• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA SEBELUM DAN S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA SEBELUM DAN S"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA SEBELUM DAN SESUDAH KEMERDEKAAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Oleh : Khalid Hasan Minabari,S.Ag, MA.

A. Pendahuluan

Berbicara tentang eksistensi pendidikan Islam di Indonesia tentunya tidak dapat dilepas pisahkan dengan masa kedatangan Islam di Indonesia. Sebab antara sejarah eksistensi pendidikan Islam di Indonesia dengan sejarah Agama Islam di Indonesia tersebut merupakan sebuah persenyawaan yang didak mungkin dapat pisahkan karena dalam kehadirannya di Indonesia, kedua hal tersebut memiliki kurun waktu yang bersamaan.

Praf .H. Mahmud yunus dalam bukunya “Sejarah pendidikan Islam di Indonesia” Menyatakan bahwa :

Sejarah pendidikan Islam dimulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia, yaitu kira-kira abad kedua belas masehi. Selanjudnya beliau menandaskan pula bahwa sejumlah ahli sejarah berpendapat daerah pulau Sumatra bagian utara yakni aceh yang merupakan temapat pertama Islam masuk ke Indonesia sementara yang menyiarkan Islam tersebut adalah para pedagang, baik yang berasal dari India maupun dari Arab.1 Meninjau dan mengamati suatu peristiwa yang telah terjadi pada masa yang lalu, tentunya hal tersebut, dapat ditelusuri secara seksama, bila mengfungsikan pendekatan histories atau sejarah sebagai suatu alternatif bagi penyelesaaian masalah dimaksud. Dalam proses menelusuri eksistensi pendidikan Islam di Indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan, yang merupakan topik bahasan tulisan ini, penulis juga memanfaatkan pendekatan tersebut sebagai suatu cara bagi penyelesaian pembahasan tulisan ini.

Disadari bahwa tulisan ini, tidak mungkin dapat diuraikan eksistensi pendidikan Islam di Indonesia sebelum dan sesudah masa kemerdekaan secara rinci, utuh dan tuntas, sebgaimana lajimnya kajian sebuah sejarah yang utuh dan sempurnah.hal ini disebabkan karena terbatasnya waktu dan kesempatan bagi penyelesaian tulisan ini.

(2)

B. Pembahasan

1. Pendidikan Islam Sebelum Masa Kemerdekaan Indonesia

Pembahasan bagian tulisan ini, dibatasi pada hal-hal sebagai berikut; faktor-faktor yang mendukung bagi eksistensi pendidikan Islam sebelum masa kemerdekaan Indonesia, dan tanggapan kolonialisme Belanda dan Japang terhadap eksistensi pendidikan Islam sebelum masa kemerdekaan. Indonesia.

a.Faktor-faktor pendukung eksistensi pendidikan Islam sebelum kemerdekaan Indonesia.

Dalam sebuah ringkasan hasil penilitian IAIN di Jakarta tahun 1983/1984 tentang pendidikan Islam di Indonesia menyebutkan bahwa “ Penyebaran Islam berkaitan erat dengan pendidikan Islam.2

Sejarah pendidikan Islam dimulai sejak agama Islam masuk ke Indonesia, yaitu kira-kira abad ke dua belas masehi.3

Menurut hemat penulis sebagaimana yang telah penulis kemukakan dalam bagian pendahuluan tulisan ini bahwa ketika berbicara masalah eksistensi pendidikan Islam diindonesia, maka sebenarnya hal itu tidak dapat di pisahkan dengan proses kedatangan agama Islam itu sendiri ke Indonesia. Sebab para penyiar agama Islam tersebut sebenarnya secara tidak langsung paling tidak telah turut menanamkan nilai-nilai pendidikan itu sendiri.

Karena kereta Islamisasi yang tengah berjalan di Indonesia sampai saat ini paling tidak pendidikan Islam juga turut serta dalam proses perjalan tersebut. Pendidikan Islam dalam proses eksistensinya di Indonesia tidak mungkin dapat dipisahkan sendiri-sendiri dari pada proses kedatangan agama Islam tersebut ke Indonesia.

Identifikasi kedua masalah tersebut terpaut erat sampai kemasalah yang menjadi foktor-foktor pendukung dari kedua masalah itu. Dijelaskan oleh Zuhairini dalam bukunya sejarah pendidikan Islam bahwa ada dua foktor pendukung bagi ketertarikan agama Islam masuk ke Indonesia including pendidikan Islam tersebut, yaitu :

Pertama, foktor letak geografisnya yang strategis. Indonesia berada di persimpangan jalan raya Internsional dari jurusan timur tengah menuju Tiongkok. Melalui lautan dan jalan menuju Benua Amerika dan Australia.

(3)

Kedua, factor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan keperluan hidup yang dibutuhkan oleh bangsa lain misalnya rempah-rempah. 4

Seminar tentang masuknya agama Islam di Indonesia including pendidikan Islam di Indonesia pada tahun 1963, menyimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : Menurut sumber bukti yang terbaru, Islam pertama kali datang ke Indonesia pada abad ke 7 M/1 H. yang dibawa oleh pedagang dan mubaligh dari negeri Arab.

Daerah yang pertma di masuki ialah pantai barat pulau sumatera yaitu di daerah Baros, tempat kelahiran ulama besar bernama Hamza Fansyuri. Adapun kerajaan Islam yang pertama ialah di pase.

Dalam proses pengislaman selanjudnya, orang-orang Islam bangsa Indoneseia ikut aktif mengambil bagian yang berperan,dan prose situ bejalan secara damai.

Kedatangan Islam ke Indonesia ikut mencerdaskan rakyat dan membina karakter bangsa. karakter tesebut dapat dibuktikan pada perlawanan rakyat melawan penjajahan bangsa asing dan daya tahannnya mempertahankan tanah air ini selama dalam zaman penjajahan barat dalam kurun waktu 350 tahun.5

Kesimpulan seminar ini memberikan informasi bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad 7 M. yang dibawa oleh pedagang dan mubaligh dari Arab. Daerah yang pertama dimasuki adalah pantai barat pulau sumatera. Materi pendidikan Islam yang pertama diajrakan ialah syahadat. Menurut keterangan dari ibnu Batuta asal maroko, bahwa di kerajaan pase yang merupakan kerajaan Islam yang pertama itu, sistem pendidikan Islam yang diterapkan adalah:

Materi pendidikan dan pengajaran Agama bidang syariat ialah Figih Mazhab Syafi’i. Sistem pendidikan secara informal serupa majlis taklim dan halagah.

Tokopemerintahan merangkap sebagi tokoh ulama. Biaya pendidikan bersumber dari Negara.6

Di antara kedua faktor pendudung eksistesi pendidikan Islam di Indonesia sebelum masa kemerdekaan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas itulah yang menjadi cikal bakal Indonesia cukup dikenal dan sanggup memberikan ketertarikan bagi

4 Dirjen Binbagais Depag. RI. Jakarta, 1986, Laporan Hasil Penelitian IAIN , tentang Pendidikan Islam di

Indonesia.

5 Mahmud Yunus, Luc.Cit..

(4)

kedatangan para pedagang khususnya yang berasal dari India maupun dari Arab untuk datang berdagang sekaligus membawa misi pendidikan Islam ke Indonesia.

b. Tanggapan kaum kolonialisme, Belanda dan Jepang terhadap eksistensi pendidikan Islam di Indonesia sebelum masa kemerdekaan.

a). Sikap kolonialisme Belanda terhadap pendidikan Islam di Indonesia.

Tidak dapat disangkal, bahwa baik Belanda maupun Jepang yang datang ke Indonesia di satu sisi telah membawa kemajuan hasil teknologi kepada Indonesia yang walaupun pada sisi yang lain mereka menjajah bangsa Indonesia.

Motif yang dikembangkan dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah sekedar mencetak tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka. Tidak berbeda dengan penjajah lainnya, Belanda juga menggunakan dan meralisasikan stetamen pembaharuan pendidikan yang isi adalah westernisasi dan krestenisasi yang pada intinya hanyalah untuk kepentingan meraka semata yakni Barat dan Nasrani.

Dua hal inilah yang turut mewarnai segala bentuk sikon dan kebijakan penjajah Belanda di Indonesia terhadap bidang pendidikan baik secara umum maupun secara khusus terhadap pendidikan Islam. Demi kepentingan westernisasi dan kristenisasi sehinga bangsa-bangsa barat termasuk Belanda rela mati dalam perjuangan penjajahannya. Hal ini dapat dibuktikan dalam sebuah pertemuan bukti sejarah yang antara lain menandaskan bahwa: Pada waktu terjadi perang antara Jepang dan rusia pada tahun 1904-1905 M, Raja jerman mengirim pesan kepada raja rusia yang isinya “ Melawan Jepang adalah panggilan suci demi melindungi salib dan kebudayaan Kristen Eropa.” 7

Pada tahun 1882 M, pemerintah Belanda membentuk sebuah badan khususnya bertugas mengawasi keberagamaan dan pendidikan Islam. Dari badan inilah pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan yang berbunyi bahwa: orang yang akan memberikan pengajian harus terlebih dahulu mendapat izin dari pemerintah Belanda.8

Pada tahun 1925 pemerintah Belanda mengeluarkan sebuah peraturan yang lebih mengikat pendidikan agama Islam, yakni tidak semua kiyai boleh memberikan pelajaran mengaji. Peratutan tersebut dikeluarkan adalah karena adanya gerakan

(5)

organisasi pendidikan Islam yang telah nampak pertumbuhan misalnya: Muhammadiyah, Partai syarikat Islam, Al-Irsyad, Nahdlatul Wathan dan lain-lain. 9 Sementara pada tahun 1932 M, dikeluarkan pula peraturan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izin. Atau sekolah madrasah yang memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah Belanda.10 Di antara beberapa sikap/kebijakan pemerintah Belanda yang pada inti selalu menyulitkan dan merugikan pendidikan Islam di Indonesia menurut penulis hal tersebut terjadi antara lain karena pmerintah Belanda sangat menyadari bahwa sebenarnya pendidikan Islam mengajarkan agar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara selalu menghargai atau mengedepankan hak-hak asasi manusia yang di antaranya hak kebebasan/kemerdekaan untuk hidup. Itulah sebabnya setia gerak langka pendidikan Islam selalu dibuntuti oleh kaum penjajah Belanda agar eksistensinya dalam menjalankan misi kolonialisme dibumi nusantara ini tidak tergagalkan.

b). Sikap kolonialisme Jepang terhadap pendidikan Islam di Indonesia.

keberadaan Jepang di Indonesia kurang lebih 3. ½ Tahun yang awal kehadirannya di Indonesia pada tahun 1942 dengan mengumandangkan semboyan: Asia Timur Raya untuk asia dan semboyan Asia Baru.

Siasat jajahan yang diterapkan Jepang pada awal kehadirannya di Indonesia, yakni selalu menampakkan sikapnya yang terkesan membela kepentingan Islam.

Dalam mendekati umat Islam Indonesia, pemerintah Jepang melalui kebijakannya yang natara lain:

Kantor urusan Agama yang pada jaman Belanda, yang dipinpin oleh orang-orang orientalis Belanda, diroba oleh Jepang menjadi kantor Sumubi yang dipimpin oleh ulama Islam sendiri yaitu, K.H.Hasyim Asy’ari dari jombang dan di daerah-daerah dibentuk Sumuka.

Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah Tinggi Islam di Jarkarta yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta.11

Tujuan pemerintah Jepang adalah agar umat Islam yang merupakan kekuatan terbesar di Indonesia tersebut, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan perang Asia

(6)

Timur Raya yang dipimpin oleh Jepang. Akan tetapi setelah perang dunia II terjadi, Jepang menampakkan dirinya sewenang-sewenang sebagai penjajah yang bengis dan kejam lebih dari penjajah Belanda sebelumnya. Akibat hal tersebut, secara umum pendidikan Islam terbengkalai karena para peserta didiknya banyak yang setiap hari kerja bakti dan baris berbaris yang ujung-ujungnya untuk kepentingan pemerintah Jepang.

2. Pendidikan Islam Setelah Masa Kemerdekaan Indonesia

Dalam kajian masalah pendidikan Islam di Indonesia setelah kemerdekaan penulis sengaja akan mengemukakan dua tema pokok sebagai berikut: Pertama , Pengaruh kondisi sosial politik terhadap pendidikan Islam di Indonesia setelah kemerdekaan, dan kedua; bentuk-bentuk kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam di Indonesia setelah kemerdekaaan. Kedua hal tersebut menurut penulis paling tidak akan dapat memberi gambaran informasi tentang pendidikan Islam di Indonesia setelah kemerdekaan.

a. Pengaruh kondisi sosial politik terhadap pendidikan Islam di Indonesia setelah kemerdekaan

Setelah proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalarni banyak perubahan politik dan belum mapannya sistem serta undang-undang pendidikan. Hal ini dapat dianalisis, terutama dengan memahami beberapa aspek sosial-politik yang antara lain adalah adanya upaya Belanda untuk menjajah kembali bangsa Indonesia sehingga timbul Agresi Belanda I pada 21 Juli 1947 dan Agresi Belanda II pada 19 Desember 1948. Sebagian bestir guru dan pelajar terlibat dalam perjuangan ini. Sekolah dan tempat tempat pendidikan lainnya dijadikan sebagai perlindungan. Praktis, kegiatan belajar-mengajar terhenti untuk sementara. Setelah gagal dengan upayanya tersebut Belanda mencoba menerapkan sistem negara federal atau Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan Belanda sebagai sentral pemerintahan.'-' Periode 1945-1949, yang sering dikenal sebagai era revolusi Indonesia, ditandai tidak hanya oleh perjuangan bersenjata melawan Belanda dan konflik keras antar kelompok yang berbeda, tapi juga konflik di tubuh parlemen dalam hal gagasan diplomatik, negosiasi dan politik.12

(7)

Secara internal, di beberapa daerah muncul beberapa gerakan yang menimbulkan ketegangan sosial, seperti gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada 1948 gerakan Darul Islam (DI, 1948-1962) di Jawa Barat pimpinan Kartosuwiryo, pergolakan Darul Islam di Aceh (1953-1959) pimpinan Dazed Beureueh, pemberontakan Darul Islam Sulawesi Selatan (1950-1959) pimpinan Kahar Muzakkar, pemberontakan PRRI di Sumatera Barat (1958) juga gejolak di Sumatera Timor. 13

Terjadinya peralihan dari UUD 1945 ke UUD RIS 1949 mengakibatkan belum mapannya perangkat hukum, politik, dan pendidikan nasional. Itulah sebabnya, Undang-undang Pendidikan dan Pengajaran baru dapat muncul kemudian setelah terjadi kemapanan politik dan meredanya gejolak sosial. Mmunculnya multipartai dengan ideologinya masing masing. Masuknya komunis sebagai partai yang diakui oleh pemerintah, tidak lagi, mendapat reaksi keras terutama dari Masyumi, sehingga pertikaian segitiga antara pemerintah, kelompok komunis dengan Masyumi serta lainnya, tak terelakkan. Konflik ini berkepanjangan, dan diakhiri dengan bubarnya PKI pada 1966 dibarengi dengan munculnya Orde Baru. Kelompok agama pun menguat kembali.

Kondisi sosial-politik demikian mempengaruhi iklim pendidikan nasional saat itu, antara lain berupa: pertama, masa jabatan Menteri Pengajaran yang relatif singkat akibat sering terjadi pergantian menteri sebagaimana disebut di atas. Kedua, minimnya jumlah guru, terutama guru Sekolah Dasar, akibat keikutsertaan mereka dalam perang kemerdekaan, demikian pula halnya dengan para pelajar yang merangkap fungsi sebagai tentara, menimbulkan terpecahnya konsentrasi pendidikan ke arah perjuangan nasional. Ketiga, fasilitas sekolah banyak yang hancur akibat perang atau karena dipakai sebagai barak militer, mengakibatkan terhentinya proses belajar-mengajar di kelas.167 Keempat, belum terbentuknya undang-undang tentang pendidikan nasional.

Mencermati fenomena tersebut di atas, maka dapatlah dikemukakan bahwa pendidikan Islam saat tersebut mengalami banyak kendalah kea rah perkembangannya.14

b. Bentuk-bentuk kebijakan pemerintah terhadap pendidikan di Indonesia setelah kemerdekaaan

Pada 1950-1959, ketika era demokrasi parlementer dilaksanakan oleh Orde Lama, dimana berlaku sistem multipartai, aspirasi umat Islam tersalurkan melalui partai politik

(8)

bercorak Islam, seperti partai Masyumi, atau Partai Persatuan Pembanguan(PPP). Ketika Orde Baru (1966-1998), terbentuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), juga berdirinya Lembaga Peradilan Agama dengan dilengkapi Kompilasi Hukum Islam (KHI), semua itu mengindikasikambahwa kegiatan, kelembagaan maupun aspirasi (pemikiran) umat Islam diakui secara politis melalui kebijakan pemerintah saat itu. Meskipun dalam realisasinya kebijakan tadi diselaraskan untuk mendukung program pemerintah, tetapi dampak sosio-politisnya menjangkau masyarakat akar rumput. 15

Meskipun faktor sosial-politik di atas menyebabkan beberapa hambatan atas kelancaran pelaksanaan pendidikan, bukan berarti bahwa proses pendidikan tidak berjalan sama sekali atau tidak ada upaya untuk mengatasi hambatan tersebut. Tindakan pertarna yang diambil oleh pemerintah Indonesia ialah menyesuaikan pendidikan dengan tuntutan dan aspirasi rakyat, sebagaimana terwujud dalam UUD 1945 Bab XIII pasal 31, menyatakan bahwa: Ayat 1 : Tiap-tiap Warga Negara berhak mendapat pengajaran. Ayat 2 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.

Pada masa ini tujuan pendidikan mengalami perubahan siknifikan. Dari pendidikan pada masa Belanda untuk membentuk kelas elite dan tenaga terdidik yang murah, lalu pada masa Jepang pendidikan bertujuan untuk menciptakan tenaga buruh dan mobilisasi militer, maka pasca kemerdekaan, tahun 1946, melalui SK Menteri PP dan Kebijakan, pendidikan dinyatakan untuk menanamkan semangat dan jiwa patriotisme, yang di-operasionalkan melalui'instruksi umum oleh Menteri Pengajaran pertama, Ki Hajar Dewantara, ditujukan kepada semua kepada sekolah dan guru agar:

Mengibarkan 'Sang Merah Putih' setiap hari di halaman sekolah. Melagukan lagu. kebangsaan 'Indonesia Raya'.

Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian 'Kimigayo'. Menghapuskan pelajaran bahasa Jepang beserta segala upacara yang berasal dari Balatentara Jepang, dan

Memberi semangat kebangsaan kepada semua murid.

(9)

Tindakan berikutnya, untuk mengatasi masalah kuantitas dan kualitas guru, diadakan penerimaan tenaga pengajar baru di samping peningkatan Sekolah Guru (Tipe C selama 2 tahun, Tipe B selama 4 tahun dan Tipe A selama 6 tahun) jugadiadakan kursus-kursus, menambah jumlah Sekolah Rakyat (SR), mengubah Sekolah Rendah 3 tahun menjadi 6 tahun, Berta memperbaiki tingkat dan mutu pendidikan. Mengenai masalah murid atau pelajar pejuang, baik sebagai tentara, anggota Palang Merah Indonesia maupun pelajar yang tinggal di daerah pendudukan, yang karena kondisinya tersebut, tidak memungkinkan untuk aktif sekolah, maka oleh Kementerian Pendidikan dan Pengajaran, pada maret 1948, diadakan sekolah peralihan baik untuk SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas) atau SGL (Sekolah Guru Laki-laki).173 Upaya mengatasi lokal sekolah yang rusak akibat perang atau dipakai sebagai barak militer, dilakukan beberapa alternatif: membangun gedung sekolah baru, menyewa rumah penduduk untuk sekolah, atau memfungsikan gedung sekolah dalam dua tahap, pagi dan siang hari. Di samping itu persatuan Orangtua Murid dan Guru (POMG) berhasil mengkoordinasi kekuatan untuk kemajuan pendidikan, sehingga mampu mendirikan gedung sekolah bahkan lebih banyak dari yang telah dibangun oleh pemerintah. Adapun sistem persekolahan pada kurun waktu ini adalah sebagaimana diuraikan dalam Tabel II berikut.

SISTEM PERSEKOLAHAN 1945-1950

Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi

Rendah 6 Tahun Sekolah Rayat (SR)

Menengah Pertama SMP

STP Dagang

Akademi

Perguruan Tinggi

Paham pendidikan (individualisms) yang sat itu berlaku haruslah diganti dengan paham kesusilaan dan perikemanusiaan yang tinggi. Pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi warga negara yang mempunyai rasa tanggungjawab.

(10)

Metodik yang berlaku di sekolah-sekolah hendaknya berdasar pada sistem sekolah kerja agar aktivitas rakyat kita kepada pekerjaan bisa berkembang seluas-luasnya.

Pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur dan seksama, hingga cukup mendapat perhatian yang sernestinya dengan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yang berkehendak mengikuti kepercayaan yang dipeluknya. Tentang cars melakukan ini baiklah Kernenterian mengadakan perundingan dengan Badan Pekerja. Madrasah dan pesantren-pesantren (dan sejenisnya, pen) yang pada hakikatnya adalah suatu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata, yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan yang nyata berupa tuntunan dan bantuan materiil dari pemerintah.

Pengajaran tinggi hendaknya diadakan seluas-luasnya, dan

Pengajaran teknik dan ekonomi terutama pengajaran pertanian, industri, pelayaran dan perikanan, hendaklah mendapat perhatian istimewa.

Pengajaran kesehatan dan olah raga hendaklah teratur sebaik-baiknya hingga terdapat kemudian hasil kecerdasan rakyat yang harmonis.

Di Sekolah Rendah tidak dipungut uang sekolah. Ontuk Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi hendaklah diadakan aturan pembayaran dan tunjangan yang lugs, sehingga soal keuangan jangan menjadi halangan bagi pelajar-pelajar yang kurang mampu.

(11)

Tatar belakang NU yang memiliki perhatian besar bagi perkembangan madrasah dan pesantren.16

Perdebatan tentang masalah pendidikan agama mulai diperdebatkan secara resmi adalah ditandai dengan dikeluarkannya rekomendasi dari badan pekerja komite nasional Indonesia pusat (BPKNIP) yang isi rekomendasi tersebut antara lain :Pelajaran agama pada semua sekolah diberikan pada jam pelajaran sekolah.

Para guru dibayar oleh pemerintah

Pada Sekolah Dasar pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Pendidikan agama diberikan seminggu sekali pada jam tertentu Para guru agama diangkat oleh departemen agama

Para guru agama diharuskan juga cakap dalam pendidikan umum Pemerintah menyediakan buku untuk pendidikan agama

Diadakan latihan bagi para guru agama

Kualitas pesantren dan madrasah harus diperbaiki Pengajaran bahasa Aeab tidak dibutuhkan

Untuk menyempurnakan rekomendasi tersebut maka diterbinkan UU Nomor 4 tahun 1950 jo. UU Nomor 12 tahun 1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia. Dalam pasal 2 UU tersebut ditegaskan bahwa UU ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah agama dan pendidikan masyarakat. Sampai tahun 1980 pelaksanaan pendidikan secara nasional masih mengacu pada UU Nomor 4 tahun 1950. pemberlakuan UU ini yang tidak untuk sekolah-sekolah agama, mengandung pengertian bahwa memang secara hukum pemerintah tidak mengakui eksistensi sekolah-sekolah agama sebagai sebuah institusi formal di Negara ini.17

Pada masa orde baru penyelenggaraan pendidikan agama barulah mendapat perhatian dari pemerintah. Hal tersebut ditandai dengan bentuk kebijakan pemerintah lewat SKB tiga mentri di tahun 1974.tentang peningkatan mutu pendidikan madrasah. Langkah kebijakan pemerintah di masa orde baru ini adalah semakian dipertegas dengan diterbitkannya UU Nomor 2 tahun 1989 tentang sistim pendidikan nasional yang menggantikan UU sebelumnya. Dalam konteks ini penegasan definitiv tentang

16 Ibid. h.68

(12)

madrasah ditetapkan melalui keputusan operasional dan dikategorikan sebagai pendidikan sekolah tanpa menghilangkan karakter keagamaannya.

Dikotomi antara madrasah dan sekolah berlangsung cukup lama, sekarang perlahan namun pasti, dikotomi tersebut mulai pudar fenomena ini terlihat ketika ditetapkannya UU Nomor 2 tahun 1989 tentang sistim pendidikan nasional, peraturan pemerintah nomor 28 dan 29 tahun 1990 tentang pendidikan Dasar dan Menengah, serta diberlakukannya kurikulum 1994, dimana madrasah berubah statusnya menjadi sekolah berciri khas Islam. Dengan demikian madrasah telah memiliki posisi yang sama dengan sekolah-sekolah umum lainnya dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Perkembangan tersebut membawah implikasi cukup mendasar bagi keberadaan madrasah, yang sebelumnya dipandang sebagai institusi pendidikan keagamaan, telah mengalami pengayaan peran dan fungsi sebagai sekolah umum plus agama.18

Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, mengendalikan diri, kepribadian , kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara..19 Sementara dalam konsep pendidikan Islam dikemukakan bahwa, pendidikan Islam adalah usaha sadar yang dilakasanakan oleh orang dewasa yang beriman dan bertakwa untuk membimbing peserta didk kea rah pengembangan kepribadian menurut fitrahnya secara maksimal sesuai dengan cita-cita Islam agar memiliki kemampuan memimpin hidupnya di dunia dan akhirat.20 Dalam perspektif pendidikan Islam konsep pendidikan sebagaimana dalam sistem pendidikan nasional tersebut di atas , menurut penulis secara eksplisit memiliki kesamaan dalam hal pengembangan kepribadian.. untuk mewujudan hasil usaha tersebut di atas tentunya institusi yang tepat adalah madrasah./Pesantren modern

18 Bid. h.42

19 Undang-Undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Cet. II, Yogyakarta,

Pustaka Pelajar, 2006, h. 28

(13)

karma memiliki dua titik pilar utama yakni mengarahkan peserta didik lewat proses pembelajaran kepada pemerolehan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat..

C. Kesimpulan

1. Berbicara tentang eksistensi pendidikan Islam di Indonesia tentunya tidak dapat dilepas pisahkan dengan masa kedatangan Islam di Indonesia. Sebab antara sejarah eksistensi pendidikan Islam di Indonesia dengan sejarah Agama Islam di Indonesia tersebut merupakan sebuah persenyawaan yang didak mungkin dapat pisahkan karena dalam kehadirannya di Indonesia, kedua hal tersebut memiliki kurun waktu yang bersamaan.

2.Dua foktor pendukung bagi ketertarikan agama Islam masuk ke Indonesia including pendidikan Islam sebelum kemerdekaan Indonesia, yaitu :

Pertama, foktor letak geografisnya yang strategis. Indonesia berada di persimpangan jalan raya Internsional dari jurusan timur tengah menuju Tiongkok. Melalui lautan dan jalan menuju Benua Amerika dan Australia.

Kedua, factor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan keperluan hidup yang dibutuhkan oleh bangsa lain misalnya rempah-rempah.

Sikap kolonialisme Belanda dan Jepang terhadap pendidikan Islam di Indonesia adalah selalu dilatari dengan motivasi untuk sekedar mencetak tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka.. Belanda juga menggunakan dan merealisasikan stetamen pembaharuan pendidikan yang isinya adalah westernisasi dan krestenisasi yang pada intinya hanyalah untuk kepentingan meraka semata yakni Barat dan Nasrani.

Dua hal inilah yang turut mewarnai segala bentuk sikon dan kebijakan penjajah Belanda di Indonesia terhadap bidang pendidikan baik secara

umum maupun secara khusus terhadap pendidikan Islam.

(14)

Kondisi sosial-politik adalah dominan mempengaruhi iklim pendidikan nasional setelah Indonesia merdeka dalam masa orde lama, antara lain berupa: pertama, masa jabatan Menteri Pengajaran yang relatif singkat akibat sering terjadi pergantian menteri sebagaimana disebut di atas membawa implikasi buruk terhadap proses dunia pendidikan di Indonesia. Kedua, minimnya jumlah guru, terutama guru Sekolah Dasar, akibat keikutsertaan mereka dalam perang kemerdekaan, demikian pula halnya dengan para pelajar yang merangkap fungsi sebagai tentara, menimbulkan terpecahnya konsentrasi pendidikan ke arah perjuangan nasional. Ketiga, fasilitas sekolah banyak yang hancur akibat perang atau karena dipakai sebagai barak militer, mengakibatkan terhentinya proses belajar-mengajar di kelas. Keempat, belum terbentuknya undang-undang tentang pendidikan nasional. Mencermati fenomena tersebut di atas, maka dapatlah dikemukakan bahwa pendidikan Islam saat tersebut mengalami banyak kendalah ke arah perkembangannya.

6.Pada masa orde baru penyelenggaraan pendidikan agama barulah mendapat perhatian dari pemerintah. Hal tersebut ditandai dengan bentuk kebijakan pemerintah lewat SKB tiga mentri di tahun 1974.tentang peningkatan mutu pendidikan madrasah. Langkah kebijakan pemerintah di masa orde baru ini adalah semakian dipertegas dengan diterbitkannya UU Nomor 2 tahun 1989 tentang sistim pendidikan nasional yang menggantikan UU sebelumnya. Dalam konteks ini penegasan definitiv tentang madrasah ditetapkan melalui keputusan operasional dan dikategorikan sebagai pendidikan sekolah tanpa menghilangkan karakter keagamaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin HM., 1994, Ilmu Pendidikan Islam, Cet,III, Jakarta: Bumi Akasara, h. 47 Assegaf Abd. Rahman, 2005, Politik Pendidikan Nasional, Cet. Pertama, Solo,Kurnia Kalam.h.54-55

(15)

Mahmud Yunus, 1992, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Mutiara Sumber Widya,

Soegarda Poerbakawatja, 1970, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta, h. 41

Undang-Undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Cet. II, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006, h. 28 Zuhaerini, 1986. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, h.130

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA SEBELUM DAN

SESUDAH KEMERDEKAAN NEGARA REPUBLIK

(16)

Oleh: Khalid Hasan Minabari

NIM. 801 00309083

PROGRAM PASCASARJANA

(17)
(18)
(19)
(20)
(21)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dengan metode kualitatif ini menemukan bahwa: (1) politik ekonomi air sangat dinamis melibatkan beragam aktor lokal, nasional, global dengan kepentingan dan ideologi

Bahwa benar, setelah mendapat laporan pemukulan yang dilakukan oleh kelurga Salfinus Fabumese kepada adik Terdakwa (Sdr. Andreas Samponu), Kepala Desa (Bpk. Thomas Samponu)

menggunakan uji statistik chi-square untuk membuktikan adanya hubungan antara faktor determinan, yakni tingkat pengetahuan, sikap, kondisi kesehatan, keterpaparan

Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis dengan teknik analisis varian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perbedaan tingkat kecemasan menghadapi menopause

a) Jumlah kredit macet adalah jumlah kredit atau pinjaman yang mengalami masalah dalam pengembalian sesuai dengan jadwal yang telah disepakati yang dialami oleh nasabah Koperasi

Oleh sebab itu maka Harun Nasution mencoba untuk menghidupkan kembali teologi rasional zaman klasik pada umat Islam di Indonesia, yang dimulai dengan peranannya di IAIN

Misalnya selai rasa mangga „ Manggo Jam ‟ , warna yang digunakan pada teks rasa, merek, logo dan alamat website adalah kuning menyerupai warna buah mangga yang

Manajer perawat memiliki tanggungjawab untuk memimpin dan membimbing staf perawat dalam melakukan pendekatan spiritual pada praktek keperawatan, memastikan bahwa pasien sudah