• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita TB Paru Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita TB Paru Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA TB PARU RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

TAHUN 2004-2007

SKRIPSI

Oleh :

EKA SR SIHOMBING NIM 041000174

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA TB PARU RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN

TAHUN 2004-2007

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

EKA SR SIHOMBING NIM 041000174

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

KARAKTERISTIK IBU DENGAN PERSALINAN TAK MAJU YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH SIDIKALANG TAHUN 2007

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : EKA SR SIHOMBING

NIM. 041000174

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 10 Desember 2008

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Nerseri Barus, MPH drh. Rasmaliah, M.Kes NIP. 130 365 296 NIP. 390 009 523

Penguji II Penguji III

Prof.dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH Drs. Jemadi, M.Kes NIP. 130 702 002 NIP. 131 996 168

Medan, Desember 2008 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Penyakit TB Paru merupakan salah satu penyakit menular urutan ke 3 terbesar di Indonesia. Di RS Santa Elisabeth jumlah penderitaTB Paru dari tahun 2004-2007 sebesar 732 orang (1,66%).

Untuk mengetahui karakteristik penderita dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi penelitian semua data penderita TB Paru yang dirawat inap tahun 2004-2007 sebanyak 732, sampel sebanyak 259, simple random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan trend, tahun 2004 mengalami peningkatan, tahun 2005 mengalami peningkatan, tahun 2006 mengalami penurunan, tahun 2007 mengalami peningkatan. Sosiodemografi terbanyak : Umur 15-54 tahun 59,9%; laki-laki 68,3%; laki-laki-laki-laki umur 15-54 tahun 40,9%, perempuan umur 15-54 tahun 18,9%; buruh/petani dan swasta 22,8%; kawin 51,0%; tempat tinggal di Medan 62,9%. Batuk> dari 3 minggu 77,61%; kasus baru 60,6%; tidak komplikasi 78%; kategori I 49,9%; lama rawatan rata-rata 7,12 hari; pulang berobat jalan 64,9%. Tahun 2006 CFR 6,16%, CFR kasus kronik 20%. Proporsi umur < 15 tahun lebih besar pada yang belum kawin dari 15-54 tahun dan umur > 54 tahun (100% vs 50,5% vs 98,7%; p= 0,000); proporsi komplikasi lebih besar jenis kelamin laki-laki dari perempuan (82,5% vs 17,5%; p=0,01); lama rawatan rata-rata yang meninggal lebih lama dari pulang berobat jalan dan pulang atas permintaan sendiri (8,92 hari vs 7,24 hari vs 3,74 hari; p= 0,002). Tidak ada perbedaan bermakna jenis kelamin berdasarkan umur penderita (p= 0,512); jenis kelamin berdasarkan tipe penderita TB Paru (p= 0,554).

Pihak rumah sakit melengkapi data-data berkaitan dengan penyakit khususnya penyakit TB Paru di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2004-2007 yaitu BB, TB, hasil pemeriksaan mikrobiologis, keadaan merokok, data-data tidak lengkap pencatatannya. Meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya penderita TB Paru.

Kata kunci : Penyakit TB Paru , karakteristik

(5)

N a m a : Eka SR Sihombing

Tempat/Tanggal Lahir : Lbn Samosir, 26 Mei 1985

A g a m a : Kristen Protestan.

Status Perkawinan : Belum Kawin. Jumlah Bersaudara : 6 Orang.

Alamat Rumah : Jl. Persada No. 240 Sidikalang, Dairi, Sumatera Utara Riwayat Pendidikan :

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan Judul Karakteristik Penderita TB Paru Rawat Inap di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang mendukung penulisan Skripsi ini, yaitu:

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyrakat Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Prof. dr. Nerseri Barus, MPH selaku Dosen Penasehat Akademik dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberi bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga SKRIPSI ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Kepala Departemen Epidemiologi FKM USU dan selaku Dosen Penguji yang telah memberi pengarahan dan masukan dalam penulisan Skripsi ini.

4. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan pengarahan dalam penulisan Skripsi ini.

(7)

RS St. Elisabeth Medan yang telah memberikan izin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.

7. Bapak/ Ibu Dosen yang telah memberikan pengajaran selama penulis mengikuti proses perkuliahan di Fakultas Kesehtan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh pegawai.

8. Orangtuaku tercinta (J Sihombing dan R Tumanggor) yang selalu mendoakan, mendidik, memberi motivasi dalam menyelesaikan penulisan Skripsi ini. 9. Saudara-saudaraku (K’Besar, K’ Kecil, Nevia, Santa dan B’Lolo) buat doa

motivasi dan kasih sayangnya.

10.Sahabat dan juga sebagai saudara-saudaraku KK “AGAPE” (K’ Judika Tampubolon, Lasma Rida Silalahi, Monica Pangaribuan, Dorry Siregar, Desy Simbolon) dan KK “HoC” (Herlina Keliat, Olva Sitepu, Paulina Hutapea, Elvi Barus, Hotma Sidabalok) dan Rita Medawati Turnip buat doa, motivasi, kasih sayang dan kebersamaannya.

11.Teman-teman peminatan Epidemiologi (Dwi, Ezra, Venny, Debby, Flora, Diesy, Sumisan, B’Usman, K,Nila, Icut, Berliana dll) buat kebersamaan dan motivasi.

12.Rekan-rekan mahasiswa FKM-USU angkatan 2004, buat kebersamaannya selama mengikuti pendidikan di FKM-USU.

(8)

14.Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang membantu penulisdalam menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran penulis harapkan demi kesempurnaan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2008

(9)

DAFTAR ISI 2.1. Pengertian TB Paru ...7

2.2. Morfologi dan Fisiologi Kuman TB Paru ...7

2.3. Patogenesis ...8

2.3.1.Tuberkulosis Primer ...9

2.3.2.Tuberkulosis Post Primer ...9

2.4. Klasifikasi Penyakit ...10

2.4.1. Tuberkulosis Paru ...10

2.4.2. Tuberkulosis ekstra paru ...11

2.5. Perkembangan Alamiah Penyakit TB Paru ...13

2.5.1. TB Paru primer ... 13

2.5.2. TB Paru Post Primer ...14

2.6. Komplikasi ...14

2.7. Epidemiologi TB Paru ...16

2.7.1. Distribusi Frekuensi Tuberkulosis Paru ...16

2.7.2. Determinan Tuberkulosis ...17

2.8. Keluhan dan Gejala Tuberkulosis Paru ...20

2.9. Diagnosis ...23

2.9.1. Pemeriksaan Jasmani ...23

2.9.2. Pemeriksaan Bakteriologi ...23

2.9.3. Pemeriksaan Radiologi ...24

2.9.4. Pemeriksaan BACTEC ...24

2.9.5. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) ...25

2.9.6. Pemeriksaan Serologi ...25

2.9.7. Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura ...26

(10)

2.9.9. Pemeriksaan darah ...27

4.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ...36

4.2.1. Lokasi Penelitian...36

4.2.2. Waktu Penelitian ...36

4.3. Populasi dan Sampel ...36

4.3.1. Populasi ...36

4.3.2. Sampel ...36

4.4. Teknik Pengambilan Sampel...37

4.5. Metode Pengumpulan Data ...38

4.6. Teknik Analisa Data...38

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...39

5.1.1. Pelayanan Medis...39

5.1.2. Pelayanan Penunjang Medis...40

5.1.3. Penunjang Umum...40

5.1.4. Ketenagaan...40

5.2. Analisia Deskriptif...42

5.2.1. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Waktu...42

5.2.2. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Sosiodemografi...44

5.2.3. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Keluhan Utama yang Dialami Penderita ...46

5.2.4. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Tipe Penderita TB Paru...46

5.2.5. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Status Komplikasi ...46

5.2.6. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Kategori Pengobatan...47

5.2.7. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita TB Paru...48

5.2.8. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang...48

5.2.9. CFR Penderita TB Paru...49

(11)

5.3. Analisis Statistik...50

5.3.1. Jenis kelamin berdasarkan Umur ...50

5.3.2. Status Perkawinan berdasarkan Umur ... 51

5.3.3. Perbedaan Umur Berdasarkan Tipe Penderita...52

5.3.4. Perbedaan Jenis Kelamin Berdasarkan Tipe Penderita...53

5.3.5. Perbedaan Jenis Kelamin Berdasarkan Komplikasi...54

5.3.6. Lama rawatan rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ...55

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Analisa Deskriptif...56

6.1.1. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Waktu...56

6.1.2. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Sosiodemografi...59

6.1.2.1. Umur ...59

6.1.2.2. Jenis Kelamin ...60

6.1.2.3. Pekerjaan...61

6.1.2.4. Status Perkawinan ... 62

6.1.2.5. Tempat Tinggal ...63

6.1.3. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Keluhan Utama yang Dialami Penderita ...64

6.1.4. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Tipe Penderita TB Paru...65

6.1.5. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Status Komplikasi ...66

6.1.6. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Kategori Pengobatan...67

6.1.7. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita TB Paru ...68

6.1.8. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ...69

6.1.9. CFR Penderita TB Paru Tahun 2004-2007...70

6.2. Analisis Statistik...71

6.2.1. Jenis kelamin berdasarkan Umur ...72

6.2.2. Status Perkawinan berdasarkan Umur ...72

6.2.3. Umur berdasarkan Tipe Penderita ...73

6.2.4. Jenis Kelamin Berdasarkan Tipe Penderita...74

6.2.5. Perbedaan Jenis Kelamin Berdasarkan Komplikasi...75

6.2.6. Distribusi Lama rawatan rata-rata berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ...76

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan...77

7.2. Saran...79 DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Data Tenaga Para Medis dan Non Medis RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2007 ……..………...40 Tabel 5.2. Data Tenaga Medis RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2007 ….……41 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Bulan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007..………42 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007…..……..….44 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Keluhan Utama

Penderita di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2004-2007 ………..………..45 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Tipe Penderita TB

Paru di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2004-2007 ………..………..46 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Status Komplikasi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007...……..46 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Kategori

Pengobatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2004-2007...………..47 Tabel 5.9. Lama Rawatan Penderita TB Paru di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007... ....………...………..48 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Keadaan Sewaktu

Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2004-2007...48 Tabel 5.11. CFR penderita TB Paru yang dirawat di RS Santa Elisabeth Medan tahun 2004-2007...49 Tabel 5.12. CFR dari tipe penderita TB Paru yang dirawat di RS Santa Elisabeth

(13)

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Status Perkawinan berdasarkan Umur Penderita TB Paru di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007...51 Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Umur berdasarkan Tipe Penderita TB Paru di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007...52 Tabel 5.16. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin berdasarkan Tipe Penderita TB Paru

di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

Tahun 2004-2007...53 Tabel 5.17. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin berdasarkan Komplikasi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007...54 Tabel 5.18. Distribusi Lama rawatan rata-rata berdasarkan Keadaan Sewaktu

Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan

(14)

ABSTRAK

Penyakit TB Paru merupakan salah satu penyakit menular urutan ke 3 terbesar di Indonesia. Di RS Santa Elisabeth jumlah penderitaTB Paru dari tahun 2004-2007 sebesar 732 orang (1,66%).

Untuk mengetahui karakteristik penderita dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi penelitian semua data penderita TB Paru yang dirawat inap tahun 2004-2007 sebanyak 732, sampel sebanyak 259, simple random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan trend, tahun 2004 mengalami peningkatan, tahun 2005 mengalami peningkatan, tahun 2006 mengalami penurunan, tahun 2007 mengalami peningkatan. Sosiodemografi terbanyak : Umur 15-54 tahun 59,9%; laki-laki 68,3%; laki-laki-laki-laki umur 15-54 tahun 40,9%, perempuan umur 15-54 tahun 18,9%; buruh/petani dan swasta 22,8%; kawin 51,0%; tempat tinggal di Medan 62,9%. Batuk> dari 3 minggu 77,61%; kasus baru 60,6%; tidak komplikasi 78%; kategori I 49,9%; lama rawatan rata-rata 7,12 hari; pulang berobat jalan 64,9%. Tahun 2006 CFR 6,16%, CFR kasus kronik 20%. Proporsi umur < 15 tahun lebih besar pada yang belum kawin dari 15-54 tahun dan umur > 54 tahun (100% vs 50,5% vs 98,7%; p= 0,000); proporsi komplikasi lebih besar jenis kelamin laki-laki dari perempuan (82,5% vs 17,5%; p=0,01); lama rawatan rata-rata yang meninggal lebih lama dari pulang berobat jalan dan pulang atas permintaan sendiri (8,92 hari vs 7,24 hari vs 3,74 hari; p= 0,002). Tidak ada perbedaan bermakna jenis kelamin berdasarkan umur penderita (p= 0,512); jenis kelamin berdasarkan tipe penderita TB Paru (p= 0,554).

Pihak rumah sakit melengkapi data-data berkaitan dengan penyakit khususnya penyakit TB Paru di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2004-2007 yaitu BB, TB, hasil pemeriksaan mikrobiologis, keadaan merokok, data-data tidak lengkap pencatatannya. Meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya penderita TB Paru.

Kata kunci : Penyakit TB Paru , karakteristik

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bangsa Indonesia memiliki program pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional dimana pembangunan kesehatan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal yang dirumuskan di dalam Visi Indonesia Sehat 2010.1 Salah satu program untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut yang dilakukan secara terpadu yaitu program pemberantasan penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru).2

(16)

Di negara-negara miskin TB Paru masih merupakan masalah besar.6 Laporan WHO tahun 2004 menyatakan jumlah terbesar kasus TB Paru terdapat di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB Paru di dunia, tetapi jika dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 per 100.000 penduduk. Di Afrika yang hampir 2 kali lebih besar dari Asia Tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk. Angka mortalitas TB Paru terbesar di Asia Tenggara sebesar 39 per 100.000 penduduk.3

Di Indonesia TB Paru merupakan pembunuh nomor satu diantara penyakit menular yang menyebabkan sekitar 100.000 kematian setiap tahunnya dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.3,5 Penelitian Merryani Girsang tahun 2002 yang bersumber dari data dari Pencegahan dan Pemberantasan Tuberkulosis (P2TB) Paru menyatakan adanya peningkatan kasus TB Paru setiap tahun di Indonesia. Diperkirakan ada sekitar 450.000 penderita TB Paru dan sekitar 175.000 kematian akibat TB Paru dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 39%.7,12 Data yang diperoleh dari Profil Kesehatan 2005 diperkirakan jumlah kasus TB Paru di Indonesia sebanyak 259.969 kasus dimana 158.640 kasus BTA positif dengan proporsi sebesar 61% dan Angka Penemuan Penderita/Case Detection Rate (CDR) sebesar 53,53 %.8

(17)

sebanyak 34.650 kasus dengan CDR sebesar 54,86%, kasus baru BTA + sebanyak 21.592 kasus dengan proporsi 62%. Sumatera Utara merupakan urutan 4 terbesar setelah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan jumlah kasus sebanyak 15.517 kasus dengan CDR sebesar 66,44%, kasus baru BTA + sebanyak 3.401 kasus dengan proporsi 21,9%.8

Menurut penelitian Lambok Nita di Poliklinik Penyakit Dalam RS. Harapan Pematang Siantar tahun 2003 penderita TB Paru yang rawat jalan sebesar 131 orang dimana 70 kasus BTA+ dan 61 kasus TB Paru BTA - rontgen positif dengan proporsi 24,13% dari seluruh penderita penyakit paru rawat jalan di rumah sakit tersebut. Dan menurut penelitian Domen Silalahi di Puskesmas Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar penderita TB Paru tahun 2004 sebanyak 334 kasus (0,24%) dari 141.788 jumlah kunjungan penderita.9,10

Data di RS. Santa Elisabeth jumlah kasus penderita TB Paru yang dirawat inap pada tahun 2004-2007 sebanyak 732 kasus (1,66%) dari 44.070 jumlah kunjungan penderita. Berdasarkan uraian pada latar belakang maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita TB Paru rawat inap di RS. Santa Elisabeth Medan tahun 2004-2007.

1.2. Rumusan Masalah

(18)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik Penderita TB Paru yang rawat inap di RS. Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kecendrungan kunjungan kasus penderita TB Paru berdasarkan bulan pada tahun 2004-2007 di RS. Santa Elisabeth.

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, umur dan jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan tempat tinggal.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berasarkan kebiasaan merokok.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan status gizi.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan keluhan utama yang dialami penderita.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis (bakteriologi).

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan tipe penderita TB Paru.

(19)

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan kategori pengobatan.

j. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata.

k. Untuk mengetahui Case Fatality Rate (CFR) penderita TB Paru.

l. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita TB Paru berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

m. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan umur. n. Untuk mengetahui perbedaan proporsi status perkawinan berdasarkan umur. o. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan tipe penderita. p. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan tipe

penderita.

q. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan komplikasi. r. Untuk mengetahui perbedaan proporsi kategori pengobatan berdasarkan tipe

penderita.

s. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata penderita TB Paru berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

(20)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan masukan bagi pihak RS. Santa Elisabeth dalam hal meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya bagi pasien penderita TB Paru.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian TB Paru

TB Paru ialah suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosae.11 Sebagian besar basil Mycobacterium

tuberculosae masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infection dan

selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon.4

2.2. Morfologi dan Fisiologi Kuman TB Paru

Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk batang tipis, agak bengkok, bergranular, berpasangan yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Panjangnya 1- 4 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron. Basil tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37°C dengan tingkat pH optimal (pH 6,4-7,0). Untuk membelah dari 1-2 kuman membutuhkan waktu 14-20 jam.12

(22)

Berdasarkan sifat metabolisme basil, terdapat 4 jenis populasi basil tuberkulosis, yaitu:

2.2.1. Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dalam lesi yang mempunyai pH netral.

2.2.2. Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada dalam lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam ini yang melindunginya terhadap obat anti-tuberkulosis tertentu.

2.2.3. Populasi C, yang terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada dalam keadaan dormant hampir sepanjang waktu. Kuman yang terdapat dalam dinding kavitas ini jarang mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat.

2.2.4. Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat dormant sehingga sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat anti-tuberkulosis.4,12

2.3. Patogenesis

(23)

2.3.1. Tuberkulosis Primer

Penyebaran tuberkulosis ini terjadi pada penderita yang belum pernah terinfeksi sebelumnya.6 Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni disebut sarang primer (afek primer). Peradangan akan kelihatan dari sarang primer saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) yang diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfangitis regional).Limfangitis regionalbisa sembuh tanpa mengalami cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas dan mengalami penyebaran. Penyebarannya dengan beberapa cara yaitu:

a. Perkontinuitatum adalah penyebaran kuman tuberkulosis di sekitar paru yang terserang kuman tuberkulosis tersebut .

b. Bronkogen adalah penyebaran baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan.

c. Hematogen dan limfogen adalah penyebaran yang berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat apabila tidak terdapat imunitas yang adekuat. 3

2.3.2. Tuberkulosis Post Primer

(24)

meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis tetapi bisa juga meluas dan membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).3

2.4. Klasifikasi Penyakit

Berdasarkan lokasi TB Paru diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 2.4.1. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis Paru yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak termasuk pleura.3,7 Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis TB paru dapat dibagi, yaitu:

a. TB Paru BTA Positif yaitu:

i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif ii. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

iii. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

b. TB Paru BTA Negatif

i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif

(25)

2.4.2. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru (misalnya selaput otak, kelenjar limfe, pleura, pericardium, persendian, tulang, kulit, usus, saluran kemih, ginjal, alat kelamin dll).14

Berdasarkan tingkat keparahannya, TB ekstra paru ini dibagi menjadi TB ekstra paru berat (severe) dan TB ekstra paru ringan (not/less severe). Contohnya adalah tuberkulosis milier dimana patogen ke seluruh paru-paru dan memberikan gambaran bintik-bintik kecil seperti mutiara.11

Tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya ada beberapa tipe penderita TB Paru, yaitu:

a. Kasus baru

Kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.3 Dimana OAT yang diberikan adalah OAT yang mempunyai efek dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman resisten seperti, isoniazid (H), rifampisin (R) dan pirazinamid (Z).4

b. Kasus kambuh (relaps)

(26)

c. Kasus defaulted atau drop out

Kasus drop out adalah penderita yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.3

d. Kasus gagal

Kasus gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.3 Sejak BTA dalam sputum negatif, dengan memakai tiga obat setiap hari dalam jangka waktu 3-4 bulan pertama (yang belum pernah diberikan sebelumnya): RMP- EMB- PZA- atau SM – PAS – PZA. Obat lain seperti etambutol atau prothionamid, sikloserin, thiaketazone atau kanamisin dan kapreomisin dapat dipertimbangkan untuk diberikan.4

e. Kasus kronik

(27)

2.5. Perkembangan Alamiah Penyakit TB Paru 2.5.1. TB Paru primer

TB Paru primer adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil tuberkulosis pada tubuh penderita yang belum pernah mempunyai kekebalan yang spesifik terhadap basil tersebut. Menurut Meyer yang dikutip oleh Alsagaff ada 2 jenis TB Paru primer, yaitu:

a. TB Paru primer sederhana (simple primary tuberculosis) i. Terjadi pada 43,5% dari kasus tuberkulosis

ii. Secara radiologis , tidak tampak kelainan iii.Uji kulit tuberkulin memberi reaksi positif

b. Infeksi TB Paru primer dengan kelainan radiologis (primary infection

tuberculosis)

i. Kelainan radiologis berupa pembesaran kelenjar limfe mediastinum ii. Uji kulit tuberkulin, menunjukkan reaksi positif.

iii.Kelainan ini dijumpai pada 18,5%.

(28)

2.5.2. TB Paru Post Primer

Banyak istilah yang dipergunakan seperti: post primary tuberculosis,

progressive tuberculosis, adult type tuberculosis, phytysis.

Infeksi dapat berasal dari:

a. Dari luar (eksogen): infeksi ulang pada tubuh yang pernah menderita tuberkulosis. b. Dari dalam (endogen): infeksi berasal dari basil yang sudah berada dalam tubuh, merupakan proses lama yang pada mulanya tenang dan oleh suatu keadaan menjadi aktif kembali.4

2.6. Komplikasi

a. Pleuritis dan Empiema

Pleuritis adalah peradangan jaringan tipis yang meliputi paru-paru dan

melapisi rongga dinding rongga dada bagian dalam (pleura).15,16 Empiema adalah

berkumpulnya atau timbunan pus (nanah) di dalam suatu kavitas organ berongga yaitu paru-paru.15,16

Keadaan pleura yang merupakan bagian dari sistem pernapasan, dapat dipengaruhi melalui tiga cara yang berbeda:

i. Cairan yang dibentuk dalam waktu beberapa bulan setelah terjadinya infeksi primer.

(29)

iii. Memecahnya kavitas TB Paru dan keluarnya udara ke dalam rongga pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan dinding dada. TB Paru dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.6

b. Pneumotoraks Spontan

Pneumotoraks adalah masuknya udara atau gas secara abnormal ke dalam

paru dimana gas tersebut memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga jaringan paru tertekan dan kesulitan bernapas.15,16 Pneumotoraks spontan dapat terjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas tuberkulosis. Hal ini mengakibatkan rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba bersamaan dengan sesak napas. Ini dapat berlanjut menjadi suatu empiema tuberkulosis.6

c. Laringitis Tuberkulosis

Laringitis tuberkulosis adalah radang pangkal tenggorokan dengan gejala

(30)

d. Kor Pulmonale

Kor pulmonale adalah suatu bentuk penimbunan cairan di dalam paru (abses

paru).15,16 Gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan paru dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang sangat luas. Keadaan ini dapat terjadi walaupun penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, dimana banyak meninggalkan jaringan parut. Pengobatan dini terhadap penyakit TB Paru dengan jelas dapat mengurangi komplikasi ini.6

e. Apergilomata

Apergilomata adalah kavitas tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik dan

sudah sembuh terinfeksi jamur Aspergillus fumigatus. A. fumigatus yaitu spesies jamur lingkungan yang menghasilkan spora yang terdapat di dalam udara dengan dihirup secara terus menerus.6,16

Pada sinar rontgen dapat dilihat semacam bola terdiri atas fungus yang berada dalam kavitas. Keadaan ini kadang-kadang menyebabkan hemoptisis (batuk darah) yang berat bahkan fatal. Fungsi paru sudah sering rusak berat karena tuberkolosis lama sehingga tidak dapat lagi dioperasi.6

2.7. Epidemiologi TB Paru

2.7.1. Distribusi Frekuensi Tuberkulosis Paru

(31)

kematian di negara maju sudah mengalami penurunan sementara di negara berkembang angkanya masih cukup tinggi.3

Di Afrika setiap tahunnya insiden penderita TB Paru 165 per 100.000 penduduk, sementara di Asia 110 per 100.000 penduduk. Di Asia jumlah penduduk lebih banyak dari Afrika sehingga insiden per tahunnya di benua Asia lebih banyak 3,7 kali dari Afrika.12 Pada tahun 2000 di kawasan Asia Tenggara lebih dari 3,9 juta insiden TB Paru dan lebih dari 1,3 juta kematian. WHO memperkirakan bahwa CFR TB Paru di Indonesia setiap tahunnya sebesar 39% (175.000 jumlah kematian akibat tuberkulosis dari 445.000 kasus).7,12

Menurut jenis kelamin penderita TB Paru pada pria selalu lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.6 Data Profil Kesehatan 2005 menyatakan bahwa di Indonesia jumlah TB Paru BTA positif pada laki-laki lebih tinggi 58,70% (93.114 kasus) dari wanita 41,30% (65.526 kasus).8

2.7.2. Determinan Tuberkulosis a. Umur

(32)

b. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita TB Paru. Hal ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan mengkonsumsi alkohol dan rokok.8 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa laki-laki 0,5 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada wanita pada penderita TB Paru.17

c. Gizi

Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi.18 Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah.7 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa status gizi buruk 9,59 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada status gizi baik pada penderita TB Paru.17

d. Merokok

Merokok sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Di dalam rokok terdapat 45 jenis bahan kimia beracun. Merokok dapat mengiritasi paru-paru yang sakit sehingga mempersulit untuk menormalkan kembali keadaannya.19

(33)

melaporkan bahwa penderita yang mempunyai kebiasaan merokok 7,7 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada yang tidak merokok pada penderita TB Paru.17

e. Kemiskinan

Kemiskinan menghalangi manusia mendapatkan kebutuhan dasar untuk hidup dan mengurangi kemampuannya untuk mengatasi stres dan infeksi.21 Hal ini dapat dilihat dari perumahan yang terlalu padat atau kondisi kerja yang buruk menyebabkan daya tahan tubuh turun yang memudahkan terjadinya penyakit infeksi. Orang yang hidup dengan kondisi ini juga sering menderita gizi buruk yang memudahkan tuberkulosis berkembang.6 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang memiliki pendapatan rendah 7,5 kali lebih sulit sembuh dari pada pendapatan menengah ke atas pada penderita TB Paru.17

f. Penyakit lain

Penyakit lain khususnya penyakit infeksi seperti HIV/AIDS lebih mudah terserang penyakit TB Paru karena penderita mengalami daya tahan tubuh menurun sehingga tidak dapat mengendalikan kuman yang masuk ke dalam tubuh.Di beberapa negara di Afrika sub-Sahara 20-70% pasien dengan tuberkulosis menunjukkan HIV positif. 6

(34)

2.8. Keluhan dan Gejala Tuberkulosis Paru

Keluhan pada penderita tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi gejala lokal di paru dan keluhan pada seluruh tubuh secara umum.

a. Batuk

Gejala batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuknya ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari.

Bila proses destruksi berlanjut, sekret dikeluarkan terus menerus sehingga batuk menjadi lebih dalam dan sangat mengganggu penderita pada waktu siang maupun malam hari. Bila yang terkena trakea dan/atau bronkus, batuk akan terdengar sangat keras, lebih sering atau terdengar berulang-ulang (paroksismal). Bila laring yang terserang, batuk terdengar sebagai hollow sounding cough, yaitu batuk tanpa tenaga dan disertai suara serak.4

b. Batuk Darah

Darah yang dkeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak (profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit tuberkulosis atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas.

(35)

mengandung basil tahan asam. Batuk darah juga dapat terjadi pada tuberkulosis yang sudah sembuh karena robekan jaringan paru atau darah berasal dari bronkiektasis yang merupakan salah satu penyulit tuberkulosis paru. Pada saat seperti ini dahak tidak mengandung basil tahan asam (negatif).4

c. Nyeri Dada

Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula atau tempat-tempat lain).4

d. Sesak Napas

Sesak napas pada tuberkulosis disebabkan oleh penyakit yang luas pada paru atau oleh penggumpalan cairan di rongga pleura sebagai komplikasi TB Paru. Penderita yang sesak napas sering mengalami demam dan berat badan turun.6

e. Demam

Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting. Sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas.4

f. Menggigil

(36)

g. Keringat Malam

Keringat malam bukan gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.4

h. Gangguan Menstruasi

Hasil penelitian Indra di Kabupaten Purbalingga tahun 2001 dengan menggunakan penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional menyatakan bahwa status gizi yang tidak normal merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan siklus menstruasi.22 Status gizi yang buruk menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah.7 Oleh sebab itu gangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah lanjut.4

i. Anoreksia

(37)

j.Lemah Badan

Gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan. Oleh sebab itu harus dianalisa dengan baik apabila dijumpai perubahan sikap dan tempramen, perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan, penderita yang kelihatan neurotik.4,23

2.9. Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis/ jasmani, pemeriksaan bakteriologi.3 Dengan ditemukannya basil tuberkulosis, dapat dipastikan bahwa proses masih aktif dan perlu diberikan pengobatan yang sesuai.4

2.9.1. Pemeriksaan Jasmani

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.3

2.9.2. Pemeriksaan Bakteriologi

(38)

bronkoalveolar, urin, feses dan jaringan biopsi. Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan mikroskopis dan biakan.3

a. Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan hapusan dahak mikroskopis langsung yang merupakan metode diagnosis standar. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi BTA yang memegang peranan utama dalam diagnosis TB Paru. Selain tidak memerlukan biaya mahal, cepat, mudah dilakukan, akurat, pemeriksaan mikroskopis merupakan teknologi diagnostik yang paling sesuai karena mengindikasikan derajat penularan, risiko kematian serta prioritas pengobatan.3

b. Pemeriksaan biakan kuman

Melakukan pemeriksaan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat mendeteksi mikobakterium tuberkulosis dan juga Mycobacterium

Other Than Tuberculosis (MOTT).3

2.9.3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top lordotik, oblik, CT Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).3

2.9.4. Pemeriksaan BACTEC

(39)

Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.3

2.9.5. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M. Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara benar dan sesuai dengan standar internasional.3

Pada tuberkulosis pasca primer, penyebaran kuman terjadi secara bronkogen, sehingga penggunaan sampel darah untuk uji PCR tidak disarankan. Sebaliknya bila sampel yang diperiksa merupakan dahak dari penderita yang dicurigai menderita tuberkulosis paru, masih ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum menggunakan PCR sebagai sarana diagnosis tuberkulosis paru.25

2.9.6. Pemeriksaan Serologi

Pemeriksaan serologi dilakukan dengan beberapa metode seperti:

a. Enzym Linked Immunsorbent Assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen antibodi yang terjadi.3 Kelemahan utama dari teknik ELISA ini adalah pengenceran serum yang tinggi dan perlu dilakukan untuk mencegah ikatan nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastik.25

(40)

Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M. Tuberkulosis dalam serum. Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M. Tuberculosis.3

c. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat yang berbentuk sisir plastik.3

d. Uji peroksidase anti peroksidase

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.3

e.Uji serologi yang baru/ IgG TB

Uji ini adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk mikobakterium tuberkulosis. Di luar negeri metode ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosa TB ekstraparu, tetapi kurang baik untuk diagnosa TB pada anak.3

2.9.7. Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura

Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien efusi pleura untuk menegakkan diagnosis.3

2.9.8. Pemeriksaan histopatologi jaringan

(41)

2.9.9. Pemeriksaan darah

Hasill pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit juga kurang spesifik.3

2.9.10. Uji tuberkulin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan berfungsi bila didapatkan konversi, hasil uji positif yang didapat besar. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.3

2.10. Pencegahan

2.10.1. Pencegahan Primer

a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara:

i. Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna ii. Usahakan setiap hari tidur cukup dan teratur

(42)

b. Kebersihan Lingkungan

i. Lengkapi perumahan dengan ventilasi yang cukup

ii. Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini

iii. Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi, misalnya kepadatan hunian4, 26

2.10.2. Pencegahan Sekunder

a. Case finding

i. X-foto toraks yang dikerjakan secara massal ii. Uji tuberkulin secara Mountoux

iii. Bagi imigran yang datang dari negara-negara dengan prevalensi TB Paru yang tinggi dilakukan skrining dengan foto toraks, tes PPD, pemeriksaan BTA dan kultur, bekerjasama dengan WHO.

b. Perawatan khusus penderita dan mengobati penderita.

Penderita tuberkulosis yang baru didiagnosa, diberikan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang mempunyai efek sterilisasi sekaligus mempunyai efek yang dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman resisten seperti isoniazid (H), rifampisis (R) dan pirazinamid (Z).3,4,12, ,26

2.10.3. Pencegahan Tertier

(43)

b. Penderita dengan initial drug resitance yang tinggi terhadap INH diberi obat etambutol karena jarang initial resitance terhadap INH. Streptomisin dapat dipakai pada populasi tertentu untuk meningkatkan complance pengobatan.3,5 c. Memberi pengobatan secara teratur dan supervisi yang ketat dalam jangka

waktu 9-12 bulan pada acquired resistance (penderita kambuh setelah pengobatan).3,4,12

2.11. Pengobatan

Paduan obat TB Paru dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu:3 1. Kategori I:

Kasus: TB paru BTA +, BTA -, lesi luas

Pengobatan: 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE; 2RHZE/ 4R3H3. 2. Kategori II:

Kasus: Kambuh

Pengobatan: RHZES/ 1RHZE/ sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE

Kasus: Gagal pengobatan

Pengobatan: kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin/ ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE

Kasus: TB Paru putus berobat

(44)

3. Kategori III:

Kasus: TB paru BTA – lesi minimal

Pengobatan: 2 RHZE/ 4RH atau 6 RHE atau 2RRHZE 4 R3H3 4. Kategori IV:

Kasus: Kronik

Pengobatan: RHZES/ sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan).

Kasus: MDR TB

(45)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Karakteristik Penderita TB Paru

1. Sosiodemografi: Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawinan, Tempat Tinggal.

2. Kebisaan Merokok 3. Status Gizi

4. Keluhan Utama

5. Tipe Penderita TB Paru. 6. Status Komplikasi 7. Kategori Pengobatan. 8. Lama Rawatan Rata-rata 9. Keadaan Sewaktu Pulang. 10.Case Fatality Rate (CFR)

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Penderita TB Paru adalah semua pasien yang menderita penyakit infeksi kuman Mycobacterium tuberculosae yang mengenai paru-paru yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.11

3.2.2. Sosiodemografi penderita TB Paru, dibedakan atas:

a. Umur adalah usia penderita TB Paru sesuai yang tercatat dalam kartu status Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, dikelompokkan atas:

(46)

b. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki penderita TB Paru sesuai yang tercatat dalam kartu status, yaitu:

1. Laki – laki 2. Perempuan

c. Pendidikan adalah sekolah formal yang pernah diikuti oleh penderita TB Paru sesuai yang tercatat dalam kartu status, yaitu:

1. Tidak sekolah 2. SD

3. SMP 4. SLTA

5. Akademi/ Sarjana

d. Pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan penderita TB Paru sesuai yang tercatat dalam kartu status, yaitu:

1. PNS/ Pensiunan

e. Status Perkawinan adalah identitas penderita TB Paru perihal kehidupan perkawinan sesuai yang tercatat dalam kartu status, yaitu

1. Kawin

2. Belum Kawin

f. Tempat tinggal adalah daerah dimana penderita TB Paru menetap sesuai yang tercatat dalam kartu s.tatus, yaitu:

(47)

3.2.3. Kebiasaan Merokok adalah salah satu faktor risiko tinggi penyebab TB Paru pada penderita T Paru sesuai yang tercatat dalam kartu status, yaitu:

1. Merokok 2. Tidak Merokok

3.2.4. Status gizi adalah keadaan status gizi penderita TB Paru dengan mengetahui IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan rumus BB(kg)/TB2(m) sesuai yang tercatat dalam kartu status, dinyatakan dengan22:

1. Kurus IMT <17-18,4 2. Normal IMT 18,5-25 3. Gemuk IMT 25,1->27

3.2.5. Keluhan utama adalah jenis keluhan utama yang diderita pasien sebagai alasan untuk datang berobat ke RS Santa Elisabeth Medan yang tercatat dalam kartu status penderita dibedakan atas:

1. Batuk > dari 3 minggu 2. Batuk darah

3. Sesak napas 4. Demam

5. Tidak selera makan 6. Sakit dada

7. Tidak tercatat

3.2.6. Jenis TB Paru adalah jenis tuberkulosis paru hasil pemeriksaan mikroskopis, sesuai yang tercatat dalam kartu status, yaitu:

(48)

3.2.7. Tipe Penderita TB paru adalah tipe penderita TB Paru yang ditentukan tinggi atau resisten terhadap obat TB Paru (INH)

4. Kronik yaitu tipe penderita yang tidak ada perbaikan setelah mendapat pengobatan secara teratur disebabkan multiple resistence 3.2.8. Komplikasi adalah adanya penyakit lain baik sewaktu pengobatan, sebelum

pengobatan atau dalam masa pengobatan sesuai yang tercatat dalam kartu status, yaitu:

1. Komplikasi 2. Tidak komplikasi

3.2.9. Kategori Pengobatan adalah pengobatan penderita TB Paru sesuai dengan tipe penderita TB Paru sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status, dikelompokkan atas:

1. Kategori I adalah kasus baru dengan paduan obat INH, rifampisin, pirazinamid, sterptomisin atau etambutol, 2 HRZS(E).

2. Kategori II adalah kasus relaps atau gagal dengan paduan obat dalam bentuk 2 HRZES/ 1 HRZE.

3. Kategori III adalah kasus kegagalan pengobatan dengan paduan obat HRZ atau 2 H3 R3 Z3

4. Kategori IV adalah kasus tuberkulosis kronik. Paduan Obat dalam bentuk INH

5. Obat campur

(49)

3.2.11. Keadaan Sewaktu Pulang adalah keadaan atau kondisi penderita TB Paru sewaktu keluar dari Rumah Sakit berdasarkan yang tercatat dalam kartu status, yaitu:

1. Pulang dengan berobat jalan 2. Pulang dengan permintaan sendiri 3. Meninggal dunia

(50)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan desain case series dilanjutkan dengan analisis statistik.

4.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. Pemilihan lokasi atas dasar pertimbangan bahwa di Rumah Sakit Santa Elisabeth tersedia data penderita penyakit TB Paru, diberi izin oleh pihak rumah sakit dan juga di rumah sakit ini belum pernah diteliti penderita TB Paru pada tahun 2004-2007.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai Februari 2008 - Agustus 2008.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah data semua penderita TB Paru yang dirawat inap di RS. Santa Elisabeth Medan tahun 2004 – 2007 sebanyak 732 kasus. 4.3.2. Sampel

(51)

n = ___N___ 1+ N (d)2 = ___732_____ 1+ 732 (0,05)2 = _732

2,83

= 258,7

= 259 kasus

Besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 259 data penderita TB Paru.27

4.7. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel diambil tiap-tiap tahun secara proposional dengan cara jumlah total sampel dibagi dengan jumlah total populasi kemudian dikalikan dengan jumlah penderita TB Paru pada tahun yang bersangkutan. Untuk mengambil sampel dari tiap-tiap tahun, maka digunakan tehnik pengambilan sampel secara simple random

sampling dengan menggunakan tabel angka acak dengan bantuan komputer program

C Survey.

(52)

4.5. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari kartu status penderita TB Paru kemudian dilakukan pencatatan sesuai dengan variabel yang diteliti.

4.6. Teknik Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer dengan

Statistical Product and Service Solusion (SPSS). Data univariat dianalisa secara

(53)

BAB 5

HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan terletak di Jalan H. Misbsah No 7 Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit milik Kongregasi Fransisikanes Santa Elisabeth Medan.

5.1.1. Pelayanan Medis

Rumah sakit ini telah dilengkapi dengan berbagai prasarana yang terdiri dari Poli Umum, Spesialis, Unit Gawat Darurat (UGD), Intensive Care Unit (ICU). Masing-masing unit dilengkapi dengan fasilitas sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

UGD sebagai unit pelayanan kegawatdaruratan, dilengkapi dengan ruang tindakan, ruang resusitasi, ruang bedah, ruang one day care dan fasilitas yang memadai. Poli Umum dilayani dokter umum yang melayani pasien rawat jalan non emergensi dan pemeriksaan kesehatan dari perusahaan.

(54)

5.1.2. Pelayanan Penunjang Medis

Rumah sakit ini memiliki pelayanan penunjang medis seperti labolatorium, rontgen, farmasi, fisioterapi, ruang diagnostik, haemodialise. Labolatorium buka selama 24 jam. Pemeriksaan di labolatorium dapat dilakukan dengan darurat dan bukan darurat.

5.1.3. Penunjang Umum

Penunjang umum yang terdapat di rumah sakit ini terdiri dari administrasi, jaringan komputer, telepon, sumber air, sumber listrik, pengolahan air limbah, instalasi gizi dan dapur umum, loundry, Central Steril Supply Departement (CSSD), teknik pemeliharaan, kendaraan, fasilitas umum lainnya.

5.1.4. Ketenagaan

a. Tenaga Para Medis dan Non Medis

Tabel 5.1. Data Tenaga Para Medis dan Non Medis RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2007

Tenaga

Perawat Jumlah

Tenaga

Para Medis Jumlah

S. Kep/SKM 4/2 Apoteker 1

AKPER 154 A. Apoteker 13

AKBID 5 Analis 16

SPK 39 Gizi 13

Bidan 9 Fisioterapi 5

PKC/ Pekarya 9 P. Rontgen 7

(55)

b. Tenaga Medis

Tabel 5.2. Data Tenaga Medis RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2007

No Profesi Jumlah

1 Dokter Umum 9

2 Dokter Gigi 2

3 Dokter Spesialis Radiologi 2

4 Dokter Spesialis Obgyn 14

5 Dokter Spesialis Peny. Dalam 8

6 Dokter Spesialis Bedah Umum/ Digestive 5 7 Dokter Spesialis Bedah Onkologi 2 8 Dokter Spesialis Bedah Urologi 2 9 Dokter Spesialis Bedah Orthopedi 4 10 Dokter Spesialis Bedah Kecantikan 2

11 Dokter Spesialis Bedah Saraf 4

12 Dokter Spesialis Bedah Mulut 2

13 Dokter Spesialis Bedah Torax&P. Darah 1

14 Dokter Spesialis Bedah Anak 8

15 Dokter Spesialis Paru 2

16 Dokter Spesialis Ginjal dan Hipertensi 1

17 Dokter Spesialis Anasthesi 6

18 Dokter Spesialis Patologi Klinik 3

19 Dokter Spesialis Jantung 3

20 Dokter Spesialis Neurologi (saraf) 3

21 Dokter Spesialis Mata 3

22 Dokter Spesialis Patologi Anatomi 1

23 Dokter Spesialis Akupuntur 1

24 Dokter Spesialis Kes. Jiwa 3

25 Dokter Spesialis Kulit&Kelamin 4

26 Dokter Spesialis THT 3

27 Dokter Spesialis Mikrobiologi 1

(56)

5.2. Analisia Deskriptif

5.2.1. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Waktu

Proporsi penderita TB Paru yang dirawat inap di RS. Santa Elisabeth Medan berdasarkan bulan pada tahun 2004-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Bulan di Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007

Tahun

Bulan 2004 2005 2006 2007

f % f % f % f %

Jan 10 5,4 19 10,2 14 6,6 19 12,7

Feb 15 8,2 15 8,0 20 9,5 9 6,0

Mar 17 9,2 12 6,4 20 9,5 14 9,3

Apr 17 9,2 14 7,5 20 9,5 11 7,3

Mei 17 9,2 10 5,4 17 8,1 9 6,0

Jun 12 6,5 14 7,5 23 10,9 5 3,3

Jul 14 7,6 16 8,5 19 9,0 12 8,0

Agt 17 9,2 11 5,9 16 7,6 16 10,8

Sept 13 7,1 16 8,5 13 6,1 11 7,3

Okt 22 11,9 16 8,5 13 6,1 12 8,0

Nov 14 7,6 19 10,2 17 8,1 21 14,0

Des 16 8,7 25 13,4 19 9,0 11 7,3

Jumlah 184 100 187 100 211 100 150 100

(57)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa frekuensi kasus dari bulan

Januari-Desember tahun 2004 meningkat sebanyak 16–10 =6 kasus, dengan simpel rasio

peningkatan 16/10 = 1,6 kali, serta persentase peningkatan sebesar │16-10│x 100% =

10

60%. Pada Januari-Desember 2005 meningkat sebanyak 25-19 = 6 kasus, dengan simpel

rasio peningkatan 25/19 = 1,3 kali, serta persentase peningkatan sebesar │25-19│x 100%

19

= 31,6%. Pada tahun 2006 tidak mengalami peningkatan, oleh sebab itu tidak perlu dihitung rasio peningkatannya. Pada Januari – Desember 2007 peningkatan sebanyak 11-19 = 8 kasus, dengan simpel rasio peningkatan 11/19 = 0,6 kali, serta persentase peningkatan sebesar │11-19│x 100%

19

= 42,1%.

Trend atau kecenderungan penderita TB Paru dirawat inap di RS. Santa Elisabeth

Medan dengan metode Least Square pada tahun 2004 berada pada persamaan garis y = 13,65 + 0,25x; tahun 2005 berada pada persamaan garis y = 12,28 + 0,50x; tahun 2006 berada pada persamaan garis y = 19,02 - 0,22x; tahun 2007 berada pada persamaan garis y = 11,72+ 0,11x (terlampir).

(58)

5.2.2. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Sosiodemografi

Proporsi penderita TB Paru yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007 berdasarkan Sosiodemografi dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Sosiodemografi

di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007 Jumlah

(59)

68,3%. Berdasarkan pekerjaan terbesar adalah pegawai swasta dan petani/buruh sebesar 22,8%. Menurut status perkawinan terbesar adalah yang sudah kawin sebesar 51,0%. Menurut tempat tinggal terbesar adalah di kota Medan sebesar 62,9%. Berdasarkan pendidikan data tidak tercatat pada kartu status.

5.2.3. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Keluhan Utama yang Dialami Penderita

Proporsi penderita TB Paru yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007 berdasarkan Keluhan Utama yang Dialami Penderita dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Keluhan Utama penderita di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007

Ya Tidak Total

No Keluhan Utama

f % f % f %

1. Batuk > 3 minggu 201 77,6 58 22,4 259 100

2. Sesak napas 135 52,1 124 47,9 259 100

3. Demam 114 44,0 145 56,0 259 100

4. Batuk darah 86 33,2 173 66,8 259 100

6. Tidak selera makan 60 23,2 199 76,8 259 100

11. Sakit dada 5 1,9 254 98,1 259 100

12. Tidak tercatat 1 0,4 258 99,6 259 100

(60)

5.2.4. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Tipe Penderita TB Paru

Proporsi penderita TB Paru yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007 berdasarkan Tipe Penderita TB Paru dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Tipe Penderita TB Paru di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007

Jumlah No Tipe Penderita TB Paru

f %

5.2.5. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Status Komplikasi

Proporsi penderita TB Paru yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007 berdasarkan Status Komplikasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

(61)

2004-Berdasarkan tabel 5.7. dapat dilihat bahwa proporsi Penderita TB Paru yang terbesar pada status yang tidak komplikasi sebesar 78% dan terendah pada status komplikasi sebesar 22%.

5.2.6. Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Kategori Pengobatan

Proporsi penderita TB Paru yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007 berdasarkan Kategori Pengobatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Kategori Pengobaatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007

Jumlah No Kategori Pengobatan

f %

1 Kategori I 131 50,6

2 Kategori II 26 10,0

3 Kategori III 28 10,8

4 Kategori IV 35 13,5

5 Obat campur 27 10,4

6 Tidak tercatat 12 4,6

Jumlah 259 100

(62)

5.2.7. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita TB Paru

Lama rawatan rata-rata penderita TB Paru yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.9. Lama Rawatan Penderita TB Paru di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007

Lama rawatan rata-rata (hari)

X 7,12

Medians 5,00

SD 6,601

95% Cl 6,31-7,92

Coef. of Variation 92,7%

Minimum 1

Maximum 47

Berdasarkan tabel 5.9. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita TB Paru yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth Medan adalah 7,12 hari, SD= 6,601 hari dan nilai coefficient of variation adalah 92,7% yang artinya lama rawatan rata-rata penderita TB Paru bervariasi. Minimum lama rawatan adalah 1 hari, dan maksimum adalah 47 hari.

(63)

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007

Jumlah No Keadaan Sewaktu Pulang

f %

1 Pulang dengan berobat jalan 168 64,9

2 Pulang atas permintaan sendiri 32 12,4

3 Meninggal dunia 26 10,0

4 Tidak tercatat 33 12,7

Jumlah 259 100

Berdasarkan tabel 5.10. dapat dilihat bahwa proporsi Penderita TB Paru keadaan sewaktu pulang terbesar pada pulang dengan berobat jalan sebesar 64,9%, dan terendah yang meninggal dunia sebesar 10%.

5.2.9. CFR Penderita TB Paru

CFR penderita TB Paru yang dirawat inap di RS Santa Elisaeth Medan tahun 2004-2007 dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 5.11. CFR penderita TB Paru yang dirawat di RS Santa Elisabeth Medan tahun 2004-2007

Berdasarkan tabel 5.11. dapat dilihat bahwa CFR penderita TB Paru terbesar pada tahun 2006 sebesar 6,2% dan terendah pada tahun 2004 sebesar 1,6%.

5.2.10. CFR berdasarkan Tipe Penderita TB Paru

(64)

Tabel 5.12. CFR dari tipe penderita TB Paru yang dirawat di RS Santa

Berdasarkan tabel 5.12. dapat dilihat bahwa CFR dari tipe penderita TB Paru yang dirawat di RS Santa Elisabeth Medan tahun 2004-2007 terbesar adalah kasus kronik (20%) dan terendah adalah kasus baru (5,1%), dimana ada 5 kasus meninggal yang tipe penderitanya tidak tercatat.

5.3. Analisis Statistik

5.3.1. Jenis kelamin berdasarkan Umur

Proporsi Jenis kelamin berdasarkan Umur Penderita TB Paru yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Jenis kelamin berdasarkan Umur Penderita TB Paru di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007

(65)

umur 15-54 tahun terbesar pada jenis kelamin laki-laki sebesar 68,4%. Dari kelompok umur > 54 tahun terbesar pada jenis kelamin laki-laki sebesar 69,8%.

Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

p >0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi jenis

kelamin berdasarkan umur penderita TB Paru. 5.3.2. Status Perkawinan berdasarkan Umur

Proporsi Status Perkawinan berdasarkan Umur Penderita TB Paru yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Status Perkawinan berdasarkan Umur Penderita TB Paru di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007

Status Perkawinan tahun terbesar pada status yang sudah kawin sebesar 50,5%. Dari kelompok umur > 54 tahun terbesar pada status yang sudah kawin sebesar 98,7%.

Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

p <0,05. Hal ini berarti ada perbedaan yang bermakna antara proporsi status

(66)

5.3.3. Umur Berdasarkan Tipe Penderita

Proporsi Umur berdasarkan Tipe Penderita TB Paru yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Umur berdasarkan Tipe Penderita TB Paru di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007

Umur Berdasarkan tabel 5.15. dapat dilihat bahwa dari kasus baru proporsi terbesar pada kelompok umur 15-54 tahun sebesar 59,9%. Dari kasus kambuh proporsi terbesar pada 15-54 tahun sebesar 60,0%. Dari kasus gagal proporsi terbesar pada kelompok umur 15-54 tahun sebesar 78,6%. Dari kasus kronik proporsi terbesar pada kelompok umur > 54 tahun sebesar 53,3%.

Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

p >0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi umur

(67)

5.3.4. Jenis Kelamin Berdasarkan Tipe Penderita

Proporsi Jenis Kelamin berdasarkan Tipe Penderita TB Paru yang dirawat inap di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.16. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin berdasarkan Tipe Penderita TB Paru di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007

Jenis Kelamin Laki-laki Perempu

an

Total No Tipe Penderita

f % f % f %

1 Kasus baru 111 70,7 46 29,3 157 100

2 Kambuh 17 68,0 8 32,0 25 100

3 Gagal 17 60,7 11 39,3 28 100

4 Kronik 18 60,0 12 40,0 30 100

X2= 2,088 df= 3 p= 0,554

Berdasarkan tabel 5.16. dapat dilihat bahwa dari 157 kasus baru proporsi terbesar pada jenis kelamin laki-laki sebesar 70,7%. Dari 25 penderita yang kambuh proporsi terbesar pada jenis kelamin laki-laki sebesar 68,0%. Dari 28 penderita yang gagal proporsi terbesar pada jenis kelamin laki-laki sebesar 60,7%. Dari 30 penderita yang kronik proporsi terbesar pada jenis kelamin laki-laki sebesar 60%.

Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

p >0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi jenis

Gambar

Tabel 5.2. Data Tenaga Medis RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2007
Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Bulan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007
Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2007
Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita TB Paru Berdasarkan Status Komplikasi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada halaman pengujian data, User dapat menguji data pengujian dengan menggunakan bobot yang telah diperoleh dari hasil pelatihan sebelumnya untuk memperoleh hasil prediksi

Menurut Darsono dan Ashari (2005 : 51) rasio likuiditas adalah rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode bentuk deskriptif dengan analisa data kualitatif, unit analisis yang terdiri dari informan kunci yaitu

The last step is the denouement, it is the step which conflict and contras reached climax, which has being solved and made clear.(Nurgyantoro, Burhan.1998 : 149).. Point of view

Peranan usaha kecil di Indonesia memang diakui sangat penting dalam perekonomian nasional, terutama dalam aspek-aspek, seperti peningkatan kesempatan kerja, pemerataan..

Kimia Farma Plant Medan untuk mendapatkan jumlah pemesanan bahan baku yang ekonomis dan biaya total persediaan yang minimum..

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Biaya pakan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang dikonsumsi dengan harga pakan per kilogramnya sehingga diperoleh biaya pakan yang dikonsumsi selama