• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Penerapan Tarif Impor Bawang Merah terhadap Jumlah Produktivitas Bawang Merah di Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Penerapan Tarif Impor Bawang Merah terhadap Jumlah Produktivitas Bawang Merah di Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan Salah satu komoditas

sayuran yang termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang

berfungsi sebagai bumbu masakan. Bawang merah kerap kali menjadi bumbu

wajib pada masakan, karena bawang merah menjadi semacam penguat rasa bagi

masakan. Selain itu, bawang merah adalah makanan padat nutrisi yang berarti

yang rendah kalori dan tinggi nutrisi bermanfaat seperti vitamin, mineral dan

antioksidan. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan

kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi

wilayah (Balitbang Pertanian, 2005).

Tanaman Bawang Merah Berasal dari Asia Tengah yaitu disekitar

Palestina (Sunarjono Dan Soedarmo, 1989). Tanaman ini merupakan tanaman

tertua dari silsilah budidaya tanaman oleh manusia. Hal ini ditunjukan pada zaman

I dan II (3200-2700 sebelum masehi) bangsa Mesir sering melukiskan bawang

merah pada patung dan tugu-tugu mereka. Di Israel tanaman bawang merah

dikenal tahun 1500 sebelum masehi (Rukman Rahmat, 1994). Pada tahun 2100

sebelum masehi bawang merah telah dikembangkan di Yunani kuno sebagai

(2)

Tabel 1.1 Luas Panen,Produksi,Produktivitas bawang merah

(3)

Gambar 1.1 Diagram Garis Produktivitas Bawang Merah di Sumatera Utara

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produktivitas tanaman

bawang merah di Sumatera Utara mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Adapun produktivitas tanaman bawang merah di Sumatera Utara pada tahun 2011

adalah 8,9 ton/ha dengan produksi 12.449 ton dan luas panen 1384 ha. Pada tahun

2012 produktivitas tanaman bawang merah adalah 8,9 ton/ha dengan produksi

14.156 ton dan luas panen 1581 ha, sedangkan pada tahun 2013 produktivitas

tanaman bawang merah adalah 7,9 ton/ha dengan produksi 8305 ton dan luas

panen 1048 ha. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan

produktivitas tanaman bawang merah di setiap tahunnya.

Pada saat ini peningkatan produksi bawang merah umumnya sangat

tergantung pada pupuk anorganik yang memberikan hasil yang tinggi tetapi

ternyata banyak menimbulkan masalah kerusakan lingkungan. Pupuk anorganik

ini bisa mengganggu kehidupan dan keseimbangan tanah, meningkatkan

(4)

dekomposisi bahan organik, yang kemudian menyebabkan degradasi struktur

tanah, kerentanan yang lebih tinggi terhadap kekeringan dan keefektifan yang

lebih rendah dalam menghasilkan panenan (Reijntjes et al., 2005). Oleh karena itu

perlu dilakukan usaha untuk tetap menjaga dan memperbaiki agregasi tanah, salah

satu usaha yang penting adalah dengan memberikan pupuk organik pada tanah

sehingga kecukupan unsur hara tergantikan dari yang diserap tanaman, komposisi

tanah tidak mengalami pemadatan dengan adanya bahan organik serta pengikatan

air lebih baik sehingga pengikisan air berkurang (Isnaini, 2006).

Peningkatan produksi yang lambat sementara konsumsi terus meningkat

seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan menjadikan

ketersediaan bawang merah untuk keperluan rumah tangga dan industri makanan

seringkali kurang dari kebutuhan belum lagi seringnya menipis pasokan bawang

merah menambah masalah dan hal ini mendorong naiknya harga komoditas

tersebut. Sebagai tanaman musiman, puncak produksi bawang merah terjadi pada

bulan-bulan tertentu, sementara konsumsi bawang merah hampir digunakan setiap

hari dan bahkan pada hari-hari besar keragamaan permintaannya cenderung

melonjak. Adanya perbedaan pola produksi dan permintaan menyebabkan

terjadinya gejolak harga pada waktu tertentu, berupa lonjakan kenaikan harga ada

saat permintaan lebih tinggi dari pasokan, atau harga merosot pada saat pasokan

(5)

Tabel 1.2 Luas panen,Produksi dan Produktivitas bawang merah Di Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota.

Kabupaten Luas panen

Humbang Hasundutan 105 824 80,19

Simalungun 403 5.915 146,7

Samosir 217 1.358,40 62,6

Padang Lawas 7 5 7,1

Jumlah 1335 13.203,92 98,9

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2012

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan pusat Statistik tahun 2011 di

Sumatera Utara terdapat 9 kabupaten yang memproduksi bawang merah yang

paling luas panennya adalah kabupaten Simalungun 403 ha sedangkan Kabupaten

Dairi merupakan penghasil bawang merah terbanyak sekitar 2.714 ton, diikuti

Simalungun 5.915 ton, Samosir 1.358 ton.

Bawang merah sudah lama dikembangkan di kabupaten Dairi khususnya

di kecamatan Silahisabungan. Namun terjadi penurunan perluasan panen dalam

beberapa tahun terakhir. Penurunan jumlah luas panen inipun diikuti dibeberapa

kabupatan/kota di Sumatera Utara. Penurunan jumlah luas panen bawang merah

pada beberapa tahun terakhir di Sumatera Utara dikarenakan banyaknya lahan

(6)

Tabel 1.3 Perbedaan Produksi dan Konsumsi bawang merah di

konsumsi bawang merah di Sumatera Utara. Oleh karena itu impor bawang merah

selalu harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ini.

Tabel 1.4 Impor Bawang Merah Di Sumatera Utara

Tahun Berat Bersih

(7)

Gambar 1.2 Diagram Garis Impor Bawang Merah di Sumatera Utara

Kebutuhan bawang merah sangat begitu besar, Hampir semua masakan

pada umumnya menggunakan bawang merah sebagai sebagai bumbu penyedap

(Estu dan Nur Berlian 1996). Berdasarkan data pada tahun 2011, produksi bawang

merah di Sumatera utara hanya 13.203,92 ton dengan konsumsi 38.681,51

Artinya, ada kekurangan produksi 25.477,59 ton. Untuk memenuhi kekurangan

produksi tersebut maka mengharuskan pemerintah melakukan impor bawang

merah. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika Provinsi

Sumatera Utara, jumlah impor bawang merah yang masuk ke Provinsi Sumatera

Utara terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut Badan Pusat

Statistik Pada tahun 2012 impor bawang merah ke Sumatera Utara sebesar

8.931.962 kg namun pada Tahun 2013 impor bawang merah ke Sumatera Utara

semakin meningkat sebesar 21.876.509 kg .

(8)

Dalam perdagangan internasional pemerintah perlu melakuan

proteksionisme untuk menjaga produksi dalam negeri serta produk dalam negeri

mampu bersaing secara domestik maupun global. Salah satu bentuk proteksionime

tersebut ialah penentukan tarif impor. Ibrahim Pranoto K (1997:55)

mendefinisikan tarif sebagai berikut: tarif disebut juga bea atau duty yaitu sejenis

pajak yang dipungut atas barang-barang yang melewati batas negara. Bea yang

dibebankan pada impor barang disebut bea impor atau bea masuk (import tarif,

import duty) dan bea yang dibebankan pada ekspor disebut bea ekspor, sedangkan

bea yang dikenakan pada barang-barang yang melewati daerah pabean negara

pemungut disebut bea transitu atau transit duty. Tiap barang impor yang masuk

maka akan dikenakan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilan (PPN) dan di

atur dalam Buku Tarif kepabeanan Indonesia Tahun 2012 (BTKI). Dalam BTKI

Bea Masuk bawang merah di tetapkan sebesar 20%. Keadaan ini di ikuti dengan

keputusan direktur perdagangan dalam negeri No.118/2013 tentang penetapan

harga Referensi produk Hortikultura. Harga referensi bawang merah di tetapkan

Rp.25.700/kg.

Pada tahun 2013 Komisi Pengawasan Persainggan Usaha (KPPU) menilai

kenaikkan bea masuk lebih realistis ketimbang penerapan kuota impor bawang

merah. Banyaknya petani yang tidak mau menanam bawang di karenakan bawang

merupakan suatu komoditas yang mahal dan sulit untuk di rawat,begitu juga

dengan margin keuntunggan yang tergolong minim. Kondisi ini tidak bisa diawasi

dengan kouta, karena harga tetap di tentukan oleh importir melalui kartel.

(9)

mendongkrang produksi bawang merah dalam negeri Hal inilah yang menjadi

pertimbangan bahwa perlu dilakukan penelitian ”Analisis Pengaruh Penerapan

Tarif Impor Bawang Merah Terhadap Jumlah Produktivitas Bawang Merah di Provinsi Sumatera Utara”

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka peneliti

mencoba merumuskan masalah “Adakah perbedaan produktivitas bawang merah

di Sumatera Utara sesudah dan sebelum tarif impor berlaku?”.

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang hendak dijawab, maka penelitian ini

secara spesifik bertujuan untuk “Untuk mengetahui pengaruh tarif impor bawang

merah terhadap jumlah produktivitas bawang merah di Sumatera utara”.

1.4

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses pengambilan

keputusan maupun kebijakan impor bawang merah di Sumatera Utara dan

Indonesia.

2. Bagi penulis sendiri, dapat menambah wawasan, pengetahuan dan

pengalaman serta latihan sebagai aplikasi ilmu-ilmu yang di peroleh

(10)

3. Informasi bagi masyarakat dalam mengetahui kontribusi kebijakan

pemerintah dalam menentukan tarif impor terhadap keberlangsungan

Gambar

Tabel 1.1 Luas Panen,Produksi,Produktivitas bawang merah  Di Sumatera Utara
Gambar 1.1 Diagram Garis Produktivitas Bawang Merah di Sumatera Utara
Tabel 1.2 Luas panen,Produksi dan Produktivitas bawang merah Di Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota
Tabel 1.3 Perbedaan Produksi dan Konsumsi bawang merah di Sumatera Utara Produksi Konsumsi  Kekurangan Produksi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari gambar terlihat bahwa efisiensi sel surya p-i-n a-Si:H doping-delta tanpa annealing menurun dari 5,39 % sampai 3,49 % dengan meningkatnya lama penyinaran dari 0 sampai 2,5

Nilai rata-rata Trading volume activity 5 hari sebelum pengumuman stock split sebesar 0,00759438 lebih kecil dari nilai standar deviasi sebesar 0.008506, artinya data

Formulasi pengukuran: Jumlah SKPD yang menerapkan SPIP secara memadai tahun n dibagi jumlah seluruh SKPD yang dievaluasi kali seratus persen Tipe penghitungan:e. Non Kumulatif

Dengan berlakunya Peraturan ini ketentuan pada diktum Pertama angka 1,2,3,4,8, dan 10 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 324/U/1997 tentang Pemberian

2014 pada Satuan Kerja Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan Pelelangan Sederhana (Lelang Ulang) dengan pascakualifikasi secara elektronik untuk

Faktor penggerak tersebut merupakan faktor yang memiliki pengaruh tinggi pada kinerja sistem dengan ketergantungan faktor yang rendah; (3) Faktor-faktor kunci kinerja paket

Dana untuk merealisasikan ekspansi tersebut dari alokasi belanja modal perseroan tahun 2018 yang sebesar Rp 3,5 triliun.. Saat ini perseroan telah memiliki 1.000 gerai apotek

Urutan rencana pelaksanaan tiap siklus adalah sebagai berikut: (1) Peneliti membuat rancangan pembela-jaran topik, membuat kompetensi dasar, indikator, tujuan