• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II – ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1508724039RPI2JM Pekanbaru BAB 2 Arahan Perencanaan Pembangunan Bid CK OK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II – ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1508724039RPI2JM Pekanbaru BAB 2 Arahan Perencanaan Pembangunan Bid CK OK"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

II -

1

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

BAB II

ARAHAN

PERENCANAAN PEMBANGUNAN

BIDANG CIPTA KARYA

2.1. Latar belakang

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan

berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta

Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan

dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan

pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota

perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan,

pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.

Gambar 2.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan

infrastruktur Bidang Cipta Karya, yang membagi amanat pembangunan

infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat

penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden,

amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya

dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam,

perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk

perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Disamping isu

(2)

II -

2

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2-JM Bidang

Cipta Karya sangat diperlukan.

2.2. Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan

nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan

ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian

lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam

implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.2.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007,

merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai

arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan

secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut,

ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang

(3)

II -

3

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang

Cipta Karya, yaitu:

a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka

pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan

untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta

kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri,

perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya

mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan tersebut

dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand

responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor

sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta

kesehatan.

b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan

berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang

berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan

kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan

air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air

minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan

pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan

(4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam

pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih

merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian

yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi

seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman

kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan

kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran

swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin

ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada

setiap tahapan RPJMN, yaitu:

o RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian

(4)

II -

4

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan

dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan

permukiman.

o RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi

seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh

sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan

berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin

mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

o RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang

dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga

terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

2.2.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019

Visi pembangunan dalam RPJMN 2015-2019 adalah : “Terwujudnya

Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong”.

Misi pembangunan dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan

wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan

sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia

sebagai negara kepulauan.

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis

berlandaskan negara hukum.

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri

sebagai negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi,

maju, dan sejahtera.

5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju,

kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.

(5)

II -

5

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

Adapun dalam RPJMN 2015-2019 terdapat Sembilan agenda prioritas

(Nawa Cita) sebagai berikut :

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa

dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara

2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola

pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat

daaerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan

penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar

internasional

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan

sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa

9. Memperteguh ke-bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial

Indonesia

Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur

permukiman pada periode 2015-2019, yaitu:

a. Terfasilitasinya penyediaan hunian layak untuk 18,6 juta rumah

tangga berpenghasilan rendah yakni pembangunan baru untuk 9

juta rumah tangga melalui bantuan stimulan perumahan swadaya

untuk 5,5 juta rumah tangga dan pembangunan rusunawa untuk

514.976 rumah tangga, serta peningkatan kualitas hunian sebanyak

9,6 juta rumah tangga dalam pencapaian pengentasan kumuh 0

persen.

b. Tercapainya 100 persen pelayanan air minum bagi seluruh

penduduk Indonesia melalui :

▪ pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di 3.099

kawasan MBR, 2.144 Ibukota Kecamatan, 16.983 desa, 7.557

(6)

II -

6

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

▪ Pembangunan Penampung Air Hujan (PAH) sebanyak 381.740

unit;

▪ Fasilitasi optimasi bauran sumber daya air domestik di 27 kota

metropolitan dan kota besar;

▪ Fasilitasi 38 PDAM sehat di kota metropolitan, kota besar, kota

sedang dan kota kecil;

▪ Fasilitasi business to business di 315 PDAM;

▪ Fasilitasi restrukturisasi utang 394 PDAM;

▪ Peningkatan jumlah PDAM Sehat menjadi 253 PDAM,

penurunan jumlah PDAM kurang sehat menjadi 80 PDAM, dan

penurunan jumlah PDAM sakit menjadi 14 PDAM.

c. Meningkatnya akses penduduk terhadap sanitasi layak (air limbah

domestik, sampah dan drainase lingkungan) menjadi 100 persen

pada tingkat kebutuhan dasar yaitu

▪ untuk sarana prasarana pengelolaan air limbah domestik

dengan penambahan infrastruktur air limbah sistem terpusat di

430 kota/kab (melayani 33,9 juta jiwa), penambahan

pengolahan air limbah komunal di 227 kota/kab (melayani 2,99

juta jiwa), serta peningkatan pengelolaan lumpur tinja

perkotaan melalui pembangunan IPLT di 409 kota/kab;

▪ untuk sarana prasarana pengelolaan persampahan dengan

pembangunan TPA sanitary landfill di 341 kota/kab,

penyediaan fasilitas 3R komunal di 334 kota/kab, fasilitas 3R

terpusat di 112 kota/kab;

▪ untuk sarana prasarana drainase permukiman dalam

pengurangan genangan seluas 22.500 Ha di kawasan

permukiman;

▪ kegiatan pembinaan, fasilitasi, pengawasan dan kampanye

serta advokasi di 507 kota/kab seluruh Indonesia.

d. Meningkatnya keamanan dan keselamatan bangunan gedung di

kawasan perkotaan melalui fasilitasi peningkatan kualitas bangunan

(7)

II -

7

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

kualitas sarana dan prasarana di 1.600 lingkungan permukiman,

serta peningkatan keswadayaan masyarakat di 55.365 kelurahan.

2.2.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan

pertumbuhan ekonomi 7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI

yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen

tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema

pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian

investasi (KPI MP3EI). Direktorat Jenderal Cipta Karya diharapkan dapat

mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk

menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian

Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan

ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau

lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk

mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi

atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK

yang sama.

2.2.4. Kawasan Ekonomi Khusus

UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus

adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan

fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan

melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan

geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor,

dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing

internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas

pendukung dan perumahan bagi pekerja. Direktorat Jenderal Cipta Karya

dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada

(8)

II -

8

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

2.2.5. Wilayah Pengembangan Strategis

Dalam rangka mendorong pembangunan dari pinggiran ini, Kementerian

PUPR akan melakukan keterpaduan pembangunan pada 35 Wilayah

Pengembangan Strategis (35 WPS) yang tersebar 4 WPS di Pulau Papua, 2

WPS di Kepulauan Maluku, 4 WPS di Pulau Kalimantan, 5 WPS di Sulawesi,

dan 5 WPS di Kepulauan Bali-Nusa Tenggara, maupun 6 WPS di Sumatera.

Gambar 2.2 Konsepsi Pembangunan Infrastruktur melalui Pendekatan

Wilayah

Pada Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) di Pulau Sumatera,

terdapat :

1. WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Merak-Bakauhuni-Bandar

Lampung-Palembang-Tanjung Api-Api

2. WPS pusat pertumbuhan terpadu Metro Medan-Tebing

Tinggi-Dumai-Pekanbaru

3. WPS pusat pertumbuhan terpadu Batam-Bintan

4. WPS Baru terpadu Sibolga-Padang-Bengkulu

5. WPS Sumber Daya Ekonomi Domestik Sabang-Banda Aceh-Langsa

(9)

II -

9

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

Gambar 2.3 Konsep Pengembangan Wilayah Pulau Sumatera

Provinsi Riau masuk dalam Wilayah Pengembangan Strategis Metro

Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru yang mana menjadi konsentrasi

pengembangan wilayah industri serta menjadi simpul karet dan kelapa sawit

(10)

II -

10

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

Gambar 2.4 Konsep Wilayah Pengembangan Strategis Metro Medan –

Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru

2.2.6. Arahan 100-0-100

Tema besar RPJMN 3 adalah daya saing (competitiveness), dengan

demikian selayaknya ketersediaan layanan infrastruktur, khususnya

infrastruktur dasar (jalan dan air) sudah terpenuhi terlebih dahulu. Beberapa

arahan dalam bidang Cipta Karya, sesuai dengan arahan Renstra Cipta

Karya 2015-2019 adalah terpenuhinya penyediaan air minum dan sanitasi

untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, dengan indikator

meningkatnya akses penduduk terhadap air minum layak menjadi 100% dan

sanitasi layak menjadi 100%; pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi

dengan prasarana dan sarana pendukung, didukung oleh sistem pembiayaan

perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel, dengan

indikator berkurangnya proporsi rumah tangga yang menempati hunian dan

permukiman tidak layak menjadi 0%; dan pengembangan infrastruktur

perdesaan, terutama untuk mendukung pembangunan pertanian atau yang

(11)

II -

11

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

Dalam rangka percepatan terhadap pencapaian kesejahteraan

masyarakat yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional RPJMN 2014 – 2019 tentunya dibutuhkan investasi

yang cukup besar khusunya dalam rangka pelayanan kebutuhan

infrastrukutur dasar bagi masyarakat. Kebijakan pemenuhan kebutuhan dasar

masyarakat khusunya di bidang keciptakaryaan di fokuskan dalam rangka

pencapaian kebijakan program pemenuhan kebutuhan air minum,

penanganan kawasan kumuh serta penanganan sanitasi yang layak melalui

agenda 100-0-100.

Direktorat Jenderal Cipta Karya telah mengidentifikasi data kawasan

permukiman kumuh yaitu 37.407 Ha yang tersebar di 2.883 kawasan di 415

kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Dari 415 kabupaten/kota tersebut,

sebanyak 129 kabupaten/kota telah menetapkan kawasan permukiman

kumuh di wilayahnya dengan surat keputusan Walikota/Bupati sebagai syarat

mendapatkan program Pemerintah (APBN).

2.3. Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu

dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya,

antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah

Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan

permukiman mempunyai tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat

(12)

II -

12

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan

provinsi.

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan

perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap

pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah,

perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan

permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan

peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di

bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat

kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta

kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman

berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum

perumahan dan kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi

di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat

kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan

tugasnya yaitu:

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan

(13)

II -

13

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan

bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat

kabupaten/kota.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan

dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan

perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan

dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan

perumahan dan permukiman bagi MBR.

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi

MBR pada tingkat kabupaten/kota.

g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara

pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan

kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan

perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan

kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan

pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.

UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang

tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan

bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana

yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan,

terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta

upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan

(14)

II -

14

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

2.3.2. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa

penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang

meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta

kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan

gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis

sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi

persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan

izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi

persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.

Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas

bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan

pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Disamping itu, peraturan tersebut juga

mengatur beberapa hal sebagai berikut:

a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung

dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang

luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi,

dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem

penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan

dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi

dalam bangunan gedung (amanat green building).

b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar

budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus

dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran,

perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan

lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah

nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.

c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan

lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

(15)

II -

15

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber

daya air, termasuk didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini,

negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan

pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih,

dan produktif. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga

dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana

Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi

penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan

standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan

dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi Selain itu,

diamanatkan pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan

secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

2.3.4. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah

bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan

serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah

tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah.

Upaya pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan

sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah.

Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah

sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah,

b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah

dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau

tempat pengolahan sampah terpadu,

c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber

dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari

tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan

akhir,

d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan

(16)

II -

16

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah

dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan

secara aman.

Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara

terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah

harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem

pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled

landfill ataupun sanitary landfill.

2.3.5. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut

serta dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No.

20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan

sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan

yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik

dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang

masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk

tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan

tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan,

perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan,

pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan

wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan

peran masyarakat.

2.4. Amanat Internasional

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan

perumusan kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat

internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan

program bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20,

Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

(17)

II -

17

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi

Habitat II sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun

1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen

kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang menjadi

panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang

layak dan berkelanjutan. Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen

negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian

yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan

akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat

berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2.4.2. Konferensi Rio+20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT

Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20.

Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We Want yang

menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat

global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan

terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan

penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan

memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of

Implementation 2002.

Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi

pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam

konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii)

pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat

global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan

berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable

Development Goals (SDGs) post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan

berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium

Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi

rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit,

termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(18)

II -

18

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

2.4.3. Agenda Pembangunan Pasca 2015

Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi

untuk memberi masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca

2015. Panel ini diketuai bersama oleh Presiden Indonesia, Bapak Susilo

Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia, dan

Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan beranggotakan 24 orang

dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan

laporannya kepada Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global

Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies Through

Sustainable Development”. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan

pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi

MDGs.

Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan

global pasca 2015, sebagai berikut:

a. Mengakhiri kemiskinan

b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan

gender

c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur

hidup

d. Menjamin kehidupan yang sehat

e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik

f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi

g. Menjamin energi yang berkelanjutan

h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan

pertumbuhan berkeadilan

i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan

j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif

k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai

l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong

(19)

II -

19

Bab II – Arahan Perencanaa Pembangunan Bidang Cipta Karya

Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam

pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan

sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut

adalah:

a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di

rumah, dan di sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi,

b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses

universal ke sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan

meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga sebanyak x%,

c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan

pasokan air minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian

sebanyak x%, industri sebanyak y% dan daerah-daerah perkotaan

sebanyak z%,

d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah

perkotaan dan dari industri sebelum dilepaskan.

Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan

tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun

lokal antar pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud

memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh pihak duduk

bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan saja, melainkan juga

mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai pembangunan

Gambar

Gambar 2.2 Konsepsi Pembangunan Infrastruktur melalui Pendekatan
Gambar 2.3 Konsep Pengembangan Wilayah Pulau Sumatera
Gambar 2.4 Konsep Wilayah Pengembangan Strategis Metro Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbaru

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dimulai dengan melakukan analisa sistem berjalan pada bagian kepegawaian untuk mengetahui kebutuhan informasi yang diperlukan, dan melakukan perancangan basis

Tentunya banyak hal yang dapat dibahas, akan tetapi dalam buku ini hanya dibahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah keamanan (security), masalah lain seperti pajak

Melihat dari data lapangan di atas, dapat di analisis bahwa implementasi active debate untuk mengembangkan akselerasi intelegensi peserta didik pada pelajaran fiqih

Laporan akhir ini dibuat untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik Politeknik

melakukan sejumlah operasi pemotongan atau pembentukan dalam beberapa stasiun kerja pada setiap langkah penekanan menghasilkan beberapa jenis pengerjaan dan setiap

Berdasarkan hasil dari wawancara dan data yang telah penulis kumpulkan, diketahui bahwa prosedur pemberian kredit konsumtif yang diterakan oleh Koperasi Pegawai

Perbedaan perkembangan kognitif (akal) menurut Al-Ghazali dan Jean Piaget terdapat pada metodologi sebagai basis pemikiran keduanya. metode penelitianyang digunakan

Jadi yang dimaksud dengan judul “Komersialisasi Pernikahan Sirri dalam Prespektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Kasus Praktik Perkawinan Sirri Di Desa Pekoren