• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI POLA KOMUNIKASI POLITIK KEPALA DESA PEREMPUAN DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN DI DESA PATILA KECAMATAN PAMMANA KABUPATEN WAJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI POLA KOMUNIKASI POLITIK KEPALA DESA PEREMPUAN DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN DI DESA PATILA KECAMATAN PAMMANA KABUPATEN WAJO"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

POLA KOMUNIKASI POLITIK KEPALA DESA PEREMPUAN DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN DI DESA PATILA

KECAMATAN PAMMANA KABUPATEN WAJO Disusun dan diusulkan oleh

NURRAHMAH

Nomor Stambuk : 105640211915

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(2)

ii

POLA KOMUNIKASI POLITIK KEPALA DESA PEREMPUAN DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN DI DESA PATILA

KECAMATAN PAMMANA KABUPATEN WAJO Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diajukan NURRAHMAH

Nomor Stambuk : 10564 0211915

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Saya yang bertandatangan di bawahini :

NamaMahasiswa : Nurrahmah NomorStambuk : 105640211915 Program Studi : IlmuPemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis / dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 7 Januari 2020 Yang Menyatakan,

Nurrahmah

(6)

vi ABSTRAK

Nurrahmah. 2019. “Pola Komunikasi Kepala Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan di Desa Patila Kecematan Pammana Kabupaten Wajo” di bawah bimbingan oleh Budi Setiawati dan Ansyari Mone.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pola komunikasi kepala desa dalam meningkatkan pembangunan di desa Patila Kecematan Pammana Kabupaten Wajo. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif yaitu tidak dimaksudkan untuk meguji hipotesa tertentu melainkan untuk menemukan gambaran mengenai pola komunikasi kepala desa. Data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari keterangan informan yaitu orang-orang yang dianggap mengetahui dan bisa dipercaya dalam memberikan informasi yang akurat dengan menggunakan dua macam data yaitu data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi langsung ke lokasi penelitian, wawancara secara mendalam dan dokumentasi di lokasi penelitian. Adapun hasil penelitian dari Pola Komunikasi politik kepala desa perempuan dalam meningkatkan pembangunan desa yaitu, pola komunikasi yang digunakan Kepala Dea Patila Kecematan Pammana Kabupaten Wajo adalah Pola Komunikasi Skundre dan Pola Komunikasi Sirkular.

Secara garis besar komunikasi yang dilakukan kepala desa cukup baik, pola komunikasi skunder dan pola komunikasi sirkular tetap dirasa menjadi pilihan yang tepat untuk berinteraksi dengan masyarakat desa karena kondisi masyarakat desa yang masyarakat dan luas wilayahnya masih dapat di jangkau sehingga muncul ikatan sosial yang kuat. Selanjutnya cara kepala desa melakukan pendekatan personal warganya dengan cara ikut langsung, ikut dengan kegiatan pengajian. Selain itu karena kepala desa tergolong kepala desa perempuan pertama yang menjabat sebagai kepala desa Patila lebih memudahkan berinteraksi langsung dengan masyarakatnya.

Adapun hambatan yang di hadapi yaitu: adanya aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat serta faktor pendukung yaitu, adanya dukungan dari keluarga dan lingkungan organisasi.

Kata Kunci: Pola Komunikasi, Kepala Desa, pembangunan

(7)

7

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pola Komunikasi Kepala Desa Perempuan Di Desa Patila Kecematan Pammana Kabupaten Wajo” yang merupakan suatu syarat dalam penyelesaian studi untuk mendapatkan gelar sarjana Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis tentunya hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan yang disengaja maupun kesalahan yang tidak disengaja, termasuk dalam penulisan skripsi ini yang tentunya menemui hambatan, dan kesulitan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Abidin Malaung dan Ibunda Hamanah, Om Jaya dan Tante Hj. Suarni, kakak saya Ahmad Arsyi, Sulfah Risna dan Ikramullah serta adik saya Rajul Gunawan dan Habibi yang selalu memberikan dukungan dan kasih sayang, cinta, pengorbanan serta do‟a yang tulus dan ikhlas yang senantiasa beliau panjatkan kepada Allah SWT sehingga menjadi pelita terang dan semangat yang luar biasa bagi penulis.

Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, diantaranya :

1. Ibu Dr. Hj. Budi Setiawati. M.Si dan bapak Drs. H. Ansyari Mone, M.Pd selaku pembimbing I dan II penulis yang selalu memberikan arahan dan dorongan atas penyelesaian skripsi ini..

(8)

8

2. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.SI selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan dan Bapak Ahmad Harakan, S.IP., M.H.I selaku sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar

3. Ibu Dr. Ihyani Malik, S.Sos., M.SI selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar dan selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis 4 tahun menampaki jenjang pendidikan di bangku kuliah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Para Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak memberikan bekal pengetahuan dan membantu penulis selama menjalani proses perkuliahan.

5. Para pihak Pemerintah Kantor Desa Patila Kecematan Pammana Kabupaten Wajo serta masyarakat setempat yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

6. Sepupu-sepupuku, Rima Karmila, Mulki, Sahril, dan alfian yang tiada henti memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi

7. Sahabat Putih Abu-Abu Suherni, Mutmainna, Rahma Sari Usman, Marniati yang mengajarkan penulis arti sebuah perjuangan.

8. Kepada seluruh teman-teman keluarga besar Kelas IP.B Fifin, Titin, Alfi, Try, Kak Indah, Sry, Ismy, Novi, Ime Kak Sinar, Wulan, Dina, Ika, Fitri, Sofyan, Syawal, Arfan, Ririn, khaerul, Akbar, Willi, Adi, Jaya, Fandi, Rahmat, Kak Iccang, Egi, Ikhsan, Feri, Ilham yang selama ini sudah seperti saudara yang memberikan banyak kebahagiaan dan persahabatan yang luar biasa dan selalu bersama-sama mencapai tujuan kita di Jurusan Ilmu Pemerintahan

9. Teman-teman KKP DPRD Makassar yang selama ± 2 bulan bersama-sama berjuang dalam menyelesaikan Kuliah Kerja Profesi

10. Semua keluarga, teman, sahabat dan pihak-pihak yang tidak bisa disebut satu- satu, yang telah memberikan dukungan, mendoakan dan membantu penulis selama ini.

(9)

9

Makassar, 7 Januari 2020 Penulis

Nurrahmah

(10)

10 DAFTAR ISI

Halaman Sampul ... i

Halaman Pengajuan Skripsi ... ii

Halaman Persetujuan... iii Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah... iv

Halaman Penerimaan Tim... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar... vii Daftar isi... x

Daftar table... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pola Komunikasi ... 8

B. Konsep Kepala Desa ... 16

C. Konsep Politik Perempuan ... 18

D. Konsep Pembangunan ... 21

E. Kerangka Fikir ... 24

F. Fokus Penelitian ... 25

G. Deskripsi Fokus Penelitian ... 26

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Jadwal Penelitian ... 27

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 27

C. Sumber Data ... 28

D. Teknik Pengumpulan Data ... 29

E. Informan Penelitian ... 29

F. Teknik Analisis Data ... 30

G. Teknik Pengabsahan Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Wajo ... 32

(11)

11

B. Sejarah Desa Patila ... 37 C. Struktur Organisasi... 44 D. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 50 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN

(12)

12

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Informan Penelitian ... 30

Tabel 4.1 perbandingan Jumlah Penduduk ... 35

Tabel 4.2 Batas Wilayah ... 38

Tabel 4.3 Luas Wilayah ... 39

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur ... 40

Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Keadaan Sosial ... 42

Tabel 4.7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 43

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses komunikasi yang dilakukan dalam interaksi antar manusia terdapat dalam berbagai dimensi kehidupan. Lingkungan komunikasi juga menembus dimensi politik. Dalam kehidupan sehari-hari, proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu maupun kelompaok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain. Komunikasi merupakan cara untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima. Sedangkan, komunikasi politik adalah proses penyampaian pendapat, sikap dan tingkah laku orang, lembaga, atau kekuatan politik, dalam rangka mempengaruhi pengambilan keputusan politik.

Untuk itu, semua kegiatan politis, yang dilakukan oleh pemerintah, atau kekuasaan negara beserta institusi pendukung maupun yang dilakukan rakyat pada umumnya merupakan bentuk komunikasi politik.(Putri,2015)

Komunikasi sebagai interaksi antar manusia yang memegang peranan penting dalam aspek kehidupan termasuk politik. Dalam komunikasi politik sesungguhnya setiap aspek memiliki hubungan secara langsung dalam aplikasinya. Komunikasi politik mempunyai peranan penting dalam menarik simpati dan mempengaruhi perilaku masyarakat untuk memilih. Terkait hal ini, berhasil atau tidaknya komunikasi politik yang dijalankan berdasarkan dengan apa yang tampak terhadap efek motorik atau behavior dari komunikasi politik yang bersifat mekanistis. Untuk mewujudkannya perlu adanya pemilihan saluran

(14)

2

komunikasi politik yang sesuai dengan karakteristik dan pola komunikasi masyarakat.(Arumsari dkk,2017)

Pola komunikasi yang baik akan memperoleh hasil yang baik pula dalam mencapai tujuannya. Keberhasilan tersebut dapat dilihat secara langsung dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat salah satunya dalam segi pembanguannya, pembangunan yang baik dapat menjadi tolak ukur keberhasilan yang harus dicapai oleh kepala desa.

Pembanguan desa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat menjadi sasaran sekaligus menjadi pemeran aktif dalam pembangunan sesuai dengan keperluan. Keberhasilan pembangunan desa di tentukan oleh beberapa faktor diantaranya kesesuaian program, kemampuan masyarakat desa, peran serta pemerintah desa, dan pemimpin desa tersebut.

Pembangunan desa bukan hanya tanggung jawab perangkat desa namun partisipasi masyarakat sangat di butuhkan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan salah satu elemen penting pembangunan desa, oleh karna itu partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu di bangkitkan terlebih dahulu oleh pihak pemerintah desa khususnya kepala desa sebagai panutan masyarakat desa, sehingga dengan adanya keterlibatan pemerintah desa kemungkinan masyarakat akan merasa diberi peran penting dalam meningkatkan pembangunan di desanya. Seorang kepala desa menjadi panutan yang sangat penting bagi masyarakat apalagi kepala desa yang menjadi panutan adalah

(15)

3

seorang perempuan maka masyarakat akan dengan mudah tersentuh dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan desa.

Cara seseoarang memimpin akan menjadi tolak ukur seberapa besar keberhasilan yang akan di capai dalam proses pembangunan khususnya. Apabila partisipasi masyarakat sudah baik maka akan dengan mudah mencapai suatu keberhasilan dalam pembangunan, namun semua itu harus di dorong dengan kemauan seorang kepala desanya. Oleh karena itu kepala desa harus memimpin masyarakat melalui pola komunikasi politik serta kebijakan-kebijakan yang sesuai secara demokratis.

Fungsi dan peran antara laki-laki dengan perempuan itu berbeda.

Pembedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan itu tidak di tentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi, dan peran peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Pembedaan itu di sebut “Gender”. Meskipun ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kedudukan, fungsi dan peran.

Tetapi persamaan dalam hal kedudukan, baik laki-laki maupun perempuan sama- sama berkedudukan sebagai subjek atau atau pelaku pembangunan. Kedudukan sebagai subjek pembangunan, laki-laki dan perempuan mempunyai peranan yang sama dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan menikmati hasil pembangunan. Hak yang sama di bidang pendidikan misalnya, anak laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama untuk mengikuti pendidikan sampai ke jenjeang pendidikan formal tertentu. Tentu tidaklah adil, jika dalam era yang seperti menomor duakan pendidikan bagi perempuan, apalagi jika anak

(16)

4

perempuan mempunyai kecerdasan atau kemampuan maka sangat dianjurkan perempuan melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi.

Pengembangan peran kaum perempuan dalam kegiatan pembangunan sudah banyak dilakukan, bahkan sudah masuk dalam penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa atau kelurahan. Sudah banyak kepala desa di Indonesia yang disandang oleh kaum perempuan. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai “manajer” pemeritah desa, tentunya banyak hambatan, godaan dan tantangan yang harus dilalui oleh mereka. Namun dengan demikian tidak sedikit kepala desaperempuan mencapai prestasi yang lebih berhasil ataupun gemilang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Hal tersebut misalnya disebabkan adanya dukungan kemampuan dalam hal pendidikan, pengalaman berorganisasi, dan motivasi dari kaum perempuan itu sendiri. Meskipun banyak perempuan yang memiliki prestasi yang gemilang namun, perempuan sebagai istri masih dipandang sebagai pelayan suami dan mempunyai tugas un tuk mengurus anak-anaknya, dapat dikatang ruang gerak seorang perempuan masih sangat terbatas padahal perempuan boleh menjadi pemimpin selama perempuan tidak mengabaikan tugasnya dalam keluarga dan seijin suaminya.

Kepala desa perempuan dalam suatu desa bukan suatu yang hal yang aneh lagi, Desa Patila salah satunya erupakan desa yang dipimpin oleh kepala desa perempuan. Desa Patila terletak di Kecematan Pammana Kabupaten Wajo dengan mayoritas penduduk petani. Desa Patila terdiri dari bermacam latar belakang profesi, pendidikan, dan memiliki kultur masyarakat desa yang kental dengan

(17)

5

gotong royong, dan keanekaragaman latar belakang ini menjadikan Desa Patila berpeluang untuk lebih maju.

Perbandingan kepemimpinan kepala Desa Patila sebelum dipimpin oleh kepala desa perempuan khusunya perbandingan dalam bidang pembangunan.

Program pembangunan yang berhasil dilaksanakan selama kepemimpinan kepala desa laki-laki diantaranya: pembuatan jalan pekuburan dan pembangunan balai desa. Sedangkan program pembangunan yang sudah berhasil dilaksanakan kepala desa perempuan di Desa Patila sudah banyak program pembangunan yang berhasil dilaksanakan. Program pembangunan yang terlaksana seperti pembangunan jalan beton di dusun Bulu Patila dan dusun Patila. pembangunan pasar baru Patila, jalan tani setiap dusun, pembangunan posyandu.

Keberhasilan kepala desa perempuan di Desa Patila dalam melaksanakan program pembangunan tidak lepas dari dukungan keluarga . sebagai seorang perempuan yang memiliki peran ganda sebagai seorang kepala desa dan juga ibu rumah tangga tentunya kepala desa akan mengalami kesulitan karena harus menjalankan tugasnya secara baik dan seimbang. Dalam hal ini kepala desa perempuan di Desa Patila mengutamakan tugasnya sebagai seorang kepala desa yang berkewajiban melayani masyarakat di sela-sela waktunya tetap menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang melayani keluarganya.

Dilihat dari uraian di atas jelaslah bahwa kedudukan perempuan sebagai pemimpin tidak dapat di kesampingkan, harus diakui kemampuannya dan tidak di pandang sebelah mata. Kenyataan yang tidak dapat di pungkiri bahwa peranan

(18)

6

perempuan dalam pembangunan tampaknya harus mendapatkan porsi yang seimbang dengan kaum laki-laki. Pandangan masyarakat yang semula menganggap sosok perempuan yang hanya sebagai ibu rumah tangga bagi laki- laki sudah mengalami perubahan. Bahwa kemampuan sama sekali tidak terkait dengan jenis kelamin. Akan tetapi dalam dalam kenyataannya , kepala desa Patila masih ada masyarakat yang meragukan kemampuannya karena seorang perempuan. Masyarakat di desa Patiala masih ada yang mendiskriminasi kempemimpinan kepala desa perempuan dengan kepala desa laki-laki, yang beranggapan bahwa pola dan peran sosial antara laki-laki dan perempuan berbeda serta beranggapan bahwa laki-laki yang lebih pantas menjadi pemimpin dalam setiap bidang kehidupan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pola Komunikasi Politik Kepala Desa Perempuan dalam Meningkatkan Pembangunan di Desa Patila Kecematan Pammana Kabupate Wajo”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pola komunikasi politik kepala desa perempuan dalam meningkatkan pembangunan di desa Patila Kecematan Pammana Kabupaten Wajo?

(19)

7 C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi politik Kepala Desa perempuan dalam meningkatkan pembangunan di desa Patila Kecematan Pammana Kabupaten Wajo.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan referensi akademis maupun peneliti berikutnya dengan topik yang relevan

b. Sebagai tambahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang kepemimpinan kepala desa.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai masukan bagi penulis untuk menjadi pelaku politik yang berguana bagi bangsa kedepannya.

b. Memberikan pemikiran kepada masyarakat bagaimana menjadi masyarakat politik yang tidak membeda-bedakan gender.

c. Sebagai motivasi bagi masyarakat maupun pemerintah setempat untuk mempertahankan komunikasi yang baik dan terbuka dalam masyarakat demokrasi.

3. Manfaat Akademis

a. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana

b. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang tertarik dengan judul yang sama.

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Pola Komunikasi

Menurut Amrin Tegar Sentosa dalam onog uchajana Effendy istilah komunikasi dalam bahasa inggris adalah “Communications” berasal dari kata latin “Communicatio” dan bersumber dari kata “Communis” yang berarti sama, maksudnya adalah sama makna. Komunikasi adalah salah satu dari aktivitas manusia dan suatu topik yang sering amat diperbincangkan sehingga kata komunikasi itu sendiri memiliki arti beragam.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Komunikasi secara manusiawi merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia, tanpa komunikasi manusia tidak dapat menyampaikan pesan atau tujuannya secara jelas. Setiap orang atau kelompok dalam suatu organisasi memiliki perbedaan dalam berkomunikasi, sehingga dala komunikasi terdapat pola-pola tertentu sebagai manifesta perilaku manusia dalam berkomunikasi. (Azmi, 2016)

Memahami komunikasi berarti memahami apa yang terjadi selama komunikasi berlangsung, mengapa itu terjadi, manfaat yang dirasakan, akibat- akibat yang ditimbulkan, apakah tujuan dari aktivitas berkomunikasi sesuai dengan apa yang diinginkan, memahami hal-hal apa yang dapat mempengaruhi dan memaksimalkan hasil-hasil dari kejadian tersebut.

(21)

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuatan atau pengiriman informasi antar manusia, sumber biasa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga.

Pesan yang dimaksud dari proses komunikasi adalah suatu yang disampaikan pengirim ke penerima.pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Komunikasi adalah elemen yang penting dalam proses komunikasi, karena dialah yang menjadi sasaran dari komunikasi. Efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima. (Sentosa, 2015)

Menurut Gracia Lumentut dalam Djamarah (2004:1) Pola dalam kamus bahasa Indonesia berarti sistem atau tata kerja. Adapun istilah sistem secara umum adalah susunan yang terdiri atau pilihan berdasarkan fungsinya, individu- individu yang mendukung membentuk kesatuan utuh. Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang tau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Menurut Amrin Tegar Sentosa dalam Tubbs, Moss (2001:26) Pola Komunikasi adalah hubungan yang dapat dicirikan oleh komplementaris atau simetris. Dalam hubungan komplementer satu bentuk perilaku dominan dari satu partisipan mendatangkan perilaku tunduk dan lainnya. Dalam simetris, tingkatan sejauh mana orang berinteraksi atas dasar kesamaan. Pola komunikasi terdiri dari beberapa macam, yaitu:

(22)

1. Pola Komunikasi Primer

Pola komunikasi primer merupakan suatu proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu lambang sebagai media atau saluran. Dalam pola ini terbagi menjadi dua lambang yaitu lambang verbal dan lambang nonverbal.

a. Lambang verbal

Dalam proses komunikasi bahasa sebagai lambang verbal paling banyak dan paling sering digunakan, oleh karena hanya bahasa yang mampu mengungkapkan pikiran komunikator mengenai hal atau peristiwa, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang terjadi masa kini, masa lalu dan masa yang akan datang.

b. Lambang nonverbal Lambang nonverbal adalah lambang yang dipergunakan dalam komunikasi, yang bukan bahasa, misalnya kial, isyarat dengan anggota tubuh, antara lain kepala, mata, bibir, tangan, dan jari. Pola komunikasi ini dinilai sebagai model klasik, karena model ini merupakan model pemula yang dikembangkan Aristoteles, kemudian Lasswell hingga Shannon dan Weaver.

Aristoteles membuat pola komunikasi yang terdiri atas tiga unsur, yakni: komunikator, pesan dan komunikan

Komunikasi yang ditelaah oleh Aristoteles ini merupakan bentuk komunikasi retoris, yang kini lebih dikenal dengan nama komunikasi publik (public speaking) atau pidato. Pola komunikasi ini kemudian dikenal dengan nama komunikasi primer yaitu

(23)

komunikasi dengan menggunakan lambang atau bahasa sebagai sarana utamanya.

2. Pola Komunikasi Skunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Komunikator menggunakan media kedua ini karena komunikan yang dijadikan sasaran komunikasinya jauh tempatnya atau banyak jumlahnya atau kedua-duanya, jauh dan banyak. Komunikasi dalam proses secara sekunder ini semakin lama semakin efektif dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin canggih, yang ditopang pula oleh teknologi-teknologi lainnya yang bukan teknologi komunikasi.

Pola komunikasi sekunder ini diilhami oleh pola komunikasi sederhana yang dibuat Aristoteles yang kemudian mempengaruhi Harold D. Laswell untuk membuat pola komunikasi yang disebut formula Laswell pada tahun 1948. Model komunikasi Laswell secara spesifik banyak digunakan dalam kegiatan komunikasi massa. Dalam penjelasannya Laswell menyatakan bahwa untuk memahami proses komunikasi perlu dipelajari setiap tahapan komunikasi. Pola komunikasi Laswell melibatkan lima komponen komunikasi yang meliputi Who (siapa), Say what (mengatakan apa), In wich channel (menggunakan saluran apa), to whom (kepada siapa). Dengan

(24)

demikian pola komunikasi Laswell melibatkan lima unsur komunikasi yang saling terkait yaitu: komunikator, pesan, media, komunikan dan efek. Kelima dasar Laswell ini menyajikan cara yang berguna untuk menganalisis komunikasi.

3. Pola Komunikasi Linear

Istilah linear mengandung makna lurus. Jadi proses linear berarti perjalanan dari satu titik ke titik lain secara lurus. Dalam konteks komunikasi, proses secara linear adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal.

Komunikasi linear ini berlangsung baik dalam situasi komunikasi tatap muka (face to face communication) maupun dalam situasi komunikasi bermedia (mediated communication). Komunikasi tatap muka, baik komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) maupun komunikasi kelompok (group communication) meskipun memungkinkan terjadinya dialog, tetapi ada kalanya berlangsung linear.

Proses komunikasi secara linear umumnya berlangsung pada komunikasi bermedia, kecuali komunikasi melalui media telepon.

Komunikasi melalui telepon hampir tidak pernah berlangsung linear, melainkan dialogis, tanya jawab dalam bentuk percakapan.

Komunikasi linier dalam prakteknya hanya ada pada komunikasi bermedia, tetapi dalam komunikasi tatap muka juga dapat dipraktekkan, yaitu apabila komunikasi pasif.

(25)

4. Pola Komunikasi sirkular

Sirkular sebagai terjemahan dari perkataan “circular” secara harfiah berarti bulat, bundar atau keliling sebagai lawan dari perkataan linear tadi yang bermakna lurus. Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan dengan proses secara sirkular itu adalah terjadi feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator. Oleh karena itu ada kalanya feedback tersebut mengalir dari komunikan ke komunikator itu adalah “response” atau tanggapan komunikan terhadap pesan yang ia terima dari komunikator.

Pola komunikasi sirkular ini didasarkan pada perspektif interaksi yang menekanknan bahwa komunikator atau sumber respon secara timbal balik pada komunikator lainnya. Perspektif interaksional ini menekankan tindakan yang bersifat simbolis dalam suatu perkembangan yang bersifat proses dari suatu komunikasi manusia.

Dalam pola komunikasi sirkular mekanisme umpan balik dalam komunikasi dilakukan antara komunikator dan komunikan saling mempengaruhi (interplay) antara keduanya yaitu sumber dan penerima. Dapat kita pahami bahwa pola komunikasi ini menggambarkan proses komunikasi yang dinamis, di mana pesan transmit melalui proses encoding dan decoding. Dalam proses ini pelaku komunikasi baik komunikator maupun komunikan mempunyai kedudukan yang sama. Dengan adanya proses komunikasi yang terjadi secara sirkular, akan memberi pengertian bahwa komunikasi

(26)

perjalanannya secara memutar. Selain itu dalam pola komunikasi ini sifatnya lugas tidak ada perbedaan komunikan. Tipe komunikasi yang menggunakan pola ini adalah komunikasi interpersonal yang tidak membedakan antara komunikator dan komunikannya. Komunikasi kelompok juga dapat menerapkan pola ini dalam melaksanakan praktik komunikasi. (Sentosa, 2015)

Menurut Gracia Lumentut dalam Pareno (2002:22) teori tentang pola komunikasi secara jelas belum pernah menjadi kajian para ilmuan, akan tetapi model komunikasi pernah disunggung oleh Soreno dan Mortense yang mendifinisikan model komunikasi sebagai deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk komunikasi.

Pola komunikasi merupakan bentuk-bentuk komunikasi untuk mempengaruhi melalui sinyal atau simbol yang dikirimkan dengan cara mengajak secara bertahap maupun sekaligus, pola komunikasi disini akan lebih mempunyai arti jauh ketika dikaitkan dengan prinsip-prinsip komunikasi dalam merealisasikan bentuk komunikasi. Komunikasi berdasarkan bentuknya, dibagi kepada:

1. Komunikasi antar personal atau lebih dikenal dengan interpersonal.

Komunikasi yang terjadi antar komunikator dengan komunikan secara langsung dengan cara berhadapan muka ataua tidak.komunikasi seperti ini lebih efektif karena kedua belah pihak saling melancarkan komunikasinya dan dengan feedback keduanya melaksanakan fungsi masing-masing.

(27)

2. Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang terjadi antara seseorang dengan kelompok tertentu. Komunikasi kelompok dapat dipetakan menjadi 3 kelompok komunikasi. David Krech dalam Miftah Thoha (2008:142), yaitu:

a. Small Group (kelompok yang berjumlah sedikit) kelompok kecil

adalah komunikasi yang melibatkan sejumlah orang dalam interaksi satu dengan yang lain dalam suatu pertemuan yang bersifat berhadapan

b. Medium Group (agak banyak) komunikasi dalam kelompok yang

sedang lebih mudah karena dapat diorganisir dengan baik dan terarah, misalanya komunikasi antra satu bidang dengan bidang yang lain dalam organisasi atau perusahaan.

c. Large Group (jumlah banyak) kelompok besar merupakan

komunikasi yang melibatkan interaksi antara kelompok dengan kelompok. Komunikasinya lebih sulit dibandingkan dengan dua kelompok diatas karena tanggapan yang diberikan komunikan lebih bersifat emosional.

3. Komunikasi Massa, komunikasi massa adalah komunikasi yang

menggunakan media sebagai alat atau sarana bantu, biasanya menggunakan media elektronik seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lainnya. (lumentut, 2017)

Dari pemaparan yang ada tentang pola dan bentuk komunikasi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur komunikasi harus mampu menjadi sebuah

(28)

pemahaman yang berarti ketika kita mencoba untuk berkomunikasi baik antar pribadi, kelompok maupun massa , yang harus diperhatikan dalam menjalankan pola komunikasi harus menggunakan prinsip-prinsip komunikasi sebagai kajian terhadapa kondisi psikologi komunikan yang dihadapi.

B. Konsep Kepala Desa

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang petunjuk pelaksanaan Undang-undang desa, dalam struktur organisasi pemerintahan desa, disebutkan bahwa: “Kepala Desa adalah pemimpin Pemerintah Desa Tertinggi yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh perangkat desa. Kepala desa diangkat dan dilantik oleh bupati melalui pemilihan langsung oleh penduduk desa warga negara Republik Indonesia dengan masa jabatan 6(enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya”.

Kepala Desa adalah warga desa setempat yang terpilih melalui pemilhan langsung oleh warga masyarakat desa yang bersangkutan untuk memimpin penyelenggaraa pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat dan telah mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang. Pemilihan Kepala Desa yang selanjutnya disebut pemilihan, merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah desa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Tahun 1945 untuk memilih kepala desa secara langsung. (Kurniadi, 2014).

Kepala Desa merupakan pemimpin pemerintahan desa dengan dibantu aparat desa dalam melaksanakan tugasnya. Dalam menjalankan kepempinannya kepala desa dituntut memiliki perilaku yang mampu memperdayakan masyarakat

(29)

desa guna mencapai keberhasilan sebagai seorang kepala desa. Sehingga mampu mengembangkan kempemimpinannya agar mapu menggerakkan masyarakat desa, untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan program pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat di desa. (Adi, 2016).

Menurut Ny. Dra, Sapari dalam Fathoni (2016) yaitu kepala desa pada dasarnya adalah pemimpin organisasi Pemerintahan Desa Yang secara langsung dipilih oleh masyarakat dari calon yang memenuhi syarat dan selain itu pula kepala desa setelah proses pemilihan yang dilakukan secara langsung dan secara formal akan ditetapkan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan yang dikeluarkan oleh Bupati/Walikota atas nama Gubernur. (Fathoni, 2013)

Menurut Peraturan Pemerintah Republik. 6 Tahun 2014 tentang Desa tugas Kepala Desa menyelenggarakan urusan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, dan pemberdayaan kemasyarakatan yang dimana pada pejelasannya disebutkan bahwa:

1. Urusan pemerintahan antara lain pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha Milik Desa, dan kerjasama antar desa.

2. Urusan Pembangunan antara lain pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana dan prasarana fasilitas umum desa seperti jalan desa, jembatan desa, irigasi desa, dan pasar desa.

(30)

3. Urusan Kemasyarakatan antara lain pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat.

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa kepala desa mempunyai peran penting dan juga kedudukan yang sangat penting dalam pemerintahan desa.

Ia merupakan pemimpin terhadap jalannya tata urusan pemerintahan yang ada di desa. Seorang kepala desa merupakan penyelenggara dan sekaligus sebagai penanggung jawab atas jalannya roda pemerintahan dan pembangunan didalam wilayahnya. Disamping menjalankn urusan pemerintah dan pembangunan, kepal desa juga mempunyai kewajiban lain yaitu menyelenggarakan urusan di bidang kemasyrakatan membina ketentraman dan ketertiban masyarakat serta membina dan mengembangkan jiwa semangat gotong royong masyarakat.

C. Politik Perempuan

Kesadaran politik perempuan berdasarkan sejarah Indonesia telah tumbuh sejak Kongres Perempuan Pertama di Yogyakarta 1928. Kesadaran politik dalam bentuk partisipasi nyata dan penggunaan hak-hak politik perempuan tercermin pada pemilu 1995 dimana mereka memiliki hak memilih dan pilih. Pengakuan yang sama hak-hak perempuan dengan laki-laki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia telah diakui tegas. Pengakuan tersebut ditetapkan melaului berbagai instrumen hukum dan dengan meratifikasi berbagai konvensi yang menjamin hak-hak politik mereka. (Mukarom, 2010)

Keterlibatan perempuan dalam politik bukan bermaksud untuk menjatuhkan, menurunkan, atau merebut kekuasaan dari tangan laki-laki,

(31)

melainkan agar bisa menjadi mitra yang sejajar dengan laki-laki. Tuhan sendiri secara sengaja menciptakan laki-laki dan perempuan berbeda dan dengan perbedaan itu keduanya bisa saling mengisi satu sama lain untuk selanjutnya bekerja sama membangun kekuatan sinergis. Kemitraan yang demikian hanya mungkin terwujud manakala laki-laki dan perempuan berada dalam posisi dan kedudukan yang sama dan sederajat sehingga tidak ada lagi diskriminasi, dominasi, dan eksploitasi.

Dengan mengembangkan kekuasaan perempuan tersebut, perempuan dapat menjadi politisi yang andal, politisi yang tidak menyakiti lawan jenisnya.

Politisi yang tidak akan menggunakan intrik politik sebagaimana biasa digunakan oleh laki-laki. Seorang politisi perempuan dapat mengasah sisi keibuannya yang selalu tanggap terhadap kebutuhan orang lain untuk menyelesaikan setiap agenda politiknya. (Syahid, 2014)

Namun harus diakui pentingnya perempuan dalam politik karena yang sunguh- sungguh memahami dan mengerti persoalan dan kodisi perempuan itu sendiri adalah perempuan itu sendiri. Dengan masuknya perempuan dalam ranah politik diharpakan dapat memberikan pengaruh terhadap produk-produk kebijakan yang dihasilkan , khususnya yang berkaitan langsung dengan kehidupan perempuan.

Keterwakilan perempuan menjadi sangat timpang, hal ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu:

1. Nilai sosial budaya yang lebih mengutamakan laki-laki

(32)

2. Pembagian kerja berdasarkan gender dalam masyarakat agratis- tradisiaonal

3. Citra perempuan sebagai kaum yang lemah lembut

4. Ajaran agama yang ditafsirkan secara sempit dan parsial

5. Kurangnya political will pemerintah

6. Kekurangan dalam kualitas individu dan kadernisasi politik. (Thalib, 2014)

Sedangkan menurut Tjokroaminoto dalam Habibah,(1996:56) adapun yang menyebabkan kurangnya partisipasi politik perempuan, hal ini disebabkan karena beberapa faktor penghambat yaitu:

1. Adanya dikotomi maskulin/feminism peranan masnusia sebagai akibat dari determinasi biologis seringkali mengakibatkan proses marginalisasi perempuan.

2. Adanya dikotomi peran publik/peran domestic yang berakar dari sindroma bahwa “peran perempuan adalah di rumah” pada gilirannya melestarikan pembagian antara fungsi produktif dan fungsi reproduktif antara lki-laki dan perempuan.

3. Adanya konsep “beban kerja ganda” yang melestarikan wawasaan bahwa tugas perempuan terutama adalah di rumah sebgai ibu rumh

(33)

tangga, cenderung menglami proses aktualisasi potensi perempuan secara utuh.

4. Adanya sindroma subordinasi dan peran marginal perempuan telah melestarikan wawasan bahwa peran dan fungsi perempuan dalam masyarakat adalah bersifat sekunder. (Habibah, 2015)

D. Konsep Pembangunan

Pembangunan adalah proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada modernisasi pembagunan bangsa dan kemajuan sosial ekonomis. Konsep pembangunan ini merupakan kunci pembuka bagi pengertian baru tentang hakikat proses administrasi pada setiap Negara dan sifatnya dinamis, pembangunan akan berjalan lancar apabila disertai dengan administrasi yang baik. Administrasi pembangunan menunjukkan betapa kompleksnya organisasi pemerintah, sistem menejemennya, dan proses kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuannya. (Rosidin, 2010)

Menurut Nandra dalam Tindi,(1990). Pembangunan ialah upaya untuk meningkatkan kemanpuan manusia untuk mempengaruhi masa depannya ada 5 implikasi utama defenisi tersebut yaitu;

1. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik manusia maupun kelompok (capacity)

2. Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan nilai dan kesejahteraan (equity)

(34)

3. Pembangunan berarti membangun kepercayaan kepada masyrakat

untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesepakatan yang sama, kebebasan memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan ( empowerment).

4. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang

satu dengan Negara yang lainnya dan menciptakan hubungan yang saling menguntungkan (interdepence). (Tindi, 2015)

Menurut Rosalinda dalam Ruru, dkk (2014) di tinjau dari tujuan-tujuannya pembangunan adalah pengaharapan dan kemajuan dalam sosial serta ekonomi dalam sosial serta ekonomi dan untuk mana setiap Negara mempunyai pandangan maupun nilai-nilai yang berlainan mengenai apa yang dimaksud dengan di harapkan itu. Pembangunan masyarakat pedesaan adalah seluruh kegiatan pembangunan yang berlangsung di desa yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, serta dilaksanakan secra terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. Tujuannya adalah utuk meningkatakan kesejahteraan masyarakat desa berdasarkan kemampuan dan potensi sumber daya alam melalui peningkatan kualitas hidup, keterampilan dan prakarsa masyarakat. (Ruku, 2016)

Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa pembangunan adlah seluruh kegiatan pembangunan yang berlangsung meliputi aspek masyarakat, yang membawa suatu perubahan yang lebih baik dengan terarah dan berkemajuan

(35)

dalam sosial ekonomi, yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan desa.

Menurut Mudrad dalam lestari, (2015) faktor-faktor yang menghambat pelaksaan pembangunan:

1. Bergesernya egoism sektoral menjadi fanatisme daerah. Dengan banyaknya bermunculan bupati/walikota di daerah seolah-olah menjadi raja-raja kecil yang bebas dari intervensi pemerintah pusat. Isu daerah dalam setiap pemilihan kepala daerah selalu menjadi alasan dalam pemilihan pimpinan daerah yang gaya politik baru dalam memerjuankan hak-hak masyarakat lokal.

2. Dengan otonomi daerah, ada tendensi masing-masing daerah mementingkan daerahnya sendiri dan bahkan bersain satu sama lain dalam berbagai hal, teutama mengumpulkan pendapatn asli daerah (PAD).

3. Terkait dengan masalah timing dan political will.

4. Masih adanya grey-area kewenangan antar pusat, provensi,

kabupaten/kota. Ini terjadi karena belum tuntasnya penyusunan/prasarana maupun pengalihan dari pegawai pusat dan daerah.

5. Tujuan otonomi daerah ialah meningkatkan pelayanan publik.

(36)

6. Lemahnya kordinasi antar sektor dan antar daerah. Sistem

pembanguann Indonesia yang top-down dan bottom-down diharapkan menjamin adanya keseimbangan prioritas nasional dengan aspirasi lokal kenyataan telah gagal dalam mengakomodasi aspirasi lokal.

(Lestarai, 2015)

E. Kerangka Pikir

Pola Komunikasi yang baik salah satunya adalah dengan mempersiapkan strategi proses komunikasi yang matang agar dapat memperoleh sebanyak- banyaknya simpati rakyat sebagai syarat mutlak. Secara sederhana Pola komunikasi politik secara umum dapat di maknai dalam kerangka politik sebagai tolak ukur upaya seseorang dalam meningkatkan kemampuan dalam mempengaruhi hasilnya.

Kedudukan dan peranan perempuan dalam pembangunan tampaknya semakin meningkat, baik di bidang politik, pendidikan, kesehatan maupun kesejahteraannya. Perempuan yang berperan dalam pembangunan tidak hanya perempuan yang ada di kota, melaikan perempuan yang berada di berbagai lini kehidupan juga ikut berperan. Salah satunya yaitu kepala desa, tidak sedikit kepala desa perempuan yang lebih berhasil dalam melaksanakan tugasnya.

Keadaan ini menunjukkan bahwa berbagai upaya perlu dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan antara kedudukan dan peranan laki- laki dan perempuan dalam pembangunan. Pengaruh utama gender dari pemerintah merupakan salah satu kunci untuk membantu mengurangi atau menghilangkan kesenjagan laki-laki dan perempuan dalam aspek akses, gerak, kontrol dan

(37)

manfaat serta meningkatkan partisipasi keduanya dalam pengambilan keputusan dan penguasaan terhadap sumber daya pembangunan. Dari uraian diatas mengenai kerangka pikir dapat di gambarkan dalam:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

F. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini dapat memfokuskan masalah terlebih dahulu supaya tidak terjadi permasalahan yang nantinya tidak sesuai dengan tujuan penelitian ini.

Maka peneliti memfokuskan untuk meneliti tentang pola komunikasi yang digunakan Kepala Desa perempuan di desa Patila di Kacamatan Kabupaten Wajo.

Mewujudkan Pembangunan di Desa Patila Kecamatan Pammna Kabupaten Wajo

Pola Komunikasi Politik Kepala Desa Perempuan di Desa Patila Kecematan Pammana Kecamatan Kabupaten Wajo

Pola Komunikasi Sirkular Pola Komunikasi

Skunder

(38)

G. Deskripsi Fokus Penelitian

Pola Komunikasi merupakan model dari proses komunikasi, sehingga dengan adanya berbagai macam model komunikasi dan bagian dari proses komunikasi akan dapat pula pola yang cocok dan mudah digunakan dalam berkomunikasi. Pola komuniksi identik dengan proses komunikasi, karena pola komunikasi merupakan bagian dari proses komunikasi.

Proses komunikasi merupakan rangkaian dari aktivitas menyampaikan pesan sehingga menghasilkan umpan balik dari penerima pesan. Dari proses komunikasi, akan timbul pola, model, bentuk dan juga bagian-bagian kecil yang berkaitan erat dengan proses komunikasi. Proses komunikasi sudah termasuk dalam kategori pola komunikasi yaitu: Pola Komunikasi Skunder, Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama dan Pola Komunikasi sirkular yaitu, Proses komunikasi yang berjalan lurus, yaitu adanya hubungan umpan balik atau feed back antara komunikator dengan komunikan. Sehingga komunikator dan komunikan bisa saling bertukar fungsi dalam proses komunikasi.

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Adapun waktu penelitian dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan setelah semianar proposal. Lokasi penelitian yaitu di Desa Patila. Alasan peneliti mengambil lokasi ini karena data dapat diperoleh di desa Patila. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menleti tentang Pola Komunikasi Politik Kepala Desa Perempuan di Desa Patila Kecematan Pammana Kabupaten Wajo.

B. Jenis dan Tipe Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objektif tentang Pola Komunikasi Politik Kepala Perempuan Desa di Desa Patila.

2. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif atas dasar bahwa informasi yang akan diteliti adalah berkaitan dengan penghayatan, pengalaman, dan pemberian arti dari informan peneliti tentang Pola Komunikasi Politik Kepala Desa Perempuan. Sehingga peneliti ini menggunakan metode peneliitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bermaksud membuat gambaran (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian. Kekuatan penelitian kualitatif terletak pada kemampuan peneliti dalam membangun.

(40)

28

pandangan mereka tentang apa yang diteliti secra rinci, yang dinarasikan dengan kata-kata maupun gambaran secara holistik.

C. Sumber Data

a. Sumber Data primer

Data primer adalah data yang diambil secara langsung oleh peneliti kepada sumbernya tanpa ada perantara. Peniliti mencari dan menemukan data kepada informan baik wawancara maupun pengamatan langsung dilapangan. Kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data yang utama. Sumber data primer merupakan sumber data yang diperoleh dengan cara menggali sumber asli lansung dari responden, pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan di peroleh melalui hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengarkan dan bertanya.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data tidak langsung yang mampu memberikan tambahan serta penguatan terhadap data penelitian. Sumber data dalam penelitian kualitatif ini selain berupa kata-kata, bahasa dan tindakan dari informan juga dapat diperoleh melalui studi kepustakaan dengan media buku dan media internet untuk mendukung analisis dan pembahasan. Selain itu juga akan mengambil data dan arsip-arsip dan foto-foto pada saat penelitian berlangsung. Agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan, maka sumber data menjadi sangat penting sehingga akan didapatkan hasil penelitian yang benar-benar mendetail.

(41)

29

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang relevan sebagaimaan yang diharapkan dalam tujuan penelitian. Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang dilakukan secara langsung dan dapat memberikan kemudahan terutama dalam hal memperoleh data lapangan.

2. Wawancara

Wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan yang dilakukan oleh dua belah pihak, dengan cara memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui dokumen tertulis, terutama berupa arsip-arsip, termasuk juga buku-buku, dan dokumen resmi maupun ststistik yang berhubungan dengan masalah penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara mengadakan penalaahan terhadap bahan-bahan yang tertulis yang meliputi hasil-hasil seminar dan buku-buku serta majalah.

E. Informan

Dalam penelitian ini, pengambilan informan secara purposive sampling, purposive sampling adalah teknik pengambilan informasi yang memiliki pengetahuan yang luas serta mampu menjelaskan sebenarnya tentang objek

(42)

30

penelitian. Peneliti telah menetapkan informan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu:

No. Informan Jabatan/instansi Jumlah

1 Kepala Desa Perempuan - 1

2 Perangkat Desa - 3

3 Masyarakat - 3

Tabel 3.1: informan Penelitian

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengkaji dan mengelola data yang telah di kumpul agar memperoleh simpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah dengan tehnik analisis data dengan deskriptif kualitatif, yaitu dengan (Maleong dalam Lailiani,2015).

1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara dan observasi

2. Reduksi data 3. Kategorisasi

4. Pemeriksaan keabsahan data 5. Penafsiran data

6. Menarik kesimpulan dan verifikasi G. Pengabsahan Data

Menurut Sugiyono (2015) uji keabsahan data sesuai dengan penelitian ini adalah credibility (validasi internal). Uji kredibilitasi atau kepercayaan terhadap hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,

(43)

31

peningkatan ketekunan dan penelitian, triangulasi, dan diskusi dengan teman. Uji keabsahan data ini dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dalam penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber merupakan pengujian kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah di peroleh melalui beberapa sumber. Triangulasi sumber digunakan untuk menggunakan data dari sumber-sumber yang berbeda dengan tehnik yang sama.

(44)

32 BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Wajo

Terbentuknya Kabupaten Wajo terdiri dari beberpa fase perkembangan masyarakat yang bernama Lampulunge (kampung yang berada didekat Danau Lampulung) dan daerah inilah yang menjadi asal mula terjadinya kerajaan Cinnottabi. Dalam sebuah kisah, sekitar abad ke XV mengisahkan bahwa seorang putri mahkota Kerajaan Luwu yang bernama We Taddamppalie terpaksa disingkirkan dari kerajaannya diakrenakan menidap penyakit kulit (kusta) yang ditakutkan akan menular. We Taddamppalie dihanyutkan (merdeka) yang disebut Cinnottabi. Putri tersebut kemudian membangun rumah disebuah pohon kayu

besar yang memiliki daun yang rindang yang disebut dengan pohon Bajo dan dari nama inilah muncul sal mula nama Wajo.

Dalam perkembangannya, daerah ini mnjadi makmur dan rakyat yang semakin bertambah. Namun akhirnya raja-raja dari Tellu Kajurue berinisiatif untuk mempersatukan daerah tersebut, mereka akhirnya berkumpul dibawah pohon Bajo untuk membicarakan masalah pengangkatan raja yang akan memimpin ketiga negara bagian ini. Dalam pertemuan ketiga, raja tersebut menghasilkan perjanjian sistem pemerintahan yang akan mengatur hubungan kekuasaan antar raja, para pejabat kerajaan, serta hak-hak kebebasan rakyat berdasarkan yaitu, adat dan hukum adat yang lahir dari persetujuan bersama antar raja, penguasa adat dan rakyat. Dari pertemuan itu kemudian menyepakati bahwa

(45)

33

33

La Tenribali (Arung Mataesso) yang juga sepupu dari raja-raja Tellu Kajurue

Yang diangkat Menjadi Raja Wajo dan Mendapat Gelar Batara Wajo sebab beliau dalam hal memerintah sangat bijaksana dan diharapkan mampu menjadikan Kerajaan Wajo lebih berkembang dan lebih demokratis.

1. Kondisi Geografis Kabupaten Wajo

Kabupaten Wajo dengan ibukota Sengkang terletak dibagian tengah provinsi Suulawaesi Selatan dengan jarak 242km dari ibukota provinsi, memanjang pada arah laut Tenggara dan terakhir merupakan selat, dengan posisi geografis antara 3°39' - 4°16' Lintang Selatan dan 119°53' - 120°27' Bujur Timur. Batas wilayah Kabupaten Wajo, sebelah utara: kabupaten Luwu dan Kabupaten Sidrap, sebelah Selatan:

Kabupaten Bone dan Kabupaten Soppeng dan Sidrap. Luas wilayahmya adalah 2.506,19 km2 atau 4,01% dari luas Provinsi Sulawesi Selatan dengan rincian Penggunaan Lahan Terdiri dari lahan sawah 86.292 Ha (34,43%) dan lahan kering 164.322 Ha (65,57%). Pada tahun 2007 Kabupaten Wajo telah terbagi menjadi 14 wilayah Kecamatan selanjutnya dari keempat belas wilayah Kecamatan di dalamnya terbentuk wilayah- wilayah yang lebih kecil yaitu secara keseluruhan terbentuk 44 wilayah yang berstatus kelurahan dan 132 wilayah berstatus Desa.

2. Kondisi Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya masyarakat wajo berkembang subur di tengah-tengah masyarakat dengan tetap menjaga nilai;nilai luhur dan menjunjung tinggi budaya yang tumbuh di dalam masyarakat, ini dilihat

(46)

34

34

karena masih dilakukannya upacara-upacara ritual dengan masyarakat yang memegang teguh semangat gotong royong yang menjadi rinci dari masyarakat kabupaten Wajo. Masyarakat Wajo menghindari hiburan menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan.

a. Kependudukan

Berdasarkan data BPS, Penduduk Kabupaten Wajo tahun 2014 sebanyak 394,789 jiwa yang terdiri dari penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 188,250 jiwa dan penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 206,539 jiwa. Berdasarkan data tersebut, sex rasio penduduk Kabupaten Wajo pada tahun 2014 sebesar 91,51% dan rata-rata laju pertumbuhan dari tahun 2009 hingga 2014 sebesar 0,8 % kepadatan penduduk Kabupaten Wajo sebesar 157 jiwa/km2 dan hampir 99,13% beragama Islam.

(47)

Tabel 4.1

Jumlah penduduk Kabupaten Wajo

No. Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Rasio

1. Sabbangparu 12,079 14,138 26,217 85,44

2. Tempe 29,254 31,906 61,162 91,68

3 Pammana 14,966 16,694 31,660 91,68

4 Bola 9,416 10,386 19,802 89,65

5 Takkalalla 10,134 11,188 21,322 90,58

6 Sajoanging 9,291 9,784 19,075 94,69

7 Penrang 7,456 8,673 16,129 85,97

8 Majauleng 15,082 17,312 32,294 87,12

9 Tanasitolo 19,073 21,458 40,591 88,89

10 Belawa 15,405 17,080 32,485 90,19

11 Maniangpajo 7,874 8,473 16,347 92,93

12 Gilireng 5,582 5,928 11,510 94,16

13 Keera 11,335 11,576 22,911 97,92

14 Pitumpanua 21,941 21,941 43,244 97,09

Jumalah

Dengan jumlah penduduk yang menembus angka lebih dari tiga ratus ribu jiwa, disatu sisi merupakan potensi yang cukup menandai untuk melaksanakan program pembangunan diberbagai aspek kehidupan akan tetapi disisi lain dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif rendah juga sekaligus merupakan sebuah persoalan dalam upaya mengembangkan potensi sumber daya dimiliki.

(48)

b. Perekonomian

Potensi sumber-sumber ekonomi yang ada di Kabupaten Wajo masih terus ditingkatkan dan dikembangkan untuk kesejahteraan penduduk. Hal itu dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Wajo dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 nilai PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Wajo mengalami peningkatan sekitar 7,11% dibandigkan dengan niali PDRB tahun 2013 atas harga konstan tahun 2000 juga mengalami peningkatan besar 3,72%. Kemakmuran penduduk suatu wilayah dapat digambarkan oleh perolehan PDRB perkapita atas dasr harga yang berlaku di Kabupaten Wajo telah mencapai RP. 22,892 juta rupiah atau dengan nilai konstan 2000 sebesar Rp 8,166 rupiah.

3. Visi dan Misi Kabupaten Wajo Visi:

“Mewujudkan Kabupaten Wajo sebagai salah satu kabupaten terbaik di Sulawesi Selatan dalam Pelayanan Dasar Masyarakat dan Tata Pemerintahan yang Profesionl.”

Misi:

a. Menciptakan iklim yang kondusif bagi kehidupan yang aman dan damai, religius dan inovatif serta implementasi pemberdyaan masyarakat,

b. Mengutamakan lembaga dan sumber daya aparatur dlam mewujudkan tata pemerintahan yang baik,

(49)

c. Mengakselerasi laju mesin-mesin pertumbuhan dalam proses produksi berbasis ekonomi kerakyatan,

d. Meningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan dalam pemenuhan hak dasar masyarakat.

B. Sejarah Desa Patila

Desa Patila yang sebelumnya bernama desa persiapan Patilamerupakan pemekaran dari dua desa definitif yang ada diwilayah Pammana yaitu Desa Pammana dan Desa Lempa.

Namanya Patila diambil dari lontara bugis yang artinya pammase (rahmat), Desa Patila pada masa terbentuknya terdiri atas dua dusun yaitu dusun Patila dan dusu Bulu Patila.

1 Dusun Patila merupakan bagian dari Desa Lempa akan tetapi mengalami pemekaran sehingga terbentuklah dusun patila kemudian berubah menjadi desa Patila

2 Dusun Bulu Patila adalah dusun yang sebelumnya merupakan bagian dari Desa Pammana, akan tetapi mengalami pemekaran sehingga bergabung dengan Desa Patila wilayah dusun Bulu Patila merupakan wilayah yang lebih tinggi dari dusun Patila sehingga dinamakan Bulu yang artinya gunung atau wilayah yang lebih tinggi dari Patila.

Desa Patila dipimpin oleh Kepala Desa, Yaitu :

1. 1979-1982 : Muh. Nawawi Maddu

2. 1983-1983 : A. Syahrasad Datu Pallawarukka (Plts Kades Patila)

(50)

3. 1983-1993 : Andi Bau Salewangeng Datu Sangaji 4. 1993-2008 : Ahsanul Hak Nawawi, SH

5. 2008-2014 : Kurniawan

6. 2014- 25 Mei 2015 : Saktiar, S.Sos, M.Si 7. 25 Mei 2015-Sekarang : Hj. Patmawati Ahsan

a. Kondisi geografis

Desa Patila secara administratif merupakan salah satu Desa dari 13 (Tiga Belas) Desa dan 2 (Dua) kelurahan yang berada dalam wilayah Kecamatan Pammana.

Adapun batas-batas wilayahnya kami uraikan dalam tabel berikut :

No Arah Perbatasan Kecamatan

1. Sebelah Utara Desa Lampulung Pammana

2. Sebelah Timur Kelurahan Cina dan

Pammana Pammana

3. Sebelah Selatan Desa Lapaukke Pammana 4. Sebelah Barat Desa Lempa dan

Simpursia Pammana

Tabel 4.2: Batas Wilayah

Desa Patila memiliki luas wilayah 16,71 Km dari luas Kecamatan Pammana yang terdiri dari 3 (tiga) Dusun, Sebagaimana wilayah tropis Desa Patila mengalami musim kemarau dan musim penghujan setiap tahunnya. Jarak Pusat Desa dengan ibukota Kabupaten yang sapat ditempuh melalui perjalanan darat ± 10 Km dan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor ± 30 Menit, Sedangkan jarak pusat desa denga ibukota kecamatan ± 2 Km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor ± 5 Menit.

(51)

Luas wilayah Desa Patila dirinci menurut penggunaan lahan/tanah dapat kami uraikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.3: Luas Wilayah Menurut Tanah/Pangan

Berdasarkan dari aspek topografi, Desa Patila terletak pada ketinggian dari permukaan laut berkisar < 500 m dari permukaan laut (dpl). Jenis iklim yang ada di Desa Patila adalah Iklim Tropis dan mengalami 3 (tiga) fase musim cuaca yakni musim penghujan, musim kemarau dan pancaroba.

Adapun Desa Patila secara administratif terdiri dari 2 (Dua) Dusun, yaitu : 1. Dusun Patila

2. Dusun Bulu Patila

No Uraian Lahan Luas Satuan Keterang

an A. Tanah Bangunan

1. Perkantoran 0,50 Ha

2. Sekolah 2,00 Ha

3. Sarana Kesehatan 0,50 Ha

4. Tempat ibadah (Masjid) 2,00 Ha

5. Kuburan 2,00 Ha

6. Jalan 8,5 Km

7. Pemukiman 32 Ha

B. Tanah Pertanian

1. Sawah Tadah Hujan 576 Ha

2. Sawah Irigasi 279 Ha

C. Perkebunan

1. Kebun Rakyat 479 Ha

D. Rekreasi dan Olah Raga

1. Lapangan Bola 2,50 Ha

2. Lapangan Bola Volly 0,25 Ha

3. Lapangan Sepak Takraw 0,25 Ha

E. Padang

1. Tanah Kritis/Lahan Tandus 816 Ha

F. Perikanan Darat 816 Ha

(52)

b. Gambaran Umum Demografis

Demografi adalah studi ilmiah tentang penduduk, trutama jumlah, struktur dan perkembangannya.

a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Desa Patila sebanyak 1.584 jiwa, terdiri dari 754 jiwa Laki-laki dan 830 jiwa Perempuan, dengan komposisi tersaji dalam tabel berikut :

Jenis Kelamin Dusun Patila Dusun Bulu

Patila Jumlah

A B c e=a+b+c+d

Laki-Laki 761 497 1.258

Perempuan 768 630 1.398

Jumlah Jiwa 1.529 1.127 2.656

Tabel 4.4: jumalah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Adapun jumlah penduduk menurut kelompok umur adalah sebagai berikut : Kelompok Umur Dusun Patila Dusun Bulu Patila Jumlah

0-4 139 86 225

5-9 166 157 323

10-14 117 82 199

15-19 114 110 224

20-24 107 75 182

25-29 136 95 231

29-64 681 474 738

65 ke atas 69 48 117

1.529 1.127 2.656

Tabel 4.5: Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur b. Keagamaan Penduduk

Kualitas keimanan dan ketaqwaan suatu masyarakat salah satunya di tandai dengan tersedianya sarana dan prasarana ibadah yang

(53)

cukup refresentatif. Demikian halnya dengan masyarakat Desa Patila tingkat pemahaman dan keimanan serta ketaqwaannya cukup baik, hal ini di tunjang dengan ketersediaan fasilitas tempat ibadah berupa masjid sebanyak 3 (tiga) unit di masing-masing dusun 1 (satu) unit Mushallah. Dan menurut sepengetahuan kami Penduduk Desa Patila semua memeluk Agama Islam.

c. Keadaan Sosial

Untuk sektor pendidikan permasalahan klasik yang dihadapi oleh masyarakat Desa Patila adalah faktor dana yang terbatas untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Demikian halnya dengan angka tingkat putus sekolah masih ada. Kondisi ini tentunya berdampak pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh Desa Patila. Dalam bidang pendidikan, tingkat pendidikan penduduk Desa Patila dapat kami gambarkan sesuai yang tercantum dalam RPJM Desa Patila sehingga gambaran tersebut merupakan kondisi awal kepemimpinan kami, karena keterbatasan data dan sumber daya manusia kami belum maksimal melaporkan kondisi terkini mengenai data akurat tingkat pendidikan penduduk Desa Patila, adapun gambarannya sebagai berikut :

(54)

No Uraian Jumlah Satuan Keterangan a. Tingkat Pendidikan

Belum Sekolah 222 Jiwa

Tidak tamat SD 131 Jiwa

SD/Sederajat 885 Jiwa

SMP/Sederajat 560 Jiwa

SMA/Sederajat 651 Jiwa

Diploma/Sarjana 121 Jiwa

b. Agama

Islam 2.570 Jiwa

Katolik 0 Jiwa

Protestan 0 Jiwa

Hindu 0 Jiwa

Budha 0 Jiwa

Konghucu 0 Jiwa

Tabel 4.6: Jumlah Penduduk berdasarkan Keadaan Sosial d. Kondisi Ekonomi

Sektor pertanian adalah mata pencaharian terbanyak penduduk Desa Patila. Meskipun sebagian besar areal pertanian masih bergantung pada tadah hujan seluas 436 ha, sehingga hasil pertanian (panen) kadang tidak menentu. Namun demikian sebagaiman tergambar dari data dari BPS Kabupaten Wajo Tahun 2013, luas sawah yang diusahakan untuk bidang pertanian dan dapat dipanen 1 (satu) kali setahun menurut jenis pengairan (tadah hujan) keadaan akhir tahun 2013 sebanyak 728,83 ha dengan prediksi luas tanam sejumlah 1.230 ha, luas panen sejumlah 815 ha dan tingkat produksi sebanyak 4.075 ton. Adapun mata pencaharian yang lain pada masyarakat Desa Patila

(55)

pedagang, wiraswasta, peternak, jasa dan lain- lain, sebagaimana dalam tabel struktur mata pencaharian penduduk sebagai berikut :

No Uraian Jumlah Satuan Keterangan

a. Mata Pencaharian

Pensiunan 5 Jiwa

PNS 15 Jiwa

TNI-Polri 1 Jiwa

Petani 2.219 Jiwa

Buruh 0 Jiwa

Peg. Swasta 25 Jiwa

Wiraswasta 105 Jiwa

Lain-Lain 200 Jiwa

Tabel 4.7: jumalah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian e. Sarana Prasarana dan Infrastruktur

Sebagai desa yang berkembang Desa Patila terdapat hasil pembangunan sarana dan prasarana seperti yang tersaji dalam tabel berikut :

No Sarana/Prasarana Jumlah Satuan Keterangan

1 Balai Pertemuan 1 Unit

2 Kantor Desa 1 Unit

3 Poskesdes 1 Unit

4 Masjid 3 Unit

5 Musholla 1 Unit

6 Kuburan 3 Unit

7 Pos Kamling 10 Unit

8 TK/PAUD 1 Unit

9 SD 2 Unit

10 SMP 0 Unit

11 Posyandu 2 Unit

12 Jalan Sirtu 15 Km

13 Jalan Aspal 7 Km

14 Pamsimas 1 Unit

(56)

C. STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA PATILA Kepala Desa

Hj. Patmawati Ahsan Badan

Permusyawaratan Desa

Sekretaris Desa Rahmat, S.Kom

Kepala Seksi Penerintahan

Finrakati

Kepala Seksi Kesejahteraan dan

Pelayanan Fandi

Kepala Urusan Umum dan Pembangunan

Nurhaedah

Kepala Urusan Pembangunan Muh. Awaluddin

Syam

Kepala Dusun Bulu Patila Ridwan

Kepala Dusun Patila Andi Nasir

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Tabel  3.1: informan Penelitian
Tabel 4.2: Batas Wilayah
Tabel 4.3: Luas Wilayah Menurut Tanah/Pangan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sudjijo (1996) menyatakan bahwa besarnya unsur hara yang diserapkan tanaman bergantung pada pupuk yang diberikan, dimana hara yang diserap oleh tanaman akan

ABSTRAK: Kehidupan komunitas nelayan desa Bheramari semata-mata bergantung pada hasil laut. Para nelayan ini, melakukan penangkapan dengan dua cara. Untuk nelayan besar,

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio profitabilitas, rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan Economic Value Added terhadap return saham

Berdasarkan hasil penelitian atas pelayanan Teller terhadap kepuasan nasabah yang telah di bahas pada Bab empat, maka yang menjadi saran kepada Bank BNI Kantor

Menurut Pakpahan (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi atau konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor-faktor

[r]

Penelitian ini masih dilakukan pada fakultas teknik sehingga gambaran menyeluruh tentang pengelolaan sampah secara umum di Universitas Surabaya belum terlihat dengan demikian

Kemudian, penulis mengkontraskan kalimat imperatif dalam bahasa Inggris dan bahasa Saluan dengan menggunakan teori Lado (1971), ia mengatakan bahwa analisis kontrastif