• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suatu Penelitian Mengenai Derajat Kecerdasan Emosional Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Suatu Penelitian Mengenai Derajat Kecerdasan Emosional Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Studi mengenai penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat kecerdasan emosional pada Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat (NTB). Teknik penarikan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah sample sebanyak 48 anggota sabhara Polda NTB yang berusia 18-30 tahun.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif survey. Penelitian ini menggunakan alat ukur kuesioner kecerdasan emosional yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori kecerdasan emosional dari Goleman. Berdasarkan pengolahan data statistik melalui uji validitas menggunakan Spearman dan uji reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach diperoleh 43 item yang diterima, dengan validitas berkisar antara 0,301-0,751 dan reliabilitas 0,754.

Berdasarkan pengolahan data diketahui 62,5% anggota sabhara Polda NTB memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Artinya, sebagian besar Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat memiliki kemampuan yang tinggi dalam aspek mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain (empati) dan membina hubungan dengan orang lain. Anggota sabhara yang memiliki kecerdasan emosional rendah sebanyak 37,5%. Artinya, Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat memiliki kemampuan yang rendah pada aspek mengelola emosi, memotivasi diri dan mengenali emosi orang lain (empati), namun memiliki kemampuan yang tinggi dalam aspek mengenali emosi diri serta membina hubungan dengan orang lain.

(2)

Universitas Kristen Maranatha ii

This study objective is to describe emotional intelligence in Riot Police at West Nusa Tenggara Regional Police. This research use purposive sampling methode in collecting samples of 48 members of 18-30 years old Riot police at West Nusa Tenggara Regional Police.

Using writer’s quistionnaire about Goleman’s Emotional Intelligence theory, this research use descriptive survey methode. Filled well validities Spearman and reabilities test by using Alpha Cronbach technique, statistic show 43 acceptable items with validity measure between 0,301-0,751 and reliabilities 0,754.

Result show that 62,5 % of the respondents have high emotional intelligence. It means most of West Nusa Tenggara Riot Police have abilities in self awareness, mannaging emotion, motivating oneself, emphathy, and handling relationship. Although those 37,5% have low emotional intelligence, but they have abilities in self awarenness and handling relationship.

(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT………. ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 11

1.3.1 Maksud Penelitian ... 11

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

1.5 Kerangka Pemikiran ... 12

1.6 Asumsi ... 22

(4)

Universitas Kristen Maranatha vii

2.1.1 Pengertian Emosi ... 23

2.1.1.1 Emosi-Emosi Dasar Manusia ... 23

2.1.2 Sejarah Kecerdasan Emosional ... 24

2.1.2.1 Daniel Goleman ... 26

2.1.3 Pengertian Kecerdasan Emosional ... 28

2.1.4 Lima Aspek Utama Kecerdasan Emosional ... 39

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ... 31

2.2 Teori Tentang Tahap Perkembangan Dewasa Awal (Early Adulthood) ... 35

2.2.1 Pengertian Perkembangan ... 35

2.2.2 Perkembangan Emosi Pada Dewasa Awal (Early Adulthood) ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

3.1 Rancangan Penelitian ... 38

3.2 Skema Prosedur Penelitian ... 38

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 39

3.3.1 Variabel Penelitian ... 39

3.3.2 Definisi Operasional ... 39

3.4 Alat Ukur ... 41

3.4.1 Kuisioner Kecerdasan Emosional ... 41

(5)

3.4.1.2 Sistem Penilaian ... 42

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 44

3.4.2.1 Data Pribadi ... 44

3.4.2.2 Data Penunjang ... 44

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 45

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 45

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 46

3.5 Populasi Saran ... 47

3.6 Teknik Penarikan Sampel ... 47

3.7 Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1 Hasil Pengolahan Data Kecerdasan Emosional ... 49

4.1.1 Persentase Responden Berdasarkan Usia ... 49

4.1.2 Kecerdasan Emosional ... 50

4.1.3 Tabulasi Silang Kecerdasan Emosional dan Aspek Kecerdasan Emosional ... 50 4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 62

5.2.1 Saran Teoritis ... 62

5.2.2 Saran Praktis ... 62

(6)

Universitas Kristen Maranatha ix

(7)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran ... 21

(8)

Universitas Kristen Maranatha xi

Tabel 3.1 Kerangka Kuesioner Kecerdasan Emosional ... 41

Tabel 3.2 Skoring Alat Ukur ... 42

Tabel 3.3 Kategori Tingkat Aspek Kecerdasan Emosional ... 43

Tabel 3.4 Kategori Kecerdasan Emosional ... 44

Tabel 4.1 Gambaran Responden Dengan Usia ... 49

Tabel 4.2 Tingkat Kecerdasan Emosional ... 50

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Alat Ukur

Lampiran B : Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Lampiran C : Hasil Penelitian

Lampiran D : Tabulasi Silang dengan Data Penunjang

(10)

1

Universitas Kristen Maranatha

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Polisi Republik Indonesia (POLRI) merupakan alat negara yang

bertanggung jawab dalam menyelenggarakan keamanan dalam negeri, termasuk di

dalamnya mengemban tugas pokok sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegakan hukum serta melindungi, mengayomi dan melayani

masyarakat. Polri sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 memiliki tugas pokok yang meliputi antara lain;

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan

memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam rangka pelaksanaan tugas pokoknya secara umum, Polri memiliki

lima fungsi operasional kepolisian yang memiliki tugas masing-masing yaitu

fungsi Intelijen, fungsi Reserse, fungsi Lalu Lintas, fungsi Bimbingan Masyarakat

dan fungsi Samapta Bhayangkara. Fungsi Samapta Bhayangkara yang lebih

dikenal oleh masyarakat dengan sebutan satuan Sabhara Polri adalah salah satu

dari fungsi teknis operasional Polri yang mengemban tugas utama bersifat

preventif atau pencegahan. Patroli, pengaturan, penjagaan, dan pengawalan serta

pelayanan masyarakat adalah tugas-tugas esensial bagi satuan ini, yang sasaran

utamanya adalah menghilangkan atau sekurang-kurangnya meminimalisasi

bertemunya niat dan kesempatan terjadinya pelanggaran atau kejahatan

(11)

2

Tugas-tugas yang dilaksanakan oleh anggota Polri pengemban fungsi

Sabhara pada umumnya merupakan tugas pelayanan terhadap masyarakat, dimana

dalam pelaksanaannya langsung bersentuhan dengan masyarakat. Di antara

tugas-tugas tersebut, tugas-tugas Pengendalian Massa (Dalmas) merupakan salah satu tugas-tugas

yang paling rentan terhadap terjadinya bentrokan antara Polri dengan masyarakat

yang dilayaninya. Pada dasarnya pengendalian massa adalah bagian dari tugas

polisi samapta, yang merupakan suatu kegiatan dengan memberikan perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan terhadap sekelompok masyarakat yang sedang

menyampaikan pendapat atau menyampaikan aspirasinya di depan umum guna

mencegah masuknya pengaruh dari pihak tertentu atau provokator (Mabes Polri,

2005 : 219).

Tidak jarang kegiatan masyarakat berupa penyampaian pendapat di muka

umum sering terjadi ketegangan emosional dan kemarahan yang akhirnya

berujung pada kerusuhan. Dalam menghadapi situasi demonstrasi, dibutuhkan

aparat keamanan untuk mengendalikan situasi dan mencegah terjadinya

kerusuhan. Namun adanya tindakan anarkis yang dilakukan oleh oknum peserta

unjuk rasa seringkali menyulut terjadinya bentrokan sehingga terjadi tindak

kekerasan yang dilakukan oleh anggota Polri yang bertugas, seperti halnya

bentrokan yang sering terjadi di provinsi Nusa Tenggara Barat. Seorang

mahasiswa dipukuli oleh oknum aparat kepolisian saat para mahasiswa memaksa

masuk ke dalam kantor DPRD Provinsi NTB pada tanggal 7 November 2012.

Aksi tersebut berawal ketika keinginan mahasiswa untuk bertemu anggota dewan

tidak terpenuhi karena semua anggota dewan sedang kunjungan kerja ke Jakarta.

(12)

Universitas Kristen Maranatha mahasiswa melempari polisi dengan gelas air mineral yang masih terisi air. Hal ini

memantik polisi untuk mengejar mahasiswa dan memukulnya hingga terjatuh

(http://www.gaungntb.com, diakses 25 april 2013).

Peristiwa yang belum lama terjadi yaitu pada tanggal 21 Mei 2013,

mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Majelis Penyelamatan

Organisasi (HPO) Mataram bentrok fisik dengan aparat kepolisian saat berunjuk

rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di kantor DPRD

Provinsi NTB. Bentrokan fisik itu bermula dari keinginan kelompok pengunjuk

rasa hendak menyerbu masuk ke gedung DPRD NTB, namun dihadang barisan

aparat kepolisian. Terjadilah aksi dorong hingga salah seorang pengunjuk rasa

melayangkan pukulan ke wajah anggota polisi, kemudian dibalas dengan pukulan

bertubi-tubi sejumlah anggota polisi. Akibatnya, lima mahasiswa luka-luka dan

seorang anggota polisi menderita luka di wajahnya (http://antaramataram.com,

diakses 15 juli 2013).

Terjadi pula bentrokan antara mahasiswa dengan polisi terkait dengan

kedatangan Wakil Presiden Budiono ke Sumbawa pada tanggal 1 Juni 2013.

Bentrokan tersebut berawal ketika mahasiswa akan keluar dari Masjid Jami

Sumbawa, tiba-tiba polisi melarang mahasiswa keluar masjid dengan alasan jalan

depan masjid akan dilalui rombongan Wakil Presiden. Akibat penghadangan

tersebut, puluhan mahasiswa mengamuk dan menerobos barikade polisi. Dampak

dari kejadian tersebut berlanjut di Simpang Empat Lawang Gali, bentrokan

kembali terjadi hingga mengakibatkan 2 mahasiswa terluka karena dipukuli polisi,

satu diantaranya bahkan jatuh pingsan (http://fokus6.blogspot.com, diakses 15 Juli

(13)

4

Tindakan anarkis yang dilakukan oleh oknum peserta unjuk rasa menyulut

terjadinya bentrokan, sehingga terjadi tindak pemukulan yang dilakukan oleh

anggota Polri yang bertugas. Dalam aksi tersebut aparat kepolisian telah

melakukan pelanggaran dan merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap HAM.

Oleh karena itu, Polri yang khususnya anggota Sabhara yang bertugas langsung

berhadapan dengan massa atau demonstran dituntut untuk dapat mengendalikan

emosinya agar tidak mudah terpancing dengan aksi-aksi anarkis.

Berkaitan dengan fenomena tersebut, menurut Psikolog dari UI

(Universitas Indonesia) yaitu Sartono Mukadis (2007), hal yang penting untuk

dicermati pada terulangnya kasus tindak kekerasan yang melibatkan anggota Polri

adalah bagaimana tingkat stabilitas emosi, kedewasaan berpikir, dan ketenangan

jiwa yang dia miliki. Banyak faktor mengapa anggota Polri melakukan hal seperti

itu, antara lain kekesalan pada kondisi, keputusasaan, dan merasa diperlakukan

tidak baik.

Perhatian terhadap aspek emosi ini sudah saatnya ditingkatkan. Salah satu

pendekatan mengenai emosi adalah konsep kecerdasan emosional. Menurut

Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri

dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak

melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban

stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman,

2005:45). Goleman (2005) membagi kecerdasan emosional (Emotional

Intelligence) ini menjadi lima aspek utama, yaitu mengenali emosi diri, mengelola

emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina

(14)

Universitas Kristen Maranatha Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, mampu

memahami dan mengelola perasaan mereka sendiri, mampu memotivasi dirinya

sendiri, serta mampu berempati dan membina hubungan dengan orang lain, maka

akan memiliki keuntungan dalam segala bidang kehidupan, baik dalam hubungan

asmara dan persahabatan, ataupun dalam keberhasilan pekerjaannya. Seseorang

dengan keterampilan emosional tinggi berarti kemungkinan besar akan bahagia

dan berhasil dalam kehidupannya.

Setiap Anggota Sabhara idealnya adalah memiliki kecerdasan emosional

yang tinggi, seperti mampu mengelola emosi ketika sedang berhadapan dengan

masyarakat. Anggota Sabhara perlu memiliki empati terhadap masyarakat, serta

mampu membina hubungan yang baik dengan masyarakat. Hal ini dikarenakan

tugas anggota Sabhara yang sering berhadapan langsung dengan masyarakat untuk

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan. Terlebih lagi disaat

anggota Sabhara dihadapkan dengan situasi pengaman yang anarkis, maka

anggota Sabhara perlu memahami kondisi emosinya pada saat itu dan memahami

bagaimana pula emosi yang ditampilkan oleh individu atau sekelompok masa

yang sedang bertikai, apakah itu sedang marah, kesal, maupun sedih. Ketika

anggota sabhara mulai terpancing emosi, maka diharapkan untuk bisa mengelola

emosinya untuk lebih fokus terhadap pekerjaan, tanpa harus membalas amarah

kepada individu atau sekelompok massa tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Direktur Sabhara Polda Nusa

Tenggara Barat yang memiliki tugas sebagai pembimbing teknis bagi satuan

dibawahnya dalam pelaksanaan pengendalian massa, mengakui bahwa ada oknum

(15)

6

dilakukan oleh oknum anggota Shabara dalam melakukan pengamanan unjuk rasa

seperti yang pernah terjadi pada saat demonstrasi di Kantor DPRD NTB pada

Rabu 7 November 2012 lalu, merupakan suatu hal yang salah dan merupakan

salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugas. Direktur

Sabhara sebagai pimpinan juga telah menindak lanjuti oknum anggota yang

melakukan pelanggaran kode etik, seperti tidak mengikuti prosedur pengamanan

yang benar ataupun tidak mengikuti perintah pimpinan. Mereka biasanya akan

diberi sanksi mulai dari teguran, masuk sel, ataupun penundaan kenaikan pangkat.

Selain itu, Direktur Sabhara Polda NTB juga mengatakan bahwa

terjadinya bentrokan dalam pengamanan unjuk rasa dikarenakan anggota yang

melaksanakan pengamanan mudah tersulut emosinya. Berdasarkan dari Data

Kekuatan Personil Direktorat Sabhara Tahun 2013, personil Shabara yang

mayoritas adalah personil Dalmas (Pengendalian Massa) yang terjun langsung

dalam tugas pengamanan demonstrasi, bentrok antar kampung dan pengamanan

obyek vital, merupakan Anggota Sabhara Polri berpangkat Bripda dan Briptu

yang usianya relatif masih muda (berkisar 18 – 30 tahun).

Mayoritas usia para personil Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat yaitu

berusia 18 - 30 tahun atau berada pada tahap dewasa awal (early adulthood).

Menurut Santrock (2002), masa dewasa awal ialah periode perkembangan yang

bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia 20 tahun dan berakhir pada

usia 30 tahun-an”. Dewasa awal merupakan masa transisi dari masa remaja

menuju masa dewasa. Dua kriteria yang diajukan untuk menunjukan akhir dari

(16)

Universitas Kristen Maranatha kemandirian membuat keputusan. Selain itu, pada orang yang lebih dewasa,

mereka lebih selektif dalam hal jaringan sosialnya.

Orang dewasa dapat beradaptasi lebih efektif apabila mereka cerdas secara

emosional. Begitupun dengan Anggota Sabhara, apabila mereka memiliki

kecerdasan emosional yang tinggi maka akan lebih mudah beradaptasi dengan

situasi ataupun stimulus emosi yang dihadapinya. Dimana mereka memiliki

keahlian mengembangkan kesadaran emosional, mengelola emosi secara efektif,

mengenali emosi orang lain (empati), dan mampu menyelesaikan masalah yang

berhubungan dengan orang lain.

Sepatutnya apabila diaplikasikan dari kelima aspek kecerdasan emosional,

Anggota Sabhara yang sejatinya terjun dan bersentuhan langsung dengan

masyarakat diharapkan mampu mengenali dan merasakan emosinya sendiri ketika

menghadapi masyarakat, mampu memahami penyebab dari perasaan yang timbul,

dan mampu mengenali perbedaan antara perasaan yang ada dalam dirinya dengan

tindakan yang ditampilkan di depan masyarakat, misalnya anggota sabhara

menyadari bahwa dirinya kesal ketika para demonstran melemparinya dengan

botol minuman, tetapi dirinya harus tetap sabar dan fokus terhadap pekerjaan yang

dilakukannya saat itu. Kedua, anggota sabhara diharapkan mampu mengelola

emosinya (amarah, kecemasan, rasa frustrasi) dengan baik, mengungkapkan

amarahnya secara tepat, sehingga apabila terjadi suatu demonstrasi, mereka tidak

ikut terpancing emosi. Ketiga, mampu memotivasi dirinya sendiri, yaitu dengan

cara bertanggung jawab dan mampu memusatkan perhatian pada tugasnya,

sehingga dalam hal ini Anggota Sabhara dapat meningkatkan kinerjanya sebagai

(17)

8

Keempat adalah mampu untuk mengenali emosi orang lain (empati), yaitu

Anggota Sabhara dituntut untuk mampu menerima sudut pandang orang lain

(masyarakat ataupun demonstran) dan Anggota Sabhara juga dituntut untuk peka

terhadap perasaan orang lain. Terakhir adalah anggota sabhara diharapkan mampu

membina hubungan dengan orang lain, misalnya dengan membangun jejaring

dalam masyarakat melalui hubungan kekeluargaan dan persahabatan yang erat

antar anggota masyarakat, menunjukkan keramahannya (care) sebagai pelayan

publik, tidak bersikap arogan sehingga masyarakat yang dilayanipun akan merasa

puas.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti melalui wawancara

kepada 10 anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat, diketahui bahwa kegiatan

mereka setiap hari adalah melaksanakan apel yang dilakukan setiap pagi, kecuali

pada anggota yang lepas piket, kemudian tugas utama mereka adalah

mengamankan unjuk rasa, perang antar kampung, patroli, dan membantu

polres-polres sejajaran apabila kekurangan personil. Sebanyak 10 orang (100%) anggota

sabhara yang diwawancarai, mengaku tidak pernah mangkir dari pekerjaannya

dan selalu mengikuti apel pagi. Mereka memotivasi diri dan merasa memiliki

tanggung jawab terhadap pekerjaan mereka untuk selalu masuk kantor,

melaksanakan pekerjaannya dan mengikuti perintah dari atasan sesuai dengan

prosedur dinas.

Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat sering melakukan

pengamanan demonstrasi selama bertugas di Direktorat Sabhara Polda Nusa

Tenggara Barat, dan mengaku pernah pula menangani situasi demonstrasi yang

(18)

Universitas Kristen Maranatha Empat orang (40%) dari 10 orang responden menyadari sering tersulut emosi

terlebih lagi disaat menghadapi demonstran yang anarkis. Mereka mudah

tersinggung, jengkel, dan marah ketika massa mulai mengeluarkan kata-kata

kasar, kemudian timbul perasaan was-was dan tegang ketika demonstran

berjumlah lebih banyak daripada aparat kepolisian, dan juga timbul perasaan takut

serta marah ketika demonstran mulai melempari aparat dengan batu, telur busuk

ataupun botol minuman. Sedangkan 6 orang (60%) dari 10 responden mampu

mengelola emosinya, dimana mereka lebih sabar dan bersikap tenang ketika para

demonstran mulai mengeluarkan kata-kata kasar, serta lebih santai dan fokus

dalam menghadapi demonstran yang berjumlah lebih banyak dari aparat

kepolisian. Ketika terjadi aksi pelemparan ataupun kerusuhan yang

mengakibatkan adanya korban dari pihak kepolisian, maka 10 orang (100%) dari

responden selain melindungi diri sendiri, mereka juga akan melindungi

rekan-rekannya yang lain dari aksi pelemparan tersebut. Mereka juga dengan ikhlas

membantu rekannya yang menjadi korban pelemparan dari pihak demonstran,

untuk segera mendapatkan pertolongan medis.

Biasanya jika anggota sabhara tidak ada kegiatan dalam pengamanan

demonstrasi, perang kampung ataupun yang lainnya, maka mereka akan merasa jenuh

dan bosan. Sebanyak 6 orang (60%) dari responden mengisi kejenuhan dengan

berkumpul-kumpul dengan sesama rekan kerja sambil berbincang-bincang masalah

dinas maupun urusan pribadi. Selain itu, 4 orang lainnya (40%) dari 10 responden

mengisi kejenuhannya tersebut dengan beristirahat di barak ataupun pulang ke rumah,

sambil menunggu jika sewaktu-waktu ada panggilan untuk melakukan pengamanan.

Ketika anggota sabhara memiliki kecerdasan emosional yang tergolong

(19)

10

memudahkan anggota sabhara beradaptasi di lingkungan dimana ia akan

melakukan pekerjaannya dan ia juga bisa merasakan atau mengetahui apa yang

sedang masyarakat harapkan, sehingga anggota sabhara bisa membuat harapan

masyarakat tersebut menjadi dasar dalam pekerjaannya. Anggota sabhara pun

mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik, karena tidak terbawa oleh emosi

yang sedang dirasakan. Dengan kemampuannya mengolah emosi yang baik, maka

Anggota Sabhara ini akan tidak mudah terpancing emosinya ketika menghadapi

masyarakat atau demonstran yang bersikap anarkhis. Dalam menghadapi masalah,

anggota sabhara mampu memotivasi dirinya sendiri apabila ia gagal, sehingga ia

tidak perlu merasa putus asa.

Dari wawancara di atas menunjukkan bahwa masih ada beberapa anggota

Sabhara yang mudah terpancing dengan aksi anarkis dari individu atau

sekelompok massa. Melalui fakta dari data-data tersebut, peneliti ingin

mengetahui bagaimana derajat kecerdasan emosi pada anggota Shabara Polda

Nusa Tenggara Barat.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti ingin

mengetahui derajat Kecerdasan Emosional pada Anggota Sabhara Polda Nusa

(20)

Universitas Kristen Maranatha

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang

kecerdasan emosional pada anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat.

1.3.2 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran derajat

kecerdasan emosional anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat yang

cenderung berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi

Ilmu Psikologi khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi

dan Psikologi Perkembangan mengenai Kecerdasan Emosional pada

Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat.

2. Memberikan informasi kepada peneliti lain yang memerlukan bahan

acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai kecerdasan emosional

pada anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada direktorat Sabhara polda NTB untuk

(21)

12

kecerdasan emosional yang derajatnya rendah bagi para personilnya

dalam rangka menciptakan profesionalisme dalam diri Polri.

2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan informasi bagi para

Anggota Sabhara polda NTB sebagai bahan evaluasi diri untuk

peningkatan profesionalisme-nya dalam bekerja sebagai anggota Polri.

1.5 Kerangka Pemikiran

Samapta Bhayangkara yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan

satuan Sabhara Polri adalah salah satu bagian dari organisasi Polri. Pelaksanaan

tugas fungsi teknis Sabhara yaitu penjagaan, pengawalan, patroli, penanganan

tindak pidana ringan dan penegakan peraturan daerah, penanganan police hazard,

pengamanan VIP, pengamanan obyek vital, pengamanan obyek wisata,

melaksanakan tindakan pertama di tempat kejadian perkara (TKP), SAR terbatas,

negosiasi dan pengendalian massa (Mabes Polri, 2005)

Tugas-tugas yang dilaksanakan oleh anggota Sabhara pada umumnya

merupakan tugas pelayanan terhadap masyarakat, dimana dalam pelaksanaannya

langsung bersentuhan dengan masyarakat. Diantara tugas-tugas tersebut, tugas

Pengendalian massa (Dalmas) merupakan salah satu tugas yang paling rentan

terhadap terjadinya bentrokan antara Polri dengan masyarakat yang dilayaninya.

Seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Barat, dimana sering terjadi bentrok antara

aparat kepolisian dengan masyarakat karena aparat terpicu emosinya ketika

sedang melakukan pengamanan situasi yang anarkis. Tugas anggota sabhara Polda

Nusa Tenggara Barat tidak hanya sekedar mengamankan situasi demonstrasi saja,

(22)

Universitas Kristen Maranatha masyarakat, sehingga anggota sabhara tidak hanya perlu kecerdasan akademis

untuk mengerti terhadap prosedur penanganan demonstrasi saja, melainkan

memerlukan keahlian khusus dalam mengelola emosinya, karena mereka dihadapkan

pada situasi yang di dalamnya banyak tekanan dan tuntutan, adanya hal tersebut maka

dibutuhkan kecerdasan emosional bagi para anggota sabhara. Kecerdasan Emosional

adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi

frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan,

mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan

kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman,2005:45).

Terdapat lima aspek utama dalam kecerdasan emosional. Aspek

kecerdasan emosional yang pertama, adalah mengenali emosi diri, yaitu

kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi, misalnya

mengetahui perasaannya saat sedang takut karena ditegur oleh atasan. Anggota

sabhara yang memiliki kemampuan mengenali perasaannya akan membantu dirinya

mengatasi masalah-masalahnya terutama dalam pengambilan keputusan dalam

menyelesaikan masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam

menjalani pekerjaanya. Misalnya, ketika anggota sabhara mengetahui perasaan marah

yang sedang dirasakannya dan mengetahui hal apa yang membuatnya marah, ia akan

dengan lebih mudah mengenali dan mengantisipasi perasaan marahnya jika

menghadapi suatu stimulus yang serupa. Sedangkan ketika anggota sabhara tersebut

tidak mampu mengenali perasaan dirinya sendiri apakah itu marah atau sedih,

anggota sabhara tersebut tidak dapat mengantisipasi datangnya perasaan tertentu.

Aspek dari kecerdasan emosional yang berikutnya yaitu mengelola emosi

yang merupakan kemampuan untuk mengelola perasaan agar perasaan dapat

(23)

14

dilakukan seseorang untuk menyeimbangkan keadaan emosi yang dirasakannya

dengan lingkungannya. Seorang Anggota Sabhara dituntut untuk memiliki

kemampuan tersebut dalam dirinya agar dapat memenuhi tuntutan tugasnya dalam

menjadi pengayom dan pelindung masyarakat, dimana ketika sedang menghadapi

suatu demonstrasi mereka mampu mengendalikan emosinya tersebut agar tidak

ikut terpancing. Anggota Sabhara yang tidak mampu dalam mengendalikan emosi

akan mudah terpancing emosinya, dan melepaskan emosi tanpa terkendali

terutama pada saat menghadapi para demonstran di lapangan.

Anggota sabhara yang tidak mampu mengelola emosinya akan terus menerus

bertarung melawan perasaannya sendiri terutama dalam mengekspresikan perasaan

marah, sedih, atau senang. Misalnya pada saat anggota sabhara dilempari botol

minuman oleh para demonstran, kemudian dia merasa jengkel dan marah, maka

anggota sabhara harus mampu mengelola emosinya tersebut. Jika anggota sabhara

mampu mengelola emosinya, maka dia akan berusaha agar perasaan jengkel dan

marah tersebut tidak muncul kepada demonstran dengan membalas melempar atau

memukuli demonstran tanpa ada perintah dari Komandannya. Apabila dia kurang

mampu mengelola emosinya, mungkin dia akan membalas melempar atau memukul

demonstran.

Aspek selanjutnya yang termasuk ke dalam kecerdasan emosional adalah,

memotivasi diri, yang merupakan kemampuan untuk menata emosi sebagai alat

untuk mencapai tujuan. Seorang anggota sabhara yang mampu memotivasi dirinya

cenderung lebih produktif dan efektif dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini dapat

dilihat dari bagaimana anggota sabhara memanfaatkan emosinya untuk tetap

(24)

Universitas Kristen Maranatha sesuai dengan kinerja Polri yang diharapkan selama ini. Apabila anggota sabhara

tidak mampu memotivasi dirinya, maka sulit bagi dirinya untuk meningkatkan

kinerja yang lebih baik lagi. Kemampuan memotivasi diri pada anggota sabhara

akan menjadi modal utama dalam keterampilan menjalani profesinya.

Aspek keempat dalam kecerdasan emosional adalah mengenali emosi

orang lain atau yang biasa disebut empati, yaitu kemampuan yang juga bergantung

pada kesadaran diri emosional, merupakan keterampilan dasar dalam bergaul,

termasuk dalam menghadapi masyarakat. Di dalam organisasi Polri, sangat

diperlukan empati, khususnya oleh anggota Shabara karena mereka terjun dan

bersentuhan langsung dengan masyarakat. Anggota sabhara yang mampu dalam

berempati akan dapat mengenali emosi para demonstran, apakah sedang marah

atau biasa-biasa saja. Tidak hanya kepada demonstran saja melainkan juga empati

kepada rekan kerjanya sendiri, misalnya ketika rekan kerjanya terluka karena

lemparan batu, maka anggota sabhara yang mampu berempati akan berusaha

untuk melindungi rekannya ataupun menolongnya agar mendapatkan tidakan

medis. Emosi biasanya jarang diungkapkan dengan kata-kata dan sering

diungkapkan melalui isyarat. Sehingga kunci untuk dapat memahami orang lain

adalah mampu membaca pesan non-verbal. Anggota Sabhara yang kurang

memiliki kemampuan dalam berempati, maka akan kurang mampu mengenali

emosi para demonstran, kemudian masyarakat akan cenderung menilai bahwa

anggota sabhara tidak mampu memberikan perlindungan dan pelayanan terhadap

masyarakat.

Aspek terakhir dari kecerdasan emosional yaitu membina hubungan

(25)

16

mengelola emosi orang lain. Membina hubungan ini merupakan keterampilan yang

menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan yang diharapkan anggota

sabhara. Anggota sabhara yang mampu membina hubungan dengan orang lain

biasanya mempunyai jaringan sosial yang cukup luas dan terjaga baik, akan

membantu dalam mencapai target kerjanya tersebut. Apabila anggota sabhara tidak

mampu membina hubungan baik dengan orang lain, baik dengan rekan kerja maupun

dengan masyarakat, bisa saja pekerjaannya akan terhambat atau mungkin terjadi

kesalahpahaman, karena mereka tidak mampu mengkomunikasikan apa yang menjadi

tujuan dari masing-masing orang.

Kelima aspek diatas tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan saling terkait

satu dengan yang lain dan membentuk suatu tingkatan. Meskipun demikian,

seseorang tidak harus cakap dalam kelima aspek tersebut tetapi harus menguasai

semua aspek itu sampai pada kadar tertentu dan ketika ia tidak terlalu menguasai

salah satu aspek, ia dapat mempelajari dan melatihnya supaya dapat

menjadikannya lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional

lebih banyak diperoleh melalui belajar dan dapat berkembang sepanjang

kehidupan sambil terus belajar dari pengalaman sendiri (Goleman, 1999).

Menurut Daniel Goleman (1999), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

kecerdasan emosional seseorang antara lain adalah hasil belajar dan terus

berkembang sepanjang hidup sambil belajar dari pengalaman sendiri, karena

adanya pengaruh lingkungan yang mencakup keluarga, teman sebaya. Faktor

keluarga (orangtua) merupakan sekolah utama bagi individu untuk mempelajari

emosi. Terdapat tiga gaya mendidik anak yang secara emosional tidak efisien,

(26)

Universitas Kristen Maranatha yang mengabaikan perasaan anak akan memperlakukan masalah emosional

anaknya sebagai hal kecil. Sedangkan orangtua yang terlalu membebaskan anak,

merupakan orangtua yang peka akan perasaan anak, tetapi berpendapat bahwa

apapun yang dilakukan anak untuk menangani badai emosinya sendiri itu adalah

baik adanya, misalnya dengan cara memukul. Kemudian, orangtua yang menghina

atau tidak menunjukkan penghargaan terhadap perasaan anak, biasanya suka

mencela, mengecam bahkan menghukum keras anak mereka (Goleman,

2005:270). Orangtua yang menerapkan ketiga gaya didik seperti yang

diungkapkan di atas akan cenderung menghasilkan seorang anggota shabara yang

kurang percaya diri, kurang mampu mengelola emosinya, tidak empati dan sulit

bergaul serta membina hubungan dengan masyarakat, sehingga hal tersebut dapat

memicu anggota sabhara tersulut emosi dalam bertugas mengamankan tindak

anarkis.

Sedangkan gaya mendidik anak yang dianggap efisien adalah orangtua

yang menanggapi perasaan anaknya untuk berupaya memahami apa yang

sebenarnya membuat mereka marah dan menolong anak menemukan cara-cara

positif untuk menenangkan perasaan. Orangtua yang terampil secara emosional

atau mempunyai pemahaman tentang dasar-dasar kecerdasan emosional

(mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, empati, dan membina

hubungan dengan orang lain) akan sangat membantu anak dalam memberi dasar

keterampilan emosional, seperti belajar bagaimana mengenali emosi diri,

mengelola emosi, memanfaatkan perasaan-perasaan (memotivasi diri), berempati,

dan menangani perasaan-perasaan yang muncul dalam hubungan mereka dengan

(27)

18

gaya mendidik anak yang efisien dan terampil secara emosional cenderung akan

menghasilkan anggota sabhara yang pergaulannya lebih baik dan memperlihatkan

lebih banyak kasih sayang kepada orangtuanya, serta lebih sedikit bentrok dengan

orangtua maupun orang lain. Anggota sabhara juga akan lebih pintar dalam

menangani emosinya, lebih bisa menenangkan diri saat dirinya marah, dan tidak

sering marah.

Ketika orangtua kurang mempunyai pemahaman tentang dasar-dasar

kecerdasan emosional, maka akan sulit untuk mengajarkan emosi secara efektif

kepada anak. Misalnya seorang ayah yang tidak bisa merasakan kesedihannya

sendiri, maka ayah tersebut tidak mungkin bisa untuk menolong anaknya dalam

memahami perbedaan antara emosi sedih, misalkan karena ada keluarga yang

meninggal, sedih karena menonton film yang mengharukan, dan sedih yang

muncul bila sesuatu hal yang buruk terjadi pada seseorang yang disayangi oleh

anak. Selain pembedaan ini terdapat pemahaman-pemahaman yang lebih canggih,

misalnya amarah sering kali dipicu oleh perasaan sakit hati (Goleman, 2005:270).

Keterampilan emosional juga diasah dengan teman, terutama kemampuan

dalam berempati (Goleman, 2005:271). Teman sebaya juga memberikan pengaruh

dalam membentuk kecerdasan emosional seseorang. Teman sebaya juga sering

dijadikan model dalam mengolah emosinya. Terutama pada saat remaja, dimana

adanya keinginan untuk diterima oleh kelompok sosial. Teman sebaya yang dapat

mengungkapkan emosinya secara matang, dapat menangani emosi teman yang

lain seperti menghibur, menolong dan menunjukkan empati kepada teman yang

lainnya akan dapat menjadi bahan pembelajaran untuk temannya yang lain untuk

(28)

Universitas Kristen Maranatha Pada masa dewasa awal seseorang berusaha untuk menjalin relasi dengan

orang lain, terutama yang terkait dengan pekerjaannya. Proses belajar dari

pengalaman dapat diperoleh dari lingkungan, salah satunya adalah lingkungan

kerja. Situasi lingkungan kerja cukup berpengaruh terhadap motivasi, empati dan

membina hubungan (dengan atasan, rekan kerja maupun masyarakat). Atasan

yang menerapkan disiplin yang tinggi, tegas dan bersahaja serta rekan kerja yang

saling mendukung dan tidak suka terlibat perselisihan, maka hal tersebut membuat

Anggota Sabhara akan termotivasi untuk bertanggung jawab terhadap

tugas-tugasnya, lebih bersemangat dalam bekerja, berempati dan juga mampu

menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan orang lain. Hal ini dikarenakan

dalam berinteraksi dengan orang lain, dibutuhkan kemampuan untuk merasakan

apa yang orang lain rasakan yang dapat membantunya memahami orang tersebut

sehingga memudahkannya untuk menjalin relasi dengan orang yang bersangkutan.

Kelima aspek menunjukkan kecerdasan emosional yaitu mengenali emosi,

mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina

hubungan dengan orang lain dapat dikategorikan dalam taraf tinggi dan rendah.

Anggota sabhara yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dapat

mengenali emosi dirinya dan emosi orang lain yang dapat memudahkan anggota

sabhara beradaptasi di lingkungan dimana ia akan melakukan pekerjaannya dan ia

juga bisa merasakan atau mengetahui apa yang sedang masyarakat harapkan,

sehingga anggota sabhara bisa membuat harapan masyarakat tersebut menjadi

dasar dalam pekerjaannya. Anggota sabhara pun mampu menyelesaikan

masalahnya dengan baik, karena tidak terbawa oleh emosi yang sedang dirasakan.

(29)

20

cenderung tidak mudah terpancing emosinya ketika menghadapi masyarakat atau

demonstran yang bersikap anarkhis. Dalam menghadapi masalah, anggota sabhara

mampu memotivasi dirinya sendiri apabila ia gagal, sehingga ia tidak perlu

merasa putus asa.

Anggota sabhara yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah kurang

dapat mengenali emosi dirinya dan emosi orang lain yang membuat dirinya

kesulitan dengan lingkungan baru dan kesulitan untuk menangkap harapan

masyarakat terhadap aparat kepolisian. Selain itu, anggota sabhara juga akan

kesulitan dalam memisahkan emosi dan pekerjaannya. Dalam hal ini Anggota

Sabhara cenderung akan mudah terpancing emosinya ketika menghadapi

masyarakat atau demonstran yang mulai bersikap anarkhis. Anggota sabhara akan

kurang mampu memotivasi dirinya sendiri, sehingga mudah putus asa dan

mungkin saja bisa frustrasi. Hal ini akan mempengaruhi pekerjaannya dan juga

(30)

Universitas Kristen Maranatha Skema Kerangka Berpikir:

Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran Anggota Sabhara Polda

Nusa Tenggara Barat

Faktor yang mempengaruhi :

• Keluarga (orangtua) • Teman sebaya • Lingkungan kerja

Aspek:

-Mengenali emosi diri -Mengelola emosi diri -Memotivasi diri -Empati

-Membina hubungan Kecerdasan Emosional

Tinggi

(31)

22

1.6 Asumsi

• Situasi kerja Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat adalah

menghadapi demonstrasi yang semakin meningkat, dimana hal tersebut

dapat menstimulasi emosi Anggota Sabhara Polda Nusa Tengara Barat.

• Dalam menangani demonstrasi yang anarkis dibutuhkan kecerdasan

emosional yang tinggi pada Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat.

• Dengan kecerdasan emosional yang tinggi, maka Anggota Sabhara Polda

Nusa Tenggara Barat akan mampu:

1. Mengenali emosi dirinya sendiri,

2. Mengelola emosi agar tidak mudah terpancing dengan aksi

demonstran yang anarkhis,

3. Memotivasi dirinya sendiri dalam menata emosinya agar

terwujudnya peningkatan kenerja pada Anggota Sabhara Polda

Nusa Tenggara Barat,

4. Mengenali emosi orang lain (empati), khususnya pada demonstran,

5. Membina hubungan dengan orang lain.

• Faktor keluarga, teman sebaya dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap

tinggi dan rendahnya kecerdasan emosional yang dimiliki Anggota

(32)

61

Universitas Kristen Maranatha

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

ditarik kesimpulan mengenai derajat Kecerdasan Emosional pada Anggota

Sabhara Polda Nusa tenggara Barat sebagai berikut:

1. Sebagian besar Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat lebih banyak

yang memiliki Kecerdasan Emosional yang tinggi daripada Kecerdasan

Emosional Rendah.

2. Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat dengan kecerdasan

emosional tinggi menunjukkan aspek memotivasi diri lebih banyak yang

tinggi dibandingkan dengan aspek-aspek yang lainnya. Sedangkan

Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat yang kecerdasan

emosionalnya rendah menjunjukkan aspek membina hubungan dengan

orang lain yang paling tinggi dibandingkan empat aspek yang lainnya.

3. Anggota Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat dengan kecerdasan

emosional yang tergolong tinggi dan rendah sangat dipengaruhi oleh

(33)

62

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Bagi peneliti lain terutama yang ingin meneliti mengenai kecerdasan

emosional pada anggota Sabhara agar diperdalam lagi dalam menggali

faktor-faktor Kecerdasan Emosional (Orangtua, Teman Sebaya dan

Lingkungan kerja) dapat mempengaruhi Kecerdasan Emosional

anggota Sabhara.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi Kapolda dan Dir Sabhara Polda Nusa Tenggara Barat untuk

dapat lebih mengembangkan kecerdasan emosional para anggotanya,

dengan memberikan pelatihan-pelatihan ataupun seminar mengenai

kecerdasan emosional yang termasuk didalamnya tentang mengenali

emosi diri, pengelolaan emosi diri, motivasi diri, empati dan membina

hubungan dengan orang lain, terutama dalam situasi dinas.

2. Bagi anggota Sabhara terutama yang Kecerdasan Emosionalnya

tergolong rendah agar mengevaluasi diri dan mengikuti pelatihan

berkaitan dengan bagaimana cara mengelola emosi, memotivasi diri,

mengenali emosi orang lain (empati), serta bagaimana cara membina

hubungan yang baik dengan orang lain.

3. Untuk menjadi polisi bintara, khususnya yang akan menjadi anggota

(34)

63

Universitas Kristen Maranatha Baker, Thomas & David L. Carter. 1999, Police Deviance (penyimpangan Polisi,)

Third Editions, Penyadur Kunarto, Jakarta: Cipta Manunggal.

Goleman, Daniel. 2005, Emotional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa

EI Lebih Penting Daripada IQ, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, Daniel. 2007, Emotional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa

EI Lebih Penting Daripada IQ, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Markas Besar, Surat Keputusan Kapolri No.Pol.: SKEP/297/V/2005, tentang Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Bintara Polri di Lapangan. 2005. Jakarta : Mabes Polri.

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Markas Besar, Peraturan Kepala Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Daerah.

2010. Jakarta : Mabes Polri.

Nazir, Moh. Ph.D. 2005. Metode Penelitian. Cet. 6. Bogor : Ghalia Indonesia.

Prasodjo, Imam B, DR. 2001. Polisi Masa Depan: Jago Komunikasi, Bintang

Seminar. Dalam J. Kristiadi. Bunga Rampai Polri Mandiri Menengok Ke Belakang Menatap Masa Depan (2). Jakarta: Panitia Workshop Wartawan

unit Polri.

Republik Indonesia, Undang undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2002. Jakarta: Pancar Utama.

Salovey, Peter dalam Goleman, Daniel. 2005. Emotional Intelligence: Kecerdasan

Emosional Mengapa EI lebih Penting Daripada IQ. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama

Santrock, John W. 2002. Edisi Kelima: Life Span Development Perkembangan

Masa Hidup Jilid Satu: Erlangga.

Santrock, John W. 2002. Edisi Kelima: Life Span Development Perkembangan

Masa Hidup Jilid Dua: Erlangga.

(35)

64

Universitas Kristen Maranatha Bandung. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi

(36)

65

Universitas Kristen Maranatha

Anggasari, Pratiwi. 2008. Kecerdasan Emosional pada Anggota POLRI Satuan

Pengendalian Massa di Kepolisian Resort Kota Bandung. Skripsi.

Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Ganda Wibawa Sakti, Agustus 2007. Hubungan Masyarakat, hlm. 4.

Ganda Wibawa Sakti, Juni 2007. Kekerasan Pada Polri, hlm.16.

Gaung Online, 2012, Seorang mahasiswa terkapar dipukul oknum Polisi, http://www.gaungntb.com/2012/11/seorang-mahasiswa-terkapar-dipukul-oknum-polisi/ diakses 25 april 2013.

http://www.antaramataram.com/berita/rubik=5&id=24603 diakses 15 juli 2013.

http://fokus6.blogspot.com/2013/06/bentrok-tolak-kedatangan-wapres.html?m=1 diakses 15 juli 2013.

Jaring News, 2011. Inilah Kronologis Bentrokan di Pelabuhan Sape NTB Versi

Polisi, http://touch.jaringnews.com/indekx.php/politik- peristiwa/umum/7377/inilah-kronologis-bentrokan-di-pelabuhan-sape-ntb-versi-polisi diakses 3 maret 2012.

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Markas Besar,Selintas Satuan Kepolisian, http://www.museum.polri.go.id/lantai2_selintas-satuan-kepolisian_dit-samapta.html diakses 2 Maret 2011.

Metro TV. 2010. Mahasiswa Bentrok Dengan Polisi Dan Kejaksaan. http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newscat/nusantara/2010/07/ 21/23852/Mahasiswa-Bentrok-Dengan-Polisi-Dan-Kejaksaan diakses 13 April 2011.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2001 Tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

dalam http://www.djpp.depkumham.go.id/ diakses 13 April 2011.

Wijayanti, Veronika Kusuma. 2005. 46 Polisi Terluka Akibat Bentrok di NTB. http://www.detiknews.com/read/2005/09/21/224008/446178/10/mabes-polri-46-polisi-terluka-akibat-bentrok-di-ntb?nd992203605 diakses 20 Maret 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis data di input ke dalam sel dengan format default yang akan ditampilkan berupa hh:mm:ss di mana “hh” adalah. jam (Hours), dan “mm” adalah menit (Minutes),serta “ss”

A tanulmány a statisztikai kapcsolatok mérési ská- la által meghatározott típusai – variancia, korreláció, asszociáció, látencia – mérésének sokváltozós mérő-

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan aktivitas belajar peserta didik kelas V Sekolah Dasar Negeri 17 Rabak dalam pembelajaran ilmu pengetahuan

Standar Operasional Prosedur penggunaan media sosial sebagaimana terlampir pada surat keputusan ini merupakan acuan kinerja yang digunakan oleh Senat Mahasiswa,

Berdasarkan pemikiran diatas, penulis termotivasi untuk mengkaji dan meneliti secara lebih mendalam masalah ini di dalam penelitian yang berjudul: “PELAKSANAAN PENENGGELAMAN

Hasil ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya perilaku menolong, perilaku positif, menunjukkan kinerja yang melebihi standar minimum, secara sukarela

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMADIRIAN LANSIA DALAM MELAKUKAN AKTIFITAS KEHIDUPAN SEHARI – HARI DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2011..

[r]