• Tidak ada hasil yang ditemukan

VALIDITAS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT PADA APENDISITIS KOMPLIKATA DI RSUP SANGLAH DENPASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "VALIDITAS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT PADA APENDISITIS KOMPLIKATA DI RSUP SANGLAH DENPASAR."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

VALIDITAS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT PADA

APENDISITIS KOMPLIKATA DI RSUP SANGLAH

DENPASAR

DEWI PRIMA CHRISTIAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

TESIS

VALIDITAS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT PADA

APENDISITIS KOMPLIKATA DI RSUP SANGLAH

DENPASAR

DEWI PRIMA CHRISTIAN NIM 1014028106

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

VALIDITAS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT PADA

APENDISITIS KOMPLIKATA DI RSUP SANGLAH

DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

DEWI PRIMA CHRISTIAN NIM 1014028106

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 16 JANUARI 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. Gd Suwedagatha, SpB(K)Trauma FINACS Dr.dr. Nyoman Golden, SpBS(K)

NIP. 196208161988031001 NIP. 196203071989031001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc,Sp.GK Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, Sp.S(K)

(5)

Tesis Ini Telah Diuji pada TanggaL 16 Januari 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 487/UN14.4/HK/2016 ,Tanggal 18 Januari 2016

Penguji :

Ketua : dr. Gd Suwedagatha, SpB(K)Trauma FINACS Anggota :

1. Dr.dr. Nyoman Golden, SpBS(K) 2. Dr.dr. Wy Sudarsa, SpB(K)Onk

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yesus Kristus, karena hanya atas anugerah-Nya tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari tanpa bimbingan, pengarahan, sumbangan pikiran, dorongan semangat dan bantuan lainnya yang sangat berharga dari semua pihak, tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik dan lancar.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Gd Suwedagatha, Sp.B (K) Trauma FINACS, selaku pembimbing pertama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan serta meluangkan waktu dan pemikiran dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada pembimbing kedua tesis ini, Dr.dr. Nyoman Golden, Sp.BS (K), yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran serta meluangkan waktu kepada penulis untuk penyelesaian tesis ini.

(7)

Program Studi Ilmu Bedah dan Program Studi Ilmu Biomedik pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa juga penulis ucapankan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K) FICS, M.Kes atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana dan yang telah memberikan kesempatan serta fasilitas pada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Ilmu Bedah di Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi Ilmu Bedah dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar. Terima kasih kepada Kepala Bagian Ilmu Bedah RSUP Sanglah, Prof. Dr. dr. Sri Maliawan, Sp.BS (K), dan Kepala SMF Ilmu Bedah RSUP Sanglah Denpasar, dr. I.B. Darmaputra, Sp.B.KBD atas kesempatan yang telah diberikan dalam menyelesaikan tesis ini. Ungkapan terima kasih ini Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. I Ketut Wiargitha, Sp.B (K) Trauma FINACS, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan yang sama ditujukan juga kepada Ketua Program Studi Biomedik, Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc,Sp.GK. Terima kasih juga kepada para penguji tesis ini Dr.dr. Wy Sudarsa, Sp.B (K) Onk, dr. I Ketut Wiargitha, Sp.B (K) Trauma FINACS dan Dr.dr. Kt Putu Yasa, Sp.B-BTKV(K).

(8)

Christian, Sp.B (K) Onk yang selalu memberikan masukan, bimbingan dan semangat kepada penulis serta Ibu, Carmela Paulina Christian yang telah mengasuh dari kecil dan selalu memberi semangat kepada penulis. Terima kasih kepada Suami tercinta, Oral Robert Lalamentik serta anak-anak Stevianel dan Gavish tersayang yang telah sabar dan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk bisa menyelesaikan tesis ini.

(9)

ABSTRAK

VALIDITAS RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT PADA APENDISITIS KOMPLIKATA DI RSUP SANGLAH DENPASAR

Kasus apendisitis akut merupakan kasus tersering dibagian gawat darurat. Dibutuhkan diagnosa yang cepat serta penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Namun mendiagnosa apendisitis akut tidak selalu mudah untuk ditegakkan terutama pada pasien dengan gejala tidak khas. Adapun alat tolak ukur diagnosa yang lebih sederhana dan sensitif pada proses inflamasi apendisitis selain Alvarado score atau USG abdomen yaitu menilai angka neutrofil dan limfosit kemudian dirasiokan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui validitas rasio neutrofil limfosit pada apendisitis komplikata.

Penelitian dilakukan secara observasional analitik dengan menggunakan desain studi kohort dengan mengambil sampel penderita apendisitis akut yang menjalani apendisektomi di RSUP Sanglah Denpasar, periode Oktober – Desember 2015 . Data dikelompokkan menjadi dua kelompok : RNL dengan cut of point >5 dan RNL dengan cut of point ≤5 dan kemudian disesuaikan dengan temuan pemeriksaan histopatologi anatomi sebagai standart baku emas, komplikata dan non komplikata. Data tersebut kemudian dianalisa dengan analisa statistik deskriptif, kurva ROC analisis dan uji diagnostik.

Pada penelitian ini diperoleh 62 sampel, dengan median umur 23 tahun, 32 orang penderita laki-laki dan 30 orang penderita perempuan, 28 apendisitis non komplikata, 34 apendisitis komplikata. Dari area under ROC 0,6229 dengan 95%CI didapatkan cut of point RNL >5 pada apendisitis komplikata, RNL ≤5 pada apendisitis non komplikata. Uji diagnostik didapatkan nilai sensitivitas 85,3%, spesifisitas 39,3 % dan tingkat akurasi 64,5%.

Dapat disimpulkan bahwa RNL merupakan tolok ukur sederhana yang lebih baik untuk meramalkan apendisitis akut dibandingkan dengan penilaian

Alvarado Score dan USG abdomen serta valid untuk membedakan apendisitis komplikata dan non komplikata melalui cut of point RNL.

(10)

ABSTRACT

THE VALIDITY NEUTROPHIL LYMPHOCYTE RATIO OF COMPLICATED APPENDICITIS IN SANGLAH HOSPITAL CENTER

DENPASAR

Acute appendicitis is one of the most common cases in emergency units. Early diagnosis of acute appendicitis and make a decision quickly are need to prevent complication risk. But it is not always easy to make early diagnosis especially for patient with atypical symptoms. Laboratory test is a sensitive and simple parameter to make diagnosis appendicitis beside Alvarado score and USG. These are neutrophils and lymphocytes counts as the sensitive marker of the inflammatory process and can be described of the percentage of neutrophils to the lymphocytes ratio (NLR) in the circulation. The purpose of this study is to know the validity neutrophil lymphocyte ratio of complicated appendicitis.

A cohort study with observasional analitic was performed on patients whom diagnosed for acute appendicitis those undergoing appendectomy from October - December 2015. The data were into two grouped according to cut of point NLR >5 and NLR ≤5. This group were associated with postoperative histopathological examination as a gold standart, complicated and uncomplicated appendicitis. This study was analysed with descriptive analysis, ROC curve and diagnostic test.

Results of this study from total 62 sample, median age 23 years old, 32 male, 30 female, 28 uncomplicated appendicitis, 34 complicated appendicitis. The area underROC 0,6229 with 95%CI got the cut of point NLR were >5 assosiated with complicated appendicitis and NLR 5 assosiated with uncomplicated appendicitis. The sensitivity were 85,3 %, spesificity 39,3 % and accuracy rate 64,5%.

Based on this study it can be concluded, that NLR is the better marker and simple for diagnosis rather than Alvarado Score and USG, and valid to differentiate between complicated and uncomplicated appendicitis through cut of point NLR.

(11)
(12)

2.2.1 Apendisitis Ganggrenosa……… 9

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS... 20

(13)

5.1 Analisa Statistik Deskriptif……….. 32

5.2 Analisa Kurva ROC………... 33

5.3 Uji Validitas Pemeriksaan Rasio Neutrofil Limfosit Pada Apendisitis Komplikata………. . 34

BAB VII PEMBAHASAN……….. 36

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN……… 39

7.1 Simpulan………... 39

7.2 Saran………. 40

DAFTAR PUSTAKA... 41

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Tanda dan Gejala yang Paling Sering Terjadi pada Apendisitis... 12 5.1 Gambaran Karakteristik Subjek dan Variabel Penelitian…………. 33 5.2 Uji Validitas Rasio Neutrofil Limfosit dan Hasil Histopatologi

Sampel Penderita Apendisitis Akut di RSUP Sanglah Bulan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Apendisitis Kataralis yang sudah Mengalami Inflamasi dan Edema

Pada Submukosa………... 7

2.2 Apendisitis Supuratif Tampak Gambar Apendik yang Meradang dengan Pelebaran Vaskular pada Seluruh Bagian Apendik………… 8

2.3 Apendisitis Gangrenosa, Menunjukkan Penebalan Jaringan Granular Kasar pada Serosa dengan Kongesti pada Ujung Apendik dan Eksudat Purulent Berwarna Kuning Keabuan dan Terdapat Pembesaran Diameter daripada Apendik………. 9

2.4 Apendisitis Perforasi……….. 10

2.5 McBurney’s Point……….. 11

2.6 Lokasi Posisi Apendiks………... 12

3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian………... 21

4.1 Bagan Rancangan Penelitian... 22

4.2 Bagan Alur Prosedur Penelitian... 28

4.3 Gambaran Kurva ROC………... 30

(16)

DAFTAR ARTI SINGKATAN DAN LAMBANG

ROC : Receiver Operating Characteristic

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ………... 44

Lampiran 2. Surat Keterangan Kelaikan Etik Penelitian ……….. 45

Lampiran 3. Data Sampel Pasien Apendisitis Akut……… 46

(18)
(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan kasus pembedahan darurat nyeri perut akut terbanyak sekitar 10%, terjadi pada semua golongan usia terutama usia 20-30 tahun dengan angka insiden paling banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan 1,4 : 1 (Froggatt dan Harmston, 2011).

Amerika Serikat angka insiden apendisitis akut adalah 1 per 1000 orang. Risiko seseorang terkena apendisitis akut sepanjang hidupnya adalah sekitar 6-9%. Data di Di Inggris menyatakan jumlah penderita apendisitis akut di Rumah Sakit didapatkan sebanyak 40.000 setiap tahunnya. Mortalitasnya cukup tinggi terutama jika mengenai orang usia tua yaitu antara 28-60% (Humes dan Simpson, 2011).

Di Indonesia angka insiden apendisitis cukup tinggi, dan terjadi peningkatan jumlah pasien dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Kesehatan RI pada tahun 2009, kasus apendisitis di Indonesia berjumlah sekitar 27% dari jumlah penduduk Indonesia. Menurut Dinkes Provinsi Bali pada tahun 2009, apendisitis menduduki peringkat 5 penyakit rawat inap RSUD se-Bali, tercatat 2162 kasus (Anonim, 2009).

(20)

2

Keterlambatan diagnosis akan berdampak pada penanganannya dengan segala komplikasi yang akan terjadi. Komplikasi yang akan terjadi yaitu apendisitis komplikata seperti gangrenosa, perforasi bahkan dapat terjadi peritonitis generalisata. Morbiditas dan mortalitas akan meningkat sesuai dengan peningkatan komplikasi yang ditemukan (Simpson dan Scholefield , 2008).

Apendisitis komplikata dapat terjadi oleh karena beberapa faktor baik dalam kecepatan penegakan diagnosa atau keterlambatan pasien akibat kurangnya pengetahuan. Beberapa pasien yang menunjukkan gejala dan tanda apendisitis yang tidak khas dapat menyebabkan kesalahan dalam diagnosis dan keterlambatan dalam hal penanganannya. Penanganan apendisitis komplikata seperti peritonitis akibat perforasi adalah laparotomi dan ini merupakan tindakan yang besar dengan resiko morbiditas yang tinggi sehingga pasien akan membutuhkan perawatan lebih lama di rumah sakit (Schizahs dan Williams, 2010; Rodney, 2014).

(21)

3

Salah satu pemeriksaan lainnya pada pasien apendisitis adalah pemeriksaan laboratorium dengan menilai leukosit dan juga neutrofil. Pemeriksaan ini merupakan test yang sensitif untuk apendisitis tetapi memiliki sensitivitas yang rendah untuk diagnostik apendisitis dan belum bisa dipakai untuk membedakan apendisitis komplikata dan non komplikata. Adapun pemeriksaan lainnya yang terbukti memiliki sensitivitas lebih tinggi untuk mendiagnosa apendisitis yaitu menilai angka neutrofil dan limfosit kemudian dirasiokan. Hasil rasio neutrofil limfosit yang tinggi akan menunjukkan inflamasi yang berat seperti apendisitis komplikata (Nasution, 2011; Kahramanca et al, 2014).

(22)

4

1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui validitas rasio neutrofil limfosit pada apendisitis komplikata di RSUP Sanglah Denpasar.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui nilai sensitivitas rasio neutrofil limfosit pada apendisitis komplikata.

2. Untuk mengetahui nilai spesifisitas rasio neutrofil limfosit pada apendisitis komplikata.

3. Untuk menilai akurasi rasio neutrofil limfosit pada apendisitis komplikata.

4. Untuk mengetahui nilai prediktif positif rasio neutrofil limfosit pada apendisitis komplikata.

5. Untuk mengetahui nilai prediktif negatif rasio neutrofil limfosit pada apendisitis komplikata

1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Manfaat Ilmiah

(23)

5

1.3.2 Manfaat Klinis

(24)

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Apendisitis adalah infeksi pada apendik karena tersumbatnya lumen oleh fekalit (batu feses), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Penyakit ini dapat mengenai semua umur tetapi paling banyak ditemukan pada usia 20-30 tahun, walaupun jarang ditemui diatas 65 tahun tetapi sering berakibat pada apendisitis perforasi. Resiko seseorang terkena apendisitis akut sepanjang hidupnya sekitar 6-9% (Prytowsky, 2005; Andersson, 2007). Angka insiden apendisitis akut paling banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan 1,4: 1 (Froggatt dan Harmston, 2011).

Rata–rata mortalitas akibat apendisitis akut ini secara keseluruhan dapat mencapai 0,3% dan meningkat menjadi 6,5% apabila terjadi apendisitis komplikata. Pada apendisitis akut ada dua klasifikasi berdasarkan klinikopatologis yaitu non komplikata (apendisitis kataralis dan supuratif) dan komplikata (gangrenosa dan perforasi ) (Prytowsky, 2005).

2.1 Apendisitis Non Komplikata

2.1.1 Apendisitis Sederhana (Apendisitis Kataralis)

(25)

7

apendik jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala klinis diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilicus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada apendisitis kataral terjadi leukositosis dan apendik berukuran normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa. Apendisitis akut pada pemeriksaan histologi dijumpai adanya infiltrasi sel-sel limfosit dan neutrofil didalam lapisan otot apendik (Robbins, 2015).

Gambar 2.1

Apendisitis kataralis yang sudah mengalami inflamasi dan edema pada submukosa (Robbins, 2015)

2.1.2 Apendisitis Purulenta (Apendisitis Supuratif)

(26)

8

peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik McBurney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Rasa nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum (Robbins, 2015) .

Gambar 2.2

Apendisitis supuratif tampak gambar apendik yang meradang dengan pelebaran vaskular pada seluruh bagian apendik (Robbins, 2015)

2.2 Apendisitis Komplikata

(27)

9

dapat mencapai 10 x lipat. Saat ini pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya apendisitis perforasi adalah pasien yang usia sangat muda, pasien usia tua, pasien dengan penurunan sistem imun tubuh (Prytowsky, 2005).

2.2.1 Apendisitis Gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendik mengalami gangrene pada bagian tertentu. Dinding apendik berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan cairan peritoneal yang purulent(Robbins, 2014).

Gambar 2.3

(28)

10

2.2.2 Apendisitis Perforasi

Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendik yang sudah gangrenosa yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendik tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik (Robbins, 2014).

Gambar 2.4

Apendisitis perforasi (Robbins, 2014)

2.3 Presentasi Klinis Apendisitis Akut 2.3.1 Apendisitis non komplikata

(29)

11

gambaran yang paling umum dan khas pada pasien dengan apendisitis akut. Penemuan gejala ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas hampir 80% (Korner

et al, 2001; Petroniau, 2012).

Nyeri abdomen tersebut akan bersifat menetap di perut kanan bawah yang akan bertambah nyeri bila pasien bergerak, batuk atau bersin. Pada pasien dengan apendisitis akut juga dirasakan panas badan (sekitar 380C). Anoreksia, mual, dan muntah dapat timbul beberapa jam kemudian. Dalam waktu 6 hingga 12 jam terjadi proses inflamasi yang terus meningkat pada organ sekitar apendik sehingga nyeri bertambah kuat dan terlokalisir di perut kanan bawah atau pada area

McBurney, tampak pada gambar dibawah ini (Prytowsky, 2005).

Gambar 2.5

McBurney’s point (Simpson dan Scholefield , 2008)

(30)

12

Gambar 2.6

Lokasi posisi apendik (Simpson dan Scholefield , 2008)

Menurut John B. Murphy penilaian pasien dengan apendisitis dapat dilihat dari gejalanya seperti adanya nyeri perut, anoreksia, nyeri tekan (tenderness), demam dan disertai leukositosis. Gejala dari apendisitis dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1

(31)

13

2.3.2 Apendisitis komplikata

Gejala klinis yang tampak pada apendisitis komplikata adalah nyeri perut yang semakin memberat, dirasakan hampir seluruh perut dengan onset waktu terjadinya proses inflamasi lebih dari 24 jam disertai panas badan >380C dan takikardi, gejala klinis ini merupakan tanda terjadinya perforasi (Livingston et al, 2007). Berdasarkan salah satu penelitian, muntah dan febris lebih sering didapatkan pada penderita dengan apendisitis komplikata (Korner et al, 2001; Petroniau, 2012).

Sekitar 20-30% pasien apendisitis datang dengan kondisi perforasi, 50% terjadi pada anak-anak dan usia tua. Insiden yang tinggi ini dapat terjadi akibat terlambatnya diagnosis pasien (Prystowsky et al, 2005).

Keadaan ini dapat mengakibatkan peningkatan inflamasi yang lebih berat seperti terjadinya sepsis bahkan mortalitas pada pasien jika tidak tertangani dengan cepat dan baik (Prytowsky, 2005).

2.4 Patofisiologi Apendisitis dan Hubungannya Dengan Rasio Neutrofil Limfosit (RNL)

(32)

14

usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun faktor obstruksi telah dihilangkan. Apendisitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub mukosa, dan muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi sel radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi granular membran. Pada perkembangan selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut apendisitis akut supuratif. Edema dinding apendik menimbulkan gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi gangrenosa, warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding apendik tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan pembuluh darah kongesti. Apendik yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi (Nasution, 2011).

Berbagai jenis bakteri yang terdapat pada apendisitis akut saat proses infeksi akan tampak pada pemeriksaan laboratorium. Jenis bakteri yang paling banyak ditemukan pada apendisitis akut adalah bakteri gram negatif terutama

Escherichia coli (76%), Enteroccocus (30%), Bacteroides (24%) and

Pseudomonas (20%) (Petroianu, 2012).

(33)

15

penderita apendisitis akan ditemukan nilai leukosit yang meningkat di atas 10.000/m3 dan neutrofil diatas 80% dengan rentang normal 47-80% (Lawrence, 2003; Xharra et al, 2012). Nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat secara bersamaan saat fase akut terjadinya apendisitis dan akan semakin meningkat pada apendisitis komplikata sedangkan nilai limfosit jarang terjadinya peningkatan pada fase akut bahkan nilai limfosit akan jauh berkurang pada apendisitis ganggrenosa atau komplikata. Nilai neutrofil dan limfosit apabila dibandingkan dalam bentuk rasio akan menunjukkan nilai yang tinggi pada apendisitis komplikata. Hal ini sudah dibuktikan oleh penelitian sebelumnya Kahramanca (2014) yang menyatakan bahwa rasio neutrofil limfosit memiliki sensitivitas yang tinggi sekitar 70,8 % untuk mendiagnosa apendisitis komplikata (Zuhoor, 2012; Kahramanca et al, 2014).

2.5 Penatalaksanaan Apendisitis Akut 2.5.1 Apendisitis non komplikata

Pada umumnya penanganan apendisitis akut adalah dilakukan tindakan pembedahan atau apendisektomi. Tindakan ini merupakan satu-satunya tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah/ mengurangi angka morbiditas. Selain tindakan apendektomi yang biasa dilakukan, dapat pula dilakukan apendektomi laparoskopi (Ellis, 1997; Guller et al, 2004).

(34)

16

untuk mengurangi proses inflamasi pada nyeri perut. Tidak dianjurkan untuk pemberian obat analgesia karena hal tersebut justru akan mengaburkan gejala. Preoperative semua pasien harus mendapatkan antibiotika spectrum luas (1-3 dosis) untuk menurunkan risiko infeksi postoperatif dan pembentukan abses intra abdomen (Kamran et al, 2008; Wray et al, 2013).

2.5.2 Apendisitis komplikata

Apendisektomi merupakan indikasi apendisitis komplikata untuk mencegah terjadinya kondisi yang lebih buruk atau kematian. Beberapa literatur menyatakan penanganan apendisitis komplikata dapat diterapi dengan pemberian antibiotika kemudian pembedahan merupakan alternatif kedua. Hingga saat ini dokter bedah masih dilema dengan beberapa kasus apendisitis akut terutama dalam hal penanganan, keputusan apendisektomi yang segera dilakukan tergantung kondisi pasien saaat dilakukan pemeriksaan (Wray et al, 2013).

(35)

17

2.6 Rasio Neutrofil Limfosit Sebagai Faktor Prediksi Apendisitis Komplikata

Mendiagnosa apendisitis akut tidak selalu mudah dan hal ini membuat para ahli bedah dilema dalam memutuskan penanganan yang akan diberikan baik berupa observasi ataupun tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti perforasi dan peritonitis. Keputusan tindakan operasi dengan mengangkat apendik yang normal akibat diagnosa yang salah merupakan tindakan yang tidak tepat dan mengakibatkan resiko morbiditas pada pasien (Schellekens, 2013; Mason, 2012).

Beberapa studi lainnya menyatakan bahwa mendiagnosa apendisitis akut berdasarkan klinis nyeri perut kanan bawah dan leukositosis saja tidak cukup karena penilaian tersebut memiliki nilai prediktor yang tidak konstan dan tingkat akurasinya masih diragukan. Penilaian laboratorium dengan nilai leukosit dan neutrofil merupakan test yang sensitif untuk apendisitis tetapi memiliki sensitivitas yang rendah untuk diagnostik apendisitis terutama untuk menentukan tindakan apendisitis akut (Zuhoor, 2012; Kahramanca et al, 2014).

(36)

18

Alat USG ini pun tidak dapat membedakan apendisitis komplikata dan non komplikata (Ohle R et al, 2011; Kahramanca et al, 2014).

Pemeriksaan lainnya yaitu menilai apendisitis dengan Alvarado Score,

namun sistem skoring ini kurang sensitif menilai apendisitis akut. Beberapa kelemahan lainnya adalah bersifat subyektif, nilai sensitivitas hanya 68% dan tidak bisa membedakan apendisitis non komplikata dan komplikata. Oleh karena itu, untuk mendiagnosa apendisitis akut diperlukan alat bantu yang lebih akurat, mudah, murah dan cepat serta tersedia di semua rumah sakit (Chong et al, 2010).

Beberapa peneliti melaporkan bahwa rasio neutrofil limfosit dapat digunakan sebagai prediktor suatu inflamasi dan sangat berguna untuk diagnosa preoperatif apendisitis akut. Rasio neutrofil limfosit ini memiliki tingkat akurasi diagnostik yang tinggi sekitar 0,836 serta nilai sensitivitas yang tinggi dibandingkan dengan menilai leukositosis saja atau USG abdomen yang tingkat akurasi lebih rendah sekitar 0,779 (Muhamad et al, 2010; Markar et al, 2010). Peningkatan nilai rasio neutrofil limfosit akan terlihat pada fase awal inflamasi apendik. Peningkatan terjadi 85-95% pada proses infeksi yang berat seperti apendisitis komplikata (Kahramanca et al, 2014; Goulart et al, 2012; Xia et al, 2014).

(37)

19

pada apendisitis komplikata, spesifisitas 48,5% dan didapatkan cut of point rasio neutrofil limfosit apendisitis komplikata >5 (Kahramanca et al, 2014).

Penelitian di Tochigi Jepang didapatkan nilai cut of point rasio neutrofil limfosit (<8/≥8) pada sampel pasien apendisitis akut yang diteliti dan telah dilakukan apendisektomi. Dengan penilaian apendisitis komplikata memiliki cut of point rasio neutrofil limfosit ≥8(Ishizuka et al, 2012).

Gambar

Gambar 2.1 Apendisitis kataralis yang sudah mengalami inflamasi dan edema pada
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pengolahan berlapis di Desa Cibodas, pertama terjadi pada pengolahan kotoran sapi menjadi biogas dengan produk samping berupa biosulry, kedua terjadi pada

The ‘Cell Attributes’ window (click Format, Cells) below includes other tabs for cell formatting (e.g. Fonts, Font Effects, Alignment, etc).. The function toolbar also contains

KEPADA PESERTA PELELANGAN YANG KEBERATAN, DIBERIKAN KESEMPATAN UNTUK MENYAMPAIKAN SANGGAHAN KHUSUSNYA MENGENAI KETENTUAN DAN PROSEDUR YANG TELAH DITENTUKAN DALAM

As a result, many countries around the world is modernizing the cadastral database from legacy cadastre or relative cadastre to accurate coordinate based cadastre known

Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal-tanggal 31 Desember 2012 dan 2011, serta(. Laporan

GGM has been published by the International Center for Global Earth Models (ICGEM).Besides, these models can provide the medium and long wavelength part of a gravimetric geoid

Metode penelitian, karena penelitian ini menggunakan prosedur research and development (R&amp;D), data pada: 1) studi pendahuluan diperoleh dengan observasi. Pada 2)

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu : 1). Penerapan metode pembelajaran Take and Give memberikan perbedaan peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari jumlah