SKRIPSI
PENGARUH PERTUMBUHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL
BRUTO TERHADAP FISCAL STRESS PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN KOTA
DI SUMATERA UTARA
Oleh
BENYAMIN GINTING 120503162
PROGRAM STUDI STRATA 1 DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2016
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Fiscal Stress Pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Sumatera Utara“
adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Oktober 2016 Yang Membuat Pernyataan
BENYAMIN GINTING NIM: 120503162
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh terhadap Fiscal Stress Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan desain penelitian kausal, pengujian hipotesis menggunakan regresi linier berganda dengan uji t dan uji F. Variabel dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto sebagai variabel independen dan Fiscal Stress sebagai variabel dependen. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara dan dengan menggunakan purposive sampling diperoleh 25 kabupaten/kota sebagai sampel dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (www.djpk.depkeu.go.id). Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian Fiscal Stress. Selanjutnya, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto tidak berpengaruh signifikan terhadap Fiscal Stress.
Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, Produk Domestik Regional Bruto, dan Fiscal Stress
ABSRACT
The purpose of this research is to find out and whether Local Own Revenue, Capital Expenditure, Gross Domestic Regional Product, influence to the Fiscal Stress of District/Cities in North Sumatera.
The analyze method that is used in this research is quantitative method with causal research design,hypothesis test consists of t test and F test. The variable used in this research are Local Own Revenue, Capital Expenditure, Gross Domestic Regional Product, as independent variable and the Fiscal Stress as dependent variable. The population is 33 regencies/municipalities in West Sumatera and by using purposive sampling technique, 25 regencies and municipalitieswithin the year 2011 up to 2015 are chosen as samples. This research utilizes secondary data. These data are taken from the website of Directorate General of Fiscal Balance, Ministry of Finance, Republic of Indonesia (www.djpk.depkeu.go.id). The data are collected through the realization of Region Income and Expenditure Budget (APBD).
Based on the F test, it can be concluded that the Regional Own Revenue Variable, Capital Expenditure, Gross Domestic Regional Product for the simultaneous effect on the allocation of Fiscal Stress. Furthermore, the t test results indicate that the Variable Regional Own Revenue, Capital Expenditure, and Gross Domestic Regional Product significantly not influence the allocation of Fiscal Stress.
Key Word: Local Own Revenue, Capital Expenditure, Gross Domestic Regional Product, Fiscal Stress
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan berkat-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Fiscal Stress Pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Sumatera Utara“. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program pendidikan S-1 dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak terlepas dari bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ramli, S.E, M.S Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak., CPA dan Drs.
Hotmal Ja’far, MM., Ak., selaku Ketua dan Sekretaris Dapartemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarief, M.Si., Ak., dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM., Ak., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Naleni Indra, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing, Bapak Drs.
Firman Syarif, M.Si., Ak., selaku Dosen Penguji dan Bapak Drs. Sucipto,
M.M., Ak. selaku Dosen Pembanding penulis yang telah memberikan koreksi dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Terimakasih yang tak terhingga untuk kedua orang tua penulis, Ayah (Alm.) R. Ginting yang akan selalu di dalam hati penulis dan Ibu M.
Sinuhaji yang dengan tulus memberikan kasih sayang, doa, semangat dan motivasi selama ini.
6. Sahabat dan teman-teman yang saya cintai (Winner, Ondian, Arga, Anton) serta teman-teman lainnya yang telah memberikan doa dan semangat, terimakasih atas kebersamaan kita selama ini.
Penulis juga menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan serta jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun, sangat penulis harapkan. Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, Oktober 2016 Penulis,
BENYAMIN GINTING NIM. 120503162
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Landasan Teori ... 9
2.1.1. Fiscal Stress ... 9
2.1.2. Pendapatan Asli Daerah ... 10
2.1.2.1. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah ... 11
2.1.3. Belanja Modal ... 13
2.1.3.1. Klasifikasi Belanja Modal ... 15
2.1.4. Produk Domestik Regional Bruto ... 17
2.1.5. Teori Belanja Pemerintahan ... 18
2.2. Review Penelitian Terdahulu ... 21
2.3. Kerangka Konseptual ... 23
2.4. Hipotesis Penelitian ... 27
BAB III METODE PENELITIAN... 29
3.1. Jenis Penelitian ... 29
3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian... 29
3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 30
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 33
3.5. Definisi Operasional Variabel ... 33
3.6. Metode Analisis Data ... 34
3.6.1. Statistik Deskriptif ... 35
3.6.2. Uji Asumsi Klasik ... 35
3.6.2.1. Uji Normalitas ... 35
3.6.2.2. Uji Multikolinearitas ... 36
3.6.2.3. Uji Heteroskedastisitas ... 36
3.6.2.4. Uji Autokorelasi ... 37
3.6.3. Pengujian Hipotesis ... 37
3.6.3.1. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 38
3.6.3.2. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) ... 39
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN ... 40
4.1. Gambaran Umum Data Penelitian ... 40
4.2. Analisis Hasil Penelitian ... 41
4.2.1. Analisis Statistik Deskriptif ... 41
4.3. Proses Dan Hasil Analisis Data... 42
4.3.1. Pengujian Asumsi Klasik ... 42
4.3.1.1. Uji Normalitas ... 43
4.3.1.2. Uji Multikolinearitas ... 47
4.3.1.3. Uji Heteroskedastisitas ... 48
4.3.1.4. Uji Autokorelasi ... 49
4.3.2. Analisis Regresi Linear Berganda ... 51
4.3.3. Pengujian Hipotesis ... 53
4.3.3.1. Koefisien Determinasi (R2) ... 53
4.3.3.2. Uji t (Parsial) ... 54
4.3.3.3. Uji F (Simultan) ... 56
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
5.1. Kesimpulan ... 59
5.2. Keterbatasan Penelitian ... 60
5.3. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 63
LAMPIRAN ... 65
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Kondisi Keuangan Kab/Kota di Sumatera Utara th.2015 ... 5
2.1 Penelitian Terdahulu ... 22
3.1 Daftar Populasi Dan Sampel Penelitian ... 31
3.2 Definisi Operasional Variabel ... 33
4.1 Hasil Statistik Deskriptif ... 41
4.2 Hasil Uji Normalitas Data ... 46
4.3 Hasil Uji Multikolinearitas ... 47
4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 50
4.5 Hasil Analisis Regresi Berganda ... 51
4.6 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi ... 53
4.7 Hasil Uji t (Parsial)... 55
4.8 Hasil Uji F ... 56
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual ... 24
4.1 Grafik Histogram ... 44
4.2 Normal Probability Plot ... 45
4.3 Grafik Scatterplots ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman 1 Daftar Variabel Penelitian ... 65 2 Hasil Olahan SPSS ... 70
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kesejahteraan menjadi salah satu faktor tingkat pertumbuhan ekonomi.
Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum dapat menggambarkan kondisi kemakmuran masyarakat secara keseluruhan, karena pertumbuhan ekonomi hanya mencerminkan bagaimana pembangunan daerah terus dilakukan, tetapi pembangunan tersebut belum dapat didistribusikan secara merata. Beberapa daerah tergolong sebagai daerah yang beruntung karena memiliki sumber- sumber penerimaan yang potensial, yang berasal dari pajak, retribusi daerah, maupun ketersediaan sumber daya alam yang memadai yang dapat dijadikan sumber penerimaan daerah. Namun, disisi lain bagi beberapa daerah, otonomi bisa jadi menimbulkan persoalan tersendiri mengingat adanya tuntutan untuk meningkatkan kemandirian daerah. Daerah mengalami peningkatan tekanan fiskal (fiscal stress) yang lebih tinggi dibanding era sebelum otonomi. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun kapasitas fiskalnya dalam rangka untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat.
Pendapatan asli daerah, belanja modal dan produk domestik regional bruto merupakan beberapa hal yang dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan suatu daerah, dimana PAD merupakan penerimaan yang diperoleh dari sumber – sumber wilayahnya sendiri, sedangkan belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran
dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan PDRB merupakan nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam periode waktu tertentu.
Pendapatan Asli Daerah dan Fiscal Stress memiliki hubungan, dimana kenaikan ataupun penurunan (PAD) menyebabkan perubahan tingkat Fiscal Stress yang dialami suatu daerah karena Fiscal Stress akan memotivasi suatu daerah untuk meningkatkan PAD untuk mengurangi ketergantungan dari pusat.
Pada belanja pembangunan ( Belanja Modal ) seperti pembangunan infrastruktur akan memperbesar belanja daerah yang apabila tidak diimbangi dengan penerimaan akan menimbulkan Fiscal Stress.
Begitu juga dengan PDRB, dimana PAD berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi (diukur dengan PDRB) sehingga pertumbuhan PAD yang berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah yang berpengaruh terhadap Fiscal Stress.
Masalah pertumbuhan ekonomi sudah menarik minat para ahli ekonomi sejak era Adam Smith sampai dengan para ahli ekonomi dewasa ini terutama masalah pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang cukup tinggi, akan tetapi efek penyerapan tenaga kerja dalam masyarakat masih cukup rendah.
Fakta tersebut didukung oleh studinya Adi (2011) yang menyatakan bahwa setiap 1% pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya menyerap 250 ribu tenaga kerja baru.
Pada tahun 2004, Pemerintah mengeluarkan UU no. 32 dan 34 mengenai adanya kewenangan daerah dan sebagai implikasinya adalah adanya desentralisasi fiskal. Kebijakan ini merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya yang ada di daerahnya secara lebih efisien. Daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya masing-masing mendapat kebebasan untuk meningkatkan kreatifitas dalam mengelola dan mengembangkan potensi sumber daya daerahnya. Namun di sisi lain, akibat kebijakan ini dimungkinkan dapat menjurus pada ketimpangan yang tinggi di setiap daerah.
Beberapa studi terdahulu menunjukkan bahwa hubungan antara desentralisasi dengan pertumbuhan ekonomi berbeda-beda. Davoodi dan Zou (1998) dengan data panel 46 negara berkembang dan maju menemukan bahwa desentralisasi menyebabkan pertumbuhan ekonomi rendah. Sementara itu, Wibowo (2008) menemukan hubungan positif antara desentralisasi dan pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, Swasono (2005) menemukan adanya dampak negatif desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Bila ditelusuri dampak desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan antar daerah meliputi beberapa aspek. Pertama, aspek transfer karena hal ini akan berimplikasi pada besarnya transfer pemerintah pusat ke daerah. Ke dua, kompetensi pejabat lokal yang mempengaruhi keputusan pengalokasian anggaran belanja. Ke tiga, kapasitas lokal, ketersedian kerangka institusional, kepastian hukum dan dukungan administrasi pemerintah daerah. Keempat, sumber daya alam dan lokasi strategis daerah dalam konteks nasional mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi daerah.
Adanya desentralisasi tentu akan mendorong terjadinya disparitas fiskal mengingat setiap daerah memiliki kesiapan yang berbeda-beda baik dari segi potensi sumber daya maupun kemampuan manajerial keuangan daerahnya. Nanga (2005) menunjukkan adanya disparitas fiskal yang tinggi antar daerah yang memasuki era otonomi. Beberapa daerah tergolong sebagai daerah yang beruntung karena memiliki sumber-sumber penerimaan yang potensial, seperti pajak, retribusi daerah, dan ketersediaan sumber daya yang memadai sehingga dapat dijadikan sebagai sumber penerimaan daerah. Di sisi lain, otonomi dapat mendorong upaya kemandirian daerah sehingga pada gilirannya memicu suatu daerah mengalami fiscal stress yang lebih tinggi dibandingkan pada masa sebelum era otonomi. Daerah dituntut untuk mengoptimalkan setiap potensi maupun kapasitas fiskalnya dalam rangka untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Konsekuensinya, fiscal stress yang tinggi akan berdampak pada kinerja keuangan pemerintah dalam mengatur dan mengalokasikan anggarannya untuk pembangunan daerah.
Pembiayaan pembangunan daerah bersumber pada PAD, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Penurunan kegiatan ekonomi di berbagai daerah dapat juga menyebabkan penurunan PAD sehingga daerah tersebut akan bergantung pada dana perimbangan yang akan menimbulkan gejala fiscal stress. Berikut disajikan Tabel 1.1 yang menggambarkan kondisi keuangan pemerintah daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2015.
Tabel 1.1
Kondisi Keuangan Pemerintah Kab/Kota Di Sumatera Utara tahun 2015 (Jutaan) Kabupaten/Kota PAD Total Transfer Belanja
Daerah
PAD +
Transfer
PAD (%) Transfer /Belanja (%)
Kab. Dairi 62960 678335 694247 741295 8,49 97,71
Kab. Deli Serdang 528348 1756113 2005506 2284461 23,13 87,56
Kab. Tanah Karo 86342 795997 901676 882339 9,79 88,28
Kab. Labuhan Batu 112717 716233 825647 828950 13,60 86,75
Kab. Langkat 120521 1419706 1536812 1540227 7,82 92,38
Kab.Mandailing Natal 51665 823286 850556 874951 5,90 96,79
Kab. Nias 84726 416633 476488 501359 16,90 87,44
Kab. Simalungun 98914 1321711 1432131 1420625 6,96 92,29
Kab. Tapanuli Selatan 110220 740895 842846 851115 12,95 87,90
Kab. Tapanuli Tengah 73210 695776 861258 768986 9,52 80,79
Kab. Tapanuli Utara 77954 761663 834384 839617 9,28 91,28
Kab. Pakpak Bharat 17080 365030 381852 382110 4,47 95,59
Kab. Nias Selatan 34087 594489 669036 628576 5,42 88,86
Kab.Humbang Hasundutan 41499 582118 605789 623617 6,65 96,09
Kab. Serdang Bedagai 82371 864335 979792 946706 8,70 88,22
Kab. Samosir 42610 445738 506372 488348 8,73 88,03
Kab. Batu Bara 53761 670090 760743 723851 7,43 88,08
Kab. Padang Lawas 32140 475380 504166 507520 6,33 94,29
Kab. Padang Lawas Utara 25804 271171 166895 296975 8,69 162,48
Kab. Labuhanbatu Utara 41773 591798 761576 633571 6,59 77,71
Kota Binjai 79172 612353 702168 691525 11,45 87,21
Kota Pematang Siantar 112357 653588 741073 765945 14,67 88,19
Kota Sibolga 74457 422924 450894 497381 14,97 93,80
Kota Tanjung Balai 65920 453245 472460 519165 12,70 95,93
Kota Tebing Tinggi 95812 482280 584572 578092 16,57 82,50
Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (Diolah, 2016)
Tabel 1.1 diatas menunjukkan bahwa kontribusi PAD terhadap penerimaan daerahnya di kabupaten dan kota di Sumatera Utara tahun 2015 adalah relatif kecil ( 4,47 – 23,13 ), sedangkan dana transfer sangat mendominasi kontribusinya terhadap belanja daerah ( 77,71 – 162,48 ). Dominasi ini tentu akan berpengaruh buruk pada jangka panjang, mengingat belanja daerah akan semakin meningkat dari tahun ke tahun dalam rangka mendorong penyelenggaraan pembangunan di setiap daerah. Jika hal ini tidak diikuti dengan peningkatan PAD, maka ketergantungan pada dana dari pusat (dana transfer) akan memicu terjadinya fenomena yang disebut fiscal stress.
Kondisi keuangan pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2015 dalam tabel 1.1 disajikan untuk menampilkan profil kondisi keuangan yang menunjukkan adanya gejala fiscal stress.
Menurut Arnett (2011), tidak ada satu definisipun tentang fiscal stress yang diterima secara universal. Artinya, para peneliti sering menciptakan definisi sendiri untuk menjadi fokus penelitian atau memodifikasi definisi yang digunakan oleh penelitian sebelumnya.
Arnett (2011) mendefinisikan fiscal stress sebagai ketidakmampuan pemerintah daerah untuk memenuhi kewajiban finansial baik jangka pendek dan jangka panjang termasuk ketidakmampuan meningkatkan penerimaan daerahnya ataupun menyediakan barang dan jasa (pelayanan) publik yang dibutuhkan warga masyarakatnya.
Studi tentang fiscal stress di tingkat daerah menjadi semakin penting, terutama pada era otonomi daerah dimana daerah dituntut untuk mampu menyelenggarakan pemerintahannya berikut penyediaan barang dan pelayanan publik bagi warga masyarakatnya. Upaya untuk meningkatkan penerimaan daerah dengan menggali penerimaan baru harus terus dilakukan dalam rangka menutupi anggaran belanja daerah yang semakin meningkat setiap tahunnya.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana faktor – faktor yang mempengaruhi fiscal stress berupa PAD, Belanja Modal dan PDRB di Sumatera Utara dari tahun 2011 – 2015 sebagai tahun pengambilan data yang terbaru karena fiscal stress menjadi fenomena dewasa ini akibat kesiapan setiap daerah yang berbeda – beda dalam menghadapi otonomi daerah.
Studi terdahulu yang dilakukan oleh Haryadi (2002) menunjukkan bahwa fiscal stress secara signifikan berpengaruh pada kinerja keuangan pemerintah di
Kabupaten/Kota di Jawa Timur sebelum dan sesudah krisis, tingkat kemampuan pembiayaan daerah sebelum krisis relatif lebih besar dibandingkan sesudah krisis.
Penelitian lain yang terkait dilakukan oleh Iskandar (2012) menunjukkan bahwa PAD, PDRB dan Belanja Modal secara simultan berpengaruh terhadap Fiscal
Stress di Sumatera Utara pada periode 2004-2009. Secara parsial hanya PAD yang
berpengaruh terhadap Fiscal Stress sedangkan variabel independen lainnya tidak berpengaruh.
Melihat hal tersebut saya sebagai peneliti merasa tertarik untuk mengkaji kembali fenomena fiscal stress dengan menggunakan variabel – variabel PAD, Belanja Modal dan PDRB sebagai variabel X serta fiscal stress sebagai variabel Y dengan lokasi yang dilakukan di Sumatera Utara dan dalam kurun waktu yang lebih uptodate (2011 – 2015) yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan PAD, Belanja Modal dan PDRB terhadap Fiscal Stress pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Sumatera Utara.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh terhadap Fiscal Stress pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Sumatera Utara baik secara parsial maupun secara simultan”
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap Fiscal Stress pada Pemerintahan Kabupaten Kota Di Sumatera Utara baik secara parsial maupun simultan.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah “Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap Fiscal Stress pada Pemerintahan Kabupaten Kota di Sumatera Utara”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Fiscal Stress
Arnett (2011) menyebutkan bahwa Fiscal Stress merupakan tekanan anggaran yang terjadi sebagai akibat keterbatasan penerimaan daerah yang dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penyelenggaran pelayanan publik. Dimana Fiscal Stress menjadi semakin tinggi dikarenakan adanya tuntutan peningkatan kemandirian yang ditujukan dengan meningkatnya penerimaan sendiri untuk membiayai berbagai pengeluaran yang ada. Ketersediaan sumber- sumber daya daerah potensial dan kesiapan daerah menjadi faktor penting keberhasilan dalam era otonomi. Menurut Setyawan (2008), mengemukakan bahwa terjadinya krisis keuangan disebabkan tidak cukupnya penerimaan atau pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pengeluaran. Daerah-daerah yang tidak memiliki kesiapan dalam era otonomi bisa mengalami hal yang sama, dimana Fiscal Stress yang menjadi semakin tinggi.
Pada saat fiscal strees tinggi, pemerintah cenderung menggali potensi penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan daerahnya. Oleh karena itu, tingginya angka upaya pajak dapat diidentikkan dengan kondisi fiscal stress.
Upaya Pajak (tax effort) adalah upaya peningkatan pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan (realisasi) sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan realisasi tahun sebelumnya pendapatan
asli daerah. Tax effort menunjukkan upaya pemerintah untuk mendapatkan pendapatan bagi daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki.
Upaya penerimaan pendapatanan yang tinggi mencerminkan tingkat fiscal stress yang lebih besar, hal ini berarti bahwa permintaan untuk jasa atau
pengeluaran pembangunan tertentu melebihi sumber atau pendapatan yang ada.
Fiscal stress dapat dirumuskan :
Fiscal Stress = Realisasi PADt / Realisasi PADt-1 x 100%
2.1.2. Pendapatan Asli Daerah
Menurut Mardiasmo (2002:132), “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik daerah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”. Yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendapatan asli daerah dapat ditentukan dengan cara mengumpulkan data realisai PAD yang terdapat dalam laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah melalui laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan pemerintah daerah dan bisa juga melalui Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
2.1.2.1. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 pasal 79 disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari pajak daerah dan pajak provinsi.
1) Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak.
Menurut Siahaan (2005:7) “pajak daerah adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan uang-uang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintah pemerintahan dan pembangunan”.
Menurut Undang-Undang No. 34 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang- Undang No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Yang dimaksud pajak daerah adalah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimabng, yang dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelengaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam
Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri.
Jenis pajak daerah terbagi 2 yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.
a) Pajak Provinsi
Jenis pajak provinsi berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, yakni : (1) pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air,
(2) bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, (3) pajak bahan bakar kendaraan bermotor,
(4) pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
b) Pajak Kabupaten / Kota
Jenis-jenis pajak kabupaten/kota antara lain : (1) pajak hotel,
(2) pajak restoran, (3) pajak hiburan, (4) pajak reklame,
(5) pajak penerangan jalan,
(6) pajak pengambilan bahan galian golongan C, (7) pajak parkir.
2) Retribusi Daerah
Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah. Ada 3 bentuk retribusi yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
3) Hasil Pengolahan kekayan daerah yang dipisahkan
Hasil perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengolahan Kekayaan Milik Daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis Pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut :
a) bagian laba perusahaan milik daerah, b) bagian laba lembaga keuangan daerah, c) bagian laba lembaga keuangan non bank, d) bagian laba atas penyertaan modal/investasi.
4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis Pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut : a) hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan,
b) penerimaan jasa giro, c) penerimaan bunga deposito,
d) denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan,
e) penerimaan ganti rugi atas kerugian / kehilangan kekayaan daerah.
2.1.3. Belanja Modal
Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya
operasi dan pemeliharaan. Berdasarkan Kepmendagri No. 29 tahun 2002, belanja modal dibagi menjadi belanja publik dan belanja modal.
a) Belanja publik
Belanja publik yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum. Contoh belanja public : pembangunan jembatan dan jalan raya, pembelian alat transportasi massa dan pembelian mobil ambulans.
b) Belanja operator
Belanja operator yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung oleh operator. Contoh belanja operator : pembelian kendaraan dinas, pembangunan gedung pemerintahan, dan pembangunan rumah dinas,
Menurut Halim (2004:73) belanja modal merupakan “belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menambah belanja yang sifatnya rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok biaya administrasi umum”. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung, dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud (PP Nomor 24 Tahun 2005). Dengan kata lain belanja modal dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
2.1.3.1. Klasifikasi Belanja Modal
Belanja Modal dapat dikategorikan dalam lima kategori utama yaitu belanja modal tanah, belanja modal peralatan mesin, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan irigasi dan jaringan, dan belanja modal fisik lainnya.
a) Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan/ penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
b) Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/pernggantian/ dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
c) Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan, pengelolaan pembangunan gedung dan
bangunan yang menambah kapasitas gedung sampai gedung sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
d) Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi Dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian / peningkatan pembangunan / pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
e) Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian / peningkatan / pembangunan / pembuatan / serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan, dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
2.1.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kegiatan perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut. PDRB merupakan salah satu indikator yang penting dalam menggambarkan kemajuan perekonomian suatu daerah. Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam periode waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berarti PDRB juga mempunyai pengertian yang sama tapi hanya dalam lingkup suatu daerah (Risuhendi, 2012: 22).
Perhitungan PDRB dapat dilakukan dengan 3 (tiga) pendekatan, pertama yaitu pendekatan produksi yang menyangkut jumlah nilai barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu daerah selama jangka waktu tertentu. Pendekatan kedua yaitu pendekatan pendapatan, merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi dalam suatu proses produksi. Pendekatan ketiga yaitu pendekatan pengeluaran, menyangkut jumlah pengeluaran yang dilakukan baik oleh rumah tangga, swasta, maupun pemerintahan.
Badan Pusat Statistik (BPS), Lembaga Keuangan, dan Bappeda baik tingkat kabupaten maupun provinsi selalu mencantumkan PDRB menurut harga berlaku (current year price) dan harga konstan (basic year price), menurut harga berlaku artinya nilai barang dan jasa dihitung berdasarkan harga pada tahun yang bersangkutan, sedangkan harga konstan dihitung berdasarkan tahun dasar yang telah ditetapkan menurut suatu tahun tertentu. Tahun dasar biasanya digunakan tiap sepuluh tahun sekali. Dari pengalaman diketahui bahwa nilai satuan uang
sepanjang waktu mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi karena penurunan nilai uang, akibat inflasi atau kenaikan harga umum, ataupun sebaliknya terjadi penurunan tingkat harga umum (Abonia. 2014: 29).
Jika kegiatan perekonomian meningkat, maka PDRB yang dalam hal ini diwakili oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi akan mengalami peningkatan secara dinamis, peningkatan tersebut akan berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat yang naik dan tingkat kekayaan yang bertambah. Dan pada gilirannya juga akan berdampak pada PAD yang mengalamai kenaikan, sehingga sangat dimungkinkan ada hubungan antara PDRB dengan PAD.
2.1.5. Teori Belanja Pemerintahan
Teori belanja pemerintahan yang digunakan sebagai kajian pustaka dalam penelitian ini adalah Hukum Wagner dan Teori Peacock dan Wiseman.
1) Hukum Wagner
Hukum Wagner berbicara mengenai perkembangan aktivitas pemerintahan.
Wagner mengemukakan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintahan yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. Wagner berpendapat bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita menunjukkan peningkatan, maka secara relatif pengeluaran pemerintahan pun akan meningkat.
Hukum Wagner dikenal dengan “The Law of Expanding State Expenditure”.
Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju,
seperti Amerika, Jerman, dan Jepang. Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintahan menjadi semakin besar, terutama disebabkan karena pemerintahan harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat (Iskandar, 2012: 117).
Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut dengan organic theory of state, yaitu teori yang menganggap pemerintahan sebagai
individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. Menurut Wagner, ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintahan selalu meningkat, yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, trend urbanisasi yang mengiringi laju pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidakefisienan birokrasi (Purnomo,2011: 6).
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan hubungan antarsektor industri dan hubungan antara industri dengan masyarakat akan semakin kompleks, sehingga potensi terjadinya eksternalitas negatif menjadi semakin besar. Misalnya, pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri akan menimbulkan semakin tingginya pencemaran atau polusi. Pemerintah harus turun tangan mengendalikan dan mengurangi dampak negatif dari polusi. Pemerintahan juga harus melindungi buruh dalam meningkatkan kesejahteraannya. Di antara tujuan utama implementasi transfer adalah untuk mengatasi masalah eksternalitas yang dimaksud.
2) Teori Peacock dan Wiseman
Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukakan teori terbaik mengenai perkembangan pengeluaran pemerintahan. Teori yang mendasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintahan senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin tinggi untuk membiayai pengeluaran pemerintahan yang semakin besar tersebut. Teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari teori pemungutan suara. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat di mana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintahan untuk membiayai pengeluaran pemerintahan tersebut. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintahan membutuhkan dana untuk membiayai aktivitasnya sehingga mereka membutuhkan tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintahan untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena (Iskandar, 2012: 117).
Teori Peacock dan Wiseman menyebutkan bahwa meningkatnya pertumbuhan ekonomi (PDB) menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun mungkin tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintahan juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya PDB menyebabkan penerimaan pemerintahan akan semakin besar. Begitu juga dengan pengeluaran pemerintahan yang akan menjadi semakin besar pula. Pengeluaran
tersebut sebagian digunakan untuk administrasi pembangunan dan sebagian lagi untuk kegiatan belanja pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting dan strategis. Anggaran-anggaran tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi (Purnomo, 2011: 6).
Satu hal yang perlu dicacat dari teori Peacock dan Wiseman adalah bahwa mereka mengemukakan adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan, akan tetapi mereka tidak menyatakan pada tingkat berapa toleransi pajak tersebut.
Disebutkan bahwa limit perpajakan adalah sebesar 25 persen dari pendapatan nasional. Apabila limit dilampaui maka akan terjadi inflasi dan gangguan lainnya.
2.2. Review Penelitian Terdahulu
Iskandar (2012) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel 25 pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pada tahun 2004 – 2009. Variabel yang diteliti adalah PAD, PDRB, Belanja Modal, Fiscal Stress. Hasil penelitian menunjukkan secara simultan variabel PAD, Belanja Modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap fiscal stress di Sumatera Utara. Secara parsial hanya variabel PAD berpengaruh signifikan terhadap kondisi fiscal stress di Sumatera Utara. Sedangkan variabel Belanja Modal dan pertumbuhan ekonomi yang diproksikan oleh PDRB tidak berpengaruh signifikan terhadap fiscal stress pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara.
Muwaryan dan Sukarsa (2014) meneliti pengaruh desentralisasi fiskal, fiscal stress dan kinerja keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. Peneliti menggunakan data skunder yang berupa
data runtut waktu 11 tahun berturut – turut dari tahun 2002 sampai dengan 2012 dan data cross section yang terdiri atas 9 kabupaten/kota sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian dapt diketahui secara langsung variabel desentralisasi fiskal dan fiskal stress berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan, selanjutnya desentralisasi fiskal dan fiskal stress dan kinerja keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu N
o
N ama Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1 .
A ndayani (2004)
Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Deskriptif atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Terjadi perubahan rata-rata pendapatan dan belanja daerah sebelum dan sesudah adanya krisis. Pada masa krisis ekonomi, rata- rata pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota mengalami penurunan yang signifikan. Penerimaan daerah yang tidak stabil selama krisis ekonomi menyebabkan adanya kondisi Fiscal Stress
2 .
N anga (2005)
Disparitas Fiskal di
Indonesia
Uji Beda dengan variabel PAD dan
Adanya disparitas (kapasitas) fiskal yang tinggi antar daerah
Pertumbuhan Ekonomi
memasuki era otonomi
3 .
Is kandar (2012)
Variabel yang
Mempengaruhi Fiscal Stress pada
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
Pertumbuh an PAD,
Pertumbuhan PDRB, dan Pertumbuhan Belanja Modal.
Variabel Pertumbuhan Belanja Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Fiscal Stress pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
4 .
M uwaryan dan Sukarsa (2014)
Pengaruh Desentralisasi Fiskal, Fiscal Stress Dan Kinerja
Keuangan Daerah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten/Kota Provinsi Bali
Penelitian ini menggunakan data skunder dengan variabel pertumbuhan ekonomi, desentralisasi fiskal, fiscal stress dan kinerja
keuangan.
Secara langsung variabel desentralisasi fiskal dan fiscal stress berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan, desentralisasi fiskal dan fiscal stress dan kinerja keuangan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
2.3. Kerangka Konseptual
Menurut Erlina (2011: 35), kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan
menghubungkan variabel independen dengan variabel dependen. Begitu juga apabila ada variabel lain yang menyertai, maka peran variabel tersebut harus dijelaskan.
Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah penelitian, maka dapat dikembangkan kerangka konseptual yang diuji secara simultan dan parsial sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini.
H1
H2 H4
H3
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini yang merupakan variabel dependen (Y) adalah Fiscal Stress, sedangkan yang menjadi variabel independen (X) adalah Pendapatan Asli
Daerah (X1), Belanja Modal (X2), dan Produk Domestik Regional Bruto (X3).
Adapun daerah yang diteliti yaitu 33 kabupaten kota meliputi 25 kabupaten dan 8 kota di Sumatera Utara. Berdasarkan kerangka konseptual di atas peneliti ingin mengetahui apakah pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun simultan. Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pendapatan Asli Daerah (X1)
PDRB (X3) Belanja Modal
(X2)
Fiscal Stress (Y)
1. Hubungan Pendapatan Asli Daerah dengan Fiscal Stress
Iskandar (2012) menunjukkan bahwa Pertumbuhan PAD memiliki dampak atas Fiscal Stress suatu daerah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan penerimaan daerah dalam hal ini PAD mempengaruhi tingkat Fiscal Stress pada suatu daerah. Adanya perubahan kenaikan/penurunan dari komponen penerimaan daerah akan menyebabkan perubahan tingkat Fiscal Stress yang dialami oleh daerah tersebut.
Purnaninthesa (2006) juga mendukung temuan yang menyatakan bahwa Fiscal Stress berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah
kabupaten/kota di Jawa Tengah. Purnaninthesa (2006) menyimpulkan bahwa Fiscal Stress di suatu daerah mendorong dan memotivasi daerah untuk meningkatkan
pendapatan asli daerahnya guna mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat.
Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara pertumbuhan penerimaan daerah (PAD) dengan fenomena Fiscal Stress.
H1: Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Fiscal Stress.
2. Hubungan Belanja Modal dengan Fiscal Stress
Dongori (2006) memberikan gambaran empirik bahwa terjadi perbedaan tingkat pembiayaan sesudah era otonomi daerah lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya. Perubahan pembiayaan ini lebih banyak disebabkan adanya tuntutan peningkatan pelayanan publik yang ditunjukkan dengan peningkatan alokasi
ataupun terjadi pergeseran belanja untuk kepentingan-kepentingan pelayanan publik secara langsung, dalam hal ini belanja pembangunan.
Belanja pembangunan seperti pembangunan infrastruktur pada jangka pendek akan memperbesar anggaran belanja daerah. Hal ini jika tidak diimbangi dengan penerimaan yang cukup signifikan maka dapat menimbulkan Fiscal Stress yang cukup serius, mengingat Fiscal Stress di sini dicerminkan adanya ketidakseimbangan anggaran penerimaan dengan pengeluaran. Pada jangka panjang dengan peningkatan kualitas infrastruktur suatu daerah pada gilirannya mempunyai harapan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah di masa yang akan datang. Hal ini membuktikan bahwa pertumbuhan belanja daerah dapat mempengaruhi Fiscal Stress.
H2: Belanja Modal berpengaruh terhadap Fiscal Stress.
3. Hubungan Produk Domestik Regional Bruto dengan Fiscal Stress Tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui PAD. Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per kapita yang lebih baik. PAD berkorelasi positif dengan petumbuhan ekonomi (diukur dengan PDRB) di daerah. PAD merupakan salah satu sumber penerimaan daerah. Jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk membiayai aktifitasnya dalam penyelenggaraan pelayanan publik juga akan lebih tinggi. Pada gilirannya, tingkat kemandirian
daerah akan meningkat pula. Pemerintah daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan PDRB. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu. Dalam hal ini melalui peningkatan PAD maka pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan PDRB memberikan pengaruh terhadap Fiscal Stress.
H3: Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh terhadap Fiscal Stress.
4. Hubungan PAD, Belanja Modal dan PDRB terhadap Fiscal Stress Menurut beberapa kesimpulan sementara yang telah disebutkan sebelumnya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen maka peneliti mengasumsikan bahwa secara simultan PAD, Belanja Modal dan PDRB berpengaruh positif terhadap Fiskal Stres pada pemerintahan kabupaten kota di Sumatera Utara .
Dari penjelasan di atas maka hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
H4: PAD, Belanja Modal dan PDRB berpengaruh secara simultan terhadap Fiscal Stress.
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah anggapan peneliti terhadap suatu masalah yang sedang dikaji. Peneliti mengangap hipotesis ini benar untuk kemudian dilakukan pengujian secara empiris dengan menggunakan data – data hasil penelitian. Oleh
karena itu, hipotesis merupakan kebenaran sementara yang masih harus di uji, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel atau lebih. Perumusan hipotesis dapat dikembangkan berdasarkan hubungan antara faktor – faktor yang berpengaruh terhadap Fiscal Stress (Y) adalah PAD (X1), Belanja Modal (X2) dan PDRB (X3).
Adapun kesimpulan dari kerangka konseptual diatas yaitu sebagai berikut:
H1: Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Fiscal Stress.
H2: Belanja Modal berpengaruh terhadap Fiscal Stress.
H3: Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh terhadap Fiscal Stress.
H4: PAD, Belanja Modal dan PDRB berpengaruh secara simultan terhadap Fiscal Stress.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian Asosiatif Kausal.
Penelitian ini menekankan pada bagaimana hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara yang telah dipublikasikan kepada masyarakat pengguna. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen Laporan APBD kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang telah diaudit dan dipublikasikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan I Provinsi Sumatera Utara serta melalui situs www.djpk.depkeu.go.id
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah (X1), Belanja Modal (X2) dan Produk Domestik Regional Bruto (X3) sebagai variabel independen, sedangkan Fiscal Stress (Y) sebagai variabel dependen.
3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada kabupaten/kota di Sumatera Utara. Waktu penelitian dimulai dari proses penentuan judul penelitian pada bulan Desember 2015 hingga sampai selesainya penelitian dilakukan.
3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007: 115).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua kabupaten/kota di Sumatera Utara, dengan menggunakan data laporan PAD, Belanja Modal, dan PDRB sebagai variabel independen (variabel X), serta Fiscal Stress sebagai variabel dependen (variabel Y). Penelitian ini menggunakan data sekunder berbentuk time series dari tahun 2011-2015, maka ada sebanyak 33 kabupaten/kota meliputi 25 kabupaten dan 8 kota yang menjadi populasinya.
Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Apabila populasi besar, sehingga peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sebab itu, sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif (mewakili). Jika sampel kurang representatif, akan mengakibatkan nilai yang dihitung dari sampel tidak cukup tepat untuk memprediksi nilai populasi yang sesungguhnya (Sugiyono, 2007: 116). Dari 33 kabupaten/kota tersebut yang terpilih menjadi sampel dalam penelitian adalah 25 kabupaten/kota terdiri dari 20 kabupaten dan 5 kota di Provinsi Sumatera Utara sepeti yang terlihat pada tabel 3.1 daftar populasi dan sampel penelitian.
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel
berdasarkan suatu kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dapat berdasarkan pertimbangan (judgment) atau kuota tertentu. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Pemerintahan kabupaten/kota di Sumatera Utara yang telah menyerahkan dan mempublikasikan laporan APBD dari tahun 2011-2015 melalui Laporan APBD kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang telah diaudit dan dipublikasikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan I Provinsi Sumatera Utara dan situs Departemen Keuangan Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (www.djpk.depkeu.go.id) serta telah mempublikasikan data PDRB dari tahun 2011-2015 melalui Badan Pusat Statistik.
2. Kabupaten/kota yang mencantumkan data mengenai PAD, belanja modal dan belanja daerah secara berturut-turut pada laporan APBD dari tahun 2011-2015, dan data PDRB dari tahun 2011-2015.
Tabel 3.1
Daftar Populasi dan Sampel Penelitian
No. Nama Kabupaten/Kota
Kriteria
Sampel
1 2
1. Kab. Asahan
X
2. Kab. Dairi
Sampel 1
3. Kab. Deli Serdang
Sampel 2
4. Kab. Tanah Karo
Sampel 3
5. Kab. Labuhan Batu
Sampel 4
6. Kab. Langkat
Sampel 5
7. Kab. Mandailing Natal
Sampel 6
8. Kab. Nias
Sampel 7
9. Kab. Simalungun
Sampel 8
10. Kab. Tapanuli Selatan
Sampel 9
11. Kab. Tapanuli Tengah
Sampel 10
12. Kab. Tapanuli Utara
Sampel 11
13. Kab. Toba Samosir
X
14. Kab. Pakpak Bharat
Sampel 12
15. Kab. Nias Selatan
Sampel 13
16.
Kab. Humbang
Hasundutan Sampel 14
17. Kab. Serdang Bedagai
Sampel 15
18. Kab. Samosir
Sampel 16
19. Kab. Batu Bara
Sampel 17
20. Kab. Padang Lawas
Sampel 18
21. Kab. Padang Lawas Utara
Sampel 19
22. Kab. Labuhanbatu Selatan
X
23. Kab. Labuhanbatu Utara
Sampel 20
24. Kab. Nias Utara
X
25. Kab. Nias Barat
X
26. Kota Binjai
Sampel 21
27. Kota Medan
X
28. Kota Pematang Siantar
Sampel 22
29. Kota Sibolga
Sampel 23
30. Kota Tanjung Balai
Sampel 24
31. Kota Tebing Tinggi
Sampel 25
32. Kota Padang Sidempuan
X
33. Kota Gunung Sitoli
X
3.4. Metode Pengumpulan Data
Sumber data merupakan faktor terpenting untuk mempertimbangkan penentuan metode pengumpulan data. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder berbentuk time series dari tahun 2011-2015, dan data cross section yang terdiri dari 33 kabupaten/kota, sehingga merupakan pooled the data, yaitu gabungan antara data time series (tahun 2011-2015) dengan data cross section 33 kabupaten/kota. Data tersebut diperoleh dengan mengakses situs Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (DJPK), meliputi data pendapatan asli daerah, total transfer dan belanja modal, sementara untuk data PDRB diperoleh dari situs BPS Sumut.
3.5. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel pada penelitian ini akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Nama
Variabel
Definisi Indikator Kriteria Ukuran
Skala
Fiscal Stress (Y)
Tekanan anggaran yang terjadi sebagai akibat keterbatasan penerimaan daerah
PAD Fiscal Stress = Realisasi
PADt / Realisasi PADt-1 x 100%
Rasio
Pendapatan Asli Daerah
(X1)
Pertumbuhan jumlah realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lail-lain penerimaan PAD yang sah
Laporan APBD kabupaten/k
ota di Provinsi Sumatera
Utara
Realisasi PAD tahun 2011 –
2015
Rasio
Belanja Modal
(X2)
Pertumbuhan jumlah anggaran pengeluaran baik
langsung maupun tidak langsung terkait dan berhubungan dengan program atau kegiatan.
Laporan APBD kabupaten/k
ota di Provinsi Sumatera
Utara
Realisasi Belanja Modal tahun 2011 – 2015
Rasio
Produk Domestik
Regional Bruto (X3)
nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam periode waktu tertentu dalam lingkup suatu daerah
Buletin BPS Sumut
PDRB Sumut atas dasar harga berlaku
menurut kab/kota 2011
– 2015
Rasio
3.6. Metode Analisis Data
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Analisis data yang digunakan dalam penelitian jenis ini adalah analisis multivariate, dengan metode
statistik analisis regresi linier berganda (multiple regression analysis). Menurut Sugiyono (2007: 277), analisis regresi linier berganda bertujuan untuk melihat langsung pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen.
3.6.1. Statistik Deskriptif
Menurut Sugiyono (2007: 206), statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud untuk membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.
3.6.2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukannya pengujian regresi, maka akan dilakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik, berupa uji Normalitas, Multikolinearitas, Autokorelasi, dan Heteroskedasitas. Dengan tujuan untuk mengetahui apakah dapat dilakukan penelitian melalui pengujian model regresi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah data tersebut harus terdistribusikan secara normal, tidak mengandung multikolinearitas dan heteroskedastisitas.
3.6.2.1. Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pengujian ini diperlukan, karena untuk melakukan uji t dan uji F diasumsikan nilai residual
mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar atau tidak dipenuhi, maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2013: 160).
3.6.2.2. Uji Multikolinearitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi di antara variabel independen, oleh karena model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen, dengan kata lain terbebas dari gejala multikolinearitas. Multikolinearitas adalah situasi yang menunjukkan adanya korelasi variabel-variabel independen antara yang satu dengan lainnya, dalam situasi ini, variabel-variabel independen tersebut tidak ortogonal. Variabel-variabel independen yang bersifat ortogonal adalah variabel yang memiliki nilai korelasi di antara sesamanya sama dengan nol.
3.6.2.3. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2013: 139), uji heteroskedastisitas dimaksudkan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.6.2.4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 atau tahun sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi adalah suatu kondisi di mana variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain.
3.6.3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dapat meliputi uji koefisien determinasi (R2), uji F (uji signifikansi simultan), dan uji t (uji signifikansi parameter individual/parsial). Uji koefisien determinasi (R2) dimaksudkan untuk melihat berapa proporsi variasi dari variabel bebas secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel tidak bebas, dengan melihat nilai Adjusted R Square. Koefisien determinasi digunakan karena dapat menjelaskan kemampuan dari model regresi dalam memprediksi variabel dependen. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan semakin baik pula kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen (Ghozali, 2013: 97).
Pada penelitian ini pendekatan analisis yang dilakukan dengan metode analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Menurut Sugiyono (2007:
270), analisis regresi berganda digunakan untuk melihat bagaimana variabel dependen dapat diprediksi melalui beberapa variabel independen, dengan kata lain
regresi berganda dilakukan bila variabel independennya minimal dua. Adapun model regresi yang digunakan adalah sebagai berikut.
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε Di mana:
Y = Fiskal Stres
X1= Pendapatan Asli Daerah
X2= Belanja Modal
X3= PDRB β0 = Konstanta
β1,β2,β3 = Koefisien Regresi
ε = Error
3.6.3.1. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji ini merupakan pengujian terhadap signifikansi model secara simultan atau bersama-sama, yaitu melihat pengaruh dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk menentukan nilai Fhitung, taraf signifikansi yang digunakan sebesar 5 persen dengan derajat kebebasan (df) = (k-1) dan (n-k), di mana n merupakan jumlah observasi dan k merupakan jumlah variabel bebas.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan:
Jika Fhitung > Ftabel maka H1 diterima Jika Fhitung < Ftabel maka H0 ditolak