• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Jaminan Kesehatan Nasional Di Poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Jaminan Kesehatan Nasional Di Poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Pengertian Rumah Sakit menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tentang Rumah Sakit Tahun 2009 adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Rumah Sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum, gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat inap, operasi/bedah, pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, pemeliharaan sarana rumah sakit, serta pengolahan limbah (UU No 44, 2009).

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

(2)

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan

2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Permenkes RI No 340 tahun 2010 tentang klasifikasi rumah sakit dibedakan berdasarkan : pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarana dan administrasi dan manajemen. Adapun klasifikasi rumah sakit umum adalah :

a. Rumah Sakit Umum Kelas A

(3)

ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, jiwa, paru, onthopedi dan gigi mulut.

b. Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi, 4 (empat) spesialis penunjang medik yaitu :pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik. Sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13 (tiga belas) pelayanan spesialis lain yaitu : mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik: mata, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, urologi dan kedokteran forensik. Pelayanan Medik Subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar yang meliputi :Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi.

c. Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar :pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi dan 4 (empat) spesialis penunjang medik yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik. d. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

(4)

dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi.

2.2 Poliklinik

Pengertian poliklinik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012) adalah balai pengobatan umum tidak untuk perawatan atau pasien menginap. Kata dasar dari poliklinik adalah klinik yang mempunyai pengertian : bagian rumah sakit atau lembaga kesehatan tempat orang berobat dan memperoleh advis medis serta tempat mahasiswa kedokteran melakukan pengamatan terhadap kasus penyakit yang diderita para pasien.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 028/Menkes/Per/I/ 2011 tentang klinik bahwa klinik sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan dibutuhkan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang mudah diakses, terjangkau dan bermutu dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

(5)

atau non medis yang melayani berbagai jenis pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Instalasi Rawat jalan (Poliklinik).

Poliklinik rawat jalan adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang masuk rumah sakit untuk keperluan observasi, diagnosa, pengobatan, rehabilitasi medis dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa tinggal di ruang rawat inap. Pelayanan rawat jalan mencakup pengobatan medis praktek swasta perorangan, praktek bersama, klinik-klinik, pusat pelayanan medis swasta maupun pemerintah termasuk rumah sakit.

(6)

2.3 Mutu Pelayanan Rumah Sakit

Layanan merupakan suatu aktivitas atau hasil yang dapat ditawarkan oleh suatu lembaga kepada pihak lain yang biasanya tidak tampak dan hasilnya tidak dapat dimiliki orang lain. Proses layanan kepada pasien merupakan aktivitas rumah sakit yang memberikan kemudahan pada pasien untuk mendapat layanan, jawaban dan solusi (Depkes RI, 1999).

Mutu merupakan fenomena yang komprehensif dan multi dimensi, bisa digunakan pada pelayanan klinis maupun manajemen untuk mendukung pelayanan kesehatan. Kegiatan menjaga mutu dapat menyangkut satu atau beberapa dimensi, yaitu: kompetensi teknis, akses terhadap pelayanan, efektifitas, efisiensi, keamanan, hubungan antar manusia, kenyamanan dan kelangsungan pelayanan (Pohan, 2012).

Menurut Brown dalam Pohan (2012) mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Mutu pelayanan kesehatan adalah tingkat terbaik yang dihasilkan dan didokumentasikan dalam proses diagnosa dan terapi berdasarkan pengetahuan ilmu sehingga memperkecil kematian dan kesakitan.

(7)

penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan, kode etik dan pengetahuan sehingga memperkecil kematian dan kesakitan.

Dimensi mutu pelayanan kesehatan Parasuraman (2001) mengembangkan model yang komprehensif dari mutu pelayanan kesehatan yang berfokus pada aspek fungsi dari pelayanan, yaitu:

a. Tampilan fisik, yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, pegawai dan media komunikasi dengan indikator:

1). Kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan.

2). Penataan ruang tunggu dan ruang periksa kesehatan pasien. 3). Kesiapan dan kebersihan alat-alat yang dipakai.

b. Reliabilitas, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang dijanjikan dengan tepat dan memuaskan dengan indikator:

1). Prosedur penerimaan pasien yang cepat dan tepat.

2). Pelayanan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan yang cepat dan tepat. 3). Jadwal pelayanan dan kunjungan dokter dijanjikan dengan tepat.

c. Responsif, yaitu kemampuan untuk membantu pasien dan memberikan pelayanan dengan cepat tanggap, indikatornya:

1). Perawat cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien.

2). Petugas memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti. 3). Saat dibutuhkan pasien, perawat bertindak dengan tepat dan cepat.

(8)

resiko dan keragu-raguan dengan indikator:

1). Pengetahuan dan kemampuan para dokter menetapkan penyakit. 2). Keterampilan para perawat melayani pasien Askes.

3). Pemberi layanan yang sopan dan ramah.

4). Jaminan keamanan pelayanan dan kepercayaan terhadap pelayanan.

e. Empati, yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan pemahaman kebutuhan pasien dengan indikator: 1). Memberikan perhatian secara khusus kepada setiap pasien.

2). Perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya.

3). Pelayanan kepada semua pasien tanpa memandang status sosial.

Menurut Parasuraman (2001) ada perbedaan dimensi yang dianut oleh setiap pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan, yaitu:

a. Bagi pemakai jasa pelayanan yang berhubungan dengan ketanggapan dan kemampuan petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien dan komunikasi pasien dan petugas termasuk didalamnya sifat ramah, rendah hati dan kesungguhan.

b. Bagi pihak pelayanan kesehatan yang terkait pada pemakai yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi selain itu terkait juga pada otonomi profesi dokter dan perawat serta profesi kesehatan lain.

(9)

sumber dana serta kewajaran pembiayaan kesehatan.

Berdasarkan penjabaran mengenai dimensi dari mutu pelayanan kesehatan dapat disimpulkan bahwa dimensi mutu pelayanan kesehatan dapat berbeda untuk setiap pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan. Bagi pemakai jasa, dimensi responsif, jaminan dan empati merupakan dimensi yang harus dilaksanakan dalam melayani pasien. Bagi penyelenggaraan pelayanan, mutu pelayanan lebih terkait pada dimensi tampilan fisik. Sedangkan untuk penyandang dana pelayanan kesehatan lebih terkait pada efisiensi pemakaian sumber dana dan kewajaran pembiayaan.

Menurut Azwar (1999) aspek mutu pelayanan kesehatan mencakup empat aspek yaitu:

a. Penampilan keprofesian atau klinis. Aspek ini menyangkut sumber daya manusia seperti dokter, perawat yang terkait dengan sikap, perilaku, pengetahuan dan pengalamannya.

b. Efektifitas dan efesiensi. Hal ini menyangkut pemanfaatan sumber daya yang ada.

c. Keselamatan pasien. Aspek ini menyangkut keamanan dan keselamatan pasien, perlindungan dari resiko yang sekecil-kecilnya terhadap pasien.

(10)

Rumah sakit pemerintah sebagai sebuah organisasi yang ditujukan untuk memberikan pelayanan umum guna memenuhi kebutuhan kesejahteraan minimal serta standar yang dapat diakses oleh masyarakat telah ditetapkan dengan berbagai peraturan untuk menetapkan standar pelayanan minimal yang harus disediakan serta sebagai dasar evaluasi, pengukuran dan penilaian kinerja dari rumah sakit itu sendiri. Kondisi ini juga diterapkan bagi rumah sakit pemerintah daerah yang telah menjadi BLU/BLUD dimana standar pelayanan minimum yang digunakan ditetapkan oleh menteri/pimpinan, lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.

Sehubungan dengan hal tersebut dalam Peraturan Pemerintrah (PP) No 23 tahun 2005 tentang Standar Pelayanan Minimal BLU disebutkan bahwa standar pelayanan rumah sakit pemerintah daerah (RSUD) ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan kepala daerah. Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi persyaratan yaitu :

1. Fokus pada jenis pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU/BLUD

2. Terukur, merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

(11)

4. Relevan dan dapat diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/BLUD

5. Tepat waktu, merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan

Kualitas pelayanan standar rumah sakit pemerintah juga diatur dalam jenjang yang lebih tinggi, Departemen Kesehatan mengatur dan menetapkan kinerja pelayanan standar yang harus disediakan oleh rumah sakit pemerintah berupa Standar Pelayanan Minimal dalam bidang kesehatan serta pedoman yang digunakan oleh rumah sakit daerah untuk menyusun Standar Pelayanan Minimalnya sendiri diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan tahun 2008.

Pedoman tentang Standar Pelayanan Minimal yang harus diselenggarakan oleh Rumah Sakit Daerah mengatur bahwa Standar Pelayanan Rumah Sakit Daerah meliputi penyelenggaraan pelayanan manajemen rumah sakit, pelayanan medik, pelayanan penunjang dan pelayanan keperawatan baik rawat inap maupun rawat jalan yang minimal harus diselenggarakan oleh rumah sakit. Kemudian indikator yang digunakan meliputi :

1. Input, yang dapat mengukur pada bahan alat sistem prosedur atau orang yang memberikan pelayanan misalnya jumlah dokter, kelengkapan alat, prosedur tetap dan lain-lain.

(12)

3. Output, yang dapat menjadi tolok ukur pada hasil yang dicapai, misalnya jumlah yang dilayani, jumlah pasien yang dioperasi, kebersihan ruangan.

4. Outcome, yang menjadi tolok ukur dan merupakan dampak dari hasil pelayanan sebagai misalnya keluhan pasien yang merasa tidak puas terhadap pelayanan dan lain-lain.

5. Benefit, adalah tolok ukur dari keuntungan yang diperoleh pihak rumah sakit maupun penerima pelayanan atau pasien misal biaya pelayanan yang lebih murah, peningkatan pendapatan rumah sakit.

6. Impact, adalah tolok ukur dampak pada lingkungan atau masyarakat luas misalnya angka kematian ibu yang menurun, meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, meningkatnya kesejahteraan karyawan (Depkes RI, 2008).

2.4 Kepuasan Pasien

2.4.1. Pengertian Kepuasan

Pengertian kepuasan adalah suatu perasaan dimana keinginan dan harapan-harapan manusia terpenuhi. Rasa kepuasan adalah suatu ekspresi kebutuhan manusia apabila kebutuhan akan sesuatu terpenuhi.

(13)

Kepuasan pelanggan merupakan perbedaan antara harapan dan unjuk kerja yang diterimanya. Apabila harapan tinggi sementara unjuk kerjanya biasa-biasa saja, kepuasan tidak akan tercapai dan kemungkinan konsumen akan kecewa. Sebaliknya bila unjuk kerja melebihi harapan, kepuasan akan meningkat Kalau seorang pelanggan puas dengan nilai yang diberikan oleh produk suatu perusahaan, Kalau ia merasa dihargai dan diperlakukan dengan baik, pelanggan itu akan tetap menjadi peanggan perusahaan tersebut dalam waktu yang lama. Kalau tidak ia akan segera berpindah ke perusahaan lain.

Menurut Kotler (2005) bila pelanggan merasa puas akibatnya adalah pelanggan akan: menjadi lebih setia, membeli lebih banyak jika perusahaan memperkenalkan produk baru, memberi komentar yang menguntungkan tentang perusahan dan produknya. Kurang memberi perhatian pada merek dan iklan pesaing dan kurang sensitifterhadap harga serta membutuhkan biaya pelayanan yang lebih kecil daripada pelanggan baru karena transaksi menjadi rutin.

Menurut Singh (2006) apabila pelanggan tidak puas, maka bentuk ketidak puasannya tersebut dapat diwujudkan dalam 3 respon yaitu :

(14)

b. Private response. Apabila pelanggan yang tidak puas menyampaikan keluhannya kepada orang lain baik ternan, kolega atau keluarganya. Tindakan ini berdampak besar bagi citra perusahaan.

c. Third Party response. Apabila pelanggan yang tidak puas menyampaikan keluhannya dengan mengadu lewat media masa, lembaga konsumen atau institusi hukum. Tindakan ini sangat ditakuti olehsebagian besar perusahaan. Me!ihat keuntungan bila perusahan memberikan kepuasan pelanggan dan kerugian bila perusahaan tidak bisa memberi kepuasan kepada pelanggan.

Kotler (2005) menyimpulkan bahwa mempertahankan pelanggan lebih penting daripada menarik pelanggan dan kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah dengan memberi kepuasan pe!anggan. Kepuasan pelanggan selalu berubah seiring dengan berubahnya harapan pelanggan. Harapan yang dimiliki konsumen cenderung meningkat sejalan dengan penga!arnan konsumen. Agar perusahaan dapat memperbaiki kepuasan pelanggan atas produk dan jasanya, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kepuasan pelanggan secara teratur4. Untuk itu harus ada cara konkrit bagaimana mengukur kepuasan pelanggan.

2.4.2 Cara Mengukur Kepuasan Pelanggan

Menurut Tjiptono (2000) untuk mengukur kepuasan pelanggan ada 3 aspek penting yang saling berkaitan yaitu :

a. Apa yang diukur

(15)

disebut pengukuran langsung dan merupakan teori pengukuran klasik. Pengukuran kepuasan pelanggan ini dilakukan dengan rnenanyakan kepada pelanggan seberapa jauh mereka puas dengan produk atau jasa yang telah diterimanya.

Ada 2 bagian dalam proses pengukurannya yaitu: (a) mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan bersangkutan. (b) menilai dan membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap produk atau jasa para pesaing.

b. Metode Pengukuran

Menurut Kotler (2005) ada 4 metode yang banyak digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu :

1) Sistem keluhan dan saran. Perusahaan yang berorientasi pelanggan wajib memberi kesempatan kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan, kritik, usulan, pendapat dan saran seluas-luasnya dengan melalui kotak saran, kartu komentar,saluran telepon khusus, pos, website atau sarana lainnya.

2) Ghost shopping. Untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan dengan menempatkan beberapa orang untuk berperan sebagai pelanggan potensial jasa perusahaan pesaing. Mereka bertugas mencatat kekuatan dan kelemahan pesaing

(16)

4) Survai kepuasan pelanggan. Survai dapat dilakukan melalui pos, telepon, e-mail atau wawacara langsung. Melalui survai perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik langsung dari pelanggan dan merupakan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap pelanggan.

c. Skala Pengukuran

Hanan dan Karp (2001) mengidentifikasi beberapa skala pengukuran yang banyak diterapkan yaitu : (1) skala 2 poin ( ya - tidak), (2) skala 4 poin (sangat tidak puas-tidak puas-puas-sangat puas), (3) skala 5 poin (sangat tidak memuaskan-tidak rnemuaskan-netral-memuaskan-sangat memuaskan), (4) skala 7 pain (sangat tidak puas-tidak puas-agak tidak puas-biasa saja-agak puas-puas-sangat puas), (5) skala 10 poin ( 1. sangat tidak puas ---10. sangat puas) 6) skala 100 pain (0% tidak puas sarna sekali---l00% sangat puas) dari skala pengukurannya peneliti memilih menggunakan skala yang ketiga yaitu menentukan kepuasan dari yang sangat tidak memuaskan-tidak rnemuaskan-netral- memuaskan-sangat memuaskan.

2.4.3 Faktor yang Digunakan untuk Mengukur Kepuasan

Menurut Parasuraman (2001) faktor yang digunakan untuk mengevaluasi kepuasan di bidang kesehatan adalah:

a. Bukti langsung (Tangible) yang terdiri dari ruang perawatan dan fasilitas. b. Keandalan (Reliability) meliputi janji yang ditepati dan diagnosis yang akurat. c. Daya tanggap (Responsiveness) meliputi penanganan keluhan pasien, mudah

tidaknya dihubungi.

(17)

e. Emphati meliputi mengenal pasien, ingat masalahnya, perhatian dan kesabaran. Kepuasan pasien ditentukan oleh adanya hubungan interpersonal dengan perawat dan informasi yang diberikan. Kepuasan pasien terhadap perawat tersebut menyebabkan pasien akan kembali lagi ke rumah sakit tersebut dan merekomendasikan kepada orang lain untuk menggunakan rumah sakit tersebut bila membutuhkannya.

2.5 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Menurut UU SJSN No. 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah Jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan. Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran (Kemenkes RI, 2014).

(18)

Sejak berlakunya UU SJSN, badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menurut UU SJSN.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Kedua BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.5.1 Prinsip Penyelenggaraan JKN

Dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional sebagai bagian dari program jaminan sosial nasional, diselenggarakan berdasarkan prinsip : a. Kegotong royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong royong

(19)

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hanya dengan prinsip ini, cakupan universal dapat dicapai (Kemenkes RI, 2014).

b. Nirlaba, Untuk Indonesia istilah nirlaba masih banyak disalah-tafsirkan. Sering ditafsirkan sebagai tidak boleh ada surplus. Salah besar. Yang lebih tepat adalah bukan untuk memberi keuntungan kepada sebagian orang. Dalam bahasa

(20)

menunggu peserta pension atau sakit, justeru harus diinvestasikan agar dana tersebut mempunyai manfaat maksimal bagi peserta (Kemenkes RI, 2014). c. Keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas.

Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan dari hasil pengembangannya. Prinsip ini juga merupakan konsekuensi dari transaksi wajib. Jika semua orang wajib mengiur (kecuali dalam keadaan tidak mampu absolut), maka segala kebijakan, penggunaan uang, investasi, harus dilakukan secara terbuka (Kemenkes RI, 2014).

d. Portabilitas, Prinsip ini berlaku bagi jaminan, manfaat (benefit) jasa keuangan (jaminan uang, atau layanan yang dibebankan dari D ana Amanat) yang menjadihak peserta. Portabel atrtinya selalu dibawa, selalu mengikuti peserta. Karena prinsipnya peserta harus selalu aman (security) kapan dan dimanapun dia berada di dalam jurisdiksi Indonesia. Jaminan Sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan sampai peserta meninggal dunia. Peserta yang berpindah pekerjaan atau berpindah tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus selalu menerima manfaat ketika risiko yang menjadi triger, syarat penerimaan manfaat, terjadi. Ketika orang sakit, maka sakit adalah triger untuk mendapatkan hak jaminan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2014).

(21)

menyesuaikan dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi rakyat Penyelenggaraan Jaminan Sosial eksklusif oleh Pemda bertentangan dengan UUD 45 dan Pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Kewajiban menjadi peserta dimulai dari pekerja pada sektor formal karena secara teknis pengumpulan iuran mudah dilakukan dengan mewajibkan pemberi kerja (majikan) memungut iuran (Kemenkes RI, 2014).

f. Dana amanat. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta (Pasal 4 UU SJSN), hal ini merupakan rumusan optimal untuk menjelaskan apa yang dimaksud nirlaba. Dalam penjelasan dirumuskan bahwa hasil berupa deviden dari para pemegang saham dikembalikanuntuk kepentingan peserta jaminan sosial (Kemenkes RI, 2014).

UU BPJS No 24 Tahun 2011 menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

(22)

sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di atas BPJS berwenang: (a) menagih pembayaran iuran; (b) menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati- hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai; (c) melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional; (d) membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah; (e) membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan; (f) mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya; (g) melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (h) melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial (Kemenkes RI, 2014).

(23)

Indonesia harus ikut program jaminan kesehatan ini. Diharapkan Jaminan Kesehatan telah mencapai kepesertaan semesta atau Universal Health Coverage (UHC) paling lambat pada tahun 2019. Dengan semua penduduk menjadi peserta jaminan kesehatan akan terjadi subsidi silang antara peserta yang sehat kepada yang sakit, peserta yang muda kepada yang tua, dan peserta yang kaya kepada yang miskin (Kemenkes RI, 2014).

Peserta Jaminan Kesehatan meliputi : (a) Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI): fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang berhak menjadi peserta PBI jaminan kesehatan lainnya adalah yang mengalami cacat total tetap dan tidak dan tidak mampu. Cacat total tetap merupakan kecacatan fisik dan/ atau mental yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. Penetapan cacat total tetap dilakukan oleh dokter yang berwenang. (b) Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari: Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri, Pegawai Swasta dan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan (Kemenkes RI, 2014). 2.5.2 Fasilitas Pelayanan Kesehatan bagi Peserta JKN

Fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan terdiri dari: 1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama seperti Pusat Kesehatan Masyarakat

(24)

milik Tentara Nasional Indonesia (TNI), fasilitas kesehatan milik Polisi Republik Indonesia (POLRI), rumah sakit swasta serta klinik atau praktek dokter yang melakukan kerjasama dengan BPJS sebagai badan penyelenggara JKN (UU No. 24 Tahun 2011).

2. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan adalah ruma sakit yang memiliki pelayanan lebih lengkap dari sarana pelayanan tingkat pertama. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan ini menerima pasien peserta JKN berdasarkan rujukan dari masing-masing fasilitas pelayanan tingkat pertama di wilayah kerjanya dengan membawa surat rujukan sesuai dengan indikasi medis penyakit pasien yang dirujuk (UU No. 24 Tahun 2011).

3. Fasilitas kesehatan penunjang yang tidak bekerjasama secara langsung dengan BPJS Kesehatan namun merupakan jejaring dari fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, meliputi : laboratorium kesehatan, apotek, unit transfusi darah, optik (UU No. 24 Tahun 2011).

2.5.3 Pelayanan Kesehatan yang Dijamin dalam JKN

(25)

diagnostik laboratorium tingkat pratama dan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis (UU No. 24 Tahun 2011).

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap, yang mencakup: administrasi pelayanan, pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis, tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis, rehabilitasi medis, pelayanan darah, pelayanan kedokteran forensik klinik, pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah dirawat inap di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan bpjs kesehatan, berupa pemulasaran jenazah tidak termasuk peti mati dan mobil jenazah, perawatan inap non intensif dan perawatan inap di ruang intensif (UU No. 24 Tahun 2011).

c. Persalinan. Persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama maupun Tingkat Lanjutan adalah persalinan sampai dengan anak ketiga, tanpa melihat anak hidup/ meninggal (UU No. 24 Tahun 2011).

(26)

2.6 Landasan Teori

Mutu pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan berakhir dengan kepuasan pasien. Tingkat mutu pelayanan kesehatan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang Puskesmas tetapi harus dipandang dari sudut pandang pasien. Menurut Azwar (1999) mutu pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan layanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien, karena mutu memberikan dorongan kepada pasien untuk menjalin ikatan hubungan yang lebih kuat dengan Puskesmas dan pada akhirnya kepuasan pasien dapat meningkatkan jumlah kunjungan rumah sakit.

Agar pelayanan memiliki mutu dan memberikan kepuasan pada pengguna jasa maka perlu diperhatikan dimensi yang berperan menciptakan dan meningkatkan mutu pelayanan yang disebut dengan SERVQUAL (Parasuraman, 2001), yaitu: bukti fisik (tangibles), keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance) dan perhatian (emphaty). Kelima dimensi mutu pelayanan berhubungan dengan apa yang biasanya diharapkan dari suatu pelayanan jasa kesehatan.

(27)

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Mutu Pelayanan

1. Tampilan Fisik 2. Keandalan 3. Daya Tanggap 4. Jaminan 5. Empati

Kepuasan Pasien JKN • Puas

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Variabel hubungan antar karyawan mempunyai pengaruh positif terhadap. kinerja karyawan di Pemerintahan Kabupaten

Kepemimpinan (X2) adalah: kemampuan mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan pegawai agar bekerja sama melakukan kegiatan yang sesuai dengan keinginan pimpinan

Bahasa Indonesia  3.4 Menganalisis informasi yang disampaikan paparan iklan dari media cetak atau elektronik.  3.4.1 menganalisis informasi yang disampaikan

TERHADAP SURAT KETERANGAN (COVERNOTE) ATAS PENGURUSAN SERTIPIKAT PERUMAHAN” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Fakultas Hukum

Tidak ada Interaksi antara strategi dengan kemampuan awal kategori tinggi, kategori sedang dan kategori rendah siswa terhadap hasil belajar siswa Dilihat dari mean, siswa

Sehingga untuk memudahkan proses kelengkapan perjanjian kredit tersebut maka notaris sebagai pejabat umum membuat covernote sebagai surat keterangan yang menjelaskan kondisi

Bafadal Ibrahim, Teknik Analisis Data Penelitian Kualitaitif, (dalam Metodologi Penelitian Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan Praktis), (Malang: Unisma).. Bahreij Hussein,

Faisal, 2011, TUGAS AKHIR : Analisa Perbandingan Pengaruh Pembebanan Resistif, Induktif, Kapasitif Dan Kombinasi Beban R L C Terhadap Regulasi Tegangan Dan