• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN KAWASAN PERUMAHAN DAN DESAIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERENCANAAN KAWASAN PERUMAHAN DAN DESAIN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MEMPERKENALKAN KONSEP ‘PERENCANAAN PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN’

DALAM PENDIDIKAN TINGGI ARSITEKTUR

Ir. Udjianto Pawitro, MSP., IAP., IAI.

Jurusan Teknik Arsitektur – FTSP – Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung Gedung 17 Lantai 1 Jalan PH Hasan Mustopha 23 Bandung 40124

e-mail: udjianto_pawitro@yahoo.com / udjianto@itenas.ac.id

ABSTRAK

Pada tahun 1984 yang lalu, UNEP (United Nations for Environmental Program), yaitu badan PBB tentang Lingkungan hidup, telah mengagendakan tentang ‘Pembangunan Berkelanjutan’ (Sustainable Development). Dalam agenda yang berskala global tersebut, para Negara-negara anggota PBB diminta untuk memperhatikan secara sungguh-sungguh aspek ‘lingkungan hidup’ didalam kerangka pembangunan yang dilaksanakan di negaranya. ‘Pembangunan berkelanjutan’ adalah suatu bentuk konsep (dasar pemikiran) yang lebih memperhatikan aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan generasi mendatang dalam kegiatan pembangunan disamping aspek-aspek lain seperti: politik, social, ekonomi, dsb.

Karena pengaruhnya yang cukup luas serta desakan yang besar (terutama dari negara-negara sedang berkembang), maka pada saat sekarang ini konsep perencanaan ‘Pembangunan berkelanjutan’ bukan hanya sebatas konsepsi bagi para pengambil kebijakan dan para pengambil keputusan. Oleh karena itu memperkenalkan konsep perencanaan ‘pembangunan berkelanjutan’ pada khalayak luas, ada baiknya untuk diperkenalkan terlebih dahulu kepada pendidikan tinggi yang relevan dengan hal itu. Pendidikan tinggi arsitektur, merupakan pendidikan tinggi yang bertujuan untuk merencanakan dan mewujudkan bangunan (gedung) dan lingkungan binaan yang aman, nyaman dan serasi.

Dengan adanya upaya memperkenalkan konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ pada pendidikan tinggi arsitektur, diharapkan pada masa mendatang akan terwujud peran sarjana arsitektur yang lebih meningkat dalam mewujudkan lingkungan binaan bagi masyarakat luas dan adaptif dengan lingkungan sekitar.

Kata Kunci : pembangunan berkelanjutan, pendidikan tinggi arsitektur

1. LATAR-BELAKANG.

Sejak Perang Dunia ke–2 usai di tahun 1949-1950, banyak negara melakukan kegiatan pem-bangunan untuk merehabilitasi sarana-sarananya yang telah rusak. Demikian pula di Indonesia, era pasca perang dunia ke-2 ditandai dengan mulai dirintisnya rencana pembangunan skala nasional yang disebut Rencana Pembangunan Semesta dilakukan sekitar tahun 1960. Di banyak negara-negara di dunia kegiatan pembangunan menjadi salah satu bagian yang terpisahkan dari kegiatan Negara tersebut untuk membangun infrastruktur daerah, meningkatkan sarana-sarana umum masyarakat serta untuk meningkatkan taraf kesejahteraan dari rakyatnya.

Pada tahun 1960 hingga 1970-an, dunia seolah terbagi menjadi tiga blok utama dari segi politik, yaitu: (a) blok Barat, dengan motor utamanya adalah: Amerika Serikat, Inggris dan Perancis. (b) blok Timur, dengan motor penggeraknya adalah: Uni Soviet dan China serta (c) Negara-negara Non-Blok, yaitu Negara-negara yang tidak memihak pada blok Barat maupun blok Timur, yang sebagian besar merupakan Negara-negara sedang berkembang. Hal diatas dapat terjadi, karena situasi politik dunia ketika itu meruncing dan sengaja mempertentangkan politik blok Barat yang menganut paham Kapitalis, dan blok Timur yang menganut paham Sosialis-Komunis.

Perkembangan selanjutnya, sejak 1970 hingga 1990-an, kondisi pembangunan di berbagai Negara di banyak belahan dunia banyak menekankan aspek ekonomi sebagai aspek yang terpenting guna meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat luas. Tokoh-tokoh ekonomi serta pakar bidang ekonomi tingkat dunia, banyak diminta untuk menjadi penasehat-penasehat para pimpinan negara,

(2)

terutama para pemimpin Negara-negara sedang berkembang, Pengaruh dari hal-hal tersebut diatas, adalah: kegiatan pembangunan yang dilaksanakan lebih menjadikan aspek ekonomi (economical aspect) sebagai komando yang pengaruhnya cukup besar pada implementasi di lapangan.

Kegiatan pembangunan di banyak Negara, termasuk Negara-negara sedang berkembang, pada era 1970 – 1990-an, lebih menekankan pembangunan dengan madzhab ekonomi sebagai pengerak utama dari kegiatan pembangunan. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang secara langsung berkaitan dengan eksplorasi dan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA), seperti : kehutanan, perkebunan dan pertanian, perikanan dan kelautan, dilakukan sebagian besar untuk maksud/tujuan mendapatkan keuntungan ekonomis semata. Demikian pula pembangunan yang bergerak di bidang: pertambangan dan energi, penambangan mineral dan minyak, pada kenyataannya dapat pula merusak ‘lingkungan hidup’ yang dapat mengganggu keseimbangan ekologis.

Di awal era 1980-an, tepatnya di tahun 1984, badan PBB bidang lingkungan hidup (UNEP = United Nation for Environmental Program), telah melihat bahwa di banyak Negara dibelahan dunia ini, telah dan tengah terjadi proses pengrusakan lingkungan hidup akibat kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Kerusakan lingkungan hidup di berbagai kawasan dunia ini, pada saat itu telah sampai situasi yang cukup memprihatinkan. Oleh karena itu, UNEP telah mengagendakan konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ (Sustainable Development). Dalam agenda yang berskala global tersebut, para Negara-negara anggota PBB diminta untuk memperhatikan secara sungguh-sungguh aspek ‘lingkungan hidup’ didalam kerangka pembangunan yang dilaksanakan di negaranya.

Topik tentang ‘lingkungan hidup’ pada saat sekarang ini (terlihat sejak tahun 1990-an hingga sekarang) menjadi semakin popular dan semakin penting dan menjadi salah satu topik yang mendapat perhatian dari sebagian besar warga dunia. Topik ‘lingkungan hidup’ ini bergulir terus menjadi topic mendunia karena dipicu oleh banyaknya kerusakan lingkungan hidup yang tengah terjadi, ditambah pula dengan terjadinya krisis energi (terutama energi BBM) di tahu 1974. Terjadinya kerusakan lingkungan ekologis diatas salah satu penyebabnya adalah eksploitasi lingkungan hidup yang berlebihan (melampaui batas) demi tujuan-tujuan ekonomi.

Topik tentang lingkungan hidup juga menjadi perhatian dunia, setelah terjadinya kerusakan lingkungan di berbagai belahan dunia, seperti terjadinya pengrusakan hutan tropik yang cukup serius di kawasan: Afrika Utara, Afrika Tengah, Amerika Selatan, Asia Tengah dan sampai Asia Tenggara. Pemerintah di kawasan-kawasan tersebut menilai bahwa keuntungan ekonomis dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan, tidak sebanding dengan kerusakan ekologis yang telah terjadi Kegiatan ‘penebangan liar’ hutan tropis dan kegiatan ‘pembakaran liar’ hutan untuk tujuan pertanian, pada kenyataannya merusak lingkungan ekologis.

Kondisi kerusakan lingkungan ekologis yang memprihatinkan kita semua ini, juga menjadi hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan terutama sekali dalam pererncanaan kegiatan pembangunan. Sejak tahun 1984 yang lalu, PBB melalui UNEP mengagendakan konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ (Sustainable Development), dimana dalam kegiatan pembangunan perlu mempertimbangkan aspek ‘lingkungan hidup’ di samping aspek-aspek lainnya. Salah satu tujuan dari konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ ini adalah tercaspainya keserasian pembangunan dengan tidak banyak merusak lingkungan hidup yang berfungsi sebagai eko-sistem bagi kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.

2. ‘PEMBANGUNAN BERKENJUTAN’ SEBAGAI KONSEP PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN YANG TANGGAP TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP.

Apa itu konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan'? ‘Pembangunan Berkelanjutan’ (Sustainable Development) adalah suatu konsep dalam kegiatan pembangunan yang didalamnya memperhatikan aspek ‘lingkungan hidup’ (ecological aspect) sebagai salah satu aspek penting dalam pertimbangan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan. Konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ ini adalah suatu konsep dimana selain aspek lingkungan hidup yang perlu untuk dipertimbangkan dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Didalamnya juga menekankan adanya aspek ‘keberlanjutan’ yang melibatkan lingkungan hidup tempat tinggal manusia dan makhluk hidup lainnya serta keberlangsungan generasi mendatang dalam kegiatan pembangunan yang dilaksanakan.

(3)

Pemerintah (Government), pihak Swasta (Private) maupun pihak Masyarakat (Community) di wilayah tertentu, dengan memperhatikan aspek lingkungan (ekologis) sebagai salah satu aspek penting dalam pertimbangan disamping aspek-aspek lain (seperti: sosial, ekonomi, budaya, politik, dsb.). Aspek lingkungan dimaksud, ditujukan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup tempat manusia dan mahluk lain hidup, serta menjaga pula keberlangsungan pada generassi mendatang dari pembangunan yang dilaksanakan.

Karena itu, di dalam konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan, bukan saja menyangkut kegiatan pelaksanaan/ konstruksi pembangunan di lapangan semata, tetapi juga menyangkut tahapan perencanaan (awal) kegiatan pembangunan hingga tahapan pemantauan dan pengawasan di lapangan. Secara garis besar definisi ‘sustainable development’ diartikan sebagai: ‘Sustainable Development is the development which meets the needs of the present without compromising the ability of future generation to meet their own needs……’. (lihat definisi dari WCED = World Comission on Environment and Development – 1987). Dengan demikian, konsep pembangunan ini akan lebih memperhatikan kebutuhan generasi mendatang sebagai pewaris dari kehidupan kita sekarang.

Apa implikasi dari diterapkannya konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ pada kegiatan pembangunan? Dari definisi yang dikeluarkan oleh UNEP, bahwa kegiatan pembangunan yang berkelanjutan ini setidaknya meliputi tiga pilar utama penting, yang saling berkaitan, berhubungan dan saling mempengaruhi. Adapun ketiga pilar utama dalam konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ ini adalah: (1) Pilar Lingkungan (Environmental), (2) Pilar Ekonomi (Economical) dan (3) Pilar Sosial – Kemasyarakatan (Social & Community). Dengan demikian, dalam konsep pembangunan berkelanjutan’ ini aspek lingkungan mendapat prioritas yang penting disamping aspek lainnya terutama aspek ekonomi dan aspek sosial-kemasyarakatan.

Dalam pilar lingkungan (1) terdapat pokok-pokok pemikiran yang perlu diperhatikan, didalamnya terdiri dari: (a) integritas eko-system, (b) daya dukung lingkungan (carrying capacity), (c) ke-aneka-ragam-an hayati (bio-diversity). Sedangkan dalam pilar ekonomi (2), terdapat pokok-pokok pemikiran yang perlu untuk dipertimbangkan / diperhatikan, yaitu: (a) aspek pertumbuhan ekonomi (economical growth), (b) tingkat produktifitas ekonomi, dan (c) adanya ‘efek menetes kebawah’ (the trickle down effect). Serta pada pilar yang terakhir “Sosial-Kemasyarakatan’ (3), terdapat pokok-pokok pemikiran, yang terdiri dari: (a) adanya Identitas budaya setempat, (b) adanya ‘pemberdayaan masyarakat’ (community empowerment), (c) aksesibilitas pada lingkungan masyarakat, dan (d) adanya kesetaraan (equity) sosial dalam masyarakat. (lihat : http://www.unep.org / sustainable-development / concept.html.)

Sejak diagendakannya konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ oleh UNEP di tahun 1984, banyak para pemimpin Negara-negara di dunia (terelebih di negara-negara sedang berkembang), merasakan galau karena sejak saat itu, paradigma dalam kegiatan pembangunan mesti memperhatikan dan mempertimbangkan ‘aspek lingkungan’ (ecological aspect) sama dan setara pentingnya dengan aspek-aspek lain. Demikian pula dengan diagendakan konsep itu, pimpinan negara-negara anggota PBB, secara terpaksa ataupun dengan rela-hati, mesti meng-adopsi konsep tersebut didalam kegiatan pembangunan di negaranya.

(2) PILAR ‘EKOLOGI’:

a) Aspek ‘Integrity of Eco-system’. b) Aspek ‘Carrying Capacity’. c) Aspek ‘Bio-Diversity’.

(1) PILAR ‘EKONOMI’: (3) PILAR ‘SOSIAL-MASYARAKAT’: a) Aspek ‘Economical Growth. a) Aspek ‘Enpowerment’.

b) Aspek ‘Productivity’. b) Aspek ‘Acessibility’.

c) Aspek ‘Trickle Down Effect’. c) Aspek ‘Equity’ in Community. d) Aspek ‘Local Identity’.

(4)

Dampak lain dari di-agenda-kannya konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ ini oleh negara Indonesia, maka kita secara bersama-sama (baik pihak Pemerintah, pihak Swasta/Private maupun pihak Masyarakat), harus semakin menyadari tentang pentingnya aspek lingkungan hidup dalam

kegiatan pembangunan. Pokok-pokok pemikiran yang tercantum dalam pilar lingkungan’ dari konsep‘sustainable development’ ini setidaknya menyangkut tiga hal penting, yaitu: (a) aspek perhatian terhadap ‘integritas eko-system’, (b) aspek pertimbangan ‘daya dukung’ lingkungan (carrying capacity) dan (c) aspek pertimbangan dalam ‘ke-aneka-ragam-an hayati (bio-diversity). Dengan demikian, semua pihak yang merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembangunan – akan lebih hati-hati, cermat, peka dan bijak terhadap aspek lingkungan hidup.

Dengan memperhatikan latar belakang, sejarah, maksud dan tujuan dari di-agendakan-nya konsep ‘Pembangunan Berfkelanjutan’ oleh UNEP di tahun 1984 dimaksud, maka kita dapat belajar banyak dari sejarah, mengapa terjadi kerusakan lingkungan hidup?, di berbagai negara di belahan dunia ini. Salah satu penyebabnya adalah kegiatan pembangunan yang ber-sikap ‘rakus’ pada eksploitasi ‘sumber daya alam dan lingkungan’ – dimana pada dasarnya ekologi itu sendiri mempunyai ambang batas. Penyebab lainnya yang juga penting untuk diketahui, yaitu kegiatan pembangunan yang sangat menekankan aspek ekonomi, menyebabkan lingkungan hidup-pun menjadi rusak dan hancur. Mempertimbangkan berbagai aspek (termasuk didalamnya aspek lingkungan) dalam kegiatan pembangunan, akan membawa kegiatan pembangunan itu ke arah kemaslahatan.

3. KEGIATAN ‘PERENCANAAN’ (PLANNING) DALAM PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN.

Secara terminologi, istilah ‘Pembangunan’ (Development) diartikan sebagai suatu kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan atau membangun suatu bidang tertentu, yang diarahkan oleh maksud / tujuan dalam perencanaan serta diadakan pemantauan atau pengawasan selama pelaksanaan itu dikerjakan. Istilah ‘Pembangunan’ ini sudah dikenal luas terutama oleh para sarjana bidang perencanaan dan pelaksanaan, seperti misalnya: sarjana ekonomi pembangunan, sarjana teknik arsitektur, sarjana teknik planologi, sarjana teknik sipil, dsb. Istilah Pembangunan (Development) berkaitan erat dengan kata-kata ‘bangun-membangun’ atau ‘rancang-bangun’ atau-pun ‘rencana dan rancang serta membangun’.

Pengertian ’pembangunan’ dalam wawasan yang lebih luas, yaitu pada pengetahuan / mata kuliah ‘Manajemen Pembangunan’ (diberikan pada bidang teknik maupun ekonomi), istilah pembangunan diartikan sebagai berikut: ‘Pembangunan (Development) adalah meliputi rangkaian kegiatan-kegiatan yang terdiri dari: (a) Perumusan Kebijakan dan Misi/Visi kegiatan (Policy and Mission Formulation), (b) Penyusunan Rencana & Pembuatan Program (Planning & Programming), (c) Pelaksanaan / Pendirian Pembangunan di Lapangan (Construction), (d) Pengawasan dan Pemantauan (Supervision & Monitoring), dan (e) Penilaian dan Evaluasi kegiatan (Evaluation). Rangkaian kegiatan-kegiatan ini merupakan suatu rangkaian yang membentuk siklus serta memerlukan waktu, daya dan sumber lainnya untuk dapat mewujudkannya. (lihat – Bintoro – 1976).

Dalam kegiatan pembangunan (development activity), semua tahapan dalam pembangunan, mempunyai fungsi dan peran masing-masing yang menentukan, misalnya tahapan perencanaan dan pembuatan program mempunyai peran yang juga penting disamping tahapan pengawasan dan pemantauan pembangunan. Demikian pula dengan tahapan penilaian dan evaluasi pembangunan, hal ini tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan pelaksanaan / pendirian pembangunan (construction) di lapangan. Oleh karena itu dalam meng-adopsi konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ dalam kegiatan pembangunan, semestinya dimulai dari tahapan merumuskan kebijakan dan visi/misi pembangunan yang akan dilaksanakan.

Sedangkan kegiatan ‘perencanaan’ (planning)dalam rangkaian kegiatan / proses pembangunan yang berkelanjutan adalah kegiatan merencanakan kegiatan pembangunan serta menyusun program kegiatan pembangunan yang didasarkan atas konsep ‘sustainable development’. Dalam tahapan perencanaan, bentuk-bentuk kegiatan yang mesti dilakukan antara lain meliputi: (a) melakukan re-view terhadap produk-produk ‘kebijakan’ (policy) terkait, (b) melakukan re-view terhadap produk-produk tujuan dan sasaran serta strategi terkait, (c) melakukan pembuatan rencana makro dan mikro tentang kegiatan pembangunan (bidang tertentu) sampai (d) melakukan penyusunan program-program kegiatan (bidang tertentu) yang lebih rinci.

(5)

yang ingin diterapkan. Juga melihat potensi (kekuatan) serta kemampuan (ability) dari rencana yang kita susun dengan besar atau banyaknya sumber-sumber daya dan dana yang dialokasikan untuk hal tersebut. Kegagalan atau ketidak-berhasilan penyusunan rencana kegiatan antara lain diakibatkan oleh kurang jelasnya benang-merah antara kebijakan (policy) yang akan kita jalankan dengan rumusan rencana kegiatan yang akan sedang kita susun. Bahkan di banyak rencana kegiatan, seringkali ‘sulit’ atau ‘samar’ melihat hubungan antara kebijakan (policy) yang telah ditetapkan dengan rencana-program yang dibuat / disusun.

Demikian pula dalam tahapan perencanaan dalam pembangunan yang berkelanjutan, perlu-lah pihak-pihak perencana (sepertri misalnya: Bappeda, Baperko,dsb.) beserta dinas-dinas terkait (misalnya: Dinas Pertanian-Perkebunan, Perhutani, Dinas Tata Kota, Dinas Pengairan, Dinas Bina-Marga, dsb) melakukan re-view bersama tentang ‘pilar-pilar utama’ dari konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ dimaksud. Salah satu pilar penting dari konsep ‘sustainable development’ dimaksud, antara lain berisi tiga aspek penting dalam ‘Pilar Lingkungan’, yaitu meliputi: (a) aspek ‘integritas eko-system’, (b) aspek ‘daya dukung lingkungan’ (carrying capacity) dan (c) aspek ‘keaneka-ragaman’ hayati (bio-diversity).

Dengan memperhatikan pilar-pilar utama dari konsep ‘sustainable development’ diatas, maka semua pihak dari pelaku-pelaku pembangunan di Indonesia, akan mengenal, memahami dan menyadari pentingnya aspek ‘lingkungan hidup’ (ecological aspect) dalam penyusunan rencana kegiatan atau penyusunan program dalam kegiatan pembangunan yang akan dibuat. Kegiatan re-view bersama antara agensi perencana pembangunan dengan dinas-dinas terkait akan sangat berguna / bermanfaat untuk melihat adanya kaitan atau hubungan (benang-merah) antara tingkat kebijakan (policy) yang tengah ditetapkan dengan rencana-rencana kegiatan pembangunan yang tengah disusun.

Melihat definisi dari konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ dari UNEP-1984 maupun WCED-1987 maka kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di negara-negara anggota PBB, meliputi seluruh pihak atau pelaku pembangunan. Dalam kegiatan pembangunan, menurut Prof. Ir. Hasan Poerbo, MCD. (alm), dikenal tiga pelaku utama kegiatan pembangunan. Ke-tiga pelaku utama kegiatan pembangunan itu adalah: (a) Sektor Pemerintah (Government Sector), yang terdiri dari Lembaga / Badan / Unit Pemerintahan di Tingkat Pusat maupun Daerah, (b) Sektor Swasta (Private Sectors), yang terdiri dari Badan /Lembaga / Unit Swasta dalam bentuk badan usaha atau badan pengelola swasta. Serta (c) Sektor Masyarakat (Community Sectors) yang terdiri dari : perseorangan anggota masyarakat atau-pun kelompok-kelompok masyarakat. (lihat Kuswartojo, Tjuk, 1999).

4. MEMPERKENALKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PADA DIKAN TINGGI ARSITEKTUR.

Mengapa perlu memperkenalkan perencanaan ‘pembangunan berkelanjutan’ pada dunia pendidikan tinggi di tanah air Indonesia? Pada dasarnya adalah: jika kita dalam hal ini negara dan bangsa Indonesia, sudah meng-adopsi konsep tentang konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ (sustainable development) dalam seluruh kegiatan pembangunan yang direncanakan atau dilaksanakan. Maka konsekuensi dari hal tersebut adalah secara serempak pemerintah pusat perlu mengadakan sosialisasi kepada masyarakat luas dan membuat kebijakan berkaitan dengan pembangunan yang mempertimbangkan aspek ‘lingkungan hidup’ disamping aspek-aspek pembangunan lainnya. Sosialisasi serempak dan menyeluruh tentang peng-adopsi-an konsep ‘sustainable development’ ini diperlukan semua pihak dan sekaligus akan memberi arahan kepada para pelaku pembangunan di Indonesia untuk masa datang.

Komitmen Indonesia dalam meng-adopsi konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ pada dasarnya merupakan komitmen terhadap badan dunia PBB maupun terhadap generasi mendatang di masyarakat luas Indonesia sendiri. Pihak pemerintah melalui badan penyelenggara pemerintahan, juga badan usaha / perusahaan milik negara, badan penyelenggara riset dan pendidikan – dituntut untuk mensosialisasikan pokok-pokok pemikiran dari konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ diatas. Perhatian pemerintah terhadap pelestarian alam lingkungan sekitar (lingkungan hidup) menjadi satu hal yang dipertaruhkan dimata dunia, jika seandainya pelaksanaan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia, sering dan banyak menimbulkan kerusakan lingkungan ekologis.

(6)

(Perguruan Tinggi) untuk turut serta berperan mensosialisasikan hal tersebut. Begitu pentingnya memperhatikan aspek ‘lingkungan’ yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan erat dengan proses pembangunan, menjadikan hal tersebut sebagai hal yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya di dunia pendidikan. Pada banyak negara, dunia pendidikan (terutama universitas) menjadi ujung-tombak tentang pentingnya kajian aspek lingkungan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari terutama di negara sudah maju.

Usaha untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat luas pada aspek lingkungan, sudah mulai terlihat sejak tahun 1992, dimana dalam kurikulum SD (sekolah dasar) telah tercantum mata pelajaran wajib, yaitu: PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup). Demikian pula untuk tingkat Perguruan Tinggi, terutama sekali yang berkaitan dengan bidang perencanaan pembangunan, pemerintah pusat memberi arahan untuk diberlakukannya wawasan tentang lingkungan hidup. Di beberapa perguruan tinggi, wawasan tentang lingkungan hidup ini diberikan di tingkat I (semester 1 atau 2) berupa: mata kuliah ‘Ilmu Lingkungan’ (Ecology). Pada banyak Perguruan Tinggi baik Negeri maupun Swasta hingga saat ini telah banyak didirikan PSL-PSL (= Pusat Studi tentang Lingkungan), yaitu pusat kajian/penelitian yang berkaitan dengan bidang lingkungan hidup atau ekologi.

Bagaimana uapaya kita didalam mengenalkan konsep ‘lingkungan berkelanjutan’ dan konsep pembangunan berkelanjutan’ terutama di pendidikan tinggi bidang Arsitektur? Pada program pendidikan S1 (Sarjana), pengenalan dan pemberian materi tentang ‘aspek lingkungan’ banyak diberikan dalam mata kuliah ‘Ilmu Lingkungan’ (Ekologi) yang diberikan sebagai mata kuliah waji pada tahun 1 (semester 1 atau 2). Sedangkan pengenalan dan pemberian materi berupa wawasan tentang pentingnya aspek ‘lingkungan’ dalam kegiatan ‘pembangunan yang berkelanjutan’ – biasanya diberikan secara implicit pada berbagai mata kuliah. Misalnya: aspek ekologi dalam penyusunan rencana tata-ruang diberikan pada mata kuliah: Perencanaan Pembangunan dan / atau Pranata Pembangunan. Khusus untuk topik atau materi khusus yang mendalam misalnya tentang ‘Pembangunan Berkelanjutan’ diberikan pada program studi S2 (Pascasarjana) dengan nama mata kuliah : ‘Pembangunan Berkelanjutan’ yang ada pada program studi S2 Jurusan Teknik Arsitektur, Teknik Planologi, Teknik Lingkungan / Ilmu Lingkungan dan Studi Pembangunan.

Pada beberapa perguruan tinggi bidang Arsitektur, pihak pengelola pendidikan tinggi-nya, berupaya keras untuk membuat spesifikasi / karakteristik khas dari program studinya. Ada yang lebih menekankan pada aspek keberlanjutan ekologis / lingkungan (Universitas Budi Luhur – Jakarta Selatan), ada yang menekankan pada kawasan pesisir dan pantai (Institut Teknologi 10 November ’45 Surabaya), ada yang member penekanan pada masalah sarana dan prasarana dasar (Teknik Sipil – ITB), dsb. Demikian pula untuk perguruan tinggi (negeri) di wilayah Indonesia Tengah dan Timur, seperti: Universitas Hasanuddin, Makassar dan Universitas Patimura, Ambon – memberi penekanan pada aspek ekologi dari lingkungan pesisir pantai dan lingkungan kelautan.

Pada hal-hal yang lebih detail berkaitan dengan kurikulum dan struktur materi kuliah, masalah lingkungan hidup dan aspek ekologis, sudah seharusnya dipersiapkan pada kurikulum program studi terkait. Pendidikan tinggi Arsitektur, sesuai dengan jenis pendidikannya yang akan melahirkan sarjana teknik bidang arsitektur dan sekaligus mencetak profesi arsitek, mempunyai posisi dan peran yang penting dalam merencanakan hingga membangun karya arsitektur (bangun-bangunan) hingga dalam bentuk sarana umum (public facillity) bahkan terhadap penataan – pengaturan lingkungan binaan (build environment).

Skala atau besaran ruang yang dikelola oleh seorang aresitek, pada dasarnya mulai dari skala bangunan (the building scales), lalu berkembang ke skala banyak-bangunan (the multi-building scales), kemudian berkembang hingga skala perumahan atau permukiman (housing and human settlement scales) bahkan dapat berkembang hingga skala lingkungan kawasan (the district scales). Demikian pula dengan peranannya yang menyangkut penataan dan pengaturan lingkungan sekitar, seorang sarjana arsitektur dapat mengelola kawasan lingkungan yang meliputi : (a) lingkungan pedesaan (the rural areas), (b) lingkungan perkotaan (the urban areas) hingga (c) lingkungan / kawasan khusus (the specific proposed areas). (lihat Udjianto Pawitro – 2010).

(7)

keterbatasan sumber daya alam dan lingkungan serta menipisnya cadangan energi dunia, maka konsep-konsep atau-pun topik-topik yang berkaitan dengan isu lingkungan diatas, menjadi semakin menarik untuk dipelajari.

Sedangkan manfaat atau kegunaan dari diperkenalkannya konsep perencanaan dalam ‘pembangunan berkelanjutan’ pada pendidikan tinggi arsitektur, adalah: (a) memberi pengenalan dan peningkatan pemahaman serta kesadaran terhadap masyarakat terkait aspek/ isue lingkungan hidup yang semakin hari semakin penting, (b) memberi peningkatan dan kesadaran bagi para perencana dan agensi pembangunan tentang konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ (Sustainable Development), dan (c) member persiapan dan pemahaman yang baik tentang pentingnya tahapan perencanaan (planning) yang berkaitan dengan kegiatan ‘pembangunan berkelanjutan’.

Harapan pada masa mendatang, dengan upaya memperkenalkan kegiatan perencanaan pada pembangunan berkelanjutan, para sarjana arsitektur atau-pun para professional arsitek, dapat lebih memahami dan meningkat kesadarannya terhadap seluk-beluk aspek lingkungan (ekologis) dalam kegiatan perencanaan pada pembangunan yang berkelanjutan. Para sarjana arsitektur maupun para professional arsitek, pada masa mendatang diharapkan untuk dapat lebih ber-hati-hati, cermat, peka dan lebih bijak menyangkut aspek lingkungan hidup yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan. Sarjana arsitektur maupun professional arsitek, pada batas-batas tertentu juga mempunyai tanggung-jawab terhadap pengaturan dan penataan lingkungan binaan yang mereka rencanakan.

5. PENUTUP DAN KESIMPULAN.

Di tahun 1984, badan PBB bidang lingkungan hidup yaitu UNEP = United Nation for Environmental Program, telah mengamati di banyak negara di belahan dunia ini, telah dan tengah terjadi proses pengrusakan lingkungan hidup akibat kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Kerusakan lingkungan hidup di berbagai kawasan dunia ini, pada saat sekarang ini telah sampai kondisi yang cukup memprihatinkan. Karena itu UNEP telah mengagendakan konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ (Sustainable Development) dimana negara-negara anggota PBB harus mengadopsi konsep tersebut. Dalam agenda yang berskala global, negara-negara anggota PBB diminta untuk memperhatikan secara sungguh-sungguh aspek ‘lingkungan hidup’ di dalam kerangka pembangunan yang dilaksanakan di negaranya.

Konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ (Sustainable Development) ini diartikan sebagai suatu konsep dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pihak Pemerintah, Swasta maupun Masyarakat di wilayah tertentu, dengan memperhatikan aspek lingkungan (ekologis) sebagai salah satu aspek penting dalam pertimbangan disamping aspek-aspek lain (seperti: sosial, ekonomi, budaya, politik, dsb.). Perhatian terhadap aspek ‘lingkungan’ dimaksud, ditujukan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup tempat manusia dan mahluk lain hidup / berada, serta menjaga pula keberlangsungan pada generassi mendatang dari pembangunan yang dilaksanakan.

Terdapat tiga pilar utama dalam konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ yang kita kenal, yaitu : (1) Pilar Lingkungan, yang berisikan pokok-pokok pemikiran yang perlu diperhatikan, yang terdiri dari: (a) integritas eko-system, (b) daya dukung lingkungan (carrying capacity), (c) ke-aneka-ragam-an hayati (bio-diversity). (2) Pilar Ekonomi, berisikan pokok-pokok pemikiran yang perlu untuk diperhatikan, yang terdiri dari : (a) aspek pertumbuhan ekonomi (economical growth), (b) tingkat produktifitas ekonomi, dan (c) adanya ‘efek menetes kebawah’ (the trickle down effect). Serta (3) Pilar ‘Sosial-Kemasyarakatan’, yang berisikan pokok-pokok pemikiran, yang terdiri dari: (a) adanya Identitas budaya setempat, (b) adanya ‘pemberdayaan masyarakat’ (community empowerment), (c) aksesibilitas pada lingkungan masyarakat, dan (d) adanya kesetaraan (equity) sosial dalam masyarakat.

Upaya kita memperkenalkan konsep ‘lingkungan berkelanjutan’ dan konsep pembangunan berkelanjutan’ terutama di pendidikan tinggi bidang Arsitektur? Pada program pendidikan S1 (Sarjana), pengenalan dan pemberian materi tentang ‘aspek lingkungan’ banyak diberikan dalam mata kuliah ‘Ilmu Lingkungan’ (Ekologi) yang diberikan sebagai mata kuliah wajib pada tahun pertama. Sedangkan pengenalan dan pemberian materi berupa wawasan tentang pentingnya aspek ‘lingkungan’ dalam kegiatan ‘pembangunan yang berkelanjutan’ – biasanya diberikan secara tersirat pada berbagai mata kuliah. Misalnya: aspek ekologi dalam penyusunan rencana tata-ruang diberikan pada mata kuliah: Perencanaan Pembangunan dan / atau Pranata Pembangunan di tahun ke-tiga atau ke-empat.

(8)

berkelanjutan’ pada pendidikan tinggi arsitektur, adalah: (a) memberi pengenalan dan peningkatan pemahaman serta kesadaran terhadap masyarakat terkait aspek/ isue lingkungan hidup yang semakin hari semakin penting, (b) memberi peningkatan dan kesadaran bagi para perencana dan agensi pembangunan tentang konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’ (Sustainable Development), dan (c) member persiapan dan pemahaman yang baik tentang pentingnya tahapan perencanaan (planning) yang berkaitan dengan kegiatan ‘pembangunan berkelanjutan’.

Di masa mendatang, dalam upaya memperkenalkan kegiatan perencanaan pada pembangunan berkelanjutan, para sarjana arsitektur atau-pun para professional arsitek, dapat lebih memahami dan meningkat kesadarannya terhadap seluk-beluk aspek lingkungan (ekologis) dalam kegiatan perencanaan pada pembangunan yang berkelanjutan. Sarjana arsitektur maupun professional arsitek, pada masa mendatang diharapkan untuk dapat lebih ber-hati-hati, cermat, memiliki kepekaan dan lebih bijak menyangkut aspek lingkungan hidup yang berkaitan dengan kegiatan pembangunan. Sarjana arsitektur maupun professional arsitek, pada batas-batas tertentu juga mempunyai tanggung-jawab terhadap penataan dan pengaturan lingkungan binaan yang mereka rencanakan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN.

Arismunandar, Wiranto, (1992), Manusia, Teknologi dan Lingkungan : Pemikiran Ke Masa Depan, Penerbit ITB, Bandung.

Budihardjo, Eko & Soejarto, Djoko, (1999),Kota Berkelanjutan, Penerbit Alumni, Bandung.

Hall, Peter & Pfieffer, Urlich, (2000),Urban Future 21: A Global Agenda For Twenty First Century Cities, E & FN Spoon Publishing Company, New York.

Hui, Sam CM, cs., (1999),Sustainable Architecture, Article Home of BEER, Hong Kong University, Hong Kong.

Kuswartojo, Tjuk (dkk), (1999), Gelar Nalar Prof. Hasan Poerbo: Lingkungan Binaan Untuk Rakyat, Penerbit Yayasan Akatiga, Bandung.

Tjokroamidjojo, Bintoro, (1976),Perencanaan Pembangunan, PT. Gunung Agung, Jakarta.

Udjianto Pawitro, (2010), Menggali Wacana Baru Pendidikan Tinggi Arsitektur: Melihat Profil Lulusan Arsitektur Yang Mengenal ‘Proses Pembangunan’ di Indonesia, Buku Proceeding Seminar Nasional 60 Tahun Pendidikan Arsitektur di Indonesia, SAPPK-ITB, Bandung.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil survei tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Hubungan Antara Tekanan Panas

Penelitian ini dimulai dengan melakukan analisa sistem berjalan pada bagian kepegawaian untuk mengetahui kebutuhan informasi yang diperlukan, dan melakukan perancangan basis

Tentunya banyak hal yang dapat dibahas, akan tetapi dalam buku ini hanya dibahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah keamanan (security), masalah lain seperti pajak

yang telah dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 2013 serta Sofian 2007 (Tim, 2013 dan Sofian, 2007), diketahui terdapat gua-gua yang secara morfologi,

Melihat dari data lapangan di atas, dapat di analisis bahwa implementasi active debate untuk mengembangkan akselerasi intelegensi peserta didik pada pelajaran fiqih

Laporan akhir ini dibuat untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik Politeknik

Perbedaan perkembangan kognitif (akal) menurut Al-Ghazali dan Jean Piaget terdapat pada metodologi sebagai basis pemikiran keduanya. metode penelitianyang digunakan

Jadi yang dimaksud dengan judul “Komersialisasi Pernikahan Sirri dalam Prespektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Kasus Praktik Perkawinan Sirri Di Desa Pekoren