• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Narkotika ( Studi Putusan No. 847 Pid.B 2013 PN.MDN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Narkotika ( Studi Putusan No. 847 Pid.B 2013 PN.MDN)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KETENTUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM MENJERAT PELAKU TINDAK PIDANA

UNTUK UPAYA MENGURANGI PELAKU TINDAK PIDANA

A. Modus Dalam Pencucian Uang

Secara rinci dan konkrit, modus operasional kejahatan pencucian uang

terdapat 13 (tiga belas) modus, yaitu:25 1. Modus secara Loan Back

Yaitu dengan cara meminjam uangnya sendiri. Modus terinci lagi dalam

bentu direct loan, yakni dengancara meminjam uang dari perusahaan luar negeri, yakni semacam perusahaan bayangan (immbolen investment company), yang direksi dan pemegang sahamnya ialah ia sendiri. Dalam bentuk back to loan,

dimana si pelaku meminjam uang dari cabang bakn asing di negaranya. Peminjam

dengan jaminan bank asing secara stand bay letter of credit atau certificate of deposit bahwa uang di dapat atas dasar uang dari kejahatan. Peminjam itu kemudian tidak dikembalikan, sehingga jaminan bank dicairkan. Bentuk lainnya

dari modus ini ialah parallel loan, yakni pembiayaan internasional yang memperoleh asset dari luar negeri. Karena ada hambatan restriksi mata uang,

maka dicari perusahaan di luar negeri untuk sama-sama mengambil loan dan dana dari loan itu di pertukarkan satu sama lain.

2. Modus Operasi C-Chase

Modus ini cukup rumit karena memiliki sifat lika liku sebagai cara menghapus jejak. Contoh seperti kasus dalam BCCI, dimana kurir-kurir datang ke bank di Florida untuk menyimpan dana sebesar US $ 10.000, supaya lolos dari

kewajiban lapor. Kemudian beberapa kali dilakukan transfer, yakni dari New

York ke Luxemburg, dari Luxemburg ke cabang bank di Inggris, lalu disana

25

(2)

dikonversi dalam bentuk Certificate of Deposit untuk menjamin loan dalam jumlah yang sama yang diambil oleh orang di Florida. Loan dibuat di Negara

karabia yang terkenal dengan tax heaven-nya. Disini loan itu tidak pernah ditagih, namun hanya dengan mencairkan sertifikat deposito itu saja. Dari rekening Drug

Dealer dan disana uang itu di distribusikan menurut keperluan dan bisnis yang serba gelap. Hasil investasi ini dapat tercuci dan aman.

3. Modus transaksi dagang internasional

Modus ini menggunakan sarana dokumen L/C. Karena yang menjadi focus urusan bank, baik bank koresponden maupun opening bank adalah dokumen bank

itu sendiri dan tidak mengenai keadaan barang, maka hal ini dapat menjadi sasaran money laundering berupa invoice yang besar terhadap barang-barang yang

kecil atau malahan barang itu tidak ada.

4. Modus penyelundupan uang tunai atau sistem bank parallel ke Negara lain. Modus ini menyelundupkan sejumlah uang fisik itu ke luar negeri.

Berhubung dengan cara ini terdapat resiko-resiko seperti hilang dirampok atau tertangkap dalam pemeriksaan, dicari modus berupa electronic transfer, yakni

mentransfer dari suatu negara ke negara lain tanpa perpindahan fisik uang itu. 5. Modus Akuisisi

Yang dimaksud adalah perusahaan sendiri. Contohnya, seorang pemilik

perusahaan di Indonesia yang memiliki perusahaan di Indonesia, yang memiliki

perusahaan secara gelap pula di Cayman Island, negara tax heaven. Hasil usaha di Cayman didepositkan atas nama perusahaan yang ada di Indonesia. Kemudian perusahaan yang ada di Cayman membeli saham-saham dari perusahaan yang ada

(3)

6. Modus Real Estate Corousule

Dengan menjual suatu properti beberapa kali kepada perusahaan di dalam

kelompok yang sama. Pelaku money laundering memiliki sejumlah perusahaan (pemegang saham mayoritas) dalam bentuk real estate. Dari satu ke lain

perusahaan ke lain grup usaha property melakukan penjualan pada perusahaan lain di lingkungan perusahaan itu juga dengan pola harga penjualan yang makin meningkat. Sasarannya supaya transaksi ini, hasil uang penjualan menjadi putih,

disamping itu pula, pemilik saham minoritas dapat ditarik memodali dalam proses money laundering. Modus yang sama pula dilakukan di dalam pasar modal, yakni

pembeli saham itu hanya perusahaan-perusahaan dilingkungannya saja dengan tawaran harga tinggi.

7. Modus Investasi tertentu

Investasi tertentu ini biasanya dalam bisnis transaksi barang lukisan atau antic. Misalnya pelaku membeli barang lukisan dan kemudian menjualnya kepada

seseorang yang sebenarnya adalah suruhan si pelaku itu sendiri dengan harga yang mahal. Lukisan dengan harga yang tidak terukur, dapat ditetapkan dengan harga

penjualan yang bersifat tinggi dapat dipandang sebagai dana yang sudah sah (tercuci).

8. Modus Over Invoices atau Double Invoice

Modus ini dilakukan dengan mendirikan perusahaan ekspor-impor di

negara sendiri, lalu di luar negeri (yang bersifat sistem tax heaven) mendirikan pula perusahaan bayangan (shell company). Perusahaan di negara tax heaven ini mengekspor barang ke Indonesia dan perusahaan yang ada di luar negeri itu

(4)

perusahaan yang ada di luar negeri memberikan loan dengan cara loan ini, uang kotor di perusahaan di luar negeri.

9. Modus perdagangan saham

Modus ini pernah terjadi di Belanda . dalam suatu kasus di Bursa Efek

Amsterdam, dengan melibatkan perusahaan efek Nusse Brink, dimana beberapa nasabah perusahaan efek ini menjadi pelaku kejahatan pencucian uang. Artinya, Modus Investasi tertentu, Modus over Invoices atau Double Invoice, Modus

perdagangan saham, dana dari nasabahnyayang di inverstasi ini bersumber dari uang gelap. Nusse Brink membuat 2 buah rekening bagi nasabah-nasabah

tersebut, yang satu utnuk transaksi yang menderita kerugian, dan satunyalain untuk transaksi yang mempunyai keuntungan. Rekening ini diupayakan dibuka di

tempat yang sangat terjamin proteksi kerahasiaannya, supaya sulit ditelusuri siapa beneficial owner dari rekening tersebut.

10.Modus Pizza Connection

Modus ini dilakukan dengan menginvestasikan hasil perdagangan obat

bius diinvestasikan untuk mendapat koneksi Pizza, sementara sisi lainnya diinvestasikan di Karabia dan Swiss.

11.Modus La Mina

Kasus yang dipandang sebagai modus dalam money laundering terjadi di Amerika Serikat tahun 1990. Dana yang diperoleh dari perdagangan obat bius

diserahkan kepada pedagang grosiran emas dan permata sebagai suatu sindikat. Kemudian emas batangan diekspor dari Uruguay dengan maksud supaya impornya bersifat legal. Uang disimpat dalam desin kotak kemasan emas,

(5)

Penjualan dilakukan di Los Angles. Hasil uang tunai dibawa ke bank, dengan maksud supaya seakan-akan berasal dari penjualan emas dan permata dan dikirim

ke Bank New York dan dari kota ini dikirim ke bank di Eropa melalui negara Panama. Uang tersebut akhirnya sampai di Kolombia guna didistribusi dalam

berupa membayar ongkos-ongkos, untuk investasi perdag:angan obat bius, tetapi sebagian besar untuk investasi jangka panjang.

12.Modus Deposit Taking

Mendirikan perusahaan keuangan seperti Deposit Taking Institutions (DTI) di Canada. DTI ini terkenal dengan sarana pencucian uang seperti

charatered banks, trust companie dan credit union. Kasus money laundering yang

melibatkan DTI antara lain transfer melalui telex, surat berharga penukaran valuta

asing, pembelian obligasi pemerintah dan treasury buills. 13.Modus Identitas Palsu

Dengan cara memanfaatkan lembaga perbankan sebagai mesin pemutih

uang, dengan cara mendepositokan secara nama palsu, menggunakan safe deposit box untuk menyembunyikan hasil kejahatan menyediakan fasilitas transfer supaya

dengan mudah di transfer ke tempat yang dikehendaki, atau menggunakan

electronic fund transfer untuk melunasi kewajiban transaksi gelap. Menyimpan atau mendistribusikan transfer gelap itu.

Selanjutnya perlu diketahui bagaimana para pelaku money laundering

melakukan money laundering, sehingga bisa dicapai hasil dari uang legal. Secara metodik dikenal 3 (tiga) metode dalam money laundering, antara lain:

1. Metode Buy and Sell Conversions

Metode ini dilakukan melalui jual barang-barang dan jasa. Sebagai contoh,

(6)

menyetujui untuk membeli atau menjual dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga yang sebenarnya dengan tujuan untuk memperoleh fee atau discount.

Kelebihan harga dibayar dengan menggunakan uang illegal dan kemudian dicuci melalui transaksi bisnis. Dengan cara ini setiap aset barang atau jasa seolah-olah

menjadi hasil legal melaui rekening pribadi atau perusahaan yang ada disuatu bank.26

2. Metode Offshore Conversions

Dengan cara ini uang kotor dikonversi ke suatu wilayah yang merupakan tempat yang sangat menyenangkan bagi penghindaran pajak (tax heaven money

laundering centers) untuk kemudian di depositkan di bank yang berada di wilayah

tersebut. Di Negara-negara yang termasuk atau berciri tax heaven demikian memang terdapat sistem hukum perpajakan yang tidak ketat, birokrasi bisnis yang

cukup mudah untuk memungkinkan adanya rahasia bisnis yang ketat serta pembentukan usaha trust fund. Untuk mendukung kegiatan demikian, para

pelakunya memakai jasa-jasa pengacara, akuntan dan konsultan keuangan dan para pengelola dana yang handal untuk memanfaatkan segala celah yang ada di dalam negara ini.27

3. Metode Legitimate Busnises Conversions

Metode ini dilakukan melalui kegiatan bisnis yang sah sebagai cara pengalihan atau pemanfaat dari sesuatu hasil uang kotor. Hasil uang kotor ini kemudian dikonversi secara transfer, cek atau alat pembayaran lain untuk

disimpan di rekening bank atau ditransfer kemudian ke rekening bank lainnya.

26

H. Juni Sjafrien Jahja, Melawan Money Laundering, Mengenal, Mencegah & Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang, Visi Media, Jakarta, 2012, hal 10.

27

(7)

Biasanya para pelaku bekerja sama dengan suatu perusahaan yang rekeningnya

dapat dipergunakan sebagai “terminal” untuk menampung uang kotor tersebut.

B. Penerapan sistem pembuktian terbalik dalam ketentuan pencucian uang sebagai upaya menjerat pelaku tindak pidana.

UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang menganut pandangan bahwa untuk dimulainya pemeriksaan tindak pidana pencucian uang tidak perlu di

buktikan terlebih dahulu tindak pidana asal.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, ketentuan UU No. 15 Tahun

2002 dan UU No. 25 Tahun 2003 dirasakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan penegakkan hukum, praktik, dan standar Internasional, sehingga kemudian ditetapkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam ketentuan sistem pembalikan beban pembuktian UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam sistem pembalikan beban pembuktian ini beban pembuktian berada

ditangan terdakwa atau penasehat hukum terdakwa.

Pasal 77 UU No 8 tahun 2010 menyebutkan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya

bukan merupakan hasil tindak pidana. Harta kekayaan merupakan salah sau unsur yang lain dari tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal

(8)

Sebagai Unsur dari tindak pidana Pencucian Uang, unsure harta kekayaan harus disebutkan dalam surat dakwaan dan sebenarnya harus dibuktikan dengan

alat bukti yang sah oleh penuntut umum disidang pengadilan. Tetapi dengan adanya Pasal 77 yang menentukan bahwa yang wajib membuktikan unsur harta

kekayaan tersebut adalah terdakwa dan bukan Penuntut Umum, maka dikatakan bahwa sistem pembuktian tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 sudah menganut sistem beban pembuktian

terbalik.28

Sistem pembalikkan beban pembuktian dalam undang undang sifatnya

sangat terbatas, yaitu hanya berlaku pada sidang pengadilan, tidak dalam tahap penyidikan. Selain itu tidak pada semua tindak pidana, hanya pada kejahatan yang

bersifat serius (serious crime) yang sulit dalam hal pembuktiannya, misalnya korupsi, penyelundupan, narkotika, psikotropika, atau penggelapan pajak,dan tindak pidana perbankan.

Jika kita bandingkan dengan penerapan pembalikkan beban pembuktian pada tindak pidana korupsi maka pembalikkan beban pembuktian UU No. 8

Tahun 2010 bersifat keharusan bagi terdakwa untuk membuktikaan bahwa harta kekayaannya bukan berasal dari hasil tindak pidana.

Dalam hal pemeriksaan perkara tindak pidana pencucian tidak perlu

dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asal (predicate crime), karena tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri. Hal ini

diatur dalam ketentuan pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010.29

28

R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal 216.

(9)

Tujuan lainnya dari penerapan sistem pembuktian terbalik ini juga sebagai landasan dalam penyitaan harta kekayaan yang terkait dengan kejahatan. Adanya

akibat hukum dalam ketentuan ini paling tidak menjadi hal yang menakutkan bagi para pelaku kejahatan terutama kejahatan korupsi, narkotika dan pencucian uang,

karena dalam hal pembuktian terbalik si pelaku akan menemui kesulitan untuk menjelaskan bahwa dia tidak terlibat dalam kejahatan atau membuktikan bahwa harta kekayaan yang ia miliki bukan berasal dari hasil kejahatan. Tingkat

kesulitan pembuktian inilah yang diharapkan agar memberikan efek jera pada semua orang untuk tidak melakukan kejahatan korupsi, narkotika ataupun

pencucian uang.

Secara sosiologis bahwa keadaan di Indonesia saat ini dari apa yang

dikemukakan sebelumnya telah berada dalam transisi pembenahan permasalahan TPPU dengan berbagai kejahatan asal. Kebutuhan hukum serta kondisi faktual saat ini adalah konsep baru dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010, dengan

penguatan sistem beban pembuktian terbalik dalam penyelesaian TPPU.30

Beban pembuktian terbalik secara berimbang yang menjadi muatan utama

konsep di Indonesia merupakan salah satu jalan terbaik untuk mengikis pergesekan pertentangan. Menurut Oliver Stolpe, dalam beban pembuktian terbalik keseimbangan kemungkinan (Balanced Probability of Principles).

Pelaksanaan beban pembuktian terbalik telah memiliki kepentingan yang

mendesak untuk segera di implementasikan dalam sebuah praktik TPPU.31 Sekaligus menjawab atas permasalahan mengakar dalam kejahatan asal TPPU yang tidak kunjung menempati titik terbaik dalam sejarah bangsa.

30

Harry Murti, dalam jurnal ilmiah Beban Pembuktian Terbalik Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Juridis Sosiologis,2011

31

(10)

Upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang akan lebih efektif dengan adanya perundang-undangan mengenai pembuktian terbalik dan keharusan

pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara secara terbuka dan terkini.

Perbedaan asas pembuktian terbalik dengan asas pembuktian yang dalam

KUHAP di Indonesia adalah dengan mengetahui tentang beban pembuktian.

Beban pembuktian adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada salah

satu pihak utnuk meberikan fakta di depan sidang pendadilan untuk membuktikan kebenaran atas suatu tuduhan atau pernyataan.

Pembalikan beban pembuktian atau “omkering van de bewijslast” (the

reversal of the burden of proof), yang sering juga disebut sistem pembuktian terbalik, secara umum dapat dipahami sebagai suatu sistem yang meletakkan

beban pembuktian ditangan terdakwa untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah melakukan tindak pidanayang didakwakan kepadanya. Dalam hal terdakwa tidak berhasil membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dinyatakan bersalah

melakukan tindak pidana. Sementara penuntut umum dibebaskan dari kewajiban pembuktian.32

C. Ketentuan Hukum Pidana mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang dalam menjerat pelaku tindak pidana untuk upaya mengurangi pelaku tindak pidana.

Upaya hukum yang dilakukan untuk dapat menjerat pelaku tindak pidana ialah penambahan ketentuan baru dalam undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

32

(11)

Dalam undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah banyak menambahkan

ketentuan-ketentuan baru yang tidak ada pada undang-undang pencucian uang sebelumnya yang mana ketentuan-ketentuan baru ini dapat mempersempit

kesempatan dan kemungkinan bagi pelaku untuk melakukan pencucian uang. Ketentuan- ketentuan tersebut antara lain ialah

1. Perbuatan dinyatakan sebagai tindak pidana pencucian uang

Pada prinsipnya, unsur-unsur tindak pidana pencucian uang dalam rumusan UU TPPU dan perubahan UU TPPU dengan UU PPTPPU adalah sama

yaitu kegiatan menempatkan, mentransfer, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan dengan mata

uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Namun pada UU TPPU ini, dicantumkan beberapa tambahan perbuatan baru yaitu

“mengalihkan dan mengubah bentuk”.

UU TPPU ini juga memuat rumusan baru yang semakin menyempurnakan

kriminalisasi pencucian uang. Rumusan baru itu dimuat dalam Pasal 4 yang merupakan pemidanaan bagi setiap orang yang melakukan perbuatan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang

merupakan hasil tindak pidana yang dilakukan tanpa melalui transaksi keuangan

(masuk ke sistem keuangan) seperti yang diatur dalam Pasal 3.

Rumusan tindak pidana yang terakhir yaitu pada Pasal 5 dan Pasal 6 ketentuan baru memuat perbuatan baru yang ditambahkan yaitu kata

(12)

penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan penukaran.33

2. Tindak pidana asal

Undang-undang yang lama mengenal 25 jenis kejahatan yang dinyatakan

sebagai tindak pidana asal sedangkan pada Undang-undang yang baru ada 26 jenis kejahatan. Perbedaan pada ketentuan yang lama dan yang baru yaitu pencantuman tindak pidana kepabeanan dan cukai pada ketentuan baru sedangkan pada

ketentuan lama hanya dirumuskan sebagai tindak pidana penyelundupan barang. Penambahan lain dalam tindak pidana bidang kelautan dimasukkan juga tindak

pidana bidang perikanan.

Perluasan rumusan lain ditemukan pada Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan

bahwa harta kekayaan yang digunakan untuk kegiatan terorisme diperluas dengan pencantuman ketentuan baru dengan penggunaan kata-kata “yang akan

digunakan” dan “kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan”.

Pencantuman ketentuan ini menyebabkan harta kekayaan yang akan dipergunakan untuk kegiatan teroris sudah termasuk objek dalam pencucian uang.

Dengan demikian, semakin sempit jalan bagi pelaku tindak pidana teroris untuk membiayai kegiatan terornya.

3. Perluasan sanksi pada tindak pidana pencucian uang

Sanksi pidana dan penjara yang dijatuhkan bagi pelaku pada UU TPPU dan Perubahan UU TPPU berbeda dengan yang termuat dalam ketentuan yang

baru pada Undang-undang UU PPTPPU, yaitu:

Pada undang-undang sebelumnya UU No. 25 Tahun 2003 yaitu pada Pasal

3 mengenai ketentuan “setiap orang dengan sengaja: menempatkan, mentransfer,

33

(13)

membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak

pidana,” dan Pasal 6 mengenai ketentuan “setiap orang yang menerima atau

menguasai: penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,

penitipan, penukaran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya

merupakan hasil tindak pidana,” terdapat ketentuan minimum maksimum pidana

penjara dan pidana dendanya yaitu pidana penjara paling singkat 5 Tahun paling

lama 15 Tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000.00,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000.00,- (lima belas miliar rupiah),

sedangkan, pada Undang-undang No. 8 Tahun 2010 Pasal 3 mengenai ketentuan

“setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,membelanjakan,

membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil

tindak pidana” dan Pasal 4 mengenai ketentuan “setiap orang yang

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana” serta Pasal 5

mengenai ketentuan “setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal

usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang

sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya

merupakan hasil tindak pidana” tidak terdapat ketentuan minimum pidana penjara

dan pidana dendanya melainkan hanya diatur diataur pidana maksimumnya saja

(14)

paling banyak Rp. 5.000.000.000.00,- (lima miliar rupiah) untuk perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan pidana penjara paling lama 5 Tahun dan

pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.00,- (satu miliar rupiah).

4. Perluasan klasifikasi tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana

pencucian uang dan sanksinya

Klasifikasi perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang pada pokoknya adalah pelarangan

bagi pihak pelapor untuk memberitahukan atau membocorkan rahasia mengenai

data, informasi, data diri pelapor, atau semua hal yang berkaitan dengan proses penegakan hukum dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.

Ketentuan lain berupa adanya kewajiban pelaporan bagi setiap orang yang

membawa uang tunai dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing, dan/atau

mata uang asing, dan/atau instrument pembayaran lain dalam bentuk cek, cek perjalanan, surat sanggup bayar, atau bilyet giro paling sedikit Rp 100.000.000.00 (seratus juta rupiah) atau yang nilainya setara dengan itu kedalam atau keluar

daerah pabean Indonesia wajib memberitahukannya kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Penambahan ketentuan baru yang menjamin independensi PPATK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dan bagi pelanggarannya dikenakan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp

500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).

Penentuan sanksi Pidana untuk tindak pidana lain yang berkaitan dengan

(15)

a. Pencantuman sanksi administratif pada ketentuan baru sedangkan pada ketentuan lama tidak dikenal adanya sanksi administratif.

Sanksi administratif dikenakan bagi pihak pelapor yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan TKM oleh PJK maupun transaksi yang

bernilai paling sedikit Rp 500.000.000.00 atau setara dengan itu oleh Penyedia Barang dan/atau Jasa lain (Pasal 25 ayat dan Pasal 27 ayat (3) UU PPTPPU).34

Perbuatan lain yang dikenakan sanksi administratif adalah setiap orang

yang membawa uang tunai dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing,

da/atau instrument pembayaran lain dalam bentuk cek, cek perjalanan, surat sanggup bayar, atau bilyet giro paling sedikit Rp 100.000.000.00 (seratus juta rupiah) atau yang nilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar daerah pabean

Indonesia namun tidak melaksanakan kewajiban pelaporan (Pasal 35 ayat (1) dan (2).

b. Penjatuhan sanksi administratif kepada pihak pelapor yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan ini, sebelumnya pada ketentuan lama dijatuhi sanksi pidana. Namun dengan dikeluarkannya undang-undang yang

baru, maka ketentuan tersebut dijatuhi sanksi administratif bukan sanksi pidana.

Penambahan ketentuan-ketentuan baru dan perluasan beberapa ketentuan dalam Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dimaksudkan agar ketentuan yang baru ini dapat lebih efektif dalam

mencegah tindak pidana pencucian uang tetapi juga Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang dapat dimanfaatkan oleh aparat penegak hukum untuk

34

(16)

menjerat para pelaku, khusunya para aktor intelektual yang mendanai kegiatan tindak pidana. Dalam konsep tindak pidana pencucian uang, hal utama yang

Referensi

Dokumen terkait

bahwa auditor KAP, mahasiswa akuntansi dan akuntan pendidik tentang atribut keahlian yang harus dimiliki auditor kantor akuntan publik dalam pengetahuan, pemecahan

Siti Rahayu Hassan, Mohammad Syuhaimi Ab-Rahman, Aswir Premadi and Kasmiran Jumari. The Development of Heart Rate Variability Analysis Software for Detection of Individual

Hasil persentase yang didapat dari analisis kebutuhan melalui pembagian angket pada atlet kelas BI (bakat istimewa) SMA Negeri 1 Turen diperoleh data sebagai berikut: 80% atlet

Terkait dengan dihapusnya jabatan Kayim dan selanjutnya ditempatkannya di tempat tugas baru sebagai staf pada urusan dan seksi yang ada serta kekosongan karena purna

Gulma spesies tertentu secara ekologis dapat tumbuh dengan baik pada daerah budidaya dengan jenis tanaman tertentu dan mendominasi daerah pertanaman

[r]

Secara subyektif, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak pemerintah daerah Kabupaten Karanganyar khususnya Badan Pelayanan Perizinan

Anwar Anshori, Analisis Tingkat Berpikir Geometri Siswa dalam Menyelesaikan Soal Bangun Ruang Sisi Datar Berdasarkan Teori Van Hiele pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2