• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Economia 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jurnal Economia 2017"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

109 STUDI EKSPLORASI PERILAKU KONSUMSI ROKOK: PERSPEKTIF MOTIF, MEREK, DAN

IKLAN ROKOK

Tony Wijaya, Nurhadi, & Andreas Mahendro Kuncoro Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia

Email: drtonyw12@gmail.com

Abstrak: Studi Eksplorasi Perilaku Konsumsi Rokok: Perspektif Motif, Merek, dan Iklan Rokok. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi motif dasar perilaku konsumsi rokok, pendapat terkait merek dan iklan rokok, serta mengidentifikasi biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi rokok. Penelitian ini bersifat kualitatif. Informan yang menjadi sumber informasi dalam penelitian mahasiswa di UNY yang merokok. Teknik analisis data dalam penelitian menggunakan deskriptif kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa secara internal alasan yang mendasari responden merokok adalah coba-coba dan iseng sedangkan faktor eksternal yang mendorong responden merokok adalah diajak teman, kerabat atau melihat orangtua, ikutan karena lingkungan rokok dan terlihat lebih menarik atau istilahnya terlihat keren menurut versi mahasiswa. Merek menjadi salah satu pertimbangan pemilihan rokok yang terkait dengan iklan. Iklan yang didominasi dari produsen rokok membawa dorongan yang lebih kuat bagi responden untuk merokok dibandingkan iklan layanan masyarakat tentang bahaya rokok. Harga rokok menjadi pertimbangan utama bagi responden untuk mengkonsumsi rokok. Biaya yang dikeluarkan per bulan untuk konsumsi rokok responden tergolong cukup besar.

Kata-kata kunci: Motif, Konsumsi Rokok, Merek, Iklan

Abstract: Exploratory Study of Cigarette Consumption Behavior: Perspective of Motive, Brand and Cigarette Advertisement. This study aims to explore the primary motives of cigarette consumption behavior, opinions related to the cigarette brand and advertisement as well as to identify the expense spent to consume cigarette. This study applied qualitative research. The sources of information were the students of Universitas Negeri Yogyakarta who were smokers. The technique of data analysis used in this study was qualitative descriptive. This study found that the reason underlined the respondents smoking, internally, were attempts, while the external factors that drove the respondent smoking were friends and relatives invitation, seeing the parents, joining the smoking environment or neighborhood, and looking cool according to the students. Brand was one of the considerations in choosing the cigarette related to the advertisement. Advertisement dominated by the cigarette producer brought more encouragement to the respondents than public service advertisements about the danger of smoking. The selling price of cigarette was also the main consideration by the respondent to smoke. The monthly expense spent for smoking was considerably high.

Keywords: motive, cigarette consumptions, brand, advertisement

PENDAHULUAN

Jumlah perokok di Indonesia terus mengalami peningkatan. Data menunjukkan tahun 1995, jumlah perokok di Indonesia mencapai 27 persen dari jumlah penduduk di

(2)

110

dari tiga penduduk pria di Indonesia merokok. Statistik konsumsi rokok dunia pada 2014 kembali meneguhkan posisi Indonesia sebagai salah satu negara konsumen rokok terbesar di dunia. Di tahun 2013, konsumsi rokok dunia mencapai 5,8 triliun batang, 240 miliar batang (4,14 persen) di antaranya dikonsumsi oleh perokok Indonesia (Tempo, 2014).

Biaya kesehatan, ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat konsumsi tembakau terus meningkat. Menurut data WHO, Indonesia merupakan negara ketiga konsumsi rokok terbesar di dunia setelah Cina dan India yang diikuti 50% kematian akibat rokok di negara berkembang. Beberapa studi menunjukkan dampak konsumsi rokok seperti kematian bagi bayi dan keguguran, asma, infeksi saluran pernafasan dan depresi (Levitt et al, 2007). Ada indikasi hubungan kecenderungan merokok dengan depresi sehingga memiliki probabilitas yang mengarah pada konsumsi nikotin yang lebih tinggi seperti ganja dan sejenisnya. Berdasarkan data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, sekitar 85% rumah tangga di Indonesia terpapar asap rokok yang berarti estimasi delapan perokok meninggal dunia karena perokok aktif dan satu perokok pasif meninggal akibat dampak dari paparan perokok lainnya.

Selain masalah kesehatan, rokok juga meningkatkan belanja untuk pengeluaran rumah tangga dan hal ini menjadi beban bagi rakyat golongan menengah ke bawah. Tembakau merupakan urutan ke dua setelah pengeluaran untuk konsumsi padi-padian (lihat Gambar 1)

[image:2.595.117.450.82.310.2]

Prevalensi merokok penduduk Indonesia tergolong tinggi di berbagai lapisan masyarakat, terutama laki-laki mulai dari usia anak-anak hingga dewasa. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2014, Tren usia merokok meningkat pada usia remaja yaitu kelompok usia 10-14 tahun dan 15-19 tahun sehingga kelompok ini perlu mendapatkan perhatian khusus dalam pola konsumsi rokok di Indonesia (lihat Gambar 2)

(3)

111 Berdasarkan data tren usia merokok,

kelompok usia 10-14 tahun dan 15-19 tahun yang masih tergolong pelajar dan mahasiswa merupakan kelompok usia yang dominan dalam hal konsumsi rokok sehingga kelompok ini perlu mendapatkan edukasi untuk mencegah perilaku merokok atau berhenti merokok bagi yang sudah merokok. Perkembangan gaya hidup juga mengarah pada peningkatan perokok untuk kaum wanita. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah seiring tindakan pencegahan merokok seperti pembatasan ruang merokok, peringatan bahaya rokok di kemasan rokok, tarif cukai rokok, kampanye anti merokok, pembatasan iklan rokok dan sebagainya. Upaya-upaya tersebut dinilai masih belum efektif karena belum mampu menekan tingkat konsumsi rokok dari tahun ke tahun. Upaya efektif apabila ditemukan faktor-faktor yang menjadi motif utama dalam perilaku merokok, selain itu juga perlu diketahu faktor-faktor yang menjadi kendala bagi perokok untuk berhenti merokok. Faktor yang menjadi prediktor untuk intensi

berhenti rokok dapat menjadi bagian program jangka panjang bagi terapi perilaku bebas rokok (Haddad & Nustas, 2006).

[image:3.595.101.508.83.314.2]
(4)

112

Belum banyak penelitian yang membahas tentang perilaku konsumsi rokok dari berbagai sudut pandang internal dan eksternal di kalangan mahasiswa. Penelitian ini dilakukan untuk menggali informasi secara mendalam dalam bentuk studi eksplorasi faktor-faktor yang menjadi motif merokok, mengidentifikasi pendapat mahasiswa pada merek dan iklan rokok serta wacana kenaikan harga rokok serta biaya yang dikeluarkan per bulan oleh mahasiswa untuk konsumsi rokok. Fenomena ini yang menjadi daya tarik penelitian ini.

METODE

Penelitian bersifat kualitatif yang melakukan penggalian informasi mengenai permasalahan penelitian. Penelitian bersifat eksplorasi. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dengan cara wawancara mendalam (depth inteview). Dalam melakukan survei, peneliti menggunakan pendekatan secara personal (personally administered questionnaires) menggali informasi perilaku merokok.

Penelitian menggunakan informan yang menjadi sumber informasi yaitu mahasiswa yang merokok. Penelitian ini menggunakan 38 informan yang merupakan konsumen rokok dari kalangan mahasiswa di UNY. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif yang bersifat interactive model berupa pengumpulan data, reduksi data, display data, dan kesimpulan/verifikasi secara interpretatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data dikumpulkan melalui wawancara (interview) untuk menggali informasi terkait

motif merokok, kendala yang dihadapi untuk berhenti merokok dan biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi rokok. Berdasarkan hasil wawancara, ditemukan beberapa hal terkait perilaku konsumsi rokok pada mahasiswa.

Motif merokok

Ada beberapa alasan yang menjadi motif mahasiswa merokok. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa ada beberapa alasan mahasiswa merokok yang dapat dikelompokkan menjadi dua faktor utama yaitu faktor internal dan eksternal. Sesuai konsep yang dikemukakan oleh Hertel & Mermelstein (2016), faktor internal berasal dari dalam diri mahasiswa sedangkan faktor ekternal berasal dari luar diri mahasiswa atau stimulan dari luar.

Berikut ini kutipan alasan mahasiswa merokok yakni iseng-iseng menghisap, diajak teman yang lebih tua, biar keren, coba-coba sendiri dan penasaran, ikut-ikutan kakak dan teman-teman, faktor lingkungan (teman desa), pelampiasan lelah dan habis ujian, dan bapak ngerokok sehingga penasaran. Temuan tersebut menunjukkan bahwa secara internal, alasan yang mendasari mahasiswa merokok adalah coba-coba dan iseng sedangkan faktor eksternal yang mendorong mahasiswa merokok adalah diajak teman, kerabat atau melihat orangtua, ikutan karena lingkungan rokok dan terlihat lebih menarik atau istilahnya terlihat keren menurut versi mahasiswa.

(5)

113 public figure. Pelaku yang merokok seringkali

tertarik untuk turut serta berbagi kenikmatan, karena melihat perilaku merokok pada orang tua, saudara yang lebih tua, teman-teman dan public figure. Merokok sesuai pendapat Taylor (1995) juga menyebutkan alasan merokok antara lain adanya alasan sosial, mereka menjadi satu dengan kelompoknya serta pembentukan citra diri. Faktor orang tua menjadi bagian dari perilaku anak merokok (Oncel et al, 2011). Merokok sesuai pendapat Taylor (1995) juga menyebutkan alasan merokok antara lain adanya alasan sosial, mereka menjadi satu dengan kelompoknya serta pembentukan citra diri.

Secara ekonomis, responden juga merasakan biaya yang tinggi untuk pengeluaran membeli rokok. Secara menyeluruh, seluruh responden menjawab mengetahui bahaya merokok, akan tetapi mereka tetap saja merokok. Temuan ini menunjukkan bahwa perokok sebenarnya mengetahui dampak negatif merokok baik dari segi kesehatan maupun ekonomi. Responden juga memahami informasi negatif yang terdapat pada bungkus rokok. Pelaku merokok yang memiliki kesadaran atau pengetahuan akan bahaya rokok tetap mengabaikan informasi bahaya rokok karena menganggap rokok merupakan kebutuhan sehari-hari, informasi tidak menakutkan, dan ada responden yang mencoba mendistorsi informasi negatif melalui perilaku positif seperti tetap merokok namun diimbangi dengan olahraga.

Pertimbangan emosional lebih menonjol dibandingkan pertimbangan rasional bagi seorang perokok. Ada anggapan bahwa seseorang yang sedang mengalami banyak

masalah memerlukan suatu relaksasi dengan cara merokok untuk dapat mengurangi beban yang sedang dihadapi. Pelaku yang merokok menyeimbangkan manfaat-kerugian rokok dalam batas kognisi individu sehingga pertimbangan manfaat merokok mendistorsi kerugian merokok disertai dengan dorongan iklan rokok. Individu tidak memiliki upaya berhenti merokok karena rokok dianggap sebagai suatu kebutuhan.

Sikap toleransi terhadap informasi bahaya merokok mendorong responden untuk tetap merokok. Sikap toleransi terhadap rokok terkait dengan disonansi kognitif dari individu (Orcullo et al, 2016). Individu yang merasa kecanduan atau pada tahap maintenance of smoking. Leventhal & Clearly menyebutkan bahwa tahap dimana merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (selfregulating) (Cahyani, 1995). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan sehingga merasakan kesulitan untuk menghilangkan kebiasaan merokok. Hal ini sesuai konsep dari Levy (1984) yang menyebutkan bahwa alasan merokok antara lain dapat memberikan ketenangan dan adanya ketergantungan yang sangat kuat pada rokok yang menyebabkan perokok lebih percaya diri dalam perkumpulan atau pergaulan sosial.

Merek Rokok

(6)

114

yang dikomunikasikan ditujukan ke kaum muda.

Merek menjadi pertimbangan pembelian rokok dengan distimuli oleh iklan dari pemasar atau produsen rokok. Merek menjadi pertimbangan responden untuk memilih rokok dengan mendasarkan pada asosiasi tertentu seperti selera, citra rasa, dan kebanggaan. Beberapa pernyataan responden terkait merek rokok yang menjadi preferensi merokok, di antaranya adalah merek rokok menjadi pilihan untuk membeli rokok, cita rasa rokok tiap merek rokok berbeda-beda, dan memilih rokok sesuai mereknya, merek rokok tertentu lebih wah, lebih elegan, setiap merek pasti beda rasanya jadi tergantung mereknya, selera, dan rasa.

Ada beberapa alasan lain yang bervariasi dari responden dalam memilih merk rokok. Dasar pertimbangan pemilihan merek rokok yaitu kandungan/kadar nikotin, harga dan kebiasaan sehari-hari konsumsi merek tertentu. Alasan lainnya adalah referensi atau rekomendasi dari pihak lain diluar responden yang menggunakan merek rokok tertentu.

Iklan Rokok

Responden juga memberikan pendapat terkait iklan rokok baik iklan layanan masyarakat berupa informasi bahaya merokok yang ada di bungkus rokok maupun iklan-iklan layanan masyarakat di media serta iklan dari produsen rokok. Responden sadar akan bahaya rokok namun disisi lain responden merasa iklan dari produsen rokok justru mendorong responden untuk tetap merokok. Iklan-iklan dari produsen rokok memiliki efek yang lebih kuat dibandingkan iklan layanan masyarakat anti rokok.

Dilematis iklan dari dua hal yang bertentangan membawa konsekuensi hilangnya kekhawatiran dari perokok akan bahaya merokok sehingga mengabaikan informasi bahaya merokok. Beberapa informasi yang diperoleh terkait bahaya merokok yang ada di bungkus rokok maupun iklan-iklan layanan masyarakat di antaranya adalah bahaya yang diiklan membuat takut dan jijik tetapi iklan yang lain malah mendukung buat mencicipi, bahaya rokok di bungkus sudah jelas tapi lebih menarik iklan rokoknya, esensinya belum membuat jera merokok dan iklan di TV membuat ingin menikmati rokok, iklan di TV memotivasi/ mengajak untuk merokok, penasaran dengan iklan rokok, dan coba-coba sesuai iklan rokok.

(7)

115 Harga Rokok

Harga rokok (per-bungkus) berdasarkan pendapat responden terkait untuk konsumsi per bungkus rokok berkisar dari Rp7.500,00 hingga Rp19500,00. Sebagian besar biaya yang dikeluarkan berada pada rentang Rp13.000,00-15.000,00. Rokok yang dikonsumsi responden perhari berkisar 2-6 batang/hari namun ada beberapa responden yang mampu menghabiskan 1 bungkus rokok/hari. Biaya yang dihabiskan responden untuk merokok berada pada rentang Rp112.500,00-Rp225.000,00 untuk produk rokok murah dan sebesar Rp292.500,00-Rp585.000,00 untuk rokok kategori mahal.

Responden menyetujui adanya wacana kenaikan harga rokok. Responden yang menganggap rokok sebagai kebutuhan sehari-hari namun mendukung adanya wacana kenaikan harga rokok. Responden berpendapat dengan naiknya harga rokok akan menghambat mahasiswa merokok atau mempertimbangkan kembali aktivitas konsumsi rokok. Sebagai sumber daya beli yang terbatas, rokok menjadi pertimbangan dalam pembelian. Harga merupakan salahsatu indikator pembelian (Kotler, 2011) sehingga untuk produk tertentu harga mempengaruhi perilaku beli dari konsumen. Produk yang memiliki kekuatan substitusi akan mempengaruhi pembelian sehingga apabila terdapat peningkatan harga pada rokok, perilaku konsumsi akan beralih ke produk substitusi lainnya. Ada reponden yang setuju dengan wacana kenaikan harga rokok meskipun berpendapat tidak mempengaruhi sepenuhnya perilaku mahasiswa untuk berhenti merokok karena akan beralih ke barang substitusi lainnya.

SIMPULAN

Ada dua faktor utama yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri mahasiswa sedangkan faktor ekternal berasal dari luar diri mahasiswa atau stimulan dari luar. Secara internal, alasan yang mendasari mahasiswa merokok adalah coba-coba dan iseng sedangkan faktor eksternal yang mendorong mahasiswa merokok adalah diajak teman, kerabat atau melihat orangtua, ikutan karena lingkungan rokok dan terlihat lebih menarik atau istilahnya terlihat keren menurut versi mahasiswa. Secara umum seluruh responden mengetahui dampak negatif merokok baik dari segi kesehatan maupun ekonomi. Responden juga memahami informasi negatif yang terdapat pada bungkus rokok. Secara ekonomis, responden juga merasakan biaya yang boros untuk pengeluaran membeli rokok.

Merek menjadi pertimbangan pembelian rokok dengan distimulasi oleh iklan dari pemasar atau produsen rokok. Merek menjadi bagi responden untuk memilih rokok dengan mendasarkan pada asosiasi tertentu seperti selera, citra rasa, kebanggaan kandungan/kadar nikotin, harga dan kebiasaan sehari-hari.

Iklan-iklan dari produsen rokok memiliki efek yang lebih kuat dibandingkan iklan layanan masyarakat anti rokok. Dilematis iklan dari dua hal yang bertentangan membawa konsekuensi hilangnya kekhawatiran dari perokok akan bahaya merokok sehingga mengabaikan informasi bahaya merokok.

(8)

116

berada pada rentang Rp.112.500-225.000 untuk produk rokok murah dan sebesar Rp292.500-585.000 untuk rokok kategori mahal.

Beberapa saran terkait hasil penelitian di antaranya wacana kenaikan harga rokok dapat mengurangi jumlah konsumsi rokok, sesuai pendapat responden bahwa responden akan mempertimbangkan harga dalam perilaku konsumsi rokok. Responden berpendapat dengan naiknya harga rokok akan menghambat mahasiswa merokok atau mempertimbangkan kembali aktivitas konsumsi rokok. Di samping itu pemerintah juga perlu mengupayakan regulasi pembatasan iklan rokok dari produsen rokok karena mahasiswa dalam dilematis menerima pesan yang disampaikan pemerintah melalui iklan layanan masyarakat maupun informasi yang disampaikan melalui bungkus rokok dengan iklan yang disampaikan oleh produsen rokok.

DAFTAR PUSTAKA

Aldiabat, K & Clinton. (2012). Contextualizing Smoking Behaviour over Time: A Smoking Journey from Pleasuring to Suffering. Turkish Online Journal of Qualitative Inquiry, 3(1), 1-19.

Aritonang, MER. (1997). Fenomena Wanita Merokok. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Babatunde, O.A. (2012). Smoking Prevalence, Willingness to Quit and Factors Influencing Smoking Cessation among University Students in A Western Nigerian State. Asian Social Science. 8(7), 149-156.

Byeon, H. (2015). Association among smoking, depression, and anxiety: findings froma representative sample of

Korean adolescents. PeerJ, DOI: https://doi.org/10.7717/peerj.1288.

Cahyani, B. (1995). Hubungan antara Persepsi terhadap Merokok dan Kepercayaan Diri dengan Perilaku

Merokok pada Siswa STM

Muhammadiyah Pakem Sleman Yogyakarta. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM

Fröjd S, Ala-Soini P, Marttunen M, Kaltiala-Heino R (2013) Depression Predicts Smoking among Adolescent Girls but Not among Boys. Journal of Child Adolescent Behavior. 1(3), 1-6.

Gatchel, R.J. (1989). An Introduction to Health Psychology. New York: Mc Graw-Hill Book Company

Haddad, L.G. & Petro-Nustas, W. (2006). Predictors of Intention to Quit Smoking Among Jordanian University Students. Canadian Journal of Public Health. 97(1), 9-13.

Hertel, A.W. & Mermelstein, R.J. (2016). Smoker Identity Development among Adoslescents Who Smoke. Psychology of Addictive Behaviors. 30(4), 75-83.

Levitt, C, Shaw, E, Wong, S & Kaczorowski, J. (2007). Systematic Review of the Literature on Postpartum Care: Effectiveness of Interventions for Smoking Relapse Prevention, Cessation, and Reduction in Postpartum Women. Nursing Research. 34(4), 1-7.

Levy, M.R. (1984). Life and health. New York:Random House

Öncel, S.Y, Ömer, L.G, & Fazil, A.A. (2011). Risk factors for smoking behavior among university students. Turkish Journal of Medical Sciences. 41(6), 1071-1080.

(9)

117 Park, S. & Dan, R. (2007). Associations

between Smoking and Depression in Adolescence:An Integrative Review. Journal of Korean Academy of Nursing. 37(2), 227-241.

Peraturan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta. Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Area Tanpa Rokok.

Prabandari, Y. S., (1994). Pendidikan kesehatan melalui seminar dan diskusi sebagai alternatif penanggulangan perilaku merokok pada remaja pelajar SLTA di Kodya Yogyakarta. Thesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Qidwai, W. (2004). Barriers to Smoking Cessation: Results of A Survey Among Family Practice Patients. Middle East Journal of Family Medicine. 5(5).

Suhariyono, A. (1993). Intensitas Merokok dan Kecenderungan Memilih Tipe Strategi Menghadapi Masalah pada siswa

SMTA di Yogyakarta. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Taylor, S.E. (1995). Health Psychology, third edition. New York: Mc Graw Hill, Inc

Tsoh, J., Lam, J. & Delucchi, K. (2003). Smoking and Depression in Chinese Americans. The American Journal of The Medical Sciences. 326(4), 87-91.

De Wilde, K.S., et.al. (2013). Smoking Patterns, Depression, and Sociodemographic Variables Among Flemish Women During Pregnancy and the Postpartum Period. Nursing Research, 62(6), 394–404.

Gambar

Gambar 1. Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga Tahun 2011
Gambar 2. Trend Usia Merokok

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang– Undang Nomor 36 tahun 2014 Tentang

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Pada sebuah sekolah pelayanan siswa sangatlah penting. Karena dengan pelayanan yang baik maka siswa merasa nyaman, sehingga tidak akan mengganggu proses kegiatan

Keterjadian penyakit tersebab jamur Pbko pada buah kopi di tanah lebih tinggi dibandingkan dengan yang masih berada di pohon, baik pada sistem agroforestri kompleks (65,3% vs

Sistem akan melakukan tracking marker untuk memuat daftar lagu yang terdapat pada CD/DVD musik yang nantinya akan digunakan di saat game rhythm akan dimainkan..

dalam Penentuan Pasangan Hidup dalam Perkawinan di Desa Klapayan Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya bahwasannya dari beberapa bukti serta informasi

Dimana proses pemanasan oli dengan memanfaatkan panas dari sisa hasil pembakaran mesin atau gas buang. Temperatur gas buang

Diperlukan adanya kerja sama dengan lembaga-lembaga agama dan adat beserta para pemimpin dan pemukanya dalam rangka menghapus praktik perkawinan anak di bawah