• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Tentang Achievement Goal Orientation Dalam Pelajaran Fisika Pada Siswa Kelas XI IPA di SMAK "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Tentang Achievement Goal Orientation Dalam Pelajaran Fisika Pada Siswa Kelas XI IPA di SMAK "X" Bandung."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

viii

Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini berjudul Studi Deskriptif Mengenai Achievement Goal Orientation Dalam Pelajaran Fisika Pada Kelas XI IPA di SMAK “X” Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mendapatkan gambaran tentang achievement goal orientation dalam pelajaran fisika pada siswa kelas XI IPA di SMAK “X” Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan teknik survei.

Goal orientation menggambarkan pola terintegrasi dari belief yang mengarahkan individu kepada cara pendekatan yang berbeda, melibatkan diri, dan merespon terhadap situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b). Goal orientation terdiri atas mastery approach orientation, mastery avoidance orientation, performance approach orientation, dan performance avoidance orientation.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori achievement goal orientation dari Ames (1992) yang terdiri dari 36 item. Pengolahan validitas alat ukur menggunakan chi square dan didapatkan bahwa validitas alat ukur berkisar antara 0,375 – 0,662. Penghitungan reliabilitas alat ukur menggunakan Rank Spearman dan menunjukkan hasil 0.815, yang berarti item-item dalam alat ukur memiliki reliabilitas yang tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan siswa kelas XI IPA SMAK “X” di Kota Bandung lebih banyak menggunakan mastery approach orientation dalam pelajaran fisika yaitu sebesar 54, 9%, sebagian besar lainnya yaitu 43,1 % siswa kelas XI IPA SMAK “X” di Kota Bandung memiliki mastery avoidance orientation, dan 2 % siswa memiliki performance approach orientation dalam pelajaran fisika dan tidak ada siswa yang memiliki performace avoidance orientation.

(2)

ix

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Lembar Judul... i

Lembar Pengesahan ... ii

Pernyataan Orisinalitas Laporan... iii

Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah Untuk Kepentingan Akademis……….. iv

Kata Pengantar...………….………... v

Abstrak ………...………... viii

Daftar Isi ………... ix

Daftar Bagan ………... xiii

Daftar Tabel………. xiv

Daftar Lampiran………... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……….... 1

1.2Identifikasi Masalah ………... 9

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1Maksud Penelitian ... 10

1.3.2Tujuan Penelitian ... 10

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1Kegunaan Teoretis ... 10

(3)

x

Universitas Kristen Maranatha

1.5Kerangka Pikir ……….. 11

1.6Asumsi ……….. 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Goal Orientation 2.1.1 Pengertian Goal Orientation... 27

2.1.2 Teori Mengenai Goal Orientation dari Ames (1992) ... 28

2.1.2.1 Mastery goal orientation……….…..………. 28

2.1.2.2 Performance goal orientation………. 30

2.1.2.3 Pembagian Mastery Goal Orientation dan Performance Goal Orientation………. 32

2.1.3 Goal Orientation dan Hubungannya dengan Faktor Motivasional Lainnya dan Proses Kognitif... 35

2.1.3.1 Goal dan Hubungannya kepada Atribusi dan Efficacy... 38

2.1.3.2 Goal dan Hubungannya dengan Perasaan……... 39

2.1.3.3 Goal dan Hubungannya dengan Kognitif... 40

2.1.3.4 Goal dan Hubungannya dengan Tingkah Laku... 41

2.1.4 Personal Predictors of Goals... 42

2.1.4.1 Faktor Personal……… 42

(4)

xi

Universitas Kristen Maranatha 2.2 Perkembangan Remaja

2.2.1 Definisi Remaja……….……….…. 50

2.2.2 Tugas-Tugas Perkembangan Remaja……….. 50

2.2.3 Perkembangan Masa Remaja 2.2.3.1 Perkembangan Fisik ……….…………. 51

2.2.3.2 Perkembangan Kognitif ………... 51

2.2.3.3 Perkembangan Sosio-emosional ……….………... 53

2.2.3.4 Perkembangan Moral………... 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 55

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.2.1 Variabel Penelitian... 55

3.2.2 Definisi Operasional ... 56

3.3 Alat Ukur 3.3.1 Alat Ukur Goal Orientation………..……… 61

3.3.2 Sistem Penilaian Alat Ukur Goal Orientation …..……… 62

3.3.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 62

3.3.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 3.4.3.1 Valdiditas Alat Ukur ... 63

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 64

(5)

xii

Universitas Kristen Maranatha 3.4.2 Karakteristik Populasi ... 65 3.4.3 Teknik Penarikan Sampel ... 66 3.5 Teknik Analisis Data ... 66

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1. Responden Penelitian ……… 67 4.1.2. Achievement Goal Orientation ………... 67

4.2.Pembahasan ……….... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……… 81

5.2. Saran .………..………... 81

Daftar Pustaka ... 82 Daftar Rujukan ... 83 Lampiran

(6)

xiii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

(7)

xiv

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pembagian Mastery Goal Orientation dan Performance

Goal Orientation... 32

Tabel 2.2 Karakteristik dari Mastery dan Performance Goal Orientation... 34

Tabel 2.3 Hubungan Goal Orientation dengan Faktor Motivasional yang lain dan Faktor Kognitif... 36

Tabel 3.4 Kuesioner Achievement Goal Orientation... 62

Tabel 3.5 Teknik Analisis Data... 63

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin………. 67

(8)

xv

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

(9)

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan salah satu dari kebutuhan manusia saat ini. Tingginya tingkat pendidikan dapat mendukung seseorang untuk mencapai cita-cita dan masa depan yang diharapkan. Pendidikan juga diperlukan sebagai pilar tegaknya bangsa, melalui pendidikanlah bangsa akan tegak, mampu menjaga martabat.

Undang - undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 3 menyebutkan tentang tujuan pendidikan nasional yaitu bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

(10)

Universitas Kristen Maranatha benar-benar dimengerti dan betul-betul dipahami. Belajar merupakan jalan menuju kesuksesan hidup, dimana sebenarnya kesuksesan hidup itu selalu terbuka bagi individu yang mau bekerja keras tanpa kenal menyerah dan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Dalam belajar, tentunya ada banyak hambatan yang dapat merintangi individu meraih apa yang dicita-citakan. Hambatan dalam belajar bisa berasal dari dalam maupun dari luar diri individu, tetapi semua itu tergantung pada motivasi yang dimiliki oleh individu yang kemudian akan mendorong individu tersebut untuk bisa mencapai apa yang dicita-citakannya.

Motivasi dibutuhkan dalam belajar, karena peranan motivasi selama pembelajaran itu penting, motivasi dapat mempengaruhi apa, kapan, dan bagaimana individu belajar (Schunk, 1991b dalam Pintrich & Schunk 2002). Motivasi melatarbelakangi banyak perilaku manusia dan motivasi menghasilkan dorongan serta arah untuk bertindak. Motivasi dilihat sebagai sesuatu yang membuat individu tergugah, membuat individu tetap bergerak, dan membantu individu untuk menyelesaikan tugasnya. Motivasi penting dalam pencapaian goal akademik. Dengan memiliki motivasi yang tinggi, terutama dalam belajar maka individu dengan sendirinya akan terdorong untuk mengejar goal akademik yang ingin dicapai.

Goal akademik bisa tercapai melalui achievement behavior (aktivitas fisik

dan mental dalam konteks belajar) dan teori yang menjelaskannya adalah achievement goal orientation. Achievement goal orientation menggambarkan pola

(11)

Universitas Kristen Maranatha berbeda dalam melibatkan diri, dan merespon situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b).

Achievement goal orientation terbagi atas dua golongan besar, yaitu:

mastery goal orientation dan performance goals orientation (Ames, 1992b), baik

mastery goal orientation maupun performance goal orientation terbagi lagi

menjadi approach dan avoidance. Jadi achievement goal orientation terdiri dari empat bentuk, yaitu mastery approach orientation, mastery avoidance orientation, performance approach orientation, dan performance avoidance

orientation. Individu memiliki keempat achievement goal orientation ini dalam

mencapai tiap goal akademik mereka, namun salah satunya lebih dominan sehingga yang lebih dominan diadopsi menjadi goal orientation individu dalam mencapai goal akademiknya.

Fokus individu yang memiliki pola mastery goal orientation adalah belajar dan menguasai bahan, perkembangan yang dicapai dilihat dari tolok ukur pribadi dan saat menemui kegagalan, individu akan mengeluarkan usaha yang lebih keras untuk mengatasi kegagalan tersebut, sehingga pada akhirnya mampu mengolah kegagalan tersbut dan memperbaikinya. Fokus individu yang memiliki pola performance goal orientation adalah menggunakan kemampuan yang dimilikinya

(12)

Universitas Kristen Maranatha

Siswa di SMAK “X“terbagi menjadi dua jurusan untuk kelas XI dan XII,

yaitu jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Di kelas XI jurusan IPA ini, terdapat dua jenis mata pelajaran, yaitu mata pelajaran IPA dan mata pelajaran umum. Mata pelajaran umum yaitu pelajaran yang sama diterapkan, baik kepada kelas IPA maupun IPS. Mata pelajaran IPA, terdiri dari matematika, fisika, kimia, dan biologi. Mata pelajaran tersebut tentunya memiliki derajat kesulitan masing-masing.

(13)

Universitas Kristen Maranatha ada pelajaran fisika, maka guru akan memberikan tugas untuk dikerjakan dari buku LKS tersebut. Selain dikerjakan di sekolah setelah penyampaian materi, persoalan dalam LKS tersebut juga diberikan sebagai tugas Pekerjaan Rumah (PR). Guru ketiga adalah guru untuk pelajaran praktikum fisika, praktikum ini dilakukan dua minggu sekali.

Di pelajaran fisika, siswa dituntut untuk dapat memahami, mengerti, dan mendalami materi yang diberikan, baik berupa pemaparan teori, proses berhitung, dan juga rumus fisika beserta turunannya. Siswa juga dituntut untuk memenuhi nilai ketuntasan mutlak pada pelajaran fisika. Nilai ketuntasan mutlak pelajaran fisika berbeda dengan pelajaran lainnya, seperti Bahasa Inggris, biologi, Bahasa Indonesia, dan beberapa pelajaran lainnya. Pelajaran tersebut memiliki nilai ketuntasan mutlak dengan nilai 60, sedangkan pelajaran fisika tuntutan nilai ketuntasan mutlaknya adalah 65. Dengan tuntutan nilai ketuntasan mutlak yang tinggi, tentunya harus diimbangi dengan proses belajar siswa untuk mencapai nilai ketuntasan mutlak tersebut. Nilai terakhir pelajaran fisika siswa kelas XI IPA mayoritas berada di bawah nilai ketuntasan mutlak. Hampir setiap ulangan, mereka mendapat nilai yang tidak sesuai nilai ketuntasan mutlak.

(14)

Universitas Kristen Maranatha itu, tujuan lainnya adalah agar siswa dapat mengerjakan setiap soal latihan dan ulangan serta ujian, sehingga dapat mencapai nilai ketuntasan mutlak yang telah ditetapkan.

Tujuan pembelajaran fisika tersebut dan usaha untuk mencapaian goal akademik pada mata pelajaran fisika, siswa diharapkan untuk untuk mengadopsi mastery goal orientation. Siswa yang menggunakan mastery approach orientation

diharapkan mampu mengerti, memahami, dan mendalami setiap materi pelajaran fisika, dapat menerapkan rumus fisika sesuai teori yang ada, dan dapat menghitungnya sesuai dengan proses berhitung dalam rumus tersebut, mencapai nilai ketuntasan mutlak. Siswa dengan mastery approach orientation belajar dan memahami setip materi untuk meningkatkan kemampuan dirinya sehingga memperoleh perkembangan pribadi.

Siswa dengan mastery avoidance orientation, diharapkan juga mampu mengerti, memahami, dan mendalami setiap materi pelajaran fisika, dapat menerapkan rumus fisika sesuai teori yang ada, dan dapat menghitungnya sesuai dengan proses berhitung dalam rumus tersebut, mencapai nilai ketuntasan mutlak. Siswa dengan mastery approach orientation belajar dan memahami setip materi dengan standar tidak melakukan kesalahan dan menuntut kesempurnaan dalam pengerjaan soal fisika.

(15)

Universitas Kristen Maranatha kelas. Siswa ini belajar hanya untuk mendapatkan nilai yang terbaik dan menjadi yang terbaik diantara orang lain.

Siswa yang mengadopsi performance avoidance orientation, goal akademiknya adalah menghindari terihat tidak mampu atau bodoh sehingga ia berusaha untuk mencapai nilai ketuntasan mutlak.

Berdasarkan hasil survei awal terhadap 20 siswa kelas XI IPA SMAK ”X”

terdapat 55%, yaitu 11 orang siswa yang menyatakan bahwa mereka berusaha untuk menguasai materi pelajaran fisika dengan alasan agar mereka dapat memahami materi secara mendalam, menunjukkan usaha yang kuat dalam memahami materi, tekun dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit, dan suka mencari tantangan, dengan mengasah diri mengerjakan soal-soal dalam jumlah lebih banyak dan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Siswa juga aktif di dalam kelas, baik aktif bertanya maupun aktif dalam menjawab persoalan lisan dari gurunya. Siswa juga berlatih soal-soal untuk mendalami pemahaman dan melatih diri mengerjakan soal-soal dengan beragam jenis dan tingkat kesulitan. Siswa mempersiapkan diri dengan belajar setiap saat, saat ada ulangan ataupun tidak ada ulangan, yaitu dengan mengulang materi yang telah diajarkan saat pulang ke rumah. Perilaku di atas merupakan ciri perilaku yang menggambarkan mastery approach orientation. Siswa dengan mastery approach orientation diharapkan

(16)

Universitas Kristen Maranatha Terdapat 30%, yaitu 6 orang siswa yang menyatakan bahwa mereka berusaha untuk memahami materi pelajaran fisika sebagai alasan agar tidak melakukan kesalahan dalam belajar dan mengerjakan soal dan menghindari nilai di bawah nilai ketuntasan mutlak, sehingga membuat mereka berusaha untuk memahami materi, memiliki kriteria yang ditentukan oleh diri sendiri untuk tidak melakukan kesalahan dalam mengerjakan tugas. Siswa juga mampu menguasai materi dan mengerjakan tugas dengan baik, namun semua itu dilakukan agar siswa tidak mendapatkan hukuman atau nilai yang kurang baik. Siswa belajar baik pada saat ada ulangan atau ujian dan berlatih soal saat ada pekerjaan rumah, maupun saat tidak ada ujian atau ulangan serta tugas. Perilaku-perilaku tersebut merupakan ciri perilaku yang menggambarkan mastery avoidance orientation. Siswa dengan mastery avoidance orientation diharapkan juga untuk mendapatkan nilai yang tinggi dalam pelajaran fisika di kelasnya.

(17)

Universitas Kristen Maranatha Terdapat 5 %, yaitu 1 orang siswa menyatakan bahwa mereka belajar agar mereka tidak terlihat bodoh atau tidak mampu dalam pelajaran fisika, tidak ingin mendapatkan nilai terendah di dalam kelas sehingga mereka berusaha untuk mendapatkan nilai yang baik, menghindari tantangan dalam tugas sehingga lebih memilih tugas yang ringan. Perilaku tersebut merupakan ciri perilaku yang menggambarkan performance avoidance orientation.

Dari 20 siswa , didapatkan bahwa ada 11 orang siswa memiliki ciri perilaku yang menggambarkan mastery approach orientation, 6 orang siswa memiliki ciri perilaku yang menggambarkan mastery avoidance orientation, selain itu ada 2 orang siswa memiliki ciri perilaku yang menggambarkan performance approach orientation, dan ada 1 orang siswa memiliki ciri perilaku

yang menggambarkan performance avoidance orientation. Padahal, sebenarnya setiap siswa perlu mengadopsi ciri-ciri perilaku yang menggambarkan mastery approach orientation dalam mempelajari pelajaran fisika. Dengan mengadopsi

mastery approach orientation, diharapkan siswa dapat mencapai goal

akademiknya pada mata pelajaran fisika.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Studi Deskriptif Tentang Achievement Goal Orientation Dalam Pelajaran Fisika Pada Siswa Kelas XI IPA di SMAK “X” Bandung”

1.2IDENTIFIKASI MASALAH

(18)

Universitas Kristen Maranatha 1.3MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui Achievement Goal Orientation siswa pada Pelajaran Fisika di kelas XI IPA SMAK “X”

Bandung

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai bentuk Achievement Goal Orientation yang dimiliki siswa kelas XI IPA

pada Pelajaran Fisika di SMAK “X” Bandung.

1.4KEGUNAAN PENELITIAN

1.4.1Kegunaan Teoretis

Memberi informasi bagi ilmu Psikologi, terutama Psikologi Pendidikan dalam hal achievement goal orientation siswa pada pelajaran Fisika di kelas XI IPA

Memberikan informasi bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai achievement goal orientation siswa pada pelajaran Fisika di kelas XI IPA

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi bagi siswa kelas XI IPA SMAK “X” Bandung

(19)

Universitas Kristen Maranatha bahan untuk pengenalan dan pengembangan diri dalam mencapai tujuan belajar yang diharapkan

Memberikan informasi kepada guru pelajaran fisika kelas XI IPA SMAK “X” Bandung mengenai achievement goal orientation pada pelajaran

Fisika di kelas XI IPA serta faktor-faktor yang menunjang tercapainya achievement goal orientation pada pelajaran Fisika di kelas XI IPA agar

dapat membantu siswa untuk menigkatkan motivasinya dalam mencapai tujuan belajar yang diharapkan.

1.5 KERANGKA PIKIR

Pelajar kelas XI IPA memiliki goal akademik masing-masing dalam pelajaran fisika dan untuk mencapai goal akademiknya, siswa melakukan achievement behavior. Achievement behavior adalah aktivitas fisik maupun

mental yang dilakukan siswa untuk bisa mencapai goal akademiknya. Teori goal orientation berusaha untuk menjelaskan achievement behavior siswa.

Achievement goal orientation atau goal orientation menggambarkan pola

terintegrasi dari belief siswa yang mengarahkannya kepada cara pendekatan yang berbeda, melibatkan diri, dan merespon terhadap situasi-situasi berprestasi (Ames, 1992b), keyakinan yang mencerminkan alasan mengapa siswa mendekati dan terlibat dalam tugas-tugas akademik.

Achievement goal orientation dari Ames, terbagi menjadi mastery goal

(20)

Universitas Kristen Maranatha seperti apakah usaha yang dikeluarkan oleh siswa untuk menguasai suatu kemampuan atau konsep tertentu. Siswa dengan mastery goal orientation akan berusaha untuk memahami dan mendalami suatu materi,bekerja dengan keras, bertahan dalam menghadapi kesulitan dan frustrasi, akan mengambil resiko dan mencoba segala sesuatu yang baru, semua hal di atas adalah usaha untuk menguasai materi (Dweck and Leggett, 1988; Ames and Archer, 1987 dalam Pintrich & Schunk 2002). Mastery goal orientation terbagi lagi menjadi mastery approach orientation dan mastery avoidance orientation (Elliot, 1999 dalam

Pintrich & Schunk 2002).

Mastery approach orientation memiliki fokus untuk menguasai materi

pelajaran fisika dan dalam belajar. Standar yang digunakan dalam mastery approach orientation adalah memperoleh perkembangan pribadi, pemahaman

yang mendalam mengenai materi Fisika, dan berkembang dalam pengerjaan tugas Fisika dan jika mengalami kegagalan, akan menganggap kegagalan senagai proses belajar. Fokus mastery avoidance orientation adalah untuk menghindari melakukan kesalahan dalam penguasaan materi Fisika dan standar yang digunakan dalam mastery avoidance orientation adalah tidak melakukan kesalahan dalam mengerjakan tugas maupun mempelajari materi Fisika. Baik approach maupun avoidance mastery goal orientation bertujuan untuk menguasai

materi dan tugas Fisika, namun standar yang digunakan berbeda jika siswa dengan mastery approach orientation ingin menguasai materi Fisika untuk memperoleh

(21)

Universitas Kristen Maranatha tidak melakukan kesalahan, yang dicari adalah kesempurnaan dalam mengerjakan tugas dan mema mi materi bukan memperoleh perkembangan pribadi.

Performance goal orientation berfokus pada kompetensi atau kemampuan

dan bagaimana kemampuan akan menilai secara relatif kepada hal yang lainnya (Ames, 1992b). Fokus performance approach orientation adalah mendapatkan nilai yang terbaik di kelas dan berusaha menjadi yang terbaik dengan membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain. Siswa lebih memilih untuk mengerjakan tugas sesuai dengan yang bisa lakukannya, dan siswa tidak mau untuk mengambil resiko serta ingin melakukan sesuatu tersebut lebih baik dari siswa lain. Goal akademik bagi siswa dengan performance goal orientation adalah mendapatkan nilai yang terbaik dan menjadi yang terbaik diantara teman-temannya dalam pelajaran Fisika.

Performance goal orientation juga terbagi atas performance approach

orientation dan performance avoidance orientation (Elliot, Pintrich & Schunk

2002). Fokus siswa dengan performance approach orientation adalah untuk menjadi yang terbaik, mengalahkan siswa yang lainnya dalam hal nilai, dan menjadi yang terpandai dalam Fisika. Standar yang digunakan oleh performace approach orientation adalah standar normatif dengan ingin mendapatkan nilai

(22)

Universitas Kristen Maranatha peringkat terbawah dikelas dan menghindari penilaian buruk dari siswa yang lainnya.

Mastery goal orientation dan performance goal orientation dapat

dibedakan menurut tujuh karakteristik yang dimilikinya, yaitu: value of learning, effort and ability, error/ failure, attribution, feedback, persistence/ ketekunan,

challenge (Ames, 1992b).

Karakteristik pertama, value of learning, pada siswa dengan mastery goal orientation didasarkan pada motivasi instrinsik, yaitu adanya keinginan dari

dalam diri siswa untuk mempelajari pelajaran Fisika dan goal yang ingin dicapai adalah meningkatkan pembelajaran dalam pelajaran Fisika. Pada siswa dengan mastery goal orientation, mereka memaknai belajar sebagai suatu keinginan dari

dalam diri untuk memenuhi perkembangan pribadi, sehingga mereka belajar untuk mendapatkan pendalaman pemahaman. Siswa dengan mastery avoidance orientation memaknai belajar sebagai sarana untuk kesempurnaan dalam

mengerjakan dan menyelesaikan tugas guna menghindari kesalahan pengerjaan tugas. Pada siswa dengan performance approach orientation, mereka memaknai belajar sebagai saarana untuk mendapatkan nilai yang terbaik di kelas. Siswa dengan performance avoidance orientation, mereka memaknai belajar dengan alasan agar mereka mendapatkan dapat emencapai nilai ketuntasan mutlak sehingga tidak terlihat kurang pandai di kelas.

Karakteristik yang kedua adalah effort and ability, siswa dengan mastery approach orientation menyakini bahwa usaha dan kemampuan saling

(23)

Universitas Kristen Maranatha semakin meningkatkan kemampuan mereka dalam pelajaran Fisika, sedangkan siswa dengan mastery avoidance orientation, menyakini bahwa usaha dan kemampuan saling berhubungan, dan usaha yang dikeluarkan untuk menguasai pelajaran Fisika akan semakin meningkatkan kemampuan untuk menghindari kesalahan dalam mengerjakan persoalan fisika. Siswa dengan performance goal orientation meyakini bahwa usaha yang dikeluarkan menunjukkan kurangnya

kemampuan yang dimiliki sehingga mereka harus belajar.

Karakteristik yang ketiga adalah error/ failure, siswa dengan mastery approach orientation berfikir saat mereka gagal berarti strategi belajar yang

mereka gunakan kurang efektif. Siswa dengan mastery avoidance orientation berpikir bahwa saat mereka mengalami kegagalan, strategi belajar yang digunakan kurang efektif dan dapat menyebabkan hasil yang tidak sempurna dalam pengerjaan persoalan fisika. Siswa dengan performance approach orientation saat menemui kegagalan maka dalam diri mereka muncul ketakutan karena kegagalan yang didapat berarti kemampuan mereka miliki rendah. Siswa dengan performance avoidance orientation saat menemui kegagalan maka dalam diri

mereka muncul ketakutan karena kegagalan yang didapat berarti kemampuan mereka miliki rendah dan merasa menjadi yang paling kurang pandai di kelas.

(24)

Universitas Kristen Maranatha kesalahan dalam pengerjaan persoalan fisika. Siswa dengan performance goal orientation akan lebih sering menggunakan kemampuan yang dimiliki

dibandingkan dengan usaha atau strategi.

Karakteristik kelima adalah feedback, siswa dengan mastery approach orientation menggunakan feedback yang didapat dari guru untuk menilai proses

yang dilaluinya dan feedback tersebut digunakan sebagai informasi untuk memperbaiki diri sehingga dapat meningkatkan proses pemahaman pembelajaran mereka; sedangkan siswa dengan mastery avoidance orientation menggunakan feedback yang didapat dari guru untuk menilai proses yang dilaluinya dan

feedback tersebut digunakan sebagai informasi untuk memperbaiki diri sehingga

dapatmengurangi kesalahan dalam pengerjaan persoalan fisika. Siswa dengan performance approach orientation menggunakan feedback yang didapat sebagai

alat perbandingan diri dengan siswa yang lain untuk melihat nilai tertainggi di kelasnya, sedangkan siswa dengan performance avoidance orientation menggunakan feedback yang didapat sebagai alat perbandingan diri dengan siswa yang lain agar tidak terlihat paling bodoh di kelas.

Karakteristik keenam adalah persistence atau ketekunan, siswa dengan mastery approach orientation memiliki ketekunan yang tinggi dalam menghadapi

tugas yang sulit, mencari solusi terbaik dan menyelesaikan tugas tersebut demi mendapatkan pemahaman yang mendalam; sedangkan siswa dengan mastery avoidance orientation memiliki ketekunan yang tinggi dalam menghadapi tugas

(25)

Universitas Kristen Maranatha approach orientation memiliki ketekunan yang rendah dalam menghadapi tugas

namun tetap berusaha untuk mendapatkan nilai tertinggi di kelasnya. siswa dengan performance avoidance orientation memiliki ketekunan yang rendah dalam menghadapi tugas yang sulit sehingga lebih mudah menyerah dan hanya berusaha untuk mencapai nilai ketuntasan mutlak agar terlihat tidak bodoh di kelas.

Karakteristik yang terakhir adalah challenge, siswa dengan mastery approach orientation suka mencari tantangan didalam tugas untuk mendapatkan

pendalaman pemahaman dan siswa dengan mastery avoidance orientation suka mencari tantangan di dalam tugas untuk mendapatkan pengetahuan dalam pengerjaan soal agar tidak melakukan kesalahan. Siswa dengan performance goal performance approach orientation menghindari resiko dan tantangan didalam

tugas, namun ia tetap berusaha mendapatkan nilai tertinggi di kelas, dan siswa dengan performance avoidance orientation menghinadari tantangan agar jika melakukan kesalahan tidak terlihat bodoh di kelas.

Pemilihan goal orientation dipengaruhi secara tidak langsung oleh dua hal, yaitu: pertama faktor personal yang mencakup usia dan jenis kelamin (Ames, 1992b); yang kedua adalah faktor kontekstual kelas yang mencakup desain tugas (Task), distribusi otoritas (Authority), pengakuan terhadap siswa (Recognition), pengaturan kelompok (Grouping), evaluasi latihan (Evaluation), dan pengalokasian waktu (Time) (Eipstein,1989 dalam Pintrich & Schunk 2002).

(26)

Universitas Kristen Maranatha maupun psikis yang telah dicapai oleh siswa meliputi: kemampuan konseptual, kecerdasan, usaha. Faktor usia juga mempengaruhi penerapan dari entity theories of intelligence. Siswa kelas XI IPA rata-rata berusia 15-17 tahun dan rentang usia

tersebut sudah mengacu kepada mengacu kepada entity theories of intelligence, bahwa kemampuan yang mereka miliki sudah menetap, stabil, dan tidak akan berubah. Jika siswa memiliki keyakinan yang tinggi terhadap kemampuan mereka maka goal orientation siswa lebih mengarah kepada mastery goal orientation dimana siswa akan mencari tantangan dan memiliki ketekunan yang tinggi dalam menghadapi tugas-tugas Fisika. Sebaliknya jika siswa memiliki keyakinan yang rendah terhadap kemampuan mereka maka goal orientation siswa lebih mengarah kepada performance goal orientation dimana siswa akan menjadi tidak berdaya, menghindari tantangan, dan memiliki ketekunan yang rendah dalam menghadapi tugas-tugas Fisika (Dweck and E. Leggett, 1988).

Menurut Santrock, siswa kelas XI IPA berada pada masa remaja akhir. Rentang usia ini merupakan usia produktif dimana remaja dapat membentuk identitas diri, mengambil keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masa depannya, melakukan penalaran deduktif hipotesis, yaitu remaja memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik mengenai cara memecahkan masalah, dan menarik kesimpulan mengenai pola mana yang diterapkan dalam pemecahan masalah.

(27)

Universitas Kristen Maranatha mengarah kepada mastery goal orientation, sedangkan siswa akan lebih cenderung mengarah kepada performance goal orientation (Henderson & Dweck, 1990 dalam Pintrich & Schunk 2002). siswi dalam belajar biasanya didasari oleh motivasi instrinsik dimana lebih mengacu kepada mastery goal orientation yaitu untuk mempelajari secara mendalam materi yang diajarkan dalam mata pelajaranFisikaa (Meece dan Holt, 1993; Nolen, 1988) sedangkan siswa dalam belajar lebih dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik yaitu ingin mendapatkan nilai yang terbaik dan mengalahkan siswa yang lainnya, hal ini tentunya lebih mengacu kepada performance goal orientation (Rusillo and Arias, 2004; Anderman and Anderman, 1999; Midgley and Urdan, 1996).

(28)

Universitas Kristen Maranatha mastery goal orientation (Brophy, 1987; Meece, 1991 dalam Pintrich & Schunk

2002).

Misalnya guru membantu siswa untuk melihat pentingnya menguasai mata pelajaran Fisika, yang dapat sangat dekat dalam kehidupan sehari-hari. Jika siswa sudah dapat menyadari betapa pentingnya penguasaan materi Fisikaa bagi dirinya sendiri, maka dengan sendirinya siswa akan mengadopsi mastery goal orientation. Sedangkan, jika tugas dan pekerjaan rumah dalam mata pelajaran Fisika yang diberikan kepada siswa bersifat monoton dan tidak beragam, serta guru kurang dapat membantu siswa untuk melihat arti perlunya belajar untuk kepentingan diri sendiri akan mengarahkan siswa mengadopsi performance goal orientation

Terakhir dari dimensi tugas dan kegiatan belajar adalah tingkat kesulitan tugas, tugas yang diberikan kepada siswa berada pada tingkatan moderat agar menantang bagi siswa (Ames, 1992b; Pintrich & Schunk 2002). Seperti dalam pembuatan tugas, siswa tidak secara serta merta diminta untuk mengerjakan soal hitungan tetapi terlebih dahulu diberikan teori mengenai suatu materi dan bagaimana cara untuk mengerjakan soal tersebut sehingga siswa dapat mengerjakan soal tersebut. Tingkat kesulitan tugas yang diberikan sesuai dengan kemampuan siswa akan lebih mengarahkan siswa untuk mengadopsi mastery goal orientation, sedangkan jika tingkat kesulitan tugas yang diberikan tidak sesuai

atau bahkan kebih rendah dengan kemampuan siswa, maka akan lebih mengarahkan siswa untuk mengadopsi performance goal orientation.

(29)

Universitas Kristen Maranatha pilihan sehingga akan meningkatkan ketertarikan siswa dalam mengerjakan tugas (Ames, 1992b). Misalnya: siswa dapat berpartisipasi dalam menentukan keputusan untuk kelasnya, seperti mengatur kapan jadwal ulangan akan diadakan; hal ini masih dibawah pengawasan guru jadi apabila waktu yang ditentukan siswa tidak masuk akal guru dapat menegurnya. Jadi siswa diberikan kesempatan untuk mengatur prioritas dalam penyelesaian tugas yang diberikan oleh guru sesuai dengan waktu yang telah ditentukan bersama. Tipe kesempatan seperti ini akan memperlengkapi siswa dengan pilihan yang nyata dan menyemangati mereka untuk mengembangkan tanggung jawab pribadi atas pembelajaran mereka sendiri, sehingga akan membuat siswa akan lebih terarah untuk mengadopsikepada mastery goal orientation. Siswa juga dapat mengadopsi performance goal

orientation jika siswa kurang diberikan kesempatan untuk mengatur prioritas dalam penyelesaian tugas yang diberikan oleh guru sesuai dengan waktu yang telah ditentukan bersama.

(30)

Universitas Kristen Maranatha orientation. Jika beberapa siswa merasa bahwa mereka tidak akan pernah bisa

menghasilkan pangakuan baik dari guru maupun teman, maka mereka akan menjadi kurang tertarik dan termotivasi untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, hal ini akan membhuat siswa mengadopsi performance goal orientatio. Pemberian hadiah atau pengakuan bisa berdasarkan tidak hanya pada keseluruhan hasil prestasi ataupun nilai, tetapi pada kemajuan dan usaha (Brophy, 1998). Saat siswa mencapai suatu kemajuan tertentu, baik dalam pencapaian nilai ujian atau peningkatan dalam pengerjaan soal sehingga tidak banyak melakukan kesalahan, guru disarankan untuk memberikan pujian dan dorongan untuk mengembangkan mastery goal orientation pada diri siswa.

(31)

Universitas Kristen Maranatha diantara siswa dan guru, bukan kompetisi memicu atau mengembangkan diadopsinya mastery goal dan fokus pada belajar. (Brophy, 1998) Namun, tipe kelas yang tidak memiliki suasana belajar yang mendukung dan budaya kelas tidak didesain untuk mengembangkan kelompok belajar akan mengembangkan siswa untuk mengadopsi performance goal orientation.

(32)

Universitas Kristen Maranatha siswa tidak merasa dituntut untuk semakin baik dalam mengerjakan tugas saja tetapi siswa diberikan pemahaman bahwa kesalahan yang mereka lakukan merupakan salah satu bagian dalam belajar. Jika guru dapat melakukan hal di atas maka akan semakin mengarahkan siswa untuk mengadopsi mastery goal orientation.

Dimensi yang keenam adalah pengalokasian waktu (Time), Waktu meliputi kelayakkan dari beban kerja, langkah dari instruksi, dan alokasi waktu untuk pemenuhan tugas (Epstein, 1989). Waktu berhubungan dekat dengan desain dari tugas, tingkat kesulitan tugas disesuaikan dengan waktu yang diberikan kepada siswa untuk menyelesaikan tugas tersebut. Strategi yang efektif untuk memunculkan mastery goal orientation adalah dengan menambahkan waktu bagi siswa yang mengalami masalah dalam menyelesaikan tugas dan mengijinkan siswa tersebut untuk merencanakan rencana kerja mereka dan time table untuk kemajuan siswa sendiri. untuk mandiri dan mengatur jadwal kerja seharusnya mengembangkan mastery goal orientation. Strategi di atas mengurangi kecemasan yang dirasakan siswa mengenai pembelajaran dan bisa meningkatkan persepsi tentang kompetensinya dan motivasi. Jika pemberian waktu untuk mengalami masalah dalam menyelesaikan tugas kurang serta kurangnya izin siswa tersebut untuk merencanakan rencana kerja mereka dan time table untuk kemajuan siswa sendiri akan mengarahkan siswa untuk mengadopsi performance goal orientation.

(33)

Universitas Kristen Maranatha 1.5 Bagan Kerangka Pemikiran

Pelajar kelas XI IPA

di SMAK ”X” Goal Orientation

Mastery Approach Orientation

Performance Avoidance Orientation Faktor personal:

1. Usia

2. Jenis kelamin Faktor kontekstual:

1. Task  Tugas dan kegiatan belajar

2. Authority  Distribusi dari otoritas dan tanggung jawab 3. Recognition  Pengakuan

4. Grouping  Pengelompokkan

5. Evaluation  Evaluasi latihan dan pemberian hadiah 6. Time  Waktu

Mastery Avoidance Orientation

Performance Approach Orientation

Karakteristik Goal Orientation: 1. Value of learning

2. Effort and ability 3. Error/ failure 4. Attribution 5. Feedback

(34)

Universitas Kristen Maranatha 1.6 ASUMSI

Achievement goal orientation yang dimiliki siswa kelas XI IPA di SMAK ”X”

Bandung berbeda-beda.

(35)

81

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang achievement goal orientation dalam pelajaran fisika terhadap 51 siswa kelas XI IPA SMAK “X” di Kota Bandung dapat disimpulkan bahwqa:

Hampir seluruh siswa kelas XI IPA SMAK “X” di Kota Bandung menggunakan mastery goal orientation dalam pelajaran fisika.

Faktor personal dan faktor kontekstual kelas (task, authority, recognition, grouping, evaluation, dan time) yang ada dalam mata pelajaran fisika tidak

memiliki keterkaitan dengan pemilihan achievement goal orientation siswa kelas XI IPA SMAK “X” di Kota Bandung.

5.2 Saran

Melakukan penelitian mengenai achievement goal orientation siswa dihubungkan dengan faktor kontekstual kelas, yaitu: task, authority, recognition, grouping, evaluation, dan time.

Melakukan penelitian achievement goal orientation dengan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam lainnya, seperti kimia, matematika, biologi, dan pelajaran lainnya.

(36)

82

Universitas Kristen Maranatha Educational Psychology, 84, 261-271.

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana, Edisi Revisi III. Bandung: Universitas Kristen Maranatha

Hurlock, E.B.1994.Psikologi Perkembangan. Tejermahan Istiwidayanti, Soejarwo. Jakarta: Erlangga.

Pintrich, P. R., & Schunk, D. 2002. Motivation in Education: Theory, Research, and Applications, 2nd edition. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.

Santrock, John.W.2003.Adolescence (Perkembangan Remaja) Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Santrock, John.W. Tanpa Tahun. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi Kelima, Jilid II.Diterjemahkan oleh Juda Damanik dan Achmad Chusairi. Jakarta: Erlangga.

(37)

83

Universitas Kristen Maranatha Effect of Student’s Goal Orientation on their Achievement, 2006

Electronical journal of research in educational Psychology no. 10 vol. 04 (4). Christopher Was.Academic Achievement Goal Orientation: Taking Another Look, 2006

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301)

http://www.scribd.com/doc/12963026/Pendidikan-Di-Indonesia diakses 11 Februari 2011

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu cara yang bisa digunakan dalam menentukan kelayakan pemberian kredit adalah dengan menggunakan metode fuzzy Tsukamoto dengan menggunakan variabel yang

Proyek Akhir yang berjudul pengembangan kudapan Serabi Kocor, Serabi Kocor Diabets, dan Lapis Pepe Berbahan dasar tepung sukun ini bertujuan untuk 1) Mengetahui formula resep

[r]

Salah satu bentuk dokumen ilmiah kegiatan KKIN 2016 adalah diterbitkannya buku Prosiding ber- ISSN yang merupakan kumpulan artikel hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

database konten mereka sendiri atau berbagi dengan situs yang lain pada aplikasi web.

(3) makna kultural dari istilah perlengkapan sesaji jamasan Nyai Setomi di Sitihinggil Keraton Surakarta Hadiningrat berdasarkan pada budaya masyarakat setempat yang

Penanaman modal oleh para penanam modal dari tiap Pihak tidak dapat dinasionalisasi, diambilalih atau dikenakan setiap tindakan lain yang mempunyai dampak setara dengan

Dalam praktek, jika dalam Negara-negara tanpa ada aturan yang dapat mencegah diijinkan untuk secara leluasa membuat pengaturan alternative, maka bila terjadi suatu