• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penampakan Sifat Fisik Tanah Terbakar da

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penampakan Sifat Fisik Tanah Terbakar da"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMPAKAN SIFAT FISIK TANAH TERBAKAR

DAN TIDAK TERBAKAR PADA BERBAGAI

VEGETASI DI LAHAN KERING

THE APPEARANCE OF SOIL PHYSICAL PROPERTIES

ON BURNED AND NON BURNED ON VARIOUS

VEGETATION IN DRY LAND

Dorpaima Lumbangaol

05121007028

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

(2)

Burned and Non Burned on Various Vegetation in Dry Land (Suprevised by M. EDI ARMANTO and DWI SETYAWAN).

Forest and land are a natural resource that have an important role in maintaining the balance of the ecosystem. However, forest and land fires occur almost every year in South Sumatra in particular in the area of Ogan Ilir. The fires have dire consequences for the balance of the ecosystem and the quality of the soil that can be utilized for agricultural land and plantations. This study aims to determine the changes and comparison of some physical properties of soil on fire and non burned on various of vegetation in dry land. The physical properties of the soil include: water content, bulk density, total pore space, permeability, texture, structure and color of the soil. This study was conducted in North Indralaya Ogan Ilir. The method used was a case study in 3 vegetation, namely: forests, rubber and scrub with the conditions of each vegetation was burned and unburned. This research was conducted in October-December 2015 and the data obtained is a secondary data (interviews) and primary data (observation and analysis). Soil sampling to a depth of 0-25 cm using plot system. The main plot size is 2 m x 2 m in the main plot, there are 3 sub plot with a size of 20 cm x 20 cm. This study suggests that, fires a very significant influence on vegetation rubber. This is indicated by the changes of the condition of water content of 32.37% to 19.23%, the value of soil bulk density of 0.6 g/cm³ to 0.9 g/cm³, the value of total pore space from 77.23% to 65, 92% and permeability of 23.94 cm/hour to 19.84 cm/hour. Soil texture on all the vegetation changes from sandy loam to loamy sand, structural changes occur on the granular into sub angluar blocky. And then, the soil color changed from dark brown to black and dark. Significant changes in the physical properties of rubber vegetation due to morphological rubber containing latex is high, so the intensity of fires is higher. Increased soil temperatures caused by fire, damage the soil pore spaces and burning ashes resulting dark black soil.

(3)

Tidak Terbakar pada Berbagai Vegetasi Di Lahan Kering (Dibimbing Oleh M. EDI ARMANTO dan DWI SETYAWAN).

Hutan dan lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Namun, kebakaran hutan dan lahan terjadi hampir setiap tahun di Sumatera Selatan secara khusus di wilayah Kabupaten Ogan Ilir. Kebakaran tersebut berdampak sangat buruk bagi keseimbangan ekosistem dan kualitas tanah yang dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan perkebunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan dan perbandingan dari beberapa sifat fisik tanah terbakar dan tidak terbakar pada berbagai vegetasi di lahan kering. Sifat fisik tanah tersebut meliputi : kadar air, bobot isi, ruang pori total, permeabilitas, tekstur, struktur dan warna tanah. Penelitian ini dilakukan di Indralaya Utara Kabupaten Ogan Ilir. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada 3 vegetasi yaitu : hutan, karet dan semak belukar dengan kondisi masing-masing vegetasi adalah terbakar dan tidak terbakar. Penelitian ini dilakukan pada Oktober – Desember 2015 dan data yang diperoleh merupakan data sekunder (hasil wawancara) dan data primer (hasil pengamatan dan analisis). Pengambilan contoh tanah dengan kedalaman 0-25 cm menggunakan sistem plot. Ukuran plot utama adalah 2 m x 2 m dan didalam plot utama terdapat 3 sub plot dengan ukuran 20 cm x 20 cm. Penelitian ini menyatakan bahwa, kebakaran berpengaruh sangat signifikan pada vegetasi karet. Hal tersebut ditunjukkan dengan perubahan kondisi kadar air darii 32,37% menjadi 19,23%, nilai bobot isi tanah dari 0,6 g/cm³ menjadi 0,9 g/cm³, nilai ruang pori total dari 77,23% menjadi 65,92% dan nilai permeabilitas dari 23,94 cm/jam menjadi 19,84 cm/jam. Tekstur tanah pada semua vegetasi berubah dari lempung berpasir menjadi pasir berlempung, perubahan struktur terjadi dari butir menjadi kubus agak bersudut. Dan kemudian warna tanah berubah dari coklat gelap menjadi hitam gelap. Perubahan sifat fisik yang signifikan pada vegetasi karet dikarenakan morfologi tanaman karet yang mengandung lateks yang tinggi, sehingga intensitas kebakaran menjadi lebih tinggi. Peningkatan suhu tanah yang disebabkan oleh api, merusak kondisi ruang pori tanah dan abu bekas pembakaran mengakibatkan tanah berwarna hitam gelap.

(4)

PENAMPAKAN SIFAT FISIK TANAH TERBAKAR

DAN TIDAK TERBAKAR PADA BERBAGAI

VEGETASI DI LAHAN KERING

THE APPEARANCE OF SOIL PHYSICAL PROPERTIES

ON BURNED AND NON BURNED ON VARIOUS

VEGETATION IN DRY LAND

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Dorpaima Lumbangaol

05121007028

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

(5)
(6)
(7)
(8)

DORPAIMA LUMBANGAOL dilahirkan di Sidikalang pada tanggal 23

November 1993, merupakan merupakan anak dari Maringan Lumbangaol dan

Delima Siregar.

Pendidikan TK diselesaikan di St.Yoseph Sumbul Pegagan Kabupaten Dairi

pada tahun 2000, kemudian Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 2006 di SD

Negeri 3 Sumbul Kabupaten Dairi. Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2009

di SMP Negeri 10 Medan, dan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2012 di YPK

SMA GKPI Medan. Sejak Juli 2012 penulis tercatat sebagai mahasiswa di

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

melalui Jalur tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN).

Tahun 2013/2014 penulis terdaftar sebagai anggota kepengurusan himpunan

mahasiswa angroekoteknologi (HIMAGROTEK) dibidang divisi Humas. Penulis

Tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiwa peminatan Ilmu Tanah dan

tercatat sebagai Koordinator divisi Seni dalam kepengurusan Himpunan

Mahasiswa Ilmu Tanah (HIMILTA) Universitas Sriwijaya dan terdaftar sebagai

anggota di Forum Komunikasi Himpunan Ilmu Tanah Indonesia

(FOKUSHIMITI). Pada tahun ajaran 2014-2015 penulis pernah menjadi asisten

(9)

Universitas Sriwijaya ix

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan

rahmatNya pada kita semua serta memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penampakan

Sifat Fisik Tanah Terbakar dan Tidak Terbakar pada Berbagai Vegetasi di Lahan

Kering”. Skripsi ini disusun sebagai pedoman dalam mengaplikasikan ilmu yang

telah didapat pada saat kuliah, selain itu sebagai salah satu syarat untuk

melakukan kegiatan penelitian di Universitas Sriwijaya.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Tuhan Yesus yang selalu menyertai dan memberkati setiap proses yang

penulis jalani selama menulis skripsi, yang tak pernah membiarkan penulis

berjalan sendiri dan tak pernah membiarkan jatuh tergeletak.

2. Orang tua tercinta, bapak M. Lumbangaol, mamaku D. Siregar. Yang

selalu memberikan doa dan dukungan baik moril atau materil hingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Edi Armanto dan Bapak Dr. Ir. Dwi Setyawan,

M.Sc., atas arahan dan masukan yang senantiasa membimbing penulis dari

awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh dosen jurusan tanah dan staff jurusan maupun staff akademik,

analis, terimakasih telah membantu melancarkan penyelesaikan skripsi ini.

5. Kakak dan adikku, bang Sasbio, bang Edu, bang Jeriko, piri Vivi,

teman-teman Asrama Putri, sahabatku AET 2012, ilmu tanah 2012, dan

HIMILTA. Terimakasih sudah memberi semangat dan menjadi rumah,

selama penulis menjalani hidup sebagai mahasiswa.

Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat

bagi kita semua.

Indralaya, Juni 2016

Penulis

(10)

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR TABEL……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xv

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian…………... 2

1.4. Manfaat Penelitian... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Kebakaran Hutan dan Lahan………... 4

2.2. Sumber Api Penyebab Terjadinya Kebakaran Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan…………... 5

2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan. Lahan………... 6

2.3.1. Bahan Bakar……… 6

2.3.2. Cuaca……… 8

2.3.3. Waktu……….. 9

2.3.4. Topografi………. 10

2.4. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan………. 10

2.4.1. Dampak Positif Kebakaran Hutan dan Lahan………. 11

2.4.2. Dampak Negatif Kebakaran Hutan dan Lahan………... 11

2.5. Sifat Fisik Tanah………. 12

2.5.1. Kadar Air……….... 12

2.5.2. Bobot Isi……….. 13

2.5.3. Ruang Pori Tanah……….... 14

(11)

Universitas Sriwijaya xi

2.5.6. Struktur Tanah……….. 17

2.5.7. Warna Tanah………. 19

BAB 3. PELAKSANAAN PENELITIAN... 21

3.1. Tempat dan Waktu... 21

3.2. Alat dan Bahan... … 21

3.3.Metode Penelitian... 21

3.3.1. Persiapan Sebelum Kegiatan Kelapangan... 22

3.3.2. Penentuan Plot dan Pengambilan Contoh Tanah... 22

3.3.3. Pengambilan Contoh Tanah Utuh dan Terganggu... 24

3.3.4. Pengamatan Warna dan Struktur Tanah di Lapangan... 24

3.4. Peubah yang Diamati... 24

3.5.Cara Kerja Penelitian... …. 24

3.5.1. Kadar Air……….... 24

3.5.2. Bobot Isi Isi dan Ruang Pori Total………. 25

3.5.3. Permeabilitas Tanah………... 25

4.3. Iklim dan Topografi……….. 30

4.4. Kronologis Kebakaran Hutan dan Lahan………. 31

4.5. Dampak Kebakaran Terhadap Sifat Fisik Tanah……….…. 32

4.5.1. Kadar Air………... 32

4.5.2. Bobot Isi………. 34

4.5.3. Ruang Pori Total…………...……….. 35

4.5.4. Permeabilitas...……….. 37

(12)

4.5.6. Struktur Tanah………. 39

4.5.7. Warna Tanah……… 40

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN……….... 42

5.1. Kesimpulan……….... 42

5.2. Saran………... 42

DAFTAR PUSTAKA... 43

(13)

Universitas Sriwijaya xiii

Gambar 2.1. Segitiga Api Awal dari Proses Kebakaran……….. 5 Gambar 2.2. Diagram segitiga tekstur tanah dan sebaran besaran butiran. 16

Gambar 3.1. Desain Penelitian di Lapangan……….……... 23

Gambar 3.2. Analisis Kadar Air Tanah di Laboratorium……….… 25

Gambar 3.3. Pengukuran Permeabilitas di Laboratorium………….….... 26 Gambar 3.4. Analisis Tekstur Tanah di Laboratorium……….. 28

Gambar 3.5. Kondisi Warna Tanah pada Pengamatan di Lapangan……. 29

Gambar 4.1. Kondisi Vegetasi Tidak Terbakar dan Terbakar pada Lokasi

Penelitian………..………. 31

Gambar 4.2. Perubahan Nilai Kadar Air Tanah Pada Vegetasi Terbakar

dan Tidak Terbakar………..………. 33 Gambar 4.3. Perubahan Nilai Bobot Isi Tanah Pada Vegetasi Terbakar

dan Tidak Terbakar………..……….…………. 34

Gambar 4.4. Perubahan Nilai Ruang Pori Total Tanah Pada Vegetasi

Terbakar dan TidakTerbakar……….……… 36 Gambar 4.5. Perubahan Nilai Permeabilitas Tanah Pada Vegetasi

Terbakar dan Tidak Terbakar………..……… 37

(14)

Tabel 2.1. Kelas Permeabilitas Tanah……… 15

Tabel 2.2. Klasifikasi Tekstur Tanah Menurut Beberapa Sistem……….. 16 Tabel 4.1. Tekstur Tanah pada Vegetasi Tidak Terbakar dan Terbakar… 38

Tabel 4.2. Kondisi Struktur Tanah pada Vegetasi Tidak Terbakar dan

Terbakar………. 39

Tabel 4.3. Kondisi Perubahan Warna Tanah pada Vegetasi Tidak

(15)

Universitas Sriwijaya xv

Lampiran 1. Data Hasil Analisis Vegetasi Tidak Terbakar………... 47

Lampiran 2. Data Hasil Analisis Vegetasi Terbakar………... 48

Lampiran 3. Data Sidik Ragam Kadar Air dan Uji Lanjut BNJ (5%)… 49

Lampiran 4. Data Sidik Ragam Bobot Isi dan Uji Lanjut BNJ (5%).... 50

Lampiran 5. Data Sidik Ruang Pori Total dan Uji Lanjut BNJ (5%).... 51

Lampiran 6. Data Sidik Ragam Permeabilitas dan Uji Lanjut

BNJ (5%)……… 52

Lampiran 7. Data Sidik Ragam Fraksi Pasir dan Uji Lanjut BNJ (5%).. 53

Lampiran 8. Data Sidik Ragam Fraksi Liat dan Uji Lanjut BNJ (5%)… 54

Lampiran 9. Data Sidik Ragam Fraksi Debu dan Uji Lanjut BNJ (5%).. 55

Lampiran 10. Data Struktur dan Warna Tanah dilapangan pada

Vegetasi Terbakar……….. 56

Lampiran 11. Data Struktur dan Warna Tanah pada Vegetasi Tidak

Terbakar………. 55

Lampiran 9. Foto Pengambilan titik kordinat dan pengambilan

contoh tanah ………...….. 56 Lampiran 10. Foto Analisis Contoh Tanah di Laboratorium…………. 57

Lampiran 11. Peta Lokasi Penelitian……….. 58

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang mempunyai potensi

besar untuk usaha pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman

tahunan dan peternakan. Berdasarkan Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian

Indonesia skala 1:1.000.000, Indonesia memiliki daratan sekitar 188,20 juta ha,

terdiri atas 148 juta ha lahan kering (78%) dan 40,20 juta ha lahan basah (22%)

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2001). Berdasarkan

luasan lahan kering tersebut, menjadikan kondisi pemanfaatan lahan kering perlu

diperhatikan. Pemanfaatan lahan kering untuk pertanian ternyata banyak

menghadapi maasalah seperti rentannya terjadi kebakaran lahan pada musim

kemarau, kemudian mengakibatkan kerusakan lahan secara ekologis.

Kebakaran hutan dan lahan terjadi disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu

faktor alam dan faktor kegiatan manusia yang tidak terkontrol (Zubaidah, 2004).

Faktor alami antara lain oleh pengaruh el-nino yang menyebabkan kemarau

berkepanjangan sehingga tanaman menjadi kering. Tanaman kering merupakan

bahan bakar potensial jika terkena percikan api yang muncul dipermukaan

ataupun pembakaran lainnya baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal tersebut

menyebabkan terjadinya kebakaran bawah (ground fire) dan kebakaran

permukaan/ surface fire (Rasyid, 2014).

Kebakaran bersifat global dan berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi

budaya, politik, lingkungan biologis, kimia, dan fisik tanah (Armanto dan

Wildayana, 1998) dan mengakibatkan kerugian yang sangat besar dalam waktu

yang singkat. Hal tersebut terjadi karena sifat kebakaran yang sangat cepat daya

rusaknya dan sukar dipadamkan sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat

mencakup areal yang luas seperti kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Riau

pada tahun 2013, seluas 20.000 ha dengan kerugian secara ekonomi sebesar Rp10

triliun lebih sedangkan dari kerugian ekologi tidak terhitung (Jazuli, 2014).

Kerugian tersebut tidak saja tidak terbatas pada nilai rupiah karena hilang

(17)

Universitas Sriwijaya sangat penting adalah rusaknya ekosistem, meliputi perubahan iklim mikro pada

areal terbakar, musnahnya marga satwa, rusaknya nilai estetika atau keindahan

alam, serta menurunnya kualitas lahan. Penurunan kualitas lahan ini meliputi sifat

fisik, kimia dan biologi tanah, kapasitas penyimpanan air tanah dan penghilangan

serasah serta humus, yang seluruhnya itu akan berpengaruh dalam pertumbuhan

tanaman selanjutnya di areal bekas kebakaran hutan dan lahan tersebut (Kusuma,

2001).

Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh sifat-sifat kesuburan tanahnya, yakni

kesuburan fisik, kesuburan kimia dan kesuburan biologis. Kesuburan fisik lebih

mengutamakan tentang keadaan fisik tanah yang banyak kaitannya dengan

penyediaan air dan udara tanah bagi pertumbuhan tanaman (Fauzi, 2008). Oleh

karena itu, dilakukan penelitian dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap sifat

fisik agar nantinya dalam pemulihan hutan dan lahan dapat diketahu sifat fisik apa

yang rusak akibat kebakaran, sehingga ketika dilakukan penanaman kembali akan

lebih mempermudah dalam pengelolaannya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perbandingan penampakan sifat fisik tanah terbakar dan tidak

terbakar pada berbagai vegetasi dilahan kering?

2. Bagaimana perubahan sifat fisik tanah pada vegetasi terbakar dan tidak

terbakar dilahan kering dan faktor apa saja yang mempengaruhi?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk sebagai berikut :

1. Membandingkan penampakan sifat fisik tanah terbakar dan tidak terbakar

pada berbagai vegetasi dilahan kering.

2. Mengetahui perubahan sifat fisik tanah pada vergetasi terbakar dan tidak

(18)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pandangan ilmiah serta

memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu tanah, penggunaan lahan untuk

pertanian, khususnya dalam mengatasi persoalan kebakaran yang sangat rawan

terjadi di lahan pertanian, perkebunan, maupun di ekosistem hutan di Sumatera

(19)

Universitas Sriwijaya

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan merupakan peristiwa yang terjadi di Indonesia.

Kebakaran hutan dibedakan pengertiannya dengan kebakaran lahan, dimana

perbedaannya terletak pada lokasi kejadiannya. Kebakaran hutan yaitu kebakaran

yang terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan adalah

kebakaran yang terjadi diluar kawasan hutan (Pubowaseso, 2000). Kebakaran

hutan dan lahan di alam terbuka sehingga dengan leluasa menjalar dan

menghabiskan bahan bakar (vegetasi terbakar) seperti semak belukar, tumbuhan

bawah, pepohonan, serasah, dan lain-lain. Namun, pada vegetasi hutan ciri

penting dari kebakaran hutan adalah sifatnya yang tidak tertekan dan bebas

menyebar (Trollope, 2002).

Proses pembakaran merupakan kebalikan dari proses fotosintesis

(Yudasworo, 2001). Proses tersebut dapat dijelaskan dengan rumus kimia sebagai

berikut :

Proses Fotosintesis :

CO + H O + Energi Matahari → C₆H O₆ + O

Proses Pembakaran :

(C₆H O₆) + O + Proses Penyalaan → CO +H O + Energi Panas

Pada proses fotosintesis energi terpusat secara perlahan-lahan, sedangkan

dalam proses pembakaran energi dilepaskan dengan cepat. Panas penyalaan dalam

proses pembakaran dapat dipandang sebagai katalisator untuk memulai dan

memelihara proses. Proses kebakaran pada dasarnya sama dengan formasi atau

terjadinya kebakaran yaitu bahan bakar, oksigen, dan sumber panas dimana

kombinasi tiga elemen tersebut sebelum pembakaran terjadi sering disebut dengan

segitiga api atau fire triangle yang dapat digambarkan sebagai berikut :

(20)

Gambar 2.1. Segitiga Api (Clar and Chatten, 1954)

Di daerah tropika basah yang selalu hijau secara normal tidak mungkin

terbakar. Namun, dalam memasuki musim kering yang luar biasa, serasah, semak

belukar, sisa-sisa tanaman, tanaman budidaya, dan pepohonan yang sudah

mengering dapat mudah terbakar karena tersulut api dari aktifitas pembukaan

lahan dengan api. Api biasanya bermula dari tepi hutan di dekat aktivitas manusia.

Dari bahan bakar yang sudah kering ini, bahan bakar mudah tersulut api dan

terbakar. Akhirnya api merambat ke seluruh permukaan lahan dan hutan

(Hamilton dan King, 1983).

2.2.Sumber Api Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dapat terjadi karena dua faktor yaitu secara alam maupun

disebabkan oleh kelalaian manusia (Departemen Kehutanan, 1992). Kebakaran

hutan yang terjadi selama ini sangat kecil kemungkinannya disebabkan faktor

alam, akan tetapi faktor manusialah yang sangat berperan. Manusia dapat

menyebabkan terjadinya kebakaran melalui dua cara yaitu langsung dan tidak

langsung (Nicolas et al., 2002). Menurut Suratmo (1978), sebab-sebab timbulnya

kebakaran hutan sangat penting untuk diketahui dan menetukan cara pencegahan

dan pemadaman kebakaran hutan. Pada umumnya sebab-sebab timbulnya

kebakaran hutan dapat dibagi sebagai berikut :

1. Bekas suatu pembakaran

Api berasal dari suatu pembakaran yang bisa dilakukan petani pada

ladangnya yang berdekatan dengan hutan.

2. Api dari pekerjaan hutan dan penebangan hutan

Pekerjaan hutan, baik yang bekerja sebagai penebang, pemotong,

(21)

Universitas Sriwijaya baik yang merebus air maupun untuk merokok dan karena kelengahannya

api tersebut dapat menyebabkan kebakaran hutan.

3. Api diperkemahan

Sering terjadi pada hutan-hutan wisata atau hutan didekat tempat dimana

banyak wisatawan berkemah.

4. Rokok dan Korek Api

Api dari puting rokok dan korek api orang-orang yang lewat didekat hutan,

biasanya terjadi sepanjang jalan kaki atau jalan mobil.

2.3.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan

Menurut Simatupang (1991) dalam Mayangsari (2003) mengemukakan

bahwa kecepatan menjalarnya api dan besarnya api yang berbeda-beda pada setiap

kebakaran hutan disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Guna

usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan faktor-faktor tersebut

harus diperhatikan dan diketahui, faktor-faktor tersebut antara lain :

2.3.1. Bahan Bakar

Sifat-sifat dari bahan bakar yang dpat mempengaruhi terjadinya kebakaran

hutan dapat dibagi menjadi lima yaitu :

1. Ukuran Bahan Bakar

Ukuran bahan bakar ada kaitannya dengan kelakuan sifat kebakaran yang

terjadi. Bahan bakar yang halus akan mudah dipengaruhi oleh lingkungan

sekitarnya, mudah mengering, namun mudah pula menyerap air. Api akan

semakin cepat menjalar bila luas permukaan bahan bakar semakin besar.

Bahan bakar kasar, kadar air yang bila luas permukaan bahan bakar

semakin besar. Bahan bakar kasar, kadar air yang dikandung lebih stabil,

tidak cepat mengering, sehingga sulit terbakar. Namun apabila terbakar

akan memberikan penyalaan api lebih lama (Purbowaseso, 2000).

2. Susunan bahan bakar

Susunan bahan bakar dibedakan atas susunan secara vertikal dan

horisontal. Bahan bakar dengan susunan vertikal atau ke arah atas tajuk

(22)

bahan bakar secara horisontal bahan bakar dapat menyebar, sehingga api

dapat juga menyebar berkesinambungan secara mendatar.

3. Volume Bahan Bakar

Volume bahan bakar dalam jumlah besar akan menyebabkan api lebih

besar, temperatur disekitar lebih tinggi, sehingga terjadi kebakaran yang

sulit dipadamkan. Sedangkan volume bahan bahan bakar yang sedikit akan

terjadi sebaliknya. Wibowo (1997) dalam Purbowoseso (2000),

mengistilahkan volume bahan bakar dengan kuantitas bahan bakar.

Selanjutnya dibagi menjadi dua bagian yaitu : bahan bakar potensial (total)

dan bahan bakar tersedia. Bahan bakar potensial adalah jumlah bahan

bakar yang terbakar pada kondisi cuaca ekstrim (kering dan panas) serta

intensitas kebakaran yang tinggi, sedangkan bahan bakar tersedia adalah

bahan bakar yang tersedia pada setiap kebakaran hutan. Jumlah dari bahan

bakar tersedia akan bervariasi dan tergantung dari ukuran, susunan dan

kadar air bahan bakar.

4. Jenis bahan bakar

Bahan bakar berasal dari berbagai macam komponen vegetasi, baik yang

masih hidup maupun yang sudah mati (Purbowaseso, 2000). Sagala

(1994), membedakan jenis bahan bakar ini lebih terperinci lagi, yaitu

serasah lantai hutan, serasah tebangan, tumbuhan bawah (epatorium,

alang-alang dan resam), kanopi, tumbuhan bawah bertaut dengan kanopi,

rerumputan, semak, gambut, batang melapuk tergeletak dan batang

melapuk berdiri.

5. Kandungan kadar air dan kimiawi bahan bakar

Kadar air bahan bakar sangat berpengaruh dalam menentukan perilaku

kebakaran, kemudahan bahan bakar untuk menyala, kecepatan proses

pembakaran, kecepatan menjalarnya api dan kemudahan usaha

pemadaman dalam kebakaran. Kelembaban bahan bakar yang rendah akan

mendirikan dampak penting pada penyalaan, penyebaran dan intensitas

api. Bahan bakar yang banyak mengandung air akan sulit, demikian

(23)

Universitas Sriwijaya seperti kandungan minyak dan damar yang membantu api menyebar,

meskipun pada keadaan kelembaban yang tinggi (Sagala, 1994).

Menurut Vemberianto et al., (2015), berdasarkan dengan vegetasi yang

terbakar, kelas-kelas intensitas kebakaran akan dikemukaan sebagai berikut :

1. Area berumput mudah sekali terbakar walaupun area tersebut masih hijau,

karena ternyata terdapat campuran material mati dalam jumlah cukup

dalam vegetasi hidup. Ketinggian apinya dapat mencapai 3 m, namun

dalam sekali pembakaran smouldering yang terjadi hanya kecil

dikarenakan tidak terdapat bahan bakar pada lapisan bawah permukaan.

2. Hutan sekunder adalah hutan alam yang sebelumnya telah mengalami

kebakaran atau penebangan dan telah kembali lagi membentuk penutupan

tajuk mencapai 100 persen. Keseluruhan jenisnya adalah berdaun lebar

dengan tinggi 6 – 10 meter, terdapat tanaman bawah yang cukup padat, dominasi lapisan serasahnya dalam keadaan kering, lapisan organiknya

sangat tipis (< 2 cm). Api yang terbentuk berintensitas sedang pada

seluruh permukaan. Penutupan tajuk yang rapat diduga menjadi faktor

penghambat pengaruh angin terhadap penyebaran api di area tersebut.

3. Perkebunan karet mempunyai bahan bakar di permukaan yang sangat

sedikit dan biasanya tidak punya masalah kebakaran. Namun demikian

bila ditemukan banyak rumput maupun seresah diantara tanaman tersebut,

sangat mendorong terjadinya kebakaran.

2.3.2. Cuaca

Purbowaseso (2000), membagi faktor-faktor penting penyebab kebakaran

hutan dalam lima bagian, yaitu :

1. Angin

Angin merupakan faktor pemicu dalam tingkah laku api. Adanya angin

akan menurunkan kelembaban udara, sehingga mempercepat pengeringan

bahan bakar, memperbesar kesediaan oksigen, sehingga api dapat berkobar

dan merambat cepat, serta dengan adanya angin akan mengarahkan lidah

api ke bahan bakar yang belum terbakar. Angin juga dapat menerbangkan

bara api sehingga menimbulkan api loncat, yang bisa menyebabkan lokasi

(24)

2. Suhu udara

Suhu udara tergantung dari intensitas panas/penyinaran matahari. Areal

dengan intensitas penyinaran matahari yang tinggi akan menyebabkan

bahan bakar cepat mengering, sehingga memudahkan terjadinya

kebakaran. Suhu yang tinggi akan mengindikasikan bahwa daerah tersebut

cuacanya kering sehingga rawan kebakaran.

3. Curah hujan

Bahan bakar yang mengandung kadar air tinggi dan kelembaban udara

tinggi akan sulit terjadi kebakaran. Faktor curah hujan diduga merupakan

faktor pemicu utama terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

4. Keadaan air tanah

Keadaan air tanah ini sangat penting terutama di aerah gambut. Pada

musim penghujan, daerah gambut hampir seluruh tanahnya terendam air.

Hal ini karena keadaan air tanahnya yang melimpah. Pada musim

kemarau, kondisi air tanah akan menurun menyebabkan lapisan

permukaan gambut menjadi kering. Penurunan air tanah pada daerah

gambut bisa mencapai tiga meter, dan pada batas kedalaman ini pulalah

merupakan gambut yang rawan kebakaran.

5. Kelembaban nisbi

Kelembaban nisbi adalah perbandingan antara jumlah uap air yang ada

dengan jumlah uap air yang dapat ditampung oleh suatu volume udara

pada suhu dan tekanan atmosfer tertentu.

2.3.3. Waktu

Perbandingan waktu secara alamiah dibedakan atas waktu siang dan

malam. Pada waktu siang, umumnya kondisi cuaca yang terjadi adalah

kelembaban udara rendah, suhu udara tinggi dan angin bertiup kencang.

Sedangkan pada waktu malam hari cuaca umumnya justru sebaliknya. Oleh

karena itu adanya kondisi cuaca yang menyertai waktu terjadinya, menyebabkan

(25)

Universitas Sriwijaya

2.3.4. Topografi

Topografi adalah gambaran permukaan bumi yang meliputi relief dan

posisi alamnya serta ciri-ciri merupakan hasil dari bentukan manusia.

1. Kemiringan

Kemiringan merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingkah laku

api. Lahan dengan kemiringan sangat curam memungkinkan terjadinya

lidah api yang besar, sehingga hal ini mempercepat pengeringan bahan

bakar.

2. Arah Lereng

Wilayah dengan arah lereng menghadap matahari menyebabkan kondisi

yang rentan terhadap kebakaran karena bahan bakar cepat kering dan

mudah tersulut, apabila sudah tersulut maka api akan lebih cepat menjalar

karena angin bertiup lebih kencang. Pada arah lereng yang langsung

menghadap matahari akan terjadi hal-hal sebagai berikut :

a. Kondisi suhu lebih tinggi

b.Angin bertiup lebih kencang

c. Kelembaban udara rendah

d. Kandungan air bahan lebih rendah

3. Medan

Kondisi medan berperan sebagai penghalang yang mampu mengendalikan

aliran angin seperti bukit, mengakibatkan aliran angin bisa berubah

menyebabkan turbulensi atau pusaran angin. Di wilayah belakang

penghalang tersebut dan apabila di wilayah tersebut terdapat lembah terjal,

maka angin akan bertiup lebih kencang lagi dan kemungkinan besar akan

terjadi api loncat yang cukup jauh sehingga bisa menyebabkan areal

kebakaran baru pada wilayah lain.

2.4. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan

Dampak kebakaran hutan dan lahan dapat segera terlihat dan ada yang tidak

dapat segera terlihat. Besarnya derajat kerusakan terutama dipengaruhi oleh

tipe-tipe kebakaran, lamanya kebakaran dan keadaan hutan/lahan dan keadaan cuaca

atau iklim (Yudasworo, 2001). Dampak kebakaran hutan dan lahan memiliki

(26)

2.4.1. Dampak Positif Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan dianggap memiliki dampak yang positif bagi

kalangan tertentu. Menurut Sabarjo (1998) keuntungan yang didapatkan dari

adanya kebakaran hutan dan lahan antara lain sebagai berikut :

1. Abu hasil pembakaran sangat kaya akan mineral sehingga menjadi salah

satu sasaran pokok dalam penyiapan lahan menggunakan api.

2. Penyiapan lahan menggunakan api sangat menghemat waktu.

3. Biaya yang dibutuhkan dalam penyiapan lahan menggunakan api jauh

lebih murah sehingga perusahaan dapat diuntungkan.

4. Rumput muda yang dihasilkan dari kebakaran merupakan makanan bagi

satwa liar.

5. Dengan adanya api maka diversivikasi jenis vegetasi lebih beragam dan

mencegah monokultur, panas yang cukup mampu beberapa jenis tertentu

berkecambah.

Namun, dampak-dampak positif yang diuraikan tersebut hanya bersifat

sementara dan tidak seimbang dengan kerusakan yang diakibatkan oleh adanya

kebakaran hutan dan lahan.

2.4.2. Dampak Negatif Kebakaran Hutan dan Lahan

Menurut Adinungroho (2005), Secara umum, dampak kebakaran hutan dan

lahan adalah sebagai berikut :

1. Kesehatan manusia

Ribuan penduduk dilaporkan menderita penyakit infeksi saluran pernapasan,

sakit mata dan batuk sebagai akibat dari asap kebakaran. Kebakaran hutan dan

lahan juga menyebabkan rusaknya kualitas air, sehingga air menjadi kurang

layak untuk diminum.

2. Aspek sosial ekonomi

Hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat yang masih menggantungkan

hidupnya pada hutan (berladang, beternak, berburu/menangkap ikan),

penurunan produksi kayu dan terganggunya kegiatan transportasi, terjadinya

protes dan tuntutan dari negara tetangga akibat dampak asap kebakaran,

(27)

Universitas Sriwijaya 3. Terdegradasinya Kondisi Lingkungan

- Perubahan kualitas fisik tanah (penurunan ruang total, penurunan kadar air

tersedia, penurunan permeabilitas dan meningkatnya bobot isi).

- Perubahan kualitas kimia tanah (peningkatan pH, kandungan N-total,

kandungan fosfor dan kandungan basa total yaitu Kalsium, Magnesium,

Kalium, dan Natrium, tetapi terjadi penurunan kandungan C-organik).

- Terganggunya proses dekomposisi tanah karena mikroorganisme yang

mati akibat kebakaran.

- Suksesi atau perkembangan populasi dan komposisi vegetasi hutan juga

akan terganggu (benih-benih vegetasi di dalam tanah rusak/terbakar)

sehingga akan menurunkan keanekaragaman hayati.

- Rusaknya siklus hidrologi (menurunkan kemampuan intersepsi air hujan

ke dalam tanah, mengurangi transpirasi vegetasi, menurunkan kelembaban

tanah, dan meningkatkan jumlah air yang mengalir di permukaan (surface

run off). Kondisi demikian menyebabkan tanah menjadi kering dan mudah

terbakar, terjadinya sedimentasi dan perubahan kualitas air serta turunnya

populasi dan keanekaragaman ikan di perairan. Selain itu kerusakan

hidrologi di lahan akan menyebabkan jangkauan intrusi air laut semakin

jauh ke darat.

Pengaruh kebakaran hutan dan lahan terhadap tanah pada khususnya

ditentukan oleh frekuensi kebakaran, intensitas kebakaran, lama kebakaran dan

vegetasi yang tumbuh dan jenis tanah (Davis dalam Yudasworo, 2001).

Kebakaran hutan dan lahan menurut Chander et al., (2003) menyatakan bahwa

kebakaran dapat merusak sifat fisik dan kimia tanah, menaikkan pH tanah serta

menurunkan produktifitas tanah. Dampak kebakaran terhadap sifat fisik tanah

terutaman disebabkan oleh terbukanya tajuk, humus dan serasah ikut terbakar,

struktur tanah memburuk dan pada akhirnya rentan terhadap erosi (Hamzah dan

Wibowo dalam Yudasworo, 2001).

2.5. Sifat Fisik Tanah 2.5.1. Kadar Air

Tanah dengan kadar air lebih tinggi dari batas cair maka akan dapat melekat

(28)

bersama air akan mengalir (Hardjowigeno, 1995). Cara penetapan kadar air tanah:

cara gravimetrik, tegangan dan hisapan, hambatan listrik (blok tahanan) serta

pembauran neutron (neutron scattering). Cara gravimetrik merupakan cara yang

paling umum dipakai.

Pada penentuan kadar air ini, sejumlah tanah basah dikeringkan dalam oven

pada suhu antara 100ºC sampai 110ºC untuk waktu tertentu. Air yang hilang

karena pengeringan merupakan sejumlah air yang terkandung dalam tanah basah

(Hakim, et al., 1986). Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat

dengan besarnya tegangan air dalam tanah. Besarnya tegangan air menunjukkan

besarnya tenaga yang diperlukan untuk menahan air tersebut dalam tanah. Air

dapat menyerap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi

dan gravitasi, karena air higroskopik dan air kapiler.

Tanah tanah bertekstur liat, karena lebih halus maka setiap satuan berat

(gram) mempunyai luas pemukaan yang lebih besar sehingga kemampuan

menahan air dan menyediakan unsur hara lebih tinggi (Hardjowigeno, 2003).

Faktor-faktor kadar dan ketersedian air tanah sebenarnya pada setiap koefisien

umumnya bervariasi terutama pada tekstur tanah. Kadar air tanah bertekstur liat >

lempung > pasir misalnya pada tegangan 1/3 atm (kapasitas lapang) kadar air

tanah pada masing-masing adalah sekitar 55 %. Hal ini terkait dengan pengaruh

tekstur terhadap koloid tanah, ruang pori dan luas permukaan adsorbsi, yang

makin halus teksturnya dan makin banyak, sehingga makin besar kapasitas

simpan airnya. Hasilnya berupa peningkatan kadar dan ketersediaan air tanah

(Hanafiah, 2005).

2.5.2. Bobot Isi

Bobot isi (bulk density) menunjukkan bobot tanah kering persatuan volume

tanah (termasuk pori-pori tanah). Bobot isi berguna untuk evaluasi terhadap

kemungkinan akar menembus tanah. Pada tanah-tanah dengan Bobot isi yang

tinggi, akar tanaman tidak dapat menembus lapisan tanah tersebut. Nilai bobot isi

1,46 sampai 1,60 g/cm³ akan menghambat pertumbuhan akar karena tanahnya

memadat dan oksigen kurang tersedia sebagai akibat berkurangnya ruang pori

(29)

Universitas Sriwijaya Kerapatan lindak (bulk density) adalah bobot isi tanah kondisi lapangan yang

dikeringovenkan per satuan volume tanah. Tanah lapisan permukaan yang kaya

bahan organik dan gembur mempunyai kerapatan lindak lebih rendah dari lapisan

bawah yang pejal dengan kandungan humus rendah (Tambunan, 2008).

Metode analisis bulk density di laboratorium adalah sampel tanah (ring)

dimasukkan ke oven selama 24 jam dengan suhu 105º C, kemudian timbang berat volume tanah mineral berkisar antara 0,6 – 1,4 g/cm³. Tanah Andisol mempunyai

berat volume yang rendah (0,6-0,9 g/cm³), sedangkan tanah mineral lainnya mempunyai berat volume antara 0,8 – 1,4 g/cm³. Tanah gambut mempunyai berat

volume yang rendah (0,4-0,6 g/cm³) (Kurnia, et al., 2006).

2.5.3. Ruang Pori Total

Ruang pori total adalah volume dari tanah yang ditempati oleh udara dan

air. Persentase volume ruang pori total disebut porositas. Untuk menentukan

porositas, contoh tanah ditempatkan pada tempat yang berisi air sehingga jenuh

dan kemudian cores ini ditimbang. Perbedaan berat antara keadaan jenuh air dan

core yang kering oven merupakan volume ruang pori (Syamsuddin, 2012).

Porositas adalah proporsi ruang pori total yang terdapat dalam satuan

volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan

indicator drainase dan aerase tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup

mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara

leluasa (Tambunan, 2008). Semakin besar nilai porositas total tanah menunjukkan

pula daya simpan air secara maksimum oleh tanah tersebut semakin besar pula.

Kemampuan tanah dalam melewatkan air dan udara tidak selalu

berkolerasi erat dengan nilai pori totalnya, tetapi lebih dipengaruhi oleh persentase

sebaran ukuran pori. Jika sebaran ukuran pori suatu tanah didominasi oleh pori

berukuran besar (pori makro) maka pada umumnya tanah tersebut mempunyai

kemampuan menyimpan lengas yang rendah, tetapi tanah ini memiliki

kemampuan melewatkan air dan udara yang besar (Arifin, 2011).

2.5.4. Permeabilitas Tanah

Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk meneruskan air atau

(30)

tanah dalam suatu waktu dan umumnya dinyatakan dalam cm/jam (Foth, 1994).

Semua jenis tanah bersifat lolos air (permeable) dimana air bebas mengalir

melalui ruang-ruang kosong (pori-pori) yang ada diantara butiran-butiran tanah.

Tekanan pori diukur relatif terhadap tekanan atmosfer dan permukaan lapisan

tanah yang tekanannya sama dengan tekanan atmosfer dinamakan muka air tanah,

dibawah muka air tanah. Tanah diasumsikan jenuh walaupun sebenarnya tidak

demikian karena ada rongga-rongga udara (Syamsuddin, 2012).

Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata poripori

yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur

tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran

pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya (Syamsuddin, 2012). Daya

hantar hidraulika ditentukan oleh sejumlah faktor, termasuk ukuran pori dari

tegangan yang mengikat air. Untuk aliran air jenuh, tegangan kelembabannya

yang rendah dan akibat daya hantar sangat erat hubungannya dengan ukuran pori

tanah, tanah lempung daya hantarnya sangat rendah dibandingkan tanah pasiran.

Kecapatan aliran digolongkan seperti pada Tabel 2.1. Jika kadar air menurun

sampai kapasitas lapangan atau dibawahnya, daya hantar hidraulika yang sekarang

disebut daya kapiler yang disebut daya hantar kapiler menurun dengan cepat

(Bukman dan Brady, 1982).

Tabel 2.1. Kelas Permeabilitas Tanah (Sitorus et al., 1980)

Permeabilitas (cm/jam) Kelas

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dari partikel-partikel atau

fraksifraksi primer tanah yaitu pasir, debu, liat dan lempung atau di lapangan

dikenal dengan rasa kekasaran atau kehalusan dari tanah. Jika beberapa contoh

tanah ditetapkan atau dianalisa di laboratorium, maka hasilnya selalu

(31)

Universitas Sriwijaya ragam ukurannya, ada yang berukuran koloid, sangat halus, halus, kasar dan

sangat kasar (Syamsuddin, 2012). Ukuran dan kelas tekstur tanah dapat dilihat

pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Klasifikasi Tekstur Tanah Menurut Beberapa Sistem

ISSS USDA USPRA

Tekstur tanah dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif

biasa digunakan surveyor tanah dalam menetapkan kelas tekstur tanah di lapangan

(Kurnia, et al., 2006). Tekstur mencerminkan ukuran partikel tanah yang

dominan. Penetapan tekstur tanah di laboratorium dapat dilakukan dengan analisa

mekanis, yang umumnya dipakai metode pipet dan metode hydrometer

bouyoucus. Kedua metode ini didasarkan atas perbedaan kecepatan jatuhnya

partikel-partikel di dalam air. Selanjutnya hasil dari analisa laboratorium yang

berupa persentase dari fraksi tanah dimasukkan ke dalam diagram segitiga tekstur

USDA (Syamsuddin, 2012), seperti pada Gambar 2.2.

(32)

Tekstur tanah berhubungan erat dengan plastisitas, permeabilitas,

kekerasan, kemudahan olah, kesuburan dan produktivitas tanah pada daerahdaerah

geografis tertentu (Hakim, et al., 1986). Terjadinya peningkatan sejumlah liat

didalam sub soil ternyata dapat meningkatkan persediaan air dan unsur hara pada

zona tersebut. Tekstur dan struktur tanah adalah ciri fisik tanah yang sangat

berhubungan. Kedua faktor ini dijadikan parameter kesuburan tanah, karena

menentukan kemampuan tanah tersebut dalam menyediakan unsur hara.

2.5.6. Struktur Tanah

Struktur tanah adalah susunan butiran tanah secara alami menjadi agregat

dengan bentuk tertentu dan dibatasi oleh bidang-bidang (Haridjadja, 1980).

Struktur tanah juga dapat di definisikan sebagai gumpalan kecil dari

butiran-butiran tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat

terikat satu sama lain olehsuatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi

dan lain-lain. Dalam tinjauan morfologi, struktur tanah diartikan sebagai susunan

partikel-partikel primer menjadi satu kelompok partikel (cluster) yang disebut

agregat, yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang bebeda

dari sekumpulan partikel primer yang tidak teragregasi. Dalam tinjauan edafologi,

sejumlah faktor yang berkaitan dengan struktur tanah jauh lebih penting dari

sekedar bentuk dan ukuran agregat.

Hubungan tanah-tanaman, agihan ukuran pori, stabilitas agregat,

kemampuan teragregasi kembali saat kering, dan kekerasan (hardness) agregat

jauh lebih penting dari ukuran dan bentuk agregat itu sendiri (Handayani dan

Sudarminto, 2002). Pengukuran struktur tanah didekati dengan sejumlah

parameter. Beberapa parameter tersebut antara lain bentuk dan ukuran agregat,

agihan ukuran agregat, stabilitas agregat, persentase agregat, porositas, agihan

ukuran pori, dan kemampuan menahan air.

Menurut Utomo dan Dexter (1982) menyatakan bahwa macam-macam

struktur tanah adalah sebagai berikut:

1. Struktur tanah berbutir (granular)

Agregat yang membulat, biasanyadiameternya tidak lebih dari 2 cm.

Umumnya terdapat pada horizon A yang dalam keadaan lepas disebut

(33)

Universitas Sriwijaya 2. Kubus (Blocky)

Berbentuk jika sumber horizontal sama dengan sumbu vertikal. Jika sudutnya

tajam disebut kubus (angular blocky) dan jika sudutnya membulat maka

disebut kubus membulat (sub angular blocky). Ukuranya dapat mencapai 10

cm.

3. Lempeng (platy)

Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu vertikalnya. Biasanya

terjadi pada tanah liat yang baru terjadi secara deposisi (deposited).

4. Prisma

Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari pada sumbu horizontal. Jadi

agregat terarah pada sumbu vertikal. Seringkali mempunyai 6 sisi dan

diameternya mencapai 16 cm. Banyak terdapat pada horizon B tanah berliat.

Jika bentuk puncaknya datar disebut prismatik dan membulat disebut

kolumner.

Tanah yang bertekstur baik akan mempunyai drainase dan aerase yang baik

pula, sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman untuk berpenetrasi

dan mengapsorbsi hara dan air sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi lebih

baik. Dilapangan struktur tanah sendiri dideskripsikan menurut :

1. Tipe, indikator bentuk dan susunan ped, yaitu bulat, lempeng, balok, dan

prisma.

2. Kelas, indikator bentuk struktur yang terbentuk dari ped-ped penyusunnya

menghasilkan tujuh tipe struktur tanah.

3. Gradasi, indikator derajat agregasi, atau perkembangan struktur yang dibagi

menjadi:

a. Tanpa struktur, jika agregasi tidak terlihat atau terbatas, tidak jelas atau

berbaur dengan batas-batas alamiah.

b. Lemah, jika ped sulit terbentuk tetapi terlihat.

c. Sedang, jika ped dapat terbentuk dengan baik, tanah lama dan jelas, tetapi

tak jelas pada tanah utuh.

d. Kuat, jika ped kuat, pada tanah utuh jelas terlihat dan antar ped terikat

lemahnamun tahan jika dipindahkan dan hanya terpisah apabila tanah

(34)

Umumnya tanah yang dikehendaki tanaman adalah tanah yang berstruktur

remah dengan perbandingan bahan padat dan pori seimbang. Struktur tanah,

terutama mengandung debu dan lempung. Keduanya berpengaruh pada

pertumbuhan akar dan tanaman akan tetapi pengaruh struktur tersebut secara tidak

langsung yaitu melalui pengaruhnya terhadap pemampatan, kadar lengas, dan

temperatur tanah (Kohnke, 1968).

2.5.7. Warna Tanah

Warna tanah merupakan indikator dari bahan induk untuk tanah yang beru

berkembang, indikator kondisi iklim untuk tanah yang sudah berkembang lanjut

dan indikator kesuburan tanah atau kapasitas produktivitas lahan (Hanafiah

(2005).

Secara umum, dikatakan bahwa makin gelap tanah berarti makin tinggi

produktivitasnya, selain ada berbagai pengecualian, namun secara berurutan

sebagai berikut: putih, kuning, kelabu, merah, coklat-kekelabuan, coklat

kemerahan, coklat, dan hitam. Kondisi ini merupakan integrasi dari beberapa

pengaruh sebagai berikut :

1. Kandungan bahan organik yang berwarna gelap, makin tinggi kandungan

bahan organik suatu tanah maka tanah tersebut akan berwarna makin gelap.

2. Intensitas pelindihan (pencucian dari horison bagian atas ke horison bagian

bawah dalam tanah) dari ion-ion hara pada tanah tersebut, makin intensif

proses pelindihan menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang, seperti

pada horison eluviasi.

3. Kandungan kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah berwarna lebih terang.

Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah berfungsi sebagai penunjuk

dari sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah

umumnya dipengaruhi oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi

kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap. Sedangkan dilapisan bawah,

dimana kandungan bahan organik umumnya rendah.

Menurut Hardyatmo (1992), bahwa intensitas warna tanah dipengaruhi tiga

faktor berikut :

(35)

Universitas Sriwijaya 2. Kandungan bahan organik tanah

3. Kadar air tanah dan tingkat hidratasi.

Semakin tinggi kandungan bahan organik maka warna tanah makin gelap

(kelam) dan sebaliknya makin sedikit kandungan bahan organik tanah maka

warna tanah akan tampak lebih terang. Tanah dengan kadar air yang lebih tinggi

atau lebih lembab hingga basah menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap

(kelam). Sedangkan tingkat hidratasi berkaitan dengan kedudukan terhadap

permukaan air tanah, yang ternyata mengarah ke warna reduksi (gleisasi) yaitu

(36)

BAB 3

PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering milik masyakarat lokal yang berada

di Jalan Palembang-Prabumulih KM 32, Kelurahan Timbangan, Kecamatan

Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir.

Penelitian ini dilaksanakan Oktober sampai Desember 2015, meliputi :

observasi, pengambilan titik koordinat lokasi penelitian, pengamatan dan

pengambilan contoh tanah, analisis tanah dan penyusunan laporan. Analisis tanah

dilakukan di Laboratorium Fisika Kimia dan Biologi Jurusan Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Alat tulis

2) Cangkul 3) GPS 4) Kain Kasa 5) Kamera 6) Karet Gelang 7) Meteran 8) Plastik

9) Ring sample ( t=5 cm, d=5 cm) 10) Soil Munsel Color Chart 11) Alat –alat untuk analisis di laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

contoh tanah dan bahan-bahan kimia untuk analisis di laboratorium.

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus pada 6 kasus

kondisi, yaitu: 1) Hutan tidak terbakar, 2) Hutan terbakar, 3) Tanaman karet tidak

terbakar, 4) Tanaman karet terbakar, 5) Semak belukar tidak terbakar, 6) Semak

belukar terbakar. Kasus dalam penelitian ini digolongkan sebagai pelakuan alam.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dan

desain penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Semak belukar merupakan kawasan lahan kering yang ditumbuhi berbagai

vegetasi alami yang heterogen dan homogen yang tingkat kerapatannya jarang

hingga rapat. Kawan semak dan belukar didominasi vegetasi rendah (alami)

Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2010). Dalam penelitian ini adapun lokasi

vegetasi semak belukar didominasi oleh tumbuhan paku-pakuan dengan

(37)

Universitas Sriwijaya akasia. Dalam buku Klasifikasi Penutupan Lahan Standar Nasional Indonesia

(2010), hutan akasia merupakan hutan yang tumbuh berkembang pada habitat

lahan kering yang belum mengalami intervensi manusia dengan vegetasi dominan

berupa pohon akasia. Dalam hutan akasia yang diteliti ini diperkirakan tinggi

pohon > 5 meter. Lahan Perkebunan karet merupakan perkebunan homongen

dengan tanaman karet. Lahan karet yang diteliti adalah lahan karet yang belum

menghasilkan dengan umur 3,5 tahun.

3.3.1. Persiapan Sebelum Pekerjaan Lapangan

Pada tahap persiapan ini kegiatan yang dilakukan yakni:

1. Konsultasi pendahuluan

2. Studi pustaka

3. Pengumpulan data awal tentang lahan atau tempat penelitian

4. Menyiapkan peralatan yang akan digunakan di lapangan

3.3.2. Penentuan Blok Pengambilan Contoh Tanah

Penentuan blok penelitian dilakukan dengan syarat: jenis tanah sama, datar,

topografi seragam dan alami. Dalam penentuan blok tersebut, maka dibuat blok

disetiap titik penelitian dengan ukuran 2 x 2 m². Penentuan blok digunakan

dengan alat GPS (Global Positioning System). Perlakuan penentuan blok

pengambilan contoh tanah yaitu :

Blok 1 : Terletak pada hutan tidak terbakar (HTB)

Blok 2 : Terletak pada hutan terbakar (HTb)

Blok 3 : Terletak pada tanaman karet tidak terbakar (KTB)

Blok 4 : Terletak pada tanaman karet terbakar (KTb)

Blok 5 : Terletak pada semak belukar tidak terbakar (STB)

Blok 6 : Terletak pada semak belukar terbakar (STb)

Dalam 6 blok tersebut, masing-masing blok tersebut diberi ulangan

(38)

Perlakuan

Blok

1 2 3

HTB HTB1 HTB2 HTB3

KTB KTB1 KTB2 KTB3

STB STB1 STB2 STB3

HTb HTb1 HTb2 HTb3

KTb HTb1 KTb2 KTb3

STb STb1 STb2 STb3

Gambar 3.1. Desain Penelitian di Lapangan

3.3.3. Pengambilan Contoh Tanah Utuh dan Tanah Terganggu

Setelah penentuan blok selesai dilakukan, maka dilakukan pengambilan

contoh tanah utuh dan tanah terganggu. Pengambilan contoh tanah utuh dilakukan

menggunakan ring contoh tanah yang telah diberi label dengan ukuran tinggi 5

cm, diameter 5 cm. Contoh tanah utuh tersebut ditutup mengguanakan kain kasa

sebelum dianalisis di laboratorium. Kemudian Pengambilan contoh tanah Blok

Blok 20 cm

20 cm

20 cm

Blok

20 cm

20 cm

20 cm

(39)

Universitas Sriwijaya terganggu dilakukan dengan menggunakan cangkul dengan kedalaman 0-20 cm.

Contoh tanah terganggu ditaruh didalam plastik yang telah diberi label untuk

dikering anginkan lalu dianalisis di laboratorium.

3.3.4. Pengamatan Warna dan Struktur Tanah di Lapangan

Setelah dilakukan pengambilan contoh tanah utuh dan terganggu, tahap

selanjutnya adalah pengamatan warna tanah dan struktur tanah. Pengamatan

tersebut dilakukan pada tanah kedalaman 0-10 cm yang digali menggunakan

cangkul. Pengamatan Warna dilakukan dengan menyesuaikan Hue dan Value

tanah pada buku Soil Munsell Color Chart. Kemudian untuk pengamatan struktur

dilakukan dengan menyesuaikan bentuk struktur tanah dengan gambar yang

sebelumnya telah disediakan, kemudian ditentukan kelas strukturnya.

3.4. Peubah yang Diamati

Adapun peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

No Peubah Metode Satuan

6 Warna Soil Munsell Color Chart

7 Struktur Pengamatan dilapangan

3.5. Cara Kerja Penelitian 3.5.1. Kadar Air

1. Tanah yang diambil dari lapangan dengan ring contoh direndam sampai ¾

bagian dengan air tanah tadi direndam selama 24 jam.

2. Contoh tanah ditimbang dan diletakkan dicawan petri.

3. Contoh tanah dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105º selama 24 jam.

4. Setelah itu ditimbang kembali Bobot cawan petri, Bobot ring contoh, dan

(40)

Rumus :

BTBM = BTB - ( BC + BR) BTKM = BTK – ( BC + BR)

% Kadar Air (KA) = T − T

T x 100% Keterangan :

BTBM : Berat Tanah Basah Mutlak (gram)

BTKM : Berat Tanah Kering Mutlak (gram)

BTB : Berat Tanah Basah (gram)

BTK : Berat Tanah Kering (gram)

BC : Berat Cawan (gram)

BR : Berat Ring (gram)

Gambar 3.2. Analisis Kadar Air Tanah di Laboratorium

3.5.2. Bobot Isi dan Ruang Pori Total

1. Ring contoh yang akan digunakan ditimbang dengan neraca analitik (X gram).

2. Contoh tanah utuh diambil dari alapangan dengan menggunakan ring contoh

yang sudah ditimbang sebelumnya.

3. Contoh tanah direndam dengan ¾ air dalam baki selama 24 jam, dengan

tujuan menjenuhkan contoh tanah tersebut.

4. Kemudian contoh tanah ditimbang + ring contohnya untuk mendapatkan

Bobot basah tanah (Y gram).

5. Kemudian bobot tanah dihitung dengan X gram – Y gram.

Kerapatan Isi (BD) = e T

(41)

Universitas Sriwijaya Ruang Pori Total = 1- e I

e De y x 100%

Partikel Density, nilainya diasumsikan 2,65 g/cm³

3.5.3. Permeabilitas Tanah

1. Tanah diambil dari lapangan dengan ring contoh, kemudian direndam ¾

bagian selama 24 jam untuk mengeluarkan udara dari ruang pori tanah.

2. Setelah dilakukan perendaman, contoh tanah dimaskkan kedalam alat

permeabilitas.

3. Mengatur stopwatch selama 30 menit dilakukan pengukuran.

4. Airmengalir secara konstan, dan dilakukan pengukuran tinggi permukaan air.

5. Debit air ditampung menggunakan gelas ukur.

6. Setelah itu, dilakukan perhitungan permeabilitas dengan rumus.

(Syarief, 1988) sebagai berikut :

K = x

x

1 cm/jam

Dimana :

Q : Banyaknya air yang mengalir (ml)

t : Waktu (menit)

L : Tebal Contoh Tanah (cm)

h : Tinggi Permukaan Air (cm)

A : Luas Permukaan Contoh Tanah (cm²)

Data yang sudah diperoleh melalui pengukuran dilapangan dan analisis

laboratorium disajikan dalam bentuk deskripsi perbandingan pada kasus

kebakaran setiap vegetasi tersebut.

(42)

3.5.4. Tekstur Tanah

1. Timbang 50 g tanah kering udara dimasukkan ke cawan plastik ditambah

air suling 500 ml.

2. Ditambakan 10 ml calgon kedalam cawan contoh tanah.

3. Kemudian di kocok selama 30 menit.

4. Lalu dipindahkan kedalam tabun silinder dan dibilas dengan sprayer yang

berisi aquadest.

5. Setelah itu ditambahkan air sampai volumenya 1130 setelah dimasukkan

hydrometer.

6. Lalu dikocok selama 20 kali dengan alat pengocok, lalu masukkan

hydrometer kemudian diamkan 40 detik untuk pembacaan pertama.

Kemudian diamkan lagi hingga 120 menit untuk pembaca kedua pada

hydrometer.

Rumus :

% Pasir = [W- {R1+(T -20) x 0,4)}] x 2 % Liat = {R2 + (T -20)} x 2

% Debu = 100 % - (% Pasir + % Liat)

Keterangan :

W = Bobot Tanah

R1 dan R2 = Pembacaan pada Hydrometer

T = Suhu

(43)

Universitas Sriwijaya

Gambar 3.4. Analisis Tekstur Tanah di Laboratorium

3.5.5. Struktur Tanah

1. Segumpal tanah (contoh tanah) diambil dalam keadaan lembab sebesar 10³.

2. Gumpalan tersebut dipecahkan dengan menggunakan jari.

3. Gumpalan tanah tersebut dipecahkan hingga terdiri dari agregat atau gabungan

agregat.

4. Setelah itu, ditentukan bentuk, ukuran, dan konsistensinya.

3.5.6. Warna Tanah

Penentuan warna tanah diperlukan suatu patokan warna sebagai pembanding,

dengan menggunakan Munsell Soil Color Chart. Munsell Soil Color Chart yang

terdiri dari 9 kartu dengan hue antara kuning (yellow) dan merah (red)

berturut-turut mulai dari 5 Y, 2,5 Y, 10 YR, 7,5 YR, 5 YR, 2,5 YR, 7,5 R dan 5 R.

Masing-masing kartu disusun dengan interval value mulai dari 1 sampai dengan 8,

dan dengan interval chroma mulai dari 2 sampai 8 atau mulai 0 sampai 8 tanpa

angka 5. Makin tinggi value makin cerah warnanya, sedangkan makin besar angka

chroma makin besar intensitasnya.

Cara menentukan warna tanah adalah dengan membandingkan warna tanah

dengan warna pembanding dalam kartu Munsell Soil Color Chart, dengan

mendekatkan contoh tanah atau memasukkan contoh tanah ke dalam lubang yang

telah tersedia di dekat masing-masing kertas warna pembanding. Penulisan warna

(44)

Gambar 3.5. Kondisi Warna Tanah pada Pengamatan di Lapangan

3.6. Analisis Data

Data yang telah diperoleh melalui pengukuran dilapangan maupun data dari

laboratorium, dianalisis menggunakan analisa sidik ragam (uji F) untuk

mengetahui pengaruh dari kebakaran terhadap peubah yang diamati. Kemudian,

dikarenakan hasil tabel analisis sidik ragam menunjukkan berbeda nyata, maka

(45)

Universitas Sriwijaya

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Letak dan Luas Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini lahan yang digunakan adalah lahan kering yang terletak di

Kecamatan Indralaya Utara, yang secara geografis terletak diantara 2º55’LS -104°20’LS dan 104°20’BT - 104º48’BT.

Sebelah Utara : Kecamatan Kertapati dan Kec Banyuasin III Kab Banyuasin

Sebelah Selatan : Kecamatan Indralaya dan Kecamatan Tanjung Batu

Sebelah Barat : Kecamatan Kecamatan Gelumbang Kab Muara Enim

Sebelah Timur : Kecamatan Pemulutan dan Kecamatan Pemulutan Barat

Kecamatan Indralaya Utara memiliki luas wilayah administrasi 472,33 km2

atau 47.233 hektar. Jumlah Desa dan kelurahan yang ada di Kecamatan Indralaya

Utara adalah 15 Desa dan 1 Kelurahan. Desa terluas adalah: Desa Sungai

Rambutan yang luasnya mencapai 10.220 hektar, Desa Parit mencapai 6.515

hektar, dan Desa tersempit adalah Desa Soak Batok dengan luas 225 hektar dan

Purna Jaya dengan luas 575 hektar. Luas wilayah tersebut mewakili lokasi

penelitian yang terletak di Kelurahan Timbangan dengan luas 14,04 km².

(Sumber : oganilir.bps.go.id)

4.2. Jenis Tanah

Jenis tanah di Kelurahan Timbangan terdapat tanah rawa, gambut, mineral dan

ultisol podsolik merah kuning. Namun dalam penelitian ini jenis tanah yang

diteliti adalah jenis tanah mineral dengan luas 15 hektar.

4.3. Iklim dan Topografi

Iklim merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi seberapa

besar kebakaran terjadi, faktor iklim diantaranya adalah suhu, curah hujan dan

kelembaban. Untuk menentukan tipe iklim digunakan sistem Schmidt dan

Fergusson yaitu dengan didasarkan perbandingan rata-rata jumlah bulan kering

dan bulan basah yang dinyatakan dalam persen (%) atau nilai Q.

(46)

Kondisi iklim adalah tropis basah (tipe B). Dalam kondisi normal, musim

kemarau yang berkisar anatara bulan Mei- Oktober dan musim hujan berkisar

antara bulan November- April. Berdasarkan informasi dari Pemkab Ogan Ilir,

pada tahun 2015, musim kemarau terjadi sangat kering dan panjang yakni mulai

dari bulan Mei – November 2015. Curah hujan rata-rata berkisar antara 2600 mm hingga 3500 mm dan jumlah hari hujan 112 hari per tahun. Suhu udara harian

berkisar antara 22°C - 34°C. Rata-rata kelembaban harian berkisar antara 61%

sampai 97% serta kemiringan lereng mencapai 1-10º (datar). Dengan melihat

kondisi iklim tersebut, kebakaran hutan dan lahan akan sangat rentan terjadi.

4.4. Kronologis Kebakaran Hutan dan Lahan

Kronologis kebakaran juga menjadi salah satu hal yang penting untuk

dipertimbangkan sebelum dilakukan analisis dampak-dampak kebakaran hutan

dan lahan. Sebagai contoh adalah waktu terbakar, lama terbakar, dan jenis

vegetasi yang terbakar. Lokasi penelitian1 ditunjukkan dalam Gambar 4.1 berikut :

Gambar 4.1. Kondisi Vegetasi Tidak Terbakar dan Terbakar pada Lokasi Penelitian

1HTB : Hutan Tidak Terbakar, KTB : Karet Tidak Terbakar, STB : Semak Tidak Terbakar.

HTb : Hutan Terbakar, KTb : Karet Terbakar, STb : Semak Terbakar

HTB KTB

STb KTb

HTb

(47)

Universitas Sriwijaya Kebakaran adalah kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat

dari oksigen dengan unsur-unsur lain dan ditandai dengan panas, cahaya serta

biasanya menyala (Kusuma, 2001). Pada lahan penelitian ini, kebakaran hutan dan

lahan merupakan faktor aktivitas manusia yang disengaja guna pembersihan lahan

untuk pembukaan lahan baru. Namun, karena kekeringan parah yang terjadi pada

bulan Mei – November 2015, aktivitas pembakaran tersebut menjadi tidak terkendali yang kemudian merambat hingga kelahan perkebunan karet yang

terletak dekat dengan lahan kosong semak belukar maupun hutan tersebut.

Kebakaran yang terjadi pada lokasi penelitian ini tidak berlangsung secara

bersamaan. Melalui wawancara kepada Bapak Baskoro (pemilik lahan),

menyatakan bahwa kawasan semak belukar dan karet terbakar sekitar bulan juni

2015, dan diperkirakan kawasan semak belukar terbakar terhitung sudah 2-3 kali

terbakar setiap tahun. Namun kawasan karet terbakar hanya 1 kali karena unsur

yang tidak disengaja. Pada vegetasi hutan dibakar Agustus – Oktober, bermaksud untuk pembukaan lahan baru.

4.5. Dampak Kebakaran Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.5.1. Kadar Air Tanah

Kondisi kadar air tanah menjadi suatu hal yang sangat penting

diperhatikan dalam tanah. Berdasarkan uji BNJ juga menunjukkan bahwa proses

pembakaran dalam penelitian ini tidak memberikan perubahan yang nyata sifat

fisik tanah. Tidak adanya perbedaan yang nyata pada kadar air tersebut diduga

karena nilai kadar air pada tanah pada vegetasi tidak terbakar tidak berbeda secara

signifikan dengan kadar air pada vegetasi yang terbakar. Hal tersebut dapat

dijelaskan lebih lanjut melalui hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pada

hutan tidak terbakar kondisi kadar air tanah tinggi. Kadar air pada hutan pada saat

tidak terbakar adalah sebesar 31,23%. Namun, setelah terjadi kebakaran pada

hutan, kondisi kadar air tanah relatif menjadi berubah. Kondisi kadar air pada

hutan setelah terjadi kebakaran menjadi menurun menjadi 18,66%. Kadar air pada

karet tidak terbakar menurun dari 32,37% menjadi 19,23%. Kemudian pada

tanaman semak belukar, kondisi kadar air pada semak tidak terbakar adalah

Gambar

Tabel 2.1. Kelas Permeabilitas Tanah (Sitorus et al., 1980)
Tabel 2.2. Klasifikasi Tekstur Tanah Menurut Beberapa Sistem
Gambar 3.2. Analisis Kadar Air Tanah di Laboratorium
Gambar 3.3. Pengukuran Permeabilitas di Laboratorium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kelompok siswa dituntut agar saling menghargai antar satu sama lain, tidak terbatas oleh peringkat kelas rendah, sedang atau pun tinggi. Jadi dalam kelompok itu

Dari beberapa keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Aisyah adalah istri yang paling dekat dengan Rasulullah, ia selalu taat kepada suami, ia paling memahami

Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini mendeskripsikan pembentukan kalimat tanya dan makna kalimat tanya yang digunakan dalam novel Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur!

Dapat dikatakan Bangsa Arab pra Islam merupakan masyarakat yang berperilaku bebas dan tak bermoral. Karena itu untuk mempersatukan masyarakat Arab dan Yahudi di Madinah

Dalam pada itu juga, segala pemasalahan yang dihadapi oleh pihak pengurusan sistem pengangkutan awam terutamanya LRT serta Jabatan Perancangan Bandar dan Desa

Secara umum rancangan arsitektur aplikasi penjualan pulsa online yang akan dikembangkan dapat digambarkan dengan gambar 3.1. Admin menginputkan data pulsa. Seluruh data

DOS merupakan kumpulan dari beberapa perintah dalam komputer yang berperan untuk mendukung dan menyatukan kerja perangkat keras dengan perangkat lumak dalam satu sistem