• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menentukan Model kemiskinan Menggunakan Regresi Spasial (Studi Kasus Kabupaten Simalungun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Menentukan Model kemiskinan Menggunakan Regresi Spasial (Studi Kasus Kabupaten Simalungun)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Metode Kuadrat Terkecil

Persamaan regresi linier yang biasa didefinisikan dengan menggunakan metode

pendugaan parameter Ordinary Least Square (OLS), secara umum dapat dituliskan :

Y = β0 + β1X1+…βpXp +μ (2.1)

Dimana

Y : variabel dependen

β1 X

: koefisien regresi

1

μ : nilai eror regresi

: variabel independen

Vektor galat μ diasumsikan menyebar N (0, σ2 I)

Jika dilakukan pengamatan sebanyak n, maka model persamaan regresi linier

berganda ke-I adalah

Yi= β0 + β1Xi1 +…βpXip p = 1, 2, …, n

+μ (2.2)

i =1,2,…,p

Persamaan estimasi regresi linier berganda adalah

��= �̂0+�̂1��1 +⋯+�̂���� (2.3)

Secara matriks, bentuk penaksir kuadrat terkecil (least square) dari parameter tersebut adalah :

(2)

Dengan

��: vektor dari parameter yang ditaksir (p+1) x 1 X : matriks variabel independen berukuran n x (p+1)

Y : vektor observasi dari variabel dependen berukuran (n x 1)

Uji signifikansi parsial yaitu uji untuk mengetahui variabel mana saja yang

mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Hipotesis yang digunakan

adalah

H0: βk H

= 0

1: βk

Dengan taraf signifikansi adalah α = 5% ≠ 0 dengan k = 1, 2, 3, …p

Dengan statistik uji yang digunakan adalah

�ℎ�� =��������~��−2−� (2.5)

Dengan keputusan tolak H0 jika |thit| > t(df, 1-α/2)

df : n-2-k

. Variabel yang tidak berpengaruh

secara signifikan dapat dihilangkan dalam model. Di mana

n : jumlah pengamatan

k : jumlah variabel bebas

2.2 Regresi Spasial

Regresi spasial adalah metode untuk memodelkan suatu data yang memiliki unsur

spasial. Model umum regresi spasial atau juga biasa disebut Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA) dalam bentuk matriks (Le Sage 1999; Anselin 2004) dapat disajikan sebagai berikut :

�= ρ�� + �� + � (2.6)

�= �+ � (2.7)

(3)

Dengan

y : vektor variabel dependen berukuran n x 1

X : matriks variabel independen dengan ukuran n x (k+1)

� : vektor koefisien parameter regresi dengan ukuran (k+1) x 1

ρ : parameter koefisien spasial lag variabel dependen

λ : parameter koefisien spasial lag pada error u, � : vektor error dengan ukuran n x1

W : matriks pembobot dengan ukuran n x n

n : jumlah amatan atau lokasi (i = 1, 2, 3, …,,n)

I : matriks identitas dengan ukuran n x n

Pada persamaan (2.6) dapat dinyatakan dalam bentuk

� -ρ�� = �� + � (2.8)

(I-ρ�)� = �� + �

Sedangkan pada persamaan (2.7) dapat dinyatakan dalam bentuk

(I-λW)� = � atau

� =(I-λW)-1

Persamaan (2.8) dan (2.9) disubtitusi ke persamaan (2.6), maka akan diperoleh

bentuk persamaan yang lain yaitu :

� (2.9)

(I-ρ�)� = �� +(I-λW)-1� (2.10)

Pendugaan parameter pada model umum persamaan regresi spasial dalam bentuk

matriks (Anselin, 1988) yaitu :

(4)

2.3 Spatial Autoregressive Model (SAR)

Jika nilai ρ≠0 dan λ=0 maka model regresi spasial akan menjadi model regresi

spasial Mixed Regressive-Autoregressiv atau Spatial Autoregressive Model (SAR) atau disebut juga Spatial lag Model (SLM) (Anselin, 1988) dengan bentuk

persamaannya yaitu :

�= ρ�� +��+ � (2.12)

�~ N( 0, σ2 I)

Model persamaan (2.12) mengasumsikan bahwa proses autoregressive hanya pada

variabel dependen. Pada persamaan tersebut, respon variabel y dimodelkan

sebagai kombinasi linier dari daerah sekitarnya atau daerah yang berimpitan

dengan y, tanpa adanya eksplanatori variabel yang lain. Bentuk penaksir dari

metode SAR adalah

�̂= (���)−1 (� − ��) (2.13)

Dan penduga untuk ρ adalah

��= (������)−1

2.4 Spatial Error Model (SEM)

Jika ρ=0 d an λ≠0 , maka persamaan (2.6) menjadi model Spatial Error Model

(SEM) dengan bentuk persamaannya yaitu

�=�� + , �= �+ � (2.14)

� ~ N (0, σ2I)

Model galat spasial adalah model regresi linier yang pada peubah galatnya

(5)

β�=��X− λ�WX�T�X− λ�WX��− 1

�X− λ�WX�T�y− λ�Wy� (2.15)

Untuk penduga parameter λ diperlukan suatu iterasi numerik untuk mendapatkan

penduga untuk λ yang memaksimalkan log kemungkinan tersebut.

2.5 Signifikansi Parameter Regresi Spasial

Anselin (2003) menyatakan bahwa salah satu prinsip dasar penduga Maksimum

Likelihood adalah asymptotic, artinya semakin besar ukuran n maka kurva akan

semakin mendekati kurva sebaran normal. Pengujian signifikansi parameter

regresi (β) dan autoregresif (ρ dan λ) secara parsial yaitu didasarkan pada nilai

ragam galat (σ2

Dimana β

), sehingga statistik uji signifikansi parameter yang dipergunakan

yaitu

�ℎ����� = .��

(�)

(θ)

H

merupakan asymptotic standard error. Melalui uji parsial

masing-masing parameter θ dengan hipotesis

0 H

: θ = 0

1

Dimana θ merupakan parameter regresi spasial (yaitu β, λ, dan ρ), apabila Z : θ ≠ 0

hitung ≥ Z(α/2) atau ρ = value < α/2, maka keputusan tolak H0, artinya koefisien regresi layak digunakan pada model.

2.6 Efek Spasial

(6)

2.6.1 Efek Heteroskedastisitas (Spatial Heterogenity)

Efek heterogenitas adalah efek yang menunjukan adanya keragaman antar lokasi.

Jadi, setiap lokasi mempunyai struktur dan parameter hubungan yang berbeda.

Pengujian efek spasial dilakukan dengan uji heterogenitas yaitu menggunakan uji

Breusch-Pagan test (BP test)

Keragaman spasial menggunakan uji Breusch-Pagan (Anselin, 1988). Hipotesis yang diuji adalah:

H0∶ �1 2 = �2 2 =⋯= �2 = �2 (ketidakragaman antar wilayah/varians sama)

H1 : minimal ada satu �2≠ σ2 (terdapat keragaman antar wilayah / bersifat heteroskedastisitas)

Statistik uji Breusch-Pagan (BP) adalah

BP = �1

2� ℎ

()−1 ~ (2�)

Elemen vektor h adalah

hi =��� 2

�2 − 1�

dengan ei adalah kuadrat galat untuk pengamatan ke-i dan Z adalah vektor y berukuran n × 1 yang sudah dinormal standarkan untuk setiap pengamatan.

Kriteria uji BP �≤ �(�),

2 ������

(7)

2.6.2 Efek Defendensi Spasial (Spatial Dependence)

Spatial dependence muncul berdasarkan hukum Tobler I (1979) yaitu segala sesuatu saling berhubungan dengan hal yang lain tetapi sesuatu yang lebih dekat

mempunyai pengaruh yang besar. Penyelesaian yang dilakukan jika ada efek

dependensi spasial, adalah pendekatan area.

Anselin (1988) menyatakan bahwa uji untuk mengetahui Spatial dependence di dalam error suatu model adalah dengan menggunakan statistik

Moran’s I dan Langrange Multiplier (LM).

2.6.2.1 Moran’sI

Moran’s adalah sebuah tes statistik lokal untuk melihat nilai autokorelasi spasial,

yang mana digunakan untuk mengidentifikasi suatu lokasi dari pengelompokan

spasial atau autokorelasi spasial. Menurut Lembo (2006) dalam Kartika (2007)

autokorelasi spasial adalah korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri

berdasarkan ruang. Cliff dan Ord (1973, 1981) menghadirkan uji statistik Moran’s

I untuk sebuah vektor observasi Yn = (Yn1, …, Ynn) pada n lokasi. Rumus Moran’s I untuk matrik pembobot (W) tidak dalam bentuk normalitas, adalah

I = �

∑��=1∑��=1��� −

������

���� (2.16)

Dengan eni = Yni - 1

�∑��=1��� adalah sebuah vektor deviasi untuk rata-rata sampel

Wn = [Wnij

I = ������

���� (2.17)

] adalah matrik bobot spasial. Rumus Moran’s I dengan matrik

pembobot (W) dalam bentuk normalitas, persamaan (2.16) direduksi menjadi

Nilai ekspektasi dari Moran’s I (Lee dan Wong, 2001) adalah

E(I) = I0 = − 1

(8)

Jika I > I0, maka nilai autokorelasi bernilai positif, hal ini berarti bahwa pola data membentuk kelompok (cluster), I = I0 artinya tidak terdapat autokorelasi spasial, dan I < I0 artinya nilai autokorelasi bernilai negatif, hal ini berarti pola data menyebar.

Uji statistik Moran’s I, dibatasi oleh 1.0 (yang berarti klaster spasial bernilai

autokorelasi positif) dan -1.0 (yang berarti klaster spasial berniali autokorelasi

negatif). Nilai autokorelasi spasial dikatakan kuat, apabila nilai tinggi dengan

tinggi atau nilai rendah dengan rendah dari sebuah variabel berkelompok dengan

daerah sekitarnya (common side).

Moran’s I scatterplot adalah sebuah diagram untuk melihat hubungan antara nilai

amatan pada suatu lokasi (distandarisasi) dengan rata-rata nilai amatan dari

lokasi-lokasi yang bertetanggaan dengan lokasi-lokasi yang bersangkutan (Lee dan Wong,

2001). Jika I > I0 maka nilai autokorelasi bernilai positf,sedangkan jika I < I0 maka nilai autokorelasi bernilai negatif. Pembagian kuadrannya (Perobelli dan

Haddad, 2003) adalah

Kuadran I disebut High-High, menunjukan nilai observasi tinggi dikelilingi oleh

daerah yang mempunyai nilai observasi yang tinggi berlawanan dengan kuadran

III disebut Low-Low, menunjukan nilai observasi rendah dikelilingi oleh daerah

(9)

yang mempunyai nilai observasi rendah. Kuadran II dai nilai observasi disebut

Low-High menunjukan nilai observasi rendah dikelilingi oleh daerah yang

mempunyai nilai observasi tinggi berkebalikan dengan kuadran IV disebut

High-Low, menunjukan nilai observasi tinggi dikelilingi oleh daerah yang mempunyai

nilai observasi yang rendah (Kartika, 2007).

2.6.2.2 Lagrange Multiplier (LM) Test

Uji LM (Lagrange Multiplier) digunakan untuk menentukan apakah model

memiliki efek spasial atau tidak. Lagrange Multiplier (LM) yang mana pada tes

ini, nilai sisa dari kuadrat terkecil dan hitungan matrik bobot spasial W. Bentuk

tes LM (Anselin, 1988), yaitu

LM SEM : LM = (1/T)(eTW2Y/ σ2)2 ~ �P

e : nilai residu dari hasil OLS

n : banyak observasi

Pada uji Lagrange Multiplier (LM), ada tiga hipotesis yang dilakukan, yaitu :

1. Untuk SAR, H0 : ρ = 0 dan H1 2. Untuk SEM, H

: ρ≠ 0

0∶ λ = 0 dan H1 3. Untuk mixture Model, H

∶λ≠0

0∶ρ, λ =0 dan H1 Dalam mengambil keputusan, tolak H

∶ρ, λ ≠0

0 jika LM > �P

(10)

2.7 Matriks Keterkaitan Spasial (Spasial Weight Matrices)

Bentuk umum matriks spasial (W) adalah

W = �

�11 … �1�

⋮ ⋱ ⋮

��1 … ���

� (2.20)

Pembentukan matriks keterkaitan spasial yang sering disebut matrik W dapat

menggunakan berbagai teknik pembobotan. Anselin (2002) mengusulkan 3 (tiga)

pendekatan untuk mendefenisikan matriks W, yaitu contiguity,distance, dan

general. Matriks W berdasarkan persentuhan batas wilayah yang bertetangga,

yaitu interaksi yang memiliki persentuhan batas wilayah (common boundary).

Sebuah matriks W yang dibentuk adalah simetrik dan diagonal utama selalu

bernilai nol seperti jika Wmn diberi nilai 1, maka Wnmbernilai 1 juga. Pada prakteknya, definisi batas wilayah tersebut memiliki beberapa alternatif. Secara

umum terdapat berbagai tipe interaksi, yaitu Rook contiguity, Bishop contiguity

dan Queen contiguity.

Berikut penjelasannya :

a. Rook contiguity ialah persentuhan sisi wilayah satu dengan sisi wilayah yang

lain yang bertetanggaan. Pada gambar 2.1, wilayah 1 bersentuhan dengan

wilayah 2 sehingga W12 = 1 dan yang lain 0 atau pada wilayah 3 bersentuhan dengan wilayah 4 dan 5 sehingga W34 =1, W35

b. Bishop contiguity ialah persentuhan vertek wilayah satu dengan wilayah

tetangga yang lain. Pada gambar 2.1, wilayah 2 bersentuhan titik dengan

wilayah 3 sehingga W

= 1 dan yang lain 0.

23

c. Queen contiguity ialah persentuhan baik sisi maupun vertek wilayah satu

dengan wilayah yang lain yaitu gabungan rook contiguity dan bishop

contiguity. Contoh W

= 1 dan yang lain 0.

(11)

Gambar 2.1 : Ilustrasi dari contiguity

Sumber : (James P. Lesage, 1998)

Matriks W yang merefleksikan queen contiguity pada gambar 2.1 adalah

0 1 0 0 0

1 0 1 0 0

Wqueen = 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1

0 0 1 1 0

(1) (2)

(3) (5)

(12)

Matriks queen contiguity atau rook contiguity yang sudah diperoleh, dibentuk

kedalam bentuk matriks normalitas, yaitu matriks dimana jumlah dari setiap

barisnya adalah satu, sehingga matriks normalitas dari matrik Wqueen tersebut

adalah

Teori graf adalah cabang kajian yang mempelajari sifat-sifat graf. Secara

informal, suatu graf adalah himpunan benda-benda yang disebut simpul (vertex

atau node) yang terhubung oleh sisi (edge) atau busur (arc). Biasanya graf

digambarkan sebagai kumpulan titik-titik (melambangkan simpul) yang

dihubungkan oleh garis-garis (melambangkan sisi) atau garis berpanah

(melambangkan busur). Suatu sisi dapat menghubungkan suatu simpul dengan

simpul yang sama. Sisi yang demikian dinamakan gelang (loop).

Gambar

Gambar  2.1 : Ilustrasi dari contiguity
Gambar  2.2 : Graf  dengan 6 simpul dan 7 sisi

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini ditunjukkan dengan penurunan kadar air bahan, dengan kadar air awal sebesar 90,42 % menjadi 24,19 % produk setelah dikeringkan selama 7 jam pengeringan, karena

[r]

Pada hari ini, Kamis tanggal Satu ban Nopember tahun Dua Ribu Duabelas, bertempat di Sekretariat Rumah Tangga Gedung Keuangan Negara Manado, lantai 1 Gedung Keuangan Negara,

Dalam tradisi Ruwatan Bulan Purnama mayoritas pesertanya menganut agama Islam akan tetapi pada hakekatnya tidak hanya masyarakat muslim saja yang diperbolehkan

Berdasarkan hasil pada tabel 2 diperoleh gambaran yang dapat menjelaskan tingkat kecemasan pada ibu rumah tangga dengan HIV positif yang menjadi responden,

Numbered Heads Together (NHT) untuk meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas IV SDN 016 Simpang Poros semester 2 menggunakan penerapan model pembelajaran

Permohonan tersebut diajukan pada saat memuncaknya tensi perang dagang antara dua kekuatan ekonomi dunia yang dipicu oleh peryataan Presiden Trump mengenai pajak impor sebesar

Suatu penangkapan yang baru dapat diteruskan dengan penahanan apabila ada dugaan keras telah melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan