• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) (Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) (Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Tinjauan Pustaka

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah

Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang

dibawa dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor.

Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara

komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien

Hallet (orang Belgia). Bididaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang

menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.

Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan

Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

Pada tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan

pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada

masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa

menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa

pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan

perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada

sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton

pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor

250.000 ton minyak sawit.

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika barat,

merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai

(2)

lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah

Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam

di Kebun Raya bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon

(Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda).

Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan

pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911.

Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet

(orang Belgia), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt

yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai

berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur

Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat

sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu.

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami

kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total

luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya

mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940

Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia,

pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan).

Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer

di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL

(Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan

(3)

politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan

produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak

sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan

dalam rangka menciptakan kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong

pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan

mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar

721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang

pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah

yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR – BUN).

Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di

Indonesia. Hal ini menunjukkan meningkatnya permintaan akan produk

olahannya. Ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia antara lain ke Belanda, India,

Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit (PKO)

lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brasil.

Sumber daya alam yang mendukung, sarana produksi yang tersedia,

kemudahan yang diberikan pemerintah dan harga minyak sawit yang cukup baik

telah terbukti mampu meningkatkan pendapatan perkebunan dibeberapa daerah.

Peningkatan produksi ini juga telah mendorong ekspor untuk menambah

devisa. Sehingga menempatkan Indonesia sebagai Negara penghasil

minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia.

Perkebunan terdiri dari unit kebun yang luasnya bervariasi. Bagi kebun

(4)

olah 30 ton TBS /jam atau 12.000 ha tanaman + 1 unit pabrik berkapasitas olah

60 ton TBS/jam. Beberapa kebun tergabung dalam satu grup perusahaan.

Berdasarkan pada hal tersebut maka kebun kelapa sawit di Indonesia akan

memiliki lebih dari 200 kebun yang tersebar pada 16 provinsi. Tiap perusahaan

menerapkan masing-masing sistem manajemen, namun pada dasarnya akan sama

karena kegiatan-kegiatannya hampir serupa. Perkebunan kelapa sawit di

Indonesia dikembangkan dalam program seperti system PTP, PIR (kebun inti +

kebun plasma), PIR transmigrasi, P2WK, Koperasi, PBS dan pemilikan pribadi.

Harapan ini didasarkan atas meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya

pendapatan per kapita serta meningkatnya konsumsi dalam negeri baik untuk

pangan dan industry serta suksesnya penelitian penggunaan minyak sawit

sebagai pengganti industry barang yang masih memakai minyak bumi maupun

sebagai sumber energy. Kita optimis agribisnis kelapa sawit dimasa depan masih

cerah (Adalahin,1994).

Kelapa sawit (Elaeis Guineensis) termasuk golongan tumbuhan

palma. Sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19

yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri

sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh

Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas

Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini

berkembang dan merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia

Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa

dilihat di Kebun Raya Bogor. Kelapa sawit di Indonesia baru diusahakan

(5)

dilakukan pada tahun 1919. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di

Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911.

Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai

menghasilkan pada umur 3 tahun dengan umur produktif hingga 25 – 30

tahun dan tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa

tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah

kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung

minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan

lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut

bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam.

Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Kelapa sawit

berkembang biak dengan biji, tumbuh di daerah tropis, pada ketinggian 0-500

meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit menyukai tanah yang subur, di

tempat terbuka dengan kelembaban tinggi. Kelembaban tinggi itu antara lain

ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi, sekitar 2000-2500 mm setahun.

Produksi utama kelapa sawit adalah Tandan buah segar. Tandan

buah segar dapat diolah menjadi biji sawit, daging buah, dan pakan ternak. Biji

sawit diolah kembali menjadi bahan bakar, briket, minyak goreng, salad oil,

pakan ternak dan tempurung arang. Daging buah dapat menjadi minyak sawit,

sebagai bahan baku margarine, minyak kasar (minyak makan), suldge, sabun

dan bahan pakan ternak. Minyak sawit (CPO) dapat juga digunakan sebagai

bahan bakar nabati (biofuel) pengganti bahan bakar minyak fosil, sehingga

(6)

ini menunjukan kelapa sawit mempunyai nilai investasi yang baik untuk

dikembangkan (Pahan, 2006).

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Faktor Produksi

Faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah

proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi 4

kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan.

Perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi

seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan

oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical

resources). Selain itu, beberapa ahli juga menganggap sumber daya informasi

sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di

era globalisasi ini.(Griffin R, 2006) .

Faktor produksi fisik ialah semua kekayaan yang terdapat di alam

semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses

produksi. Faktor yang termasuk di dalamnya adalah tanah, air, dan bahan mentah

(raw material). Secara total, saat ini ada 5 hal yang dianggap sebagai faktor

produksi, yaitu tenaga kerja (labor), modal (capital), sumber daya fisik (physical

resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi

(information resources).

Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal

sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam

(7)

modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal

yang berupa pinjaman bank.

Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal

abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam

proses produksi. Misalnya mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan yang

dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata,

tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak

merek.Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan

modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari

perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya.

Contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di

bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang

dimiliki oleh pemerintah dan digunakan ukt kepentingan umum dalam proses

produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan,

jembatan, atau pelabuhan.

Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal

lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-

ulang. Misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang

dimaksud dengan modal lancar adalah modal yang habus digunakan dalam satu

kali proses produksi. Misalnya, bahan-bahan baku.

Tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung

maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga

(8)

produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang

dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan

berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya.

Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja dapat dibagi menjadi tenaga kerja

terdidik, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih.

Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu

sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan,

dan ahli hukum.

Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memerlukan kursus atau

latihan bidang-bidang keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya.

Misalnya tukang listrik, montir, tukang las, dan sopir. Sementara itu, tenaga

kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak

membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya.

Misalnya tukang sapu, pemulung, dan lain-lain.

Berdasarkan sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja

rohani dan tenaga kerja jasmani. Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang

menggunakan pikiran, rasa, dan karsa. Misalnya guru, editor, konsultan, dan

pengacara. Sementara itu, tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang

menggunakan kekuatan fisik dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las,

pengayuh becak, dan sopir.

2.2.2. Faktor Produksi Kelapa Sawit

Ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas

(9)

tindakan kultur teknis. Tentu saja ketiganya saling terkait dan mempengaruhi

satu sama lain.

Ketiga faktor berikut, yaitu lingkungan, bahan tanaman, dan

tindakan kultur teknis, begitu sangat dominan dalam mempengaruhi kesuksesan

membudidayakan tanaman kelapa sawit yang hasilnya berupa minyak sawit

mentah (CPO) sekarang menjadi andalan ekspor nonmigas Indonesia.

Mengutip buku Seri Budi Daya Kelapa Sawit karangan Suyatno Risza,

bahwa faktor lingkungan itu mencakup iklim, tanah dan topografi. Iklim yang

paling banyak diamati pada tanaman berkaitan dengan curah hujan karena

tanaman sawit memang rakus akan air.

Curah hujan yang dikehendaki adalah 2.000 – 2.500 mm per tahun dan

merata sepanjang tahun tanpa bulan kemarau panjang. Kekurangan atau

kelebihan curah hujan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas

sawit.

Musim kemarau panjang dapat mengancam terjadinya penurunan

produksi. Memang, sinar matahari dapat mendorong pembentukan bunga,

pertumbuhan vegetatif dan produksi buah. Tapi penyinaran matahari yang lama

(kemarau) akan mempengaruhi tingginya suhu dan mempengaruhi pembungaan

dan kematangan buah.Pengetahuan tentang iklim hendaknya dipahami dengan

baik. Hal ini diperlukan untuk mendukung berbagai kegiatan lapangan

seperti pembukaanlahan baru, jadwal penanaman, pemupukan, upaya

pengawetan tanah dan sebagainya.

Adapun tanah berkaitan dengan sifat fisik dan kimia setiap jenis

(10)

berbeda. Bagi tanaman sawit sifat fisik tanah lebih penting daripada sifat

kesuburan kimiawinya, karena kekurangan unsur hara dapat diatasi dengan

pemupukan.

Jenis-jenis tanah di mana tanaman sawit dapat tumbuh adalah tanah

Podsolik Coklat, Podsolik Kuning, Podsolik Coklat Kekuningan, Podsolik Merah

Kuning, Hidromorfik Kelabu, Alluvial, Regosol, Gley Humik, Organosol (tanah

gambut). Tanah Podsolik Merah Kuning paling cocok untuk sawit. Sedangkan

Podsolik Kuning kurang bagus karena miskin hara terutama fosfat

dan magnesium.

Kedua, faktor bahan tanaman. Keberhasilan usaha perkebunan sawit

antara lain juga dipengaruhi faktor bahan tanaman yang memiliki sifat-sifat

unggul. Bibit unggul akan menjamin pertumbuhan yang baik dan tingkat

produktivitas tinggi bila dilaksanakan secara optimal.

Pada bahan tanaman sawit ini dibedakan atas dua bagian, yakni Vegetatif

dan Generatif. Bagian vegetatif tanaman sawit meliputi akar, batang dan daun.

Tanaman sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer, sekunder, tertier

dan kuartier. Akar primer umumnya tumbuh ke bawah, sedangkan akar sekunder,

tertier dan kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah.

Produksi Kelapa Sawit banyak petani yang mengeluh karena Produksi

Kelapa sawit yang dimiliki mengalami penurunan dan petani tersebut tidak

mengetahui mengapa hal tersebut terjadi. Produksi kelapa sawit yang

sangat rendah sebenarnya sangat dapat dijelaskan secara agronomi mengapa hal

(11)

kenapa penurunan produksi kelapa sawit yang dimilikinya jika peka dengan

sawit yang dimilikinya.

Yan dkk (2002) pertumbuhan dan produktifitas kelapa sawit dipangaruhi

oleh banyak faktor, baik faktor dari luar meupun dari tanaman kelapa sawit itu

sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor

lingkungan, genetis dan faktor teknis agronomis. Dalam menunjang

pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit, faktor tersebut saling terkait dan

mempengaruhi satu sam lain. Untuk mencapai produksi kelapa sawit yang

maksimal, diharapkan ketiga faktor tersebut selalu dalam keadaan optimal.

Menurut Ponten (1998) bahwa tanaman kelapa sawit sudah mulai

menghasilkan pada umur 20-30 bulan. Buah yang pertama keluar

masih dinyatakan dengan buah pasir artinya belum dapat diolah dalam pabrik

karena masih mangandung minyak yang rendah. Buah kelapa sawit yang normal

berukuran 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir berisi sekitar 10-18

bulir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Bulir-bulir ini menyusun

tandan buah yang berbobot rata-rata 20-30 kg/tandan. TBS inilah yang

dipanen dan diolah di PKS.

Menurut Fauzi (2002) bahwa pada dasarnya ada dua macam olahan utama

TBS dipabrik, yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah

dan minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. Minyak nabati

yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah

(CPO) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO) yang tidak berwarna

(jernih). CPO atau KPO banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan

(12)

baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik dan sebagai bahan bakar

alternatif ( minyak diesel) (Buana, 2003).

Adapun penyebab produksi kelapa sawit rendah adalah dapat dijelaskan

sebagai berikut ini :

1. Bibit yang digunakan palsu

Bibit adalah salah satu faktor utama penentu produksi kelapa sawit.

Pihak produsen benih sudah menentukan tren produksi dari benih tersebut.

seringkali petani menanam benih kelapa sawit palsu akibatnya petani

mengalami produksi kelapa sawit yang rendah sepanjang tanaman itu

ditanam. Hal inilah salah satu faktor penyebab rendahya produksi kelapa

sawit. Sebagai contoh jika kita menggunakan bibit asli Topaz akan

memperoleh hasil 35,6 Ton per hektar tiga tahun setelah tanam.

2. Pemupukan

Faktor kedua yang sangat menentukan produksi kelapa sawit adalah

pemupukan. Pemupukan ini sangat menentukan produksi kelapa sawit yang

akan diperoleh. Jika pemupukan tidak dilakukan dengan benar maka

produuksi yang dihasilkan akan sangat rendah.

3. Kondisi Gulma

Faktor ketiga yang menentukan produksi kelapa sawit adalah kondisi

gulma. Kondisi gulma yang terkontrol tidak akan mempengaruhi produksi

kelapa sawit karena tingkat persaingan unsur hara dengan tanaman tidak

berpengaruhtetapi jika kondisi gulma kelas A dan B sangat banyak

atau dominan diperkebunan kelapa sawit maka produksi yang dihasilkan

(13)

4. Cara Panen

Cara panen juga mempengaruhi produksi kelapa sawit, dimana jika

petani sering memanen buah mentah maka tanaman kelapa sawit akan

mengalami stress akibantya produksi yang dihasilkan akan mengalami

penurunan di tahun berikutnya.

5. Tunasan

Tunasan yang terlambat akan menyebabkan loses buah yang banyak

sehingga produksi kelapa sawit akan menurun, oleh karena itu untuk

mendapatkan produksi kelapa sawit yang maksimal diperlukan penunasan yang

sesuai aturan.

6. Kondisi cuaca

Kelapa sawit adalah tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah yang

banyak oleh karena itu kondisi cuaca sangat menentukan tren produksi kelapa

sawit. Jika curah air rendah maka produksi akan menurun sedangkan jika curah

hujan tinggi maka produksi kelapa sawit akan meningkat.

2.2.3. Teori Produksi

Fungsi produksi adalah hubungan diantara faktor-faktor produksi dan

tingkat produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor

produksi seperti yang telah dijelaskan dapat dibedakan kepada empat golongan

yaitu: tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawaan. Didalam teori

ekonomi, didalam menganalisis mengenai produksi selalu dimisalkan bahwa

tiga faktor produksi yang belakangan dinyatakan (tanah, modal dan

(14)

Fungsi produksi menejelaskan hubungan antara faktor-faktor produksi

dengan hasil produksi. Faktor produksi dikenal dengan istilah input, sedangakn

hasil produksi disebut dengan output. Hubungan kedua variabel (input dan

output) tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan, sebagai berikut: Q =

f (K,L,N, dan T) Q adalah output, sedangkan K,L,R, dan Tmerupakan input.

Input K adalah jumlah modal, L adalah jumlah tenaga kerja, N adalah sumber

daya alam, dan T adalahs teknologi. Besernya jumlah output yang dihasilkan

tergantung dari penggunaan input-input tersebut. Jumlah output dapat

ditingkatkan dengan cara meningkatkan penggunaan jumlah input K,L dan N

atau meningkatkan teknologi. Untuk memperoleh hasil yang efisien, produsen

dapat melakukan pilihan penggunaan input yang lebih efisien (Bangun. 2007).

Fungsi produksi dengan satu input menjelaskan hubungan antara jumlah

output dengan satu input. Kalau output itu adalah tenaga kerja, maka fungsi

produksi disini menjelaskan hubungan antara Output dengan jumalh tenaga kerja,

dimisalkan input-input yang lain tetap. Dengan perkataan lain, jumlah

output ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan. Secara sistematis

hubungan kedua variable tersebut adalah sebagai berikut: Q = f (L) Dalam teori

produksi ada beberapa konsep yang perlu diketahui antara lain, produksi totoal

(total product/TP), Produk rata-rata (Average Product/AP), dan produk marjinal

(Marjinal Product/MP) .

1. Produk Total Pruduk total adalah jumlah produk yang dihasilkan

dengan menggunakan input (tenaga kerja)

2. Produk rata-rata Produk rata-ratas (AP) adalah rata-rata produk

(15)

rata-rata merupakan hasil bagi antara total produk (TP) dengan jumlah tenaga

kerja (L). Dengan menggunakans rumus produksi rata-rata adalah sebagai

berikut: AP = TP/L

3. Produk Marjinal Produk marjinal (MP) adalah tambahan jumlah produk

yang diakibatkan oleh tambahan satu unit input (tenaga kerja) yang

digunakan. Dengan demikian, produk marjinal merupakan perbandingan

antara perubahan produk total dengan perusahaan jumlah tenaga kerja yang

digunakan. Dengan menggunakan rumus produk marjinal adalah sebagai

berikut: MP= DTP/DL

2.2.4. Law of Diminishing Return

The Law of Diminishing Return dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi

dari Inggris, David Richardo (1772-1823). David mengemukakan bahwa, jika

kita menambah terus-menerus salah satu unit input dalam jumlah yang

sama, sedangkan input yang lain tetap, maka mula-mula akan terjadi tambahan

output yang lebih dari proporsional (increasing return), tapi pada titik tertentu

hasil lebih yang kita peroleh akan semakin berkurang (diminshing return).Law of

diminishing returns adalah sebuah hukum dalam ekonomi yang menjelaskan

tentang proporsi input yang tepat untuk mendapatkan output maksimal. Teori ini

menjelaskan bahwa ketika input yang kita miliki melebihi kapasitas produksi dari

input, maka return (pendapatan) kita akan semakin menurun. Terdapat tiga

tingkat dalam teori ini, yaitu fase increasing return (pendapatan yang

meningkat), fase kedua dimana pendapatan tetap meningkat tapi pada intensitas

(16)

Gambar 1. Kurva Law of Diminishing Returns

Keterangan: TP = Total Produksi

AP = Average Product (Produksi Rata-rata)

MP = Marginal Product

2.3. Penelitian Terdahulu

Faktor penentu produksi TBS kelapa sawit yang digunakan untuk

mengetahui pengaruhnya terhadap produksi TBS meliputi: faktor jumlah pupuk,

(17)

komponen-komponen produksi memperlihatkan komponen produksi yang

memiliki pengaruh terhadap produksi TBS adalah antara jumlah bunga betina

per pohon dengan komponen jumlah janjang per pohon yang dilihat dari hasil

uji korelasinya memiliki hubungan yang nyata, searah dan sangat erat.

Faktor penentu produksi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap

produksi TBS kelapa sawit secara berturut-turut adalah faktor tenaga

kerja, kondisi lahan, umur tanaman, pupuk dan curah hujan. Nilai koefisien

determinasi (R2) yang dihasilkan dalam analisis adalah sebesar 98.2% yang

diartikan bahwa 98.2% variasi variabel dependen dapat diterangkan oleh

variabel independen (jumlah pupuk, curah hujan, dan tenaga kerja) yang

terdapat di dalam model.

2.4. Kerangka Pemikiran

Ketersediaan input yang dimiliki oleh sebuah perkebunan akan

mempengaruhi produktivitas dari tanaman kelapa sawit yang dimiliki perkebunan

tersebut. Dimana dalam hal ini jika sebuah perusahaan memiliki kemudahaan

dalam mendapatkan input produksi maka akan memberikan dampak yang positif

bagi produktivitas tanaman kelapa sawit tersebut. Selanjutnya umur

tanaman termasuk dalam suatu hal yang mempengaruhi produktivitas TBS

dari kelapa sawit sehingga perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam agar

mengetahui seberapa besar pengaruh umur tanaman terhadap produktivitas

(18)

Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Umur Tanaman Kelapa Sawit

Faktor Input Produksi Kelapa Sawit

Produki Kelapa

Sawit

Produktivitas Kelapa Sawit ( TBS)

Keterangan :

= Menyatakan pengaruh

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, landasan teori,

dan kerangka pemikiran, hipotesis dalam penelitian ini adalah Umur tanaman

Gambar

Gambar 1. Kurva Law of Diminishing Returns
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas

Referensi

Dokumen terkait

Tarikh mula dikesan

Panitia Pelelangan/Pengadaan Barang dan Jasa Pembangunan Pagar Man Sukamara Tahun Anggaran 2012 mengumumkan Pemenang Lelang untuk Paket Pekerjaan sebagai

Pusat pengurusan krisis untuk operasi kawalan dan pembasmian wabak penyakit haiwan di IPPV, Putrajaya yang bertanggungjawab mentadbir, mengawal, menyelia dan

[r]

Tata cara pemasukan dokumen penawaran agar dilakukan sesuai dengan tahapan sebagaimana tercantum dalam dokumen pengadaan Bab III Bagian D tentang Pemasukan

Sesuai dengan Berita Acara Evaluasi Penawaran Nomor : 105/PANNllll2O12 tanggal 24 Agustus 241?-, Beritia Acara Hasil Evaluasi Pelelangan Nomor :122 /PANll)fJZAlz tanggal

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepadatan kultur Daphnia carinata King dan fotoperiode yang berbeda terhadap produksi efipium.. Hasil

Fenomena berbeda terjadi pada bak eksperimen dimana semakin dalam lapisan sampah, setelah 3 minggu percobaan, dengan adanya lapisan GCLs, maka kualitas lindi