yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik

4. Hindu

(42)

3.2.6. Pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan oleh penderita rinosinusitis kronik yang tercacat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Pelajar/Mahasiswa 2. PNS/TNI/POLRI 3. Pegawai Swasta

4. Pensiunan PNS/TNI/POLRI 5. Wiraswasta

6. Ibu Rumah Tangga 7. Tidak Bekerja

3.2.7. Tempat tinggal adalah keterangan tempat dimana penderita rinosinusitis kronik tinggal yang tercacat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Kota Medan 2. Luar Kota Medan

3.2.8. Keluhan adalah gejala yang dirasakan penderita rinosinusitis kronik saat datang berobat ke rumah sakit seperti yang tercacat pada kartu status dan dikategorikan menjadi : 10

1. Hidung tersumbat 2. Sekret hidung purulen 3. Nyeri pada wajah

4. Gangguan penciuman 5. Sakit kepala

6. Sakit gigi

7. Nyeri telinga 8. Batuk

9. Demam 10. Bau Mulut

(43)

3.2.10. Lokasi rinosinusitis adalah sinus yang mengalami peradangan pada penderita rinosinusitis kronik yang tercacat pada kartu status berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan dan dikategorikan menjadi :7,36

1. Sinus Maksila 2. Sinus Etmoid 3. Sinus Sfenoid 4. Sinus Frontal

3.2.11. Sinus yang terlibat adalah jumlah sinus yang mengalami peradangan pada penderita rinosinusitis kronik yang tercatat pada kartu status berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan dan dikategorikan menjadi : 7,36

1.Single rinosinusitis (hanya satu sinus yang terdeteksi mengalami peradangan)

2.Multisinusitis (lebih dari satu sinus yang terdeteksi mengalami peradangan) 3.Pansinusitis (semua sinus terdeteksi mengalami peradangan)

3.2.12. Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah diderita oleh penderita rinosinusitis kronik sebelum terdiagnosa menderita rinosinusitis kronik sesuai yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi : 26,27,37,39

1. Rinitis alergi 2. Infeksi gigi

3. Asma

4. Diabetes mellitus

Untuk analisa statistik dikategorikan menjadi : 1. Ada

(44)

3.2.13. Komplikasi adalah penyakit yang baru timbul kemudian sebagai tambahan atau kelanjutan dari penyakit rinosinusitis kronik sesuai yang tercatat pada kartu status berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan dan dikategorikan menjadi : 7

1. Kelainan orbita

2. Kelainan intrakranial 3. Osteomilitis

3.2.14. Penatalaksanaan medis adalah penanganan yang dilakukan tim medis kepada penderita rinosinusitis kronik dalam rangka penyembuhan sesuai yang tercatat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Operasi

2. Non-operasi

3.2.15. Lama rawatan rata-rata adalah rata-rata lamanya penderita rinosinusitis kronik yang dirawat inap di rumah sakit dimulai pada hari pertama masuk sampai hari terakhir perawatan menurut catatan pada kartu status.

3.2.16. Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi penderita rinosinusitis kronik ketika pulang dari rumah sakit yang tercacat pada kartu status dan dikategorikan menjadi :

1. Sembuh

2. Pulang Berobat Jalan (PBJ)

(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah bersifat deskriptif dengan desain case series.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan tersedianya data rekam medik penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari - Juni tahun 2011

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh data penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 yang berjumlah 125 orang. 4.3.2. Sampel

(46)

jumlah penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 sebanyak 102 orang .

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang tercacat pada kartu status penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dan dicatat sesuai dengan variabel yang diteliti.

4.5. Analisa Data

(47)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1. Profil Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan terletak di jalan H. Misbah No. 7 Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit milik Kongregasi Suster Fransisikanes Santa Elisabeth Medan.

5.1.2. Visi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Menjadikan Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan mampu berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi atas dasar cinta kasih dan persaudaraan sejati dalam era globalisasi.

5.1.3. Misi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Meningkatkan derajat kesehatan melalui sumber daya manusia yang professional, sarana, dan prasarana yang memadai dengan tetap memperhatikan masyarakat lemah.

5.1.4. Pelayanan Medis

Rumah sakit ini dilengkapi berbagai prasarana yang terdiri dari kamar bersalin, kamar operasi, Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat (UGD), klinik umum, klinik spesialis, klinik gigi, fisioterapi, hemodialisa, radiologi, endoskopi, ERCP dan klinik thrombosis/apheresis.

(48)

penyakit yang berkaitan dengan penyakit urologi, saraf, THT, jantung, paru, anak, onkologi, mata, gigi, bedah umum/khusus, dan kebidanan/kandungan.

5.1.5. Penunjang Umum

Penunjang umum yang terdapat di rumah sakit ini terdiri dari administrasi, jaringan komputer, telepon, sumber air, sumber listrik, pengelolaan air limbah, instalasi gizi dan dapur umum, Central Steril Supply Departement (CSSD), teknik pemeliharaan, kendaraan, dan fasilitas umum lainnya.48

5.2. Tahun dan Kecenderungan

  Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan berdasarkan data tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Data Tahun 2006-2010

No Tahun f %

1. 2006 17 16,7

2. 2007 14 13,7

3. 2008 26 25,5

4. 2009 17 16,7

5. 2010 28 27,4

Total 102 100,0

(49)

Dari tahun 2006-2010 kecenderungan frekuensi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan menunjukkan peningkatan dengan persamaan garis y = 2,5x + 12,9. Frekuensi penderita rinosinusitis kronik dari tahun 2006-2010 meningkat sebanyak 28-14 = 14 kasus dengan simpel rasio peningkatan

28

14= 2 kali dan persentase peningkatan sebesar 28 -14

28 x 100% = 50%.

5.3. Sosiodemografi

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan sosiodemografi yaitu umur dan jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, dan tempat tinggal dapat dilihat pada tabel 5.2. dan 5.3.

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No Umur

(50)

proporsi laki-laki 12,7% dan perempuan 8,8%, dan terendah pada kelompok umur 68-76 tahun 0,9% dengan proporsi laki-laki 0,9% dan perempuan 0,0%. Berdasarkan jenis kelamin proporsi pada laki-laki 57,8% dan perempuan 42,2% dengan sex ratio 1,4:1.

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi (Suku, Agama, Pekerjaan dan Tempat Tinggal ) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Sosiodemografi f %

Ibu Rumah Tangga Tidak Bekerja Luar Kota Medan

60 42

58,8 41,2

Total 102 100,0

(51)

serta terdapat 6,9% lain-lain yang terdiri dari suku Nias, Aceh, Sikh dan Tionghoa. Proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan agama tertinggi adalah Kristen Protestan 51,1% dan terendah adalah Hindu dan Budha masing-masing 0,9%.

Proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan pekerjaan tertinggi adalah pegawai swasta 26,5% dan terendah tidak bekerja 0,9%. Proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan tempat tinggal tertinggi adalah Kota Medan 58,8% dan terendah luar Kota Medan 41,2%.

5.4. Keluhan

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan keluhan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Keluhan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Keluhan (N=102) f %

1. Hidung tersumbat 65 63,7

2. Sekret hidung purulen 27 26,5

3. Nyeri pada wajah 27 26,5

4. Gangguan penciuman 3 2,9

5. Sakit kepala 61 59,8

6. Sakit gigi 1 0,9

7. Nyeri telinga 1 0,9

8. Batuk 2 1,9

9. Demam 14 13,7

(52)

Dari tabel 5.4. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan keluhan tertinggi adalah hidung tersumbat 63,7% dan terendah sakit gigi, nyeri telinga dan bau mulut masing-masing 0,9%.

5.5. Lama Keluhan Rata-rata

  Lama keluhan rata – rata penderita rinosinusitis kronik tidak dapat dilihat

karena tidak tersedianya data pada kartu status.

5.6. Lokasi Rinosinusitis

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan lokasi rinosinusitis dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Lokasi Rinosinusitis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Lokasi Rinosinusitis (N=102) f %

1. Sinus Maksila 96 94,1

2. Sinus Etmoid 43 42,2

3. Sinus Sfenoid 23 22,5

4. Sinus Frontal 26 25,5

(53)

5.7. Sinus yang Terlibat

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan sinus yang terlibat dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No Sinus yang Terlibat f %

1. Single Rinosinusitis 53 52,0

2. Multisinusitis 40 39,2

3. Pansinusitis 9 8,8

Total 102 100,0

Dari tabel 5.6. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan sinus yang terlibat tertinggi adalah single rinosinusitis 52,0% dan terendah pansinusitis 8,8%.

5.8. Riwayat Penyakit

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan status riwayat penyakit dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Status Riwayat Penyakit di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No Status Riwayat Penyakit f %

1. Ada 7 6,9

2. Tidak Ada 95 93,1

(54)

Dari tabel 5.7. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik yang tidak ada riwayat penyakit 93,1% dan yang ada riwayat penyakit 6.9%. Dari 102 orang penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 terdapat 7 orang yang memiliki riwayat penyakit. Adapun riwayat penyakit penderita rinosinusitis kronik dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap

Berdasarkan Riwayat Penyakit di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No Riwayat Penyakit (N=7 ) f %

1. Rinitis Alergi 5 71,4

2. Infeksi Gigi 2 28,6

3. Diabetes Mellitus 1 14,3

Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan riwayat penyakit tertinggi adalah rinitis alergi 71,4% dan terendah diabetes mellitus 14,3% serta tidak ditemukan adanya riwayat penyakit asma. Dari 7 orang yang memiliki riwayat penyakit, terdapat 1 orang yang memiliki 2 riwayat penyakit yaitu diabetes mellitus dan infeksi gigi.

5.9. Komplikasi

(55)

5.10. Penatalaksanaan Medis

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan penatalaksanaan medis dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No Penatalaksanaan Medis f %

1. Operasi 81 79,4

2. Non-operasi 21 20,6

Total 102 100,0

Dari tabel 5.9. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan penatalaksanaan medis tertinggi adalah operasi 79,4% dan terendah non-operasi 20,6%.

5.11. Lama Rawatan Rata-rata

Lama rawatan rata-rata penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 5.10. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Rinosinusitis Kronik di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010 Lama Rawatan Rata-rata (hari) Mean

SD (Standar Deviasi) 95% Confidence Interval Minimum

Maksimum

4,79 2,766 4,25 - 5,34

(56)

Dari tabel 5.10. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita rinosinusitis kronik adalah 4,79 hari atau 5 hari. SD (Standar Deviasi) 2,766 hari dengan lama rawatan minimum 1 hari dan lama rawatan maksimum 16 hari.

5.12. Keadaan Sewaktu Pulang

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 berdasarkan keadaan sewaktu pulang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No Keadaan Sewaktu Pulang f %

1. Sembuh 48 47,1

2. Pulang Berobat Jalan (PBJ) 41 40,2

3. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 12 11,8

4. Meninggal 1 0,9

Total 102 100,0

Dari tabel 5.11. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah sembuh 47,1% dan terendah meninggal 0,9%.

5.13. Analisa Statistik

5.13.1. Umur Berdasarkan Sinus yang Terlibat

(57)

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Umur Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Sinus yang Terlibat

Dari tabel 5.12. dapat dilihat dari 53 penderita single rinosinusitis, proporsi umur tertinggi adalah ≥ 18 tahun 90,6%. Dari 40 penderita multisinusitis, proporsi umur tertinggi adalah ≥ 18 tahun 92,5%. Dari 9 penderita pansinusitis, proporsi umur tertinggi adalah ≥ 18 tahun 88,9%.

Analisa statistik dengan uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 3 sel (50,0%) expected count < 5.

5.13.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sinus yang Terlibat

Distribusi proporsi jenis kelamin penderita rinosinusitis kronik rawat inap berdasarkan sinus yang terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Sinus yang Terlibat

Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

f % f % f %

1. SingleRinosinusitis 30 56,6 23 43,4 53 100,0

2. Multisinusitis 24 60,0 16 40,0 40 100,0

3. Pansinusitis 5 55,6 4 44,4 9 100,0

(58)

Dari tabel 5.13. dapat dilihat dari 53 penderita single rinosinusitis, proporsi jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki 56,6%. Dari 40 penderita multisinusitis, proporsi jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki 60,0%. Dari 9 penderita pansinusitis, proporsi jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki 55,6%.

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p > 0,05, artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan sinus yang terlibat.

5.13.3. Riwayat Penyakit Berdasarkan Sinus yang Terlibat

Distribusi proporsi riwayat penyakit penderita rinosinusitis kronik rawat inap berdasarkan sinus yang terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Riwayat Penyakit Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sinus yang Terlibat di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Sinus yang Terlibat

Riwayat Penyakit

Total

Ada Tidak Ada

f % f % f %

1. Single Rinosinusitis 3 5,7 50 94,3 53 100,0

2. Multisinusitis 3 7,5 37 92,5 40 100,0

3. Pansinusitis 1 11,1 8 88,9 9 100,0

Dari tabel 5.14. dapat dilihat dari 53 penderita single rinosinusitis, proporsi riwayat penyakit tertinggi adalah tidak ada 94,3%. Dari 40 penderita multisinusitis, proporsi riwayat penyakit tertinggi adalah tidak ada 92,5%. Dari 9 penderita pansinusitis, proporsi riwayat penyakit tertinggi adalah tidak ada 88,9%.

(59)

5.13.4. Komplikasi Berdasarkan Sinus yang Terlibat

Analisa statistik tidak dapat dilakukan karena seluruh penderita tidak ada komplikasi (100,0%).

5.13.5. Sinus yang Terlibat Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Distribusi proporsi sinus yang terlibat penderita rinosinusitis kronik rawat inap berdasarkan penatalaksanaan medis di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Sinus yang Terlibat Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Penatalaksanaan Medis

Sinus yang Terlibat

Total

Single

Rinosinusit is

Multisinusi tis

Pansinusi tis

f % f % f % f %

1. Operasi 47 58,0 30 37,0 4 5,0 81 100,0

2. Non-operasi 6 28,6 10 47,6 5 23,8 21 100,0

x2 = 9,991 df = 2 p = 0,007

Dari tabel 5.15. dapat dilihat dari 81 penderita yang mendapat penatalaksanaan medis operasi, proporsi sinus yang terlibat tertinggi adalah single rinosinusitis 58,0% dan terendah adalah pansinusitis 5,0%. Dari 21 penderita yang mendapat penatalaksanaan medis non-operasi, proporsi sinus yang terlibat tertinggi adalah multisinusitis 47,6% dan terendah adalah pansinusitis adalah 23,8%.

(60)

5.13.6. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.16. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

No. Keadaan Sewaktu Pulang Lama Rawatan Rata-rata (hari)

f Mean SD

1. Sembuh 48 5,31 2,699

2. PBJ 41 4,88 2,786

3. PAPS 12 2,17 1,115

F = 7,054 df = 2 p = 0,001

Dari tabel 5.16. dapat dilihat bahwa dari 48 penderita rinosinusitis kronik yang sembuh memiliki lama rawatan rata – rata 5,31 hari. Dari 41 penderita rinosinusitis kronik yang Pulang Berobat Jalan (PBJ) memiliki lama rawatan rata- rata 4,88 hari. Dari 12 penderita rinosinusitis kronik yang Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) memiliki lama rawatan rata- rata 2,17 hari. Penderita rinosinusitis kronik yang meninggal berjumlah 1 orang dan memiliki lama rawatan 8 hari.

(61)

BAB 6 PEMBAHASAN

6.1. Kecenderungan Penderita Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Tahun

Distribusi frekuensi dan kecenderungan (trend) kunjungan penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan berdasarkan data tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar berikut ini.

 

Gambar 6.1. Diagram Garis Kecenderungan Kunjungan Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Berdasarkan Data Tahun 2006-2010

Berdasarkan gambar 6.1. dapat dilihat bahwa kecenderungan penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010 menunjukkan peningkatan dengan persamaan garis y = 2,5x + 12,9, frekuensi penderita rinosinusitis kronik meningkat sebanyak 14 kasus, simpel rasio peningkatan 2 kali, dan persentase peningkatan sebesar 50%. Penderita rinosinusitis kronik tertinggi pada tahun 2010 yaitu 28 orang dan terendah tahun 2007 yaitu 14 orang.

17

2006 2007 2008 2009 2010

(62)

Pada hasil penelitian ini terjadinya peningkatan penderita rinosinusitis kronik mempunyai keterkaitan dengan jumlah penderita rinosinusitis kronik yang datang berobat ke Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan mengalami peningkatan selama tahun 2006-2010.

6.2. Sosiodemografi Penderita Rinosinusitis Kronik 6.2.1. Umur dan Jenis Kelamin

Distribusi proporsi penderita rinosinusitis kronik rawat inap berdasarkan umur dan jenis kelamin di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 6.2. Diagram Bar Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010

Dari gambar 6.2. dapat dilihat bahwa proporsi penderita rinosinusitis kronik berdasarkan jenis kelamin laki-laki tertinggi yaitu pada kelompok umur 23-31 tahun

Gambar

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap
Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi (Suku, Agama, Pekerjaan dan Tempat Tinggal ) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2006-2010
Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap
Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Rinosinusitis Kronik Rawat Inap
+7

Referensi

Dokumen terkait

baik, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa. 2) Guru dapat berkembang dan meningkatkan kinerjanya secara. profesional, karena guru dapat menilai, merefleksi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Dollar, Tingkat Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi terhadap Indeks

Tujuan penelitian ini meliputi (1) Meningkatkan keaktifan siswa kelas VIIIA SMP Negeri 2 Geyer Grobogan dalam pembelajar menulis puisi dengan metode inkuiri, (2)

Peranan usaha kecil di Indonesia memang diakui sangat penting dalam perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek, seperti peningkatan kesempatan kerja, pemerataan..

Kimia Farma Plant Medan untuk mendapatkan jumlah pemesanan bahan baku yang ekonomis dan biaya total persediaan yang minimum..

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Biaya pakan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang dikonsumsi dengan harga pakan per kilogramnya sehingga diperoleh biaya pakan yang dikonsumsi selama

Aplikasi ini tidak hanya sebatas untuk mencari arti kata dalam bahasa Indonesia, Inggris maupun Jerman, namun dapat juga mencari arti kalimat yang ditulis dalam ketiga bahasa di