APBN atau RAKYAT
Kenaikan Harga BBM
Oleh : Agus Ngadino, SH, MH
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya
Rencana kenaikan bahan Bakar Minyak (BBM) pada Juni 2008 disikapi secara pro-kontra di kalangan masyarakat. Terkait dengan hal itu dalam kerangka memberi khasanah pemikiran maka hal tersebut akan
dilihat dari perspektif hukum administrasi negara khususnya hukum anggaran. Karena berbicara BBM maka akan menguraikan tentang hubungan kebijakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan rakyat.
Pokok permasalahan yang mendasar berangkat dari alasan pemerintah menaikkan BBM dalam
kerangka menyelamatkan APBN. Selain itu ditambahkan pula bahwa menurut pemerintah langkah itu sebagai pilihan terakhir. Alasan yang kemudian mengundang reaksi anggota DPR untuk meminta Presiden menjelaskan tentang alasan kenaikkan BBM tersebut dalam suatu rapat peripurna DPR.
Alasan pemerintah di atas setidaknya menjadi persoalan dalam pemahaman tentang makna APBN
tidak sekadar sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun jauh lebih mendasar itu APBN merupakan wujud dari kedaulatan rakyat. Hal
ini diwujudkan dengan adanya hak budget pada lembaga DPR. Artinya dalam konteks itu DPR menjadi perpanjangan tangan dari rakyat untuk memasukkan kepentingan rakyat dalam APBN. Dengan demikian
DPR berkewajiban mengawal agar estimasi dan pelaksanaan APBN tidak menyimpang dari kepentingan rakyat. Karena perumusan anggaran negara dalam suatu undang-undang pada dasarnya akan menentukan
kebijakan ekonomi makro suatu negara pada arah yang dikehendaki.
Hal tersebut cukup menjadi dasar ketika pemerintah berkehendak menyelamatkan APBN, tetapi juga
mengikis kepentingan rakyat dengan adanya kebijakan kenaikan BBM 30 persen. Jelas ini mengisyaratkan bahwa kedaulatan rakyat menjadi direduksi oleh kepentingan pemerintah. Logika
penyelamatan APBN untuk kepentingan rakyat menjadi terfalsifikasi oleh kebijakan itu sendiri. Pemerintah mestinya belajar dari estimasi kepentingan rakyat ke estimasi APBN. Dengan demikian
menyelamatkan APBN? Diselamatkan dari siapa? Karena APBN tidak perlu diselamatkan. Dengan menyelamatkan rakyat maka dengan sendirinya APBN itu akan selamat. Indikatornya adalah rakyat bukan APBN.
Menambahkan kemisikinan
Karena itu, sudah sewajarnya DPR mempertanyakan soal kenaikan BBM karena jelas adanya reduksi
atas kepentingan rakyat dalam APBN. Secara real jelas adanya kenaikan BBM punya implikasi dalam menambahkan kemiskinan di negeri ini, seperti yang dicatat oleh Lembaga Kajian Reformasi
Pertambangan dan Energi bahwa akibat kenaikan BBM sebesar 30 persen berpotensi mengakibatkan orang-orang miskin bertambah sekitar sebesar 8,55 persen atau sekitar 15,68 juta jiwa (Kompas, 8 Mei
2008). Kondisi ini tentu jelas tidak boleh diabaikan oleh pemerintah dengan logika ekonominya yang juga banyak diperdebatkan.
Apalagi jika kita kembali mengingat adanya kenaikan BBM tahun 2005 yang mempunyai implikasi serius bagi ekonomi rakyat. Meskipun dengan dalih bahwa BBM hanya menguntungkan kepentingan
orang kaya, pada faktanya kemiskinan menjadi bertambah oleh kenaikan tersebut. Upaya membuat kompensasi dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada orang miskin juga bukan pilihan yang tepat,
karena ternyata rentan manipulasi dan kebocoran dalam prakteknya. Pengalaman kenaikan BBM pada tahun 2005 semestinya menjadi pelajaran yang berharga untuk membuat suatu perencanaan dalam menghadapi implikasi kenaikan harga minyak dan pangan dunia. Selama waktu itu pula mestinya sudah
cukup bagi pemerintah untuk membangun suatu kebijakan yang tepat dalam menghadapi perkembangan kondisi fluktuasi ekonomi rakyat. Apalagi janji pemerintah yang tidak akan menaikan harga BBM lagi.
Janji yang tidak dibarengi dengan tindakan yang real agar hal tersebut dapat dipenuhi hingga pada akhirnya kenaikan BBM terjadi kembali.
Kondisi diatas mengisyaratkan betapa pemerintah hanya bermain secara standar pada APBN yang sudah ada dalam menyelenggarakan tugas pemerintahannya. Bagian satu dikurang dan bagian lainnya
ditambah dalam alokasi APBN. Hal ini jelas akan menghasilkan tindakan yang akan sama saja dan kalau ini terus berlangsung jelas pembangunan kemakmuran negara ini tidak beranjak dari tempatnya. Bak
pepatah buka lubang, tutup lubang. Sekedar cukup bertahan untuk kehidupan ekonomi negara ini dalam waktu sejenak. Bahkan bisa terancam mundur dari apa yang sudah dicapai sekarang ini.
harga BBM dengan negara lain harus secara komprehensif juga dikaitkan dengan kemampuan daya beli rakyat terhadap kebutuhan energi tersebut. Perbandingan harus dikaitkan dalam konteks evaluasi dan strategi dalam meningkatkan pendapatan negara. Bukan sekedar sebagai apologi untuk melanggengkan
kepentingan pemerintah. Oleh karena itu perlu ada kebijakan yang menjadi grand design untuk tujuan jangka panjang. Kebijakan yang dimaksud harus konseptual dalam upaya mengatasi gejolak harga
minyak dan pangan dunia. Kebijakan itu harus mampu menjaga kekuatan ekonomi dalam negeri untuk bertahan menghadapi tantangan gejolak ekonomi yang tidak menentu. Kebijakan tersebut harus secara
komprehensif dan integral dalam menjaga ketahanan ekonomi rakyat menghadapi setiap kondisi yang berkembang di taraf Internasional. Untuk itu kebijakan harus berakar dari rakyat. Tepatnya kembali pada
filosofi demokrasi maka politik hukum anggaran negara berakar dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat diberi peran untuk menentukan design ketahanan ekonomi tersebut sehingga juga ada kewajiban
untuk menerima konsekuensi dari adanya kebijakan tersebut. Pemerintah harus cermat memasukkan indikator penting dalam menjaga ketahanan ekonomi dan upaya peningkatan pendapatan negara.
Kemudian kebijakan tersebut juga terdesentralisasi ke berbagai hirarki pemerintahan dari pusat hingga daerah. Lainnya sinergi kebijakan dan sinkronisasi peraturan undang-undang dari pusat hingga daerah.
Peraturan yang dimaksud menjadi skema yang sistematis dalam mewujudkan design ketahanan ekonomi dan peningkatan pendapatan negara.