5 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
DiPippo (1999) dalam jurnal yang dimuat pada GHC buletin, Juni 1999, membahas tentang desain dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Metode yang digunakan yaitu membandingkan beberapa PLTP yang telah ada serta dengan menganalisis kondisi sumber panas bumi yang tersedia. Hasil yang diperoleh berupa desain PLTP sistem direct-steam (pembangkitan langsung) yaitu sistem yang memanfaatkan panas bumi secara langsung untuk pembangkitan karena sumber panas bumi dalam kondisi vapor dominated. Kemudian sistem
flash-steam yaitu sistem yang memanfaatkan panas bumi melalui proses
penguapan terlebih dahulu karena sumber panas bumi dalam kondisi water
dominated .Sistem binary yaitu sistem yang memanfaatkan panas bumi dengan
cara mentransfer energi panas dari panas bumi ke fluida kerja (R134a, C5H11isopentane, C4H10isobutane, R-114, dll) karena temperatur yang rendah dari panas bumi (dibawah 1500C) atau panas bumi memiliki potensi scaling (pembentukan kerak) dan korosi yang tinggi.
Horie (2001) membahas tentang teknologi pada PLTP Berlin di El Salvador, Amerika Tengah. Metode yang digunakan yaitu metode observasi dan analisis. Hasil yang diperoleh yaitu energi listrik yang dibangkitkan yaitu sebesar 2 x 28,12 MW serta pada PLTP Berlin menggunakan teknologi remote monitoring
system pada sumur produksi dan sumur reinjeksi. Kendali tekanan dari uap/air
separator dan kendali level pada tanki air sumur produksi dapat dikontrol langsung dari ruang kendali dengan menggunakan DCS-sebuah sistem berbasis PLC.
Triyono (2001) membahas tentang taksiran termodinamik dan nilai ekonomi pengembangan pembangkit listrik dari 140 menjadi 200 MWe di Kamojang Indonesia. Metode yang digunakan yaitu dengan analisis sumber panas bumi, pengaplikasian peralatan untuk pengembangan pembangkit listrik, metode pengeluaran berbasis investasi (investment-cost-base) dan pendekatan nilai pengembalian netto (net-back-value) untuk analisis nilai ekonomi pengembangan pembangkit. Hasil yang diperoleh yaitu diusulkan penambahan pembangkit 60 MW turbo-generator dengan tekanan masuk turbin berkisar 6-8 bar dengan laju alir massa 500-540 ton/h. Dari pendekatan metode investment-cost-base, didapat nilai IRR (Interest Rate of Return) sebesar 16,1% berdasar 0,04 USD/kWh harga listrik dari pemerintah. Listrik yang dihasilkan PLTP mampu bersaing dengan pembangkit listrik tenaga batu bara apabila harga listrik dibawah 0,043 USD/kWh merupakan hasil dari pendekatan metode net-back-value.
Green (2006) membahas tentang emisi gas buang dari beberapa PLTP di Amerika Serikat. Metode yang digunakan yaitu analisis dan membandingkan dengan emisi gas buang dari pembangkit tenaga batu bara dan gas alam di Amerika Serikat. Hasil yang diperoleh yaitu data emisi gas buang CO2 dari batu bara sebesar 2.068 lb/MWh, gas alam 850 lb/MWh dan dari panas bumi hanya 60 lb/MWh. Data emisi gas buang SO2 dari batu bara sebesar 10,39 lb/MWh, gas alam 0,22 lb/MWh dan dari panas bumi 0,35 lb/MWh. Data emisi gas buang NOx dari batu bara sebesar 4,31 lb/MWh, gas alam 1,06 lb/MWh dan dari panas bumi 0 lb/MWh.
Swandaru (2007) dalam jurnalnya membahas tentang analisis termodinamik dari desain pembangkit listrik unit I Patuha, Jawa Barat, Indonesia. Metode yang digunakan yaitu analisis dengan perhitungan neraca energi dan analisis tekanan masuk optimum panas bumi ke separator. Hasil yang diperolah yaitu perhitungan neraca energi dapat tercapai dengan bantuan program EES menggunakan sistem pembangkitan single flash flow dengan multiple producing
wells. Hal ini dikarenakan sumber panas bumi dalam kondisi water dominated
dipengaruhi oleh daya yang dibangkitkan oleh generator, konsumsi daya oleh pompa, kipas menara pendingin dan peralatan penunjang pembangkit listrik.
Surana (2010) membahas tentang rancang bangun sistem PLTP tipe turbin kondensasi 5MW. Metode yang digunakan yaitu analisis perhitungan heat and
mass balance, analisis desain separator, desain kondensator dan steam ejector.
Hasil yang diperoleh yaitu perhitungan heat and mass balance dapat tercapai dengan bantuan program EES menggunakan sistem pembangkitan direct-steam
plants. Hal ini dikarenakan sumber panas bumi dalam kondisi vapor dominated.
Perhitungan desain peralatan pembangkit (separator, kondensator dan steam
ejector) menghasilkan keluaran berupa tabel material (bill of material) dan
gambar desain dari peralatan pembangkit tersebut. Perhitungan separator dimaksudkan agar kualitas panas bumi yang dihasilkan dapat 100% dalam fasa gas. Perhitungan kondensator dipengaruhi oleh beban panas dari fluida yang akan didinginkan sedangkan steam ejector dipengaruhi oleh kondisi NCG yang terdapat pada panas bumi.
Kitz (2011) membahas tentang proyek pembangunan PLTP di Neal hot
springs serta penggunaan teknologi baru pada kondensator untuk mendinginkan
fluida kerja. Metode yang digunakan yaitu dengan analisis sumber panas bumi dan mengaplikasikan peralatan untuk membangkitkan energi listrik. Hasil yang diperoleh yaitu pembangunan PLTP 23MW dengan sistem binary dengan fluida kerja R-134a. Hal ini dikarenakan sumber panas bumi memiliki temperatur rendah. Didapatkan pula dari hasil komputasi dinamika fluida, data temperatur fluida kerja setelah melewati kondensator tradisional sebesar 58,20F dengan prosentase sirkulasi kembali sebesar 35,7%. Sedangkan data temperatur fluida kerja setelah melewati kondensator dengan teknologi NHS cooler large fan design (desain pendingin fan besar) sebesar 52,20F dengan prosentase sirkulasi kembali sebesar 1,2%.
Barse (2011) membahas tentang studi persiapan pembangunan PLTP sistem biner dengan menggunakan inovasi berupa teknologi co-produced
geothermal waters. Metode yang digunakan yaitu dengan analisis sumber panas
2x125 kW dengan pertimbangan apabila satu unit mebutuhkan perbaikan, unit cadangan masih dapat membangkitkan energi listrik. Pada bulan Januari – April dan November – Desember daya yang dibangkitkan sebesar 125 kW. Pada bulan Mei – September daya yang dibangkitkan antara 80 – 110 kW.Dari analisis ekonomi diperoleh pula waktu pengembalian modal yaitu setelah beroperasi 4 tahun dengan penjualan energi listrik sesuai aturan yang berlaku pada North Dakota, USA.
2.2 Dasar Teori 2.2.1.Panas Bumi
Panas bumi adalah fluida dapat berupa gas, cair ataupun campuran keduanya yang terbentuk oleh proses-proses geologi yang telah dan sedang berlangsung sepanjang jalur vulkanisme. Panas bumi merupakan air tanah yang mendapatkan energi panas dari lapisan magma di bawahnya sehingga memiliki tekanan dan temperatur yang tinggi. Panas bumi umumnya tersimpan dalam lapisan tanah tetapi ada juga terobosan-terobosan dari panas bumi yang menghasilkan mata air panas. Dikarenakan sumber panas bumi berasal dari lapisan magma yang pada dasarnya tidak terbatas, maka panas bumi dapat dikategorikan sebagai sumber energi terbarukan. (GEA, 2012)
Panas bumi dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kegunaan antara lain untuk pemandian air panas dan penghangat ruangan pada musim dingin. Selain dua manfaat tersebut panas bumi juga dapat digunakan sebagai sumber pembangkit energi listrik apabila kondisi panas bumi memenuhi kriteria. Kriteria panas bumi sebagai pembangkit listrik dibagi menurut tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Klasifikasi reservoir dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam estimasi potensi energi panas bumi. (SNI, 1999)
Rencana lokasi pembangunan PLTP yaitu pada daerah panas bumi Kamojang terletak 40 km di sebelah selatan Bandung, Jawa Barat. Daerah Kamojang memiliki ketinggian 1.730 meter dari permukaan air laut. Koordinat 7°07′30″S 107°48′00″E / 7.125°LS 107.8°BT (Kabupaten Garut, 2012).
Kondisi panas bumi pada daerah Kamojang diketahui seperti tabel 2.2 dan tabel 2.3 sebagai berikut.
Tabel 2.2 Komposisi hasil analisis kimia PLTP unit IV Kamojang (PGE, 2009)
No. ITEM SATUAN JUMLAH KANDUNGAN
1. Tekanan Pipa Bar a 11,86
2. Temperatur oC 185,70
3. Electrical Conductivity Mic/cm 36,20
Tabel 2.3 Flow rate hasil analisis PLTP unit IV Kamojang (PGE, 2009)
No. FLOW RATE (%) ton/h kg/s
1. Steam + water 98 32,340 8,98
2. Gas (NCG) 2 0,660 0,18
Steam+Water+Gas 100 33,000 9,17
3. Air 0 - -
4. Steam 99,98 32,3328 8,978
5. Water 0,02 0,0072 0,002
Steam+Water 100,00 32,3400 8,980
Dari tabel 2.2 dan 2.3 diketahui bahwa panas bumi pada daerah Kamojang termasuk reservoir dengan temperatur sedang. Dengan metode rancang bangun yang tepat, maka sumber panas bumi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.
2.2.2. Rancang Bangun
Rancang bangun adalah kegiatan mengatur segala sesuatu lebih dahulu sebelum membangun atau mendirikan (mengadakan gedung dsb) (KBI, 2008). Kegiatan rancang bangun membutuhkan 40-60% dari man hour seorang perancang. Dalam kegiatan rancang bangun seorang perancang bertanggung jawab untuk dapat menyajikan perhitungan dasar, gambar-gambar sketsa, lembar data dan spesifikasi-spesifikasi (Sani, 1994). Pada proses persiapan (preliminary) diperlukan PFD (Process Flow Diagram) sebagai pedoman dalam perancangan. Selain juga memerlukan data rancangan rekayasa dasar (BEDD), standar spesifikasi dan engineering codes.(Sani, 1994)
Data sumber panas bumi, data iklim dan cuaca merupakan data rancangan rekayasa dasar (BEDD) untuk sebuah PLTP. Standar spesifikasi dan engineering
codes dipakai untuk dapat menentukan peralatan yang akan digunakan.
2.2.2.1.Direct-Steam Plants
Direct-Steam plants digunakan pada reservoir yang menghasilkan panas
bumi tipe kering (dry steam) atau panas bumi yang dalam kondisi vapor
dominated. Fluida panas bumi ini membawa gas-gas yang tidak dapat
di-kondensasi (non-condensable gas) dengan berbagai konsentrasi dan komposisi yang berbeda-beda. Fluida yang diperoleh dari beberapa sumur produksi kemudian dialirkan menuju power house menggunakan pipa-pipa. Fluida ini di-gunakan untuk menggerakkan turbin impuls atau reaksi. (DiPippo, 1999)
Kondisi sumber panas bumi dengan kualitas 90% atau lebih dapat dimanfaatkan dengan metode ini karena dengan bantuan separator, kualitas sumber panas bumi tersebut dapat dibuat menjadi 100% dalam fasa gas. Pada sumber panas bumi vapor dominated, diharapkan dengan menggunakan sistem ini pembangkitan energi listrik dapat optimum dengan biaya yang rendah. (DiPippo,1999)
Berikut gambar process flow diagram dari direct-steam plants:
Gambar 2.3 Flow diagram Direct-Steam plants Dimana :
C = Kondensator PW = Sumur produksi
CP = Pompa kondensat SE/C = Steam Ejector/kondensator CSV = Katup kontrol dan stop SP = Pipa uap
CWP = Pompa menara pendingin WV = Katup Wellhead MR = Penghilang kelembapan IW = Sumur injeksi PR = Penghilang partikel
Gambar 2.4 Diagram temperatur-entropi direct-steam plant (DiPippo, 1999)
2.2.2.2.Flash-Steam Plants
Tipe reservoir panas bumi yang paling umum dalam kondisi liquid
dominated. Dengan kondisi liquid dominated, panas bumi tersebut perlu diberi
perlakuan terlebih dahulu agar peralatan pembangkit listrik tidak cepat rusak. Karena kandungan air dalam panas bumi dapat menimbulkan korosi pada peralatan pembangkit. Perlakuan yang dikerjakan yaitu penggunaan flasher sebagai tempat penguapan agar kandungan air dapat dikurangi seminimal mungkin. Berdasar
perlakuan dibagi menjadi :
antara temperatur saturasi pada kondisi kepala sumur dan temperatur saturasi pada kondisi outlet turbin menuju kondensator.
Proses flash mungkin terjadi di sejumlah tempat :
1. Dalam reservoir saat fluida mengalir melalui formasi lapisan permeabel dengan penurunan tekanan yang menyertainya.
2. Pada sumur produksi dimana pun dari titik awal sampai wellhead sebagai hasil dari kerugian tekanan yang disebabkan oleh faktor gesekan dan gravitasi.
3. Pada saluran masuk pemisah siklon sebagai hasil dari proses throttling diinduksi oleh katup kontrol atau plat orifice. (DiPippo, 1999)
Gambar 2.5 Flow diagram Single-flash plant (DiPippo, 1999) Dimana :
BCV = Ball Check Valve PW = Sumur produksi C = Kondensator S = Silencer
CP = Pompa kondensat SE/C = Steam Ejector/kondensator CS = Cyclone separator SP = Pipa uap
CSV = Katup kontrol dan stop T/G = Turbin/Generator CT = Menara pendingin WP = Pipa Air
Gambar 2.6 Diagram temperatur-entropi untuk single-flash plant (DiPippo, 1999)
b. Double-Flash Plants (Sistem pembangkit penguapan ganda) pada sistem
ini dilakukan dua kali proses penguapan. Hal ini dikarenakan kandungan air sisa penguapan pertama masih dapat dimanfaatkan. Sehingga menghasilkan
high-pressure steam untuk penguapan pertama dan low-high-pressure steam untuk
penguapan kedua. Serta digunakan komposisi 2 turbin, High Pressure-turbine dan
Low Pressure-turbine yang disusun tandem (ganda) atau bisa juga dalam posisi
terpisah. Contoh lapangan yang menggunakan sistem konversi seperti ini adalah Hatchobaru (Jepang), dan Krafla (Iceland). (DiPippo, 1999)
Dimana :
BCV = Ball Check Valve S = Silencer
C = Kondensator SE/C = Steam Ejector/kondensator CP = Pompa kondensat SP = Pipa uap
CS = Cyclone separator T/G = Turbin/Generator CSV = Katup kontrol dan stop TV = Throttle Valve CW = Air pendingin WP = Pipa Air F = Flasher WV = Katup Wellhead MR = Penghilang kelembapan IW = Sumur injeksi PW = Sumur produksi
Gambar 2.8 Diagram temperatur-entropi double flash plant (DiPippo, 1999) 2.2.2.3.Binary Plants
Binary Plants menggunakan teknologi yang berbeda dengan kedua
Cycle Power Plants ini sebetulnya merupakan sistem tertutup. Jadi, tidak ada
energi yang dilepas ke atmosfer. Penggunaan metode ini terutama pada sumber panas bumi yang memiliki temperatur kecil di bawah 150oC atau mengandung banyak senyawa pengotor pembentuk kerak (scaling) maupun mempunyai risiko korosi yang tinggi. (DiPippo, 1999)
Gambar 2.9 Flow diagram binary plant (DiPippo, 1999) Dimana :
Gambar 2.10 Diagram tekanan-entalpi binary plant (DiPippo,1999) 2.2.3. Peralatan PLTP
Untuk memanfaatkan panas bumi selain perancangan metode juga diperlukan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk membangkitkan energi listrik. Dari flow diagram berbagai metode dapat diketahui peralatan yang diperlukan, antara lain :
a. Turbin merupakan mesin atau motor yang roda penggeraknya berporos dengan sudu (baling-baling) yang digerakkan oleh aliran air, uap atau udara (KBI, 2008). Turbin memiliki fungsi mengubah energi mekanik (gerak) menjadi energi putaran pada poros turbin. Tipe turbin yang biasa dipakai untuk membangkitkan energi listrik adalah turbin uap.
b. Generator merupakan mesin pembangkit tenaga listrik, uap, dsb (KBI, 2008). Generator memanfaatkan energi putaran poros menjadi energi listrik.
Separator memiliki beberapa tipe yaitu tipe vertikal, tipe horisontal dan tipe bola. Kelebihan separator tipe horisontal antara lain dapat menampung volume cairan total yang besar, dapat menampung sejumlah gas terlarut, cairan yang bergerak lambat dapat diakomodasi, terdapat ruang kepala pada ujung separator, ketika diperlukan cairan dengan kecepatan lambat bergerak ke bawah (untuk
degassing, untuk breakdown atau dalam kasus pemisahan cair-cair yang sulit)
Kelebihan separator vertikal antara lain dipakai ketika rasio gas-cair yang tinggi, hanya memerlukan area yang kecil, penyaringan benda padat lebih mudah, efisiensi penyaringan cairan tidak terpengaruh dengan tingkat ketinggian cairan, volume bejana umumnya lebih kecil.
Separator tipe bola dibuat untuk memperoleh kelebihan baik dari tipe horisontal maupun vertikal. Namun dalam kondisidi lapangan, separator tipe bola memiliki volume cairan total yang kecil dan kerumitan dalam proses produksi yang menyebabkan separator tipe bola ini sangat jarang digunakan.
(a) (b)
Gambar 2.13 Jenis separator : (a) separator horisontal, (b) separator vertikal.
Kondensator kontak langsung (direct contact condenser) adalah jenis kondensator dimana cairan pendingin dialirkan agar kontak langsung dengan uap. Keuntungannya adalah biaya rendah dan kesederhanaan desain mekanik, tetapi penggunaannya dibatasi untuk aplikasi di mana pencampuran uap dan pendingin diperbolehkan. (Condenser, 2012)
Gambar 2.14 Kondensator tipe kontak langsung.(DiPippo, 1999)
Dalam kondensator permukaan (surface condenser), uap dibawa ke dalam kontak dengan permukaan padat yang didinginkan pada suhu di bawah suhu saturasi uap pada tekanan yang berlaku parsial. Permukaan biasanya dalam bentuk "sarang" atau "bundel" tabung logam, pendingin mengalir di dalam tabung dan kondensasi uap pada luar atau "shell-side."
Gambar 2.15 Surface Condenser (Babcock & Wilcox Co, 2005)
Klasifikasi menara pendingin dibagi menjadi menara pendingin aliran udara alami (natural) dan aliran udara paksa dengan bantuan alat mekanis (mechanical
draft). Untuk aliran udara paksa terbagi lagi menjadi forced draft dan induced
draft, perbedaan terletak pada penempatan kipas. Untuk natural dan mechanical
draft juga terbagi menjadi aliran silang (crossflow) dan aliran berlawanan
(counterflow). (GPSA, 2004)
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 2.16 Jenis Menara Pendingin (a) Natural Draft Cooling Tower, (b)
Mechanical Forced Draft Cooling Tower, (c) Mechanical Induced Draft Cooling
Tower Counterflow, (d) Mechanical Induced Draft Cooling Tower Crossflow.
(GPSA, 2004)
f. Steam ejector merupakan alat yang berfungsi untuk meningkatkan dan
dikonden-sasi. Hal ini tidak diinginkan karena akumulasi NCG di dalam kondensator menyebabkan tekanan kondensator naik, yang pada gilirannya mengurangi output
power dari turbin. Untuk menjaga tekanan kondensator tetap rendah, NCG harus
dikeluarkan secara terus menerus dari kondensator dengan menggunakan steam
ejector. Dengan demikian steam ejector merupakan peralatan penting pada sistem
PLTP. Dimungkinkan juga dengan menambahkan beberapa peralatan sehingga dapat memanfaatkan NCG agar tidak langsung terbuang ke atmosfer. (Swandaru, 2007)
Jenis steam ejector dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu tingkat tunggal (single stage), dua tingkat (two stage), tiga, empat, lima bahkan enam tingkat sesuai dengan kebutuhan seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.4 Tipe peralatan vakum berdasarkan kapasitas dan ruang lingkup operasi (Ludwig, 1999)
Gambar 2.17 Single stage steam ejector (Swandaru, 2007)
Steam jet ejector tingkat tunggal beroperasi berdasarkan prinsip venturi. Uap
diubah menjadi energi kecepatan dan uap meninggalkan nosel dengan kecepatan supersonik melewati ruang hisap serta memasuki diffuser konvergen atau
entrainment sebagai gas dan uap air terkait. (Swandaru, 2007)
Sistem steam jet ejector dua tingkat terdiri dari dua buah ejector tingkat tunggal yang beroperasi secara seri dengan saluran keluar masing-masing menuju kondensator. Dengan tekanan hisap dan keluar yang diberikan, konsumsi uap dari
ejector tingkat tunggal tergantung pada laju alir massa (dan berat molekul) dari
gas yang ditangani.(Swandaru, 2007)
Gambar 2.18 Two-stage steam ejector system (Swandaru, 2007)
Untuk mengurangi konsumsi uap masukan pada ejector, pada tingkat kedua dapat diganti dengan pompa vakum. Penggabungan steam jet ejector dengan pompa vakum biasa disebut sistem hibrida.
g. Pompa merupakan alat yang digunakan untuk meningkatkan tekanan fluida cair. Pada pembangkit listrik, pompa berperan penting dalam sirkulasi air pendingin.
Pompa perpindahan positif (Positif Displacement)
Pompa jenis ini prinsip kerjanya adalah dengan memberikan energi potensial kepada fluida.
Contoh : pompa resiprok dan pompa rotari. Pompa impeler atau pompa rotodinamik
Pompa jenis ini prinsip kerjanya dengan memindah energi mekanik pompa menjadi static head dan dynamic head pada fluida pompa. Contoh : pompa sentrifugal.
Gambar 2.19 Klasifikasi Pompa (Srinivasan, 2008)
2.2.4. Perhitungan Peralatan PLTP
Perhitungan peralatan PLTP memiliki tujuan untuk mendapatkan desain pembangkit yang optimal. Desain dapat menjalankan fungsinya tetapi cost yang dikeluarkan tidak berlebihan.
2.2.4.1. Separator
Proses separasi dimodelkan dengan tekanan konstan yaitu, proses isobarik. Kualitas fraksi kering (x) fluida campuran yang berasal dari sumur produksi dapat dicari dengan :
= (2.1)
Dengan menggunakan perhitungan di atas serta aturan tuas (lever rule) pada termodinamika, didapatkan pula fraksi massa campuran uap dan jumlah uap yang masuk ke turbin per satuan massa alir total yang menuju separator. Sehingga sifat kondisi 1g dapat diperoleh. (DiPippo, 1999)
Gambar 2.20 Temperatur-entropi diagram pembangkit listrik tipe uap kering yang masih memiliki kadar air. (DiPippo, 1999)
Dimana :
(1) = kondisi uap masuk dari sumber panas bumi
(1g) = kondisi sumber panas bumi fase uap jenuh hasil separasi. (1l) = kondisi sumber panas bumi fase cair jenuh hasil separasi.
Untuk mengetahui ukuran spesifikasi dari separator maka diperlukan beberapa proses perhitungan, yaitu :
Tabel 2.5 Nilai faktor K untuk perhitungan dimensi demister kawat (IPS,2010)
Tipe Separator Faktor K (m/s)
Horisontal (dengan demister vertikal) Bola
Vertikal atau horisontal (dengan demister horisontal)
Langkah selanjutnya menghitung kecepatan maksimum gas, Ug.
= (2.2)
Dimana :
= faktor Kv (m/s)
= massa jenis fluida cair (kg/m3); = massa jenis fluida gas (kg/m3).
Langkah berikutnya menghitung tinggi separator. Tinggi separator dibagi menjadi tinggi level zat cair (L1), tinggi dari bagian bawah nosel masukan menuju permukaan zat cair (L2), tinggi pengendapan tetesan air (droplet) (L3) dan tinggi demister (L4). Dapat dilihat ilustrasinya pada gambar 2.21.
Gambar 2.21 Ilustrasi dimensi separator (Bubicco, 1997)
2.2.4.2. Turbin dan generator
Kerja yang dihasilkan dari turbin per satuan massa uap alir yang melalui turbin dapat dicari dengan:
=
ℎ − ℎ
(2.5)wt = kerja turbin per satuan massa (kj/kg) h1g = entalpi panas bumi masuk turbin (kj/kg) h2 = entalpi panas bumi keluar turbin (kj/kg)
= = (2.6)
=efisiensi isentropis turbin = 0,85 (Swandaru, 2007)
= (2.7)
Daya yang dihasilkan dari turbin :
̇
=̇
=̇ ℎ − ℎ
=̇
ℎ − ℎ
(2.8)Perhitungan di atas merepresentasikan daya mekanis kotor yang dihasilkan oleh turbin. Daya listrik kotor diperoleh dengan daya turbin dikali efisiensi generator :
̇
=̇
(2.9)=efisiensi generator = 0,75
Seluruh daya tambahan yang diperlukan untuk pembangkit harus dikurangkan dari daya listrik kotor untuk memperoleh daya listrik bersih, yang dapat dijual. Kebutuhan daya tambahan tersebut disebut beban parasit yang mencakup semua daya pompa, daya kipas cooling tower dan penerangan pada kantor.(DiPippo, 1999)
Pada saat pengoperasiannya turbin uap mengalami kehilangan energi yang dapat dikategorikan atas dua jenis (Shlyakhin, 1999) yaitu :
a. Kerugian internal, adalah kerugian yang berkaitan dengan kondisi-kondisi uap sewaktu mengalir melalui turbin, yang meliputi :
1. Kerugian pada katup pengatur
Uap sebelum masuk ke turbin haruslah melalui katup penutup (stop
valve) dan katup pengatur yang mana ini merupakan bagian terpadu dari
turbin tersebut. Aliran uap melalui katup penutup dan katup pengatur disertai oleh kerugian energi akibat proses pencekikan.
2. Kerugian pada nosel
Kerugian energi pada nosel disebabkan oleh adanya gesekan uap pada dinding nosel, turbulensi dan lain-lain.
Gambar 2.22 Grafik untuk menentukan koefisien φ sebagai fungsi tinggi nosel 3. Kerugian pada sudu gerak
Kerugian pada sudu gerak dipengaruhi oleh beberapa faktor : - Kerugian akibat tolakan pada ujung belakang sudu.
- Kerugian akibat kebocoran uap melalui ruang melingkar antara stator dan rotor.
- Kerugian akibat gesekan.
- Kerugian akibat pembelokan sembura pada sudu.
Semua kerugian di atas disimpulkan sebagai koefisien kecepatan sudu-sudu gerak (ψ). Akibat koefisien ini maka kecepatan relatif uap keluar dari sudu W2 lebih kecil dari kecepatan relatif uap masuk sudu W1. ψ = Koefisien kecepatan sudu. Ditentukan berdasarkan tinggi sudu-sudu gerak dapat diperoleh dari gambar 2.23.
4. Kerugian akibat kecepatan keluar
Uap meninggalkan sisi keluar sudu gerak dengan kecepatan mutlak c2 pada turbin neka tingkat (multistage), energi kecepatan uap yang keluar dapat dipakai sebagian atau seluruhnya pada tingkat-tingkat yang berikutnya.
5. Kerugian Akibat Gesekan Cakram dan Pengadukan
Kerugian ini terjadi karena gesekan antara rotor dengan uap dan kerugian pengadukan dalam hal pemasukan parsial. Sebagai akibat kerja yang digunakan untuk melawan gesekan dan kecepatan partikel uap akan dikonversi menjadi kalor sehingga memperbesar kandungan kalor uap. 6. Kerugian Ruang Bebas
Ada perbedaan tekanan diantara kedua sisi cakram nosel yang dipasang pada stator turbin, sebagai akibat ekspansi uap di alam nosel.
7. Kerugian Akibat Kebasahan Uap
Dalam hal turbin kondensasi, beberapa tingkat yang terakhir biasanya beroperasi pada kondisi uap basah yang menyebabkan terbentuknya tetesan air. Tetesan air ini oleh pengaruh gaya sentrifugal akan terlempar ke arah keliling. Pada saat yang bersamaan tetesan air ini menerima gaya percepatan dari partikel-partikel uap searah dengan aliran, jadi sebagian energi kinetik uap hilang dalam mempercepat tetesan air ini.(Shlyakhin, 1999)
b. Kerugian eksternal adalah kerugian yang tidak mempengaruhi kondisi-kondisi uap, yaitu:
Kerugian mekanis
Gambar 2.24 Diagram efisiensi relatif efektif turbin
2.2.4.3. Kondensator
Untuk memperoleh perhitungan dimensi kondensator diperlukan untuk mengetahui kelembapan uap masuk,
X1 =
,
(2.10)
Dimana :
X1 = Kelembapan uap masuk kondensator(lb air / lb udara) pw = tekanan uap pada titik embun (psia) tabel 2.1
mw = berat molekul air (18)
ma = berat molekul udara (diasumsikan Nitrogen, 29) ( Kern, 1965) Setelah itu, menghitung total air yang ada dalam uap masukan,
Total air dalam uap masukan = X1 x G (2.11) Dimana :
X1 = Kelembapan uap masuk kondensator (lb air / lb udara) G = Jumlah uap masuk kondensator (lb/hr) ( Kern, 1965)
Dengan mengetahui temperatur uap masuk, titik embun dan menggunakan panas spesifik dari nitrogen 0,25 Btu/lb 0F, dapat ditentukan nilai H1,
H1 = (X1 x Tdp) + (X1 x hfg@Tdp) + (X1 x 0,45 x (T-Tdp)) + (0,25 x T) (2.12) Dimana ;
T = temperatur uap masuk kondensator (0F) Tdp = temperatur dew point (titik embun, 0F)
H1 = entalpi pada temperatur uap masuk kondensator (Btu/lb dry air)( Kern, 1965) Dengan mengasumsikan 20 persen dari uap awal berupa air, maka,
X2 =
( , , )
(2.13) Dimana :
X2 = kelembapan uap keluar kondensator (lb air/lb udara) ( Kern, 1965) Untuk memperoleh titik embun uap keluar kondensator dengan cara,
,
= X2 (2.14)
Dimana :
pw2 = tekanan uap pada titik embun uap keluar kondensator ( Kern, 1965)
Setelah diperoleh nilai pw2, maka dengan melakukan interpolasi pada tabel 2.6 akan didapat temperatur titik embun uap keluar kondensator.
Dengan mengetahui temperatur uap keluar kondensator, titik embun dan menggunakan panas spesifik dari nitrogen 0,25 Btu/lb 0F, dapat ditentukan nilai H2,
H2 = (X2 x Tdp2) + (X2 x hfg@Tdp2) + (X2 x 0,45 x (T2-Tdp2)) + (0,25 x T2) (2.15) Dimana ;
T2 = temperatur uap keluar kondensator (0F)
Tdp2 = temperatur dew point (titik embun, 0F) uap keluar kondensator hfg@Tdp2 = entalpi pada temperatur titik embun (Btu/lb water)
H2 = entalpi pada temperatur uap keluar kondensator (Btu/lb dry air)( Kern, 1965) Sehingga total heat load (beban panas), q, dapat diperoleh
q = G x (H1 – H2) (2.16)
Dimana :
q = total beban panas (Btu/hr) ( Kern, 1965)
Setelah itu, menghitung total air masukan yang diperlukan
L = (2.17)
Dimana :
L = total air masukan yang diperlukan (lb/hr)
t
1 = temperatur air masuk kondensator (0F)t2 = temperatur air keluar kondensator (0F)
Tabel 2.7 Data hasil percobaan Direct Contact Heat Transfer (Kern, 1965)
Ketinggian kondensator, Z = (2.18)
Luas area = ̇ (2.19)
Dimana :
Z = Ketinggian kondensator (ft) nd = bilangan difusi
L = total air masukan yang diperlukan (lb/hr) Kxα = koefisien overall dari transfer massa
̇ = laju alir massa gas (lb/hr)
2.2.4.4. Menara Pendingin
Jumlah uap air di udara dapat ditentukan dengan berbagai cara. Cara yang paling logis yaitu menentukan langsung massa uap air dalam satuan massa udara kering. Hal itu disebut kelembapan absolut dapat juga dinamakan rasio kelembapan dan dilambangkan dengan . Persamaan hukum pertama kondisi tunak aliran tunak dengan tiga fluida yang mengisi menara akan ditulis dan sistemnya dapat dilihat pada gambar sistem pengisi menara kondisi tunak aliran tunak. Hal tersebut berlaku untuk semua tipe menara pendingin basah. Perubahan pada energi potensial dan kinetik diabaikan serta tidak ada kerja mekanis yang berlaku. Dengan demikian hanya entalpi dari ketiga fluida yang muncul. Setelah praktik psikrometri, persamaan ditulis untuk satu satuan massa udara kering (El-Wakil, 1984).
Gambar 2.25 Sistem pengisi menara kondisi tunak aliran tunak (Swandaru, 2007)
ℎ
+ℎ
+ℎ
=ℎ
+ℎ
+ℎ
(2.20)Dimana:
ha = Entalpi air kering (kJ/kg).
W = Massa air sirkulasi per unit massa air kering. hW = Entalpi air sirkulasi (kJ/kg).
Perancangan unit menara pendingin ini dimaksudkan agar dapat mendinginkan air dari kondensator sesuai dengan beban pendinginan. Untuk mengetahui beban tersebut, terlebih dahulu perlu dicari aliran massa air yang disirkulasikan oleh pompa menuju menara pendingin.
L = Qpompax ηpompa (2.21)
Setelah itu dapat dicari jumlah kalor yang dilepas oleh kondensator menggunakan rumusan berikut :
L = jumlah air yang disirkulasikan ke menara pendingin (L/min) Qpompa = debit air yang disalurkan dari pompa (L/min)
ηpompa = efisiensi pompa
q = jumlah kalor yang dilepas oleh kondensator (kcal/h) Cp = kalor spesifik air = 1 kcal/kg 0C
γ = berat jenis air = 1 kg/L
t0, t1 = temperatur air, berturut-turut pada sisi masuk dan keluar kondensator, 0C Jumlah kalor yang dilepas oleh kondesator menjadi beban pendinginan dari menara pendingin tersebut. (Prasetyo, 2003)
Make Up Water adalah penambahan kebutuhan air yang digunakan untuk
menggantikan air yang hilang karena adanya proses evaporasi pada menara pendingin (E), terbawanya air karena hembusan udara atau drift (W) dan air yang sengaja dibuang untuk mengurangi endapan yang terjadi atau blow down (B). Sehinga jumlah air yang ditambahkan adalah
a. Kehilangan Air karena Evaporasi
Karena adanya perpindahan massa uap air dari muka basah ke udara akan menyebabkan jumlah air yang disirkulasikan berkurang akibat penguapan. Hal ini karena dalam menara pendingin udara mengalami proses penjenuhan dan keluar dalam kondisi udara jenuh. Air yang hilang ini dapat diperhitungkan dengan menggunakna persamaan berikut
E = G (W2 – W1) (Ludwig, 1997) (2.25)
Dimana :
E = prosentase evaporasi air (%)
G = aliran air yang melalui menara pendingin (gpm)
W2,W1 = rasio kelembaban udara, berturut-turut pada sisi keluar menara dan kon-disi masuk menara (lb/lb dry air)
b. Kehilangan Air karena Drift
Drift adalah terbuangnya air bersama hembusan udara keluar. Drift
eliminator tidak mungkin dapat mencegah seluruh air keluar bersama hembusan
udara. Tetapi, untuk desain yang baik, sistem akan kehilangan air diperkirakan kurang dari 0,2 % dari total air yang disirkulasikan.
Operasi menara pendingin yang normal didesain kehilangan air berkisar 0,3 – 1 % dari sirkulasi air yang masuk menara pendingin (untuk tipe menara pendingin natural draft) dan 0,1 – 0,3 % untuk tipe mechanical draft cooling
tower. (Ludwig, 1997)
c. Kehilangan Air karena Blow Down
Blow down adalah sejumlah air yang sengaja dikeluarkan dari menara
pendingin untuk mengontrol kadar konsentrasi garam atau kotoran lain pada air yang disirkulasikan. Dengan adanya blow down ini maka diperlukan adanya air untuk menggantikan air yang keluar dengan persamaan sebagai berikut
B=
.
−
W
(Ludwig, 1997) (2.26)Dimana :
2.2.4.5. Pompa
Dalam memilih pompa ada beberapa faktor yang perlu diketahui terlebih dahulu yaitu ketinggian head, laju aliran massa air dan daya yang dibutuhkan sistem instalasi. (Murni, 2003)
Kondensator membutuhkan suplai air untuk proses pengembunan uap panas keluaran dari turbin. Kebutuhan itulah yang menjadi dasar penentuan laju aliran massa air pompa. Dengan mengalikan laju aliran massa dengan massa jenis air pada temperatur tersebut akan diperoleh debit pompa yang dibutuhkan.
Qpompa = ṁairx ρair (2.27)
Dimana :
Q = debit aliran (m3/s) m
̇
= laju aliran massa (kg/s) ρair = massa jenis air (kg/m3)Ketinggian head merupakan perbedaan energi per unit berat dari fluida antara sisi masuk dan sisi keluar dari pompa. Dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Einlet = E1 = + Z + (2.28)
Eoutlet = E2 = + Z + (2.29)
Dimana :
p = tekanan (N/m2)
Z = posisi terhadap permukaan referensi (m) V = kecepatan aliran fluida (m/s)
untuk memenuhi kebutuhan, maka pompa tersebut semakin layak untuk dipilih. Dapat dicari menggunakan rumus :
P =
=
(Srinivasan, 2008) (2.31)Dimana :
P = daya pompa (kW) H = ketinggian head (m) W = berat fluida (N) = γ x Q
C = Konstanta = 1.000 untuk berat dengan satuan N. = 102 untuk berat dengan satuan kgf.
Setelah mengetahui tekanan dan kapasitas yang diinginkan dari pompa, dapat menentukan jenis pompa yang dibutuhkan dengan menggunakan gambar daerah operasi pompa seperti pada gambar berikut.
2.2.4.6. Steam Ejector
Untuk menghitung dimensi dari steam ejector yang diperlukan dengan cara :
Steam ejector tingkat I
1. Menentukan entrainment ratio untuk gas NCG dan sumber uap dari gambar kurva entrainment ratio.
2. Menentukan total udara ekuivalen untuk NCG dan sumber uap. 3. Menghitung rasio kompresi.
4. Menghitung rasio ekspansi uap (tekanan uap/tekanan hisap).
5. Menentukan rasio udara/steam dengan melihat gambar kurva entrainment
ratio molecular weight, dari harga rasio kompresi dan rasio ekspansi.
6. Dengan cara yang sama, dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan uap untuk steam ejector tingkat kedua.
Gambar 2.28 Kurva entrainment ratio molecular weight (Ludwig, 1999)
Perhitungan tersebut :
P03 dihitung dari rumus : P03 = Pint = / (2.32)
P0b = P2 (2.33)
Maksimum rasio kompresi = P03/P0b (2.34)
Rasio ekspansi = P0b/P0a (2.35)
Dengan menggunakan grafik pada gambar 2.24 (Perry, 1999), diperoleh
rasio area = A2/At (2.36)
Rasio Entrainment = Wb/Wa (2.37)
Rasio Entrainment dikoreksi dengan persamaan
W/Wa = Wb/Wa x ( / ) (2.38)
Dengan menggunakan nilai W/Wa dan menggunakan grafik pada gambar kurva desain optimum untuk single stage ejector, diperoleh rasio area koreksi, A2/At.
Perhitungan luas penampang leher nozzle, At
Kecepatan motive steam dihitung dengan menggunakan asumsi : Mach Number, M = V/c = 1,
R = 8,314 J/kgmol.K, Mw = 18.
Laju alir massa motive steam = Wa.
Laju alir volume motive steam = Wa x volume spesifik motive steam. (2.39) At = laju alir volume motive steam / V. (2.40)
At = (2.41)
Dari grafik telah diperoleh A2/At, sehingga dapat diperoleh A2 dan D2. Dimana :
Wa = Kebutuhan motive steam
W = Wb = Laju alir massa fluida hisap At = Luas penampang leher nosel. Dt = Diameter leher nosel.
A2 = Luas penampang constant area mixing section (diffuser throat). D2 = Diameter constant area mixing section (diffuser throat).
V = kecepatan motive steam