• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNIN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PROBLEM BASED

LEARNING MENGGUNAKAN METODE TIME

CONTINUUM UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI

BELAJAR

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar Mandiri Oleh Isniatun Munawaroh, M. Pd.

Disusun Oleh:

1. Arrum Melati Devinta Priadi (14105241024/TP.B 2014) 2. Nur Muh Ishaq Arrosidi (14105241026/TP.B 2014) 3. Iwan Sanjaya (14105241031/TP.B 2014) 4. Fadillah Rizki Arrahmah (14105241037/TP.B 2014) 5. Terra Meinta Dwi Kartika (14105241046/TP.B 2014) 6. Muhammad Alif Prianda (14105241047/TP.B 2014) 7. Ilham Syabani (14105241049/TP.B 2014) 8. Aprilian Prakarsa Mulya (14105241050/TP.B 2014) 9. Risqi Nuruz Syifa (14105241051/TP.B 2014)

TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

TAHUN 2014/2015

PENGEMBANGAN MODEL PROBLEM BASED

LEARNING MENGGUNAKAN METODE TIME

CONTINUUM UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI

(2)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar Mandiri Oleh Isniatun Munawaroh, M. Pd.

Disusun Oleh:

1. Arrum Melati Devinta Priadi (14105241024/TP.B 2014) 2. Nur Muh Ishaq Arrosidi (14105241026/TP.B 2014) 3. Iwan Sanjaya (14105241031/TP.B 2014) 4. Augustio Nurrakhmat Pramono (14105241031/TP.B 2104) 5. Fadillah Rizki Arrahmah (14105241037/TP.B 2014) 6. Terra Meinta Dwi Kartika (14105241046/TP.B 2014) 7. Muhammad Alif Prianda (14105241047/TP.B 2014) 8. Ilham Syabani (14105241049/TP.B 2014) 9. Aprilian Prakarsa Mulya (14105241050/TP.B 2014) 10. Risqi Nuruz Syifa (14105241051/TP.B 2014)

TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

TAHUN 2014/2015

BAB I

A. Latar Belakang

(3)

Banyak faktor yang menyebabkan siswa sulit untuk melaksanakan pembelajaran mandiri. Diantaranya adalah model pembelajaran teacher center yang cenderung turun-temurun dari generasi ke generasi yang membuat siswanya tidak dapat berkembang, tidak kreatif, mengalami ketergantungan (dalam hal ini mengandalkan guru sebagai sumber belajar) dan tidak memiliki kemampuan untuk belajar mandiri. Hal ini menyebabkan kurangnya motivasi belajar yang ada pada siswa. Sementara belajar mandiri dapat terlaksana jika seseorang memiliki motivasi atau dorongan untuk belajar

Berdasarkan hal tersebut, berikut akan dipaparkan pengembangan metode pembelajaran Problem Based Learning dengan pengembangannya menggunakan metode Time Continuum yang dapat menumbuhkan motivasi belajar pada seseorang agar ia mampu melaksanakan sendiri belajarnya, merumuskan sendiri kebutuhannya untuk belajar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa itu belajar?

2. Apa itu belajar mandiri?

3. Apa itu Problem Based Learning? 4. Apa itu Metode Time Continuum?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut:

1. Memahami apa itu belajar

(4)

3. Memahami apa itu Problem Based Learning 4. Memahami apa itu Metode Time Continuum

D. Manfaat

1. Dapat memahami apa itu belajar

2. Dapat memahammi apa itu belajar mandiri

3. Dapat memahami apa itu Problem Based Learning 4. Dapat memahami apa itu Metode Time Continuum 5. Mampu menerapkan belajar mandiri pada diri sendiri

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan untuk menyusun makalah ini adalah metode pustaka yaitu mengambil informasi dari buku-buku dan internet

BAB II

A. Pengertian Belajar

(5)

Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karenatidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respons, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respons) harus dapat diamati dan diukur.

Berikut merupakan pengertian belajar secara umu menurut para ahli:

1. Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman. 2. Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252)

belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.

(6)

4. Moh. Surya (1981:32), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.

Dalam konteks belajar mandiri, kita diharpakan dapat memahami pengertian belajar menurut teori belajar konstruktivisme. Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.

Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif sesorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedian dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru1

B. Pengertian Belajar Mandiri

Belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaiannya baik penetapan waktu belajar, tempat

1 C. Asri Budiningsih, 2003, Belajar dan Pembelajaran, Universitas Negeri Yogyakarta:

(7)

belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar, sumber belajar, maupun evaluasi hasil belajar dialkukan oleh pembelajar sendiri.2

Namun, sering banyak orang menafsirkan bahwa belajar mandiri adalah belajar yang dilakukan sendirian tanpa bantuan orang lain. Berdasarkan pernyataan tersebut, hal ini sangat keliru. Belajar mandiri dapat dilakukan dengan berbagai cara baik itu berdiskusi dengan teman, membaca buku, bahkan bertanya pada guru. Esensi dari pernyataan di atas bahwa belajar mandiri berkaitan serat dengan motif atau dorongan baik itu dari luar maupun dari dalam dirinya. Belajar mandiri tidak dilihat dari tindakan atau perbuatan seperti apa dia belajar, namun bagaimana ia memiliki motif untuk melakukan kegiatan belajar dengan cara yang ia rencanakan sendiri.

C. Pengertian Metode Time Continuum

Salah satu metode untuk mengembangkan motivasi belajar adalah model ‘time continuum’. Menurut model ini ada 6 faktor yang berpengaruh terhadap motivasi belajar, yaitu:

1. Sikap (attitude): merupakan kecenderungan untuk merespon kebutuhan belajar, yang didasarkan pada pemahaman pembelajar tentang untung-rugi melakukan perbuatan yang sedang dipertimbangkan untuk dilakukan.

2. Kebutuhan (need): kekuatan dari dalam diri yang mendorong pembelajar untuk berbuat menuju ke arah tujuan yang ditetapkan. 3. Rangsangan (stimulation): perasaan bahwa kemampuan yang

diperolehnya dari belajar mulai dirasakan dapat meningkatkan kemampuannya untuk menguasai lingkungan, merangsang untuk terus belajar.

4. Emosi (affect): perasaan yang timbul sewaktu menjalankan kegiatan belajar.

(8)

5. Kompetensi (competence): kemampuan tertentu untuk menguasai lingkungan.

6. Penguatan (reinforcement): hasil belajar yang baik merupakan penguatan untuk melakukan kegiatan belajar yang lebih lanjut.

Menurut model ‘time continuum’, setiap perbuatan belajar selalu terdiri dari 3 tahap, yaitu:

1. Tahap Awal: Akan Masuk Proses Belajar

a. Menumbuhkan sikap positif terhadap kegiatan belajar dengan cara menyelenggarakan pembelajaran yang bermutu, menunjukkan bahwa hasil belajar peserta didik bermanfaat dan memberikan umpang balik untuk menunjukkan kemampuan yang telah dicapainya.

b. Menyelenggarakan pembelajaran yang berorientasi kepada kebutuhan peserta didik.

2. Tahap Tengah: Terlibat Dalam Kegiatan Pembelajaran

a. Menyelenggarakan proses pembelajaran yang variatif, baik dalam hal metode yang digunakan atau bahan yang diajarkan, sehingga memberikan rangsangan kepada peserta didik untuk terus belajar. b. Menyelenggarakan pembelajaran yang dapat menimbulkan rasa

senang peserta didik kepada apa yang dipelajari. 3. Tahap Akhir: Proses Pembelajaran Selesai

a. Memberikan umpan balik kepada peserta didik sehingga mereka tahu sejauh mana telah mencapai kompetensi yang dicarinya.

(9)

D. Pengertian Model Problem Based Learning

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL) didasarkan pada hasil penelitian Barrow and Tamblyn (1980, Barret, 2005) dan pertama kali diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster University Kanda pada tahun 60-an. PBM sebagai sebuah pendekatan pembelajaran diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif untuk sekolah kedokteran dimana mahasiswa dihadapkan pada permasalahan kemudian dituntut untuk memecahkannya. PBM lebih tepat dilaksanakan dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter yang nanti bertugas pada kenyataannya selalu dihadapkan pada masalah pasiennya sehingga harus mampu menyelesaikannya. Walaupun pertama dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya diterapkan dalan pembelajaran secara umum.

Barrow (1980, Barret, 2005) mendefinisikan PBM sebagai “The learning that results from the process of working towards the understanding ofa resolution of a problem. The problem is encounteredfirst in the learning process.” Sementara Cunningham et.all. (2000, Chasman et.all., 2003) mendefiniskan PBM sebagai “… Problem-based learning (PBL) has been defined as a teaching strategy that “simultaneously develops problem-solving strategies, disciplinary knowledge, and skills by placing students in the active role as problem-solvers confronted with a structured problem which mirrors real-world problems".

(10)

menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.

Sehingga dapat diartikan bahwa PBL adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL. PBL merupakan satu proses pembelajaran di mana masalah merupakan pemandu utama ke arah pembelajaran tersebut. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya.

FASE – FASE PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

PBL berlangsung dalam enam fase, yaitu:

Fase 1: Pengajuan permasalahan. Soal yang diajukan seperti dinyatakan sebelumnya harus tidak terstrktur dengan baik, dalam arti untuk penyelesaiannya diperlukan informasi atau data lebih lanjut, memungkinkan banyak cara atau jawaban, dan cukup luas kandungan materinya.

(11)

Fase 3: Apa yang tidak diketahui dari permasalahan? Disini anggota kelompok akan membuat daftar pertanyaan-pertanyaan atau isu-isu pembelajaran yang harus dijawab untuk menjelas permasalahan. Dalam fase ini, anggota kelompok akan mengurai permasalahan menjadi komponen-komponen, mendiskusikan implikasinya, mengajukan berbagai penjelasan atau solusi, dan mengembangkan hipotesis kerja. Kegiatan ini seperti fase “brainstorming” dengan evaluasi; penjelasan atau solusi dicatat. Kelompok perlu merumuskan tujuan pembelajaran, menentukan informasi yang dibutuhkan, dan bagaimana informasi ini diperoleh.

Fase 4: Alternatif Pemecahan. Dalam fase ini anggota kelompok akan mendiskusikan, mengevaluasi, dan mengorganisir hipotesis dan mengubah hipotesis. Kelompok akan membuat daftar “Apa yang harus dilakukan?” yang mengarah kepada sumberdaya yang dibutuhkan, orang yang akan dihubungi, artikel yang akan dibaca, dan tindakan yang perlu dilakukan oleh para anggota. Dalam fase ini anggota kelompok akan menentukan dan mengalokasikan tugas-tugas, mengembangkan rencana untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Informasi tersebut dapat berasal dari dalam kelas, bahan bacaan, buku pelajaran, perpustakaan, perusahaan, video, dan dari seorang pakar tertentu. Bila ada informasi baru, kelompok perlu menganalisa dan mengevaluasi reliabilitas dan kegunaannya untuk penyelesaian permasalahan yang sedang dihadapi.

Fase 5: Laporan dan Presentasi Hasil. Pada fase ini, setiap kelompok akan menulis laporan hasil kerja kelompoknya. Laporan ini memuat hasil kerja kelompok dalam fase-fase sebelumnya diikuti dengan alasan mengapa suatu alternatif dipilih dan uraian tentang alternatif tersebut. Pada bagian akhir setiap kelompok menjelaskan konsep yang terkandung dalam permasalahan yang diajukan dan penyelesaian yang mereka ajukan. Misalnya, rumus apa yang mereka gunakan. Laporan ini kemudian dipresentasikan dan didiskusikan dihadapan semua siswa.

(12)

dan memfasilitasi pembelajaran berdasarkan konsep-konsep yang diajukan oleh setiap kelompok dalam laporannya.

E. Penerapan Model Problem Based Learning untuk meningkatkan motivasi belajar melalui metode Time Continuum

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang memiliki landasan teori belajar konstruktivistik. Hal ini sangat cocok jika dikembangkan untuk menciptakan motivasi belajar untuk belajar mandiri. Pondasi untuk menciptakan belajar mandiri adalah dengan menumbuhkan motivasi belajar. PBL diharapkan mampu menumbuhkan motivasi belajar pada seseorang agar selalu ingin belajar, terutama belajar secara mandiri

Brown (1971) mengemukakan ada delapan ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi, yaitu:

1. Tertarik pada guru artinya tidak bersikap acuh tak acuh, 2. Tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan,

3. Antusias tinggi serta mengendalikan perhatian dan energi pada kegiatan belajar,

4. Ingin selalu bergabung dalam suatu kelompok, 5. Ingin identitas diri diakui oleh orang lain,

6. Tindakan serta kebiasaannya serta moralnya selalu dalam kontrol diri, 7. Selalu mengingat pelajaran dan selalu mempelajarinya kembali di

rumah, dan

8. Selalu terkontrol oleh lingkungan.

Agar terbentuk sesorang yang memiliki ciri seperti di atas, kami mencoba untuk mengembangkan PBL menggunakan metode Time Continuum. PBL memiliki enam fase, sementara Time Continum memiliki 3 tahap yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir.

(13)

oleh guru kepada siswa yang sifatnya tidak berstruktur dengan baik. Artinya, pada fase akhir siswa diharapkan dapat memecahkan masalah seusai analisis mereka masing-masing. Tiga fase tersebut kita terapkan pada tahap awal dalam metode Time Continuum. Dijelaskan bahwa pada tahap awal ini, suasana belajar diharapkan memiliki daya positif terhadap proses pembelajaran. Maksudnya adalah siswa menyadari bahwa pembelajaran yang diikutinya akan bermanfaat bagi dirinya. Penentuan masalah diharapkan dapat menarik minat, perhatian, dan memotivasi siswanya. Masalah tersebut dapat diangkat dari hal-hal yang sering dialami oleh siswa. Hal ini diharapkan bermanfaat bagi siswa, karena jika siswa mengalami hal tersebut dalam kehidupan nyata, mereka akan memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memecahkan masalahnya. Selanjutnya, siswa diharap akan termotivasi untuk menggali pengetahuan dan potensinya secara mandiri.

Pada fase lima dan enam dalam PBL, siswa berperan aktif dalam mencari solusi dan pemecahan masalah dengan berdiskusi, kemudian setelah itu mempresentasikan hasil diskusi yang dirumuskan pada tahap awal dalam Time Continuum. Kedua fase tersebut kita terapkan pada tahap tengah/inti dalam Time Continuum. Di dalam fase ini, akan terjadi konstruksi dari masing-masing siswa untuk menyampaikan gagasannya dalam memecahkan masalah. Selain siswa yang berperan aktif dalam memecahkan masalah, guru diharapkan dapat menciptakan suasa belajar yang menyenangkan agar siswa semakin bersemangat dalam mengikuti proses belajar.

(14)

agar kegiatan belajar mengajar berikutnya siswa senantiasa antusias dan tertarik selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Fase enam ini kita terapkan pada tahap akhir dalam Time Continuum.

BAB III

A. Kesimpulan

(15)

seseorang. Hal ini sangat penting karena untuk terciptanya belajar mandiri, perlu adanya kesadaran dan motif ingin menguasai suatu kompetensi. Tanpa adanya motivasi, seseorang tidak akan pernah bisa melakukan pembelajaran mandiri.

Untuk mendukung upaya tersebut, maka ada beberapa metode belajar yang mampu meningkatkan motivasi belajar seseorang dan pada akhirnya terjadilah proses belajar mandiri dalam dirinya. Salah satunya adalah Model Problem Based Learnig atau pembelajaran berbasis masalah. Jika diperhatikan, PBL ini memiliki landasan teori konstruktivitik yaitu mengandalkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman dengan memecahkan suatu masalah berdasarkan analisis masing-masing individu.

Dalam meningkatkan motivasi belajar, dapat digunakan metode

Time Continuum. Metode in memiliki tiga tahap yaitu tahap awal, tahap tengah dan tahap akhir. Dengan memadukan model PBL dengan metode

Time Continnum, diharpak akan tumbuh motivasi belajar dan terjadi proses belajar mandiri dalam diri seseorang tersebut.

REFERENSI

Budiningsih, C. Asri. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Universitas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta

Haryanto. 2010. Pengertian Belajar Menurut Ahli. Diakses pada website:

http://belajarpsikologi.com/pengertian-belajar-menurut-ahli/

(16)

Diakses pada website: http://www.slideshare.net/lilisindayani/model-pengajaran-langsung-dlm-meningkatkan-motivasi-belajar

Lidinillah, Dindin Abdul Muiz. 2012. Problem Based Learning. Diakses pada Universitas Pendidikan Indonesia edu website:

http://file.upi.edu/Direktori/KD- TASIKMALAYA/DINDIN_ABDUL_MUIZ_LIDINILLAH_%28KD-TASIKMALAYA%29-197901132005011003/132313548%20-%20dindin %20abdul%20muiz%20lidinillah/Problem%20Based%20Learning.pdf

Mudjiman, Haris. 2007. Belajar Mandiri (Self-motivated Learning). UNS Press: Surakarta

Sulastianingrum, Gita. 2013. Makalah Teori Belajar Konstruktivistik. Diakses pada academia edu website:

https://www.academia.edu/4614990/Teori_Belajar_Konstruktivistik

Wikipedia Indonesia. (n.d). Belajar. Diakses pada website:

Referensi

Dokumen terkait

Surat Kabar atau Koran yang digunakan sebagai media promosi oleh Perpustakaan Umum Kota Makassar bertujuan untuk meningkatkan minat baca masyarakat Kota Makassar,

Hal ini ditujukan untuk menganalisis struktur ekspor baik produk maupun negara tujuan ke dalam marjin ekspor yang membagi pertumbuhan ekspor menjadi tiga kategori

1) Sistem dapat melakukan peringatan keamanan kepada user jika mendeteksi adanya pergerakan manusia melalui fasilitas SMS. Selain itu user juga dapat memanfaatkan

Dari uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana strategi komunikasi yang diterapkan oleh yayasan rumah yatim arrohman yang berada di kemang utara

Nilai moral yang terkandung dalam karya seni, atau dalam bentuk cerita rakyat, langsung maupun tak langsung, bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal

edging adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan resiko yang terkait dari langkah tertentu yang diambil seseorang. %alam pasar uang atau

Diharapkan kegiatan ini dapat bermanfaat bagi, (1) Pengelola Bumdes, bahwa program ini dapat menambah wawasan dan memberikan sekaligus meningktakan keterampilan

[r]