• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM α-AMILASE DARI ISOLAT BAKTERI TERMOFIL Bacillus sp RSSII4B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "OPTIMASI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM α-AMILASE DARI ISOLAT BAKTERI TERMOFIL Bacillus sp RSSII4B"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM α-AMILASE DARI ISOLAT BAKTERI TERMOFIL Bacillus sp RSSII4B SUMBER AIR PANAS

LEJJA SOPPENG SULAWESI SELATAN

HARIYATI RAFSEN H311 13 037

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2018

(2)

ii OPTIMASI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM α-AMILASE DARI ISOLAT BAKTERI TERMOFIL Bacillus sp RSSII4B SUMBER AIR PANAS

LEJJA SOPPENG SULAWESI SELATAN

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh

HARIYATI RAFSEN H311 13 037

MAKASSAR 2018

(3)

iii SKRIPSI

OPTIMASI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM α-AMILASE DARI ISOLAT BAKTERI TERMOFIL Bacillus sp RSSII4B SUMBER AIR PANAS

LEJJA SOPPENG SULAWESI SELATAN

Disusun dan diajukan oleh:

HARIYATI RAFSEN H311 13 037

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing Utama Pembimbing Pertama

Dr. Rugaiyah Arfah, M.Si Dr. H. Abd. Karim, M.Si NIP. 19611231 198702 2 002 NIP. 19620710 198803 1 002

(4)

iv LEMBAR PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya kecil ini untuk:

➢ Ayah dan Ibuku Sebagai ungkapan rasa hormat dan kasihku

➢ Almamaterku yang kubanggakan

➢ Semua orang yang kukasihi

“Bukankah kami telah melapangkan untukmu dadamu, dan kami telah menghilamgkan dari

padamu bebanmu yang meberatkan punggungmu dan kami tinggikan bagimu sebutan nama-Mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan

kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain dan hanya kepada kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.

(Surat Al-Insyirah)

“ Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam

segala urusannya”. (QS. At-Thalaq: 4)

(5)

v PRAKATA

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh…

Segala puji bagi Allah Subhaanahu wata’ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, tiada henti memberikan nikmat yang begitu besar, khususnya nikmat iman dan Islam yang masih melekat pada diri pribadi. Tidak lupa kami kirimkan sholawat dan salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai suri taudalan terbaik, atas perjuangan beliau sehingga kita masih bisa merasa nikmat berislam hingga pada detik ini. Tidak lupa pula, kepada keluarga beliau, sahabat, sahabiyah, tabi’in, tabi’ut-tabi’in dan orang-orang yang tetap istiqamah di jalan dinul Islam ini hingga qadar ALLAH berlaku pada diri mereka. Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Optimasi Produksi dan Karakterisasi Enzim α-Amilase dari Isolat Bakteri Termofil Bacillus Sp RSSII4B Sumber Air Panas Lejja Soppeng Sulawesi Selatan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana sains Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.

Pada lembaran ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih banyak yang sedalam-dalamnya kepada orang tua ayahanda Muh Rafi dan ibunda Hasna Sumber Penyemangat Saya yang selalu mendukung dan menyemangati dalam mendapatkan pendidikan dan yang tiada henti memberikan do’a yang terbaik.

Ucapan syukur yang kedua untuk saudara-saudariku, yang selalu menyemangatiku Hartati Rafsen, Ronal Rafsen, Julfitrianti Rafsen dan Alviransya Rafsen sebagai sumber dukungan materi dan motivasi. Ketiga, untuk semua keluarga yang senantiasa mengiringi do’a dan dukungannya.

(6)

vi Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Rugaiyah Arfah, M.Si selaku penasehat akademik sekaligus pembiming utama dan Dr. H. Abd. Karim, M.Si selaku pembimbing pertama yang telah berkenan meluangkan waktu dan tenaganya dalam memberikan bimbingan dan petunjuk yang sangat berharga dari awal masuk kampus hingga persiapan hingga selesainya penelitian ini.

2. Tim penguji hasil penelitian Dr. Indah Raya, M.Si (ketua), Dr. Muhammad Zakir, M.Si (sekretaris), Syadza Firdausiah, M.Sc

(anggota), Drs. L. Musa Ramang, MS (anggota), Dr. Abd Karim, M.Si (anggota) dan Dr. Rugaiyah Arfah, M.Si (anggota) atas saran dan kritikan yang diberikan.

3. Bapak Prof. Ahyar Ahmad, Phill; ibu Dr. Hj. Seniwati Dali, M.Si; ibu Dr. Hasna, M.Si dan pak Rahman Arif S.Si, M.Si selaku dosen kimia Laboratorium Biokimia. Terima Kasih telah memberikan bimbingan dan saran selama ini serta analis biokimia Mahdalia yang selalu membantu dalam penelitian ini.

4. Seluruh staf dosen, dan pegawai Jurusan Kimia, serta Analis Laboratorium Kimia, Ibu Sarinah, Ibu Barlian, Kak Rahma, Kak Fibi, Kak Linda,

Kak Hanna, Pak Sugeng, dan Ibu Tini. Terimah kasih yang sebesar-besarnya atas bantuannya selama ini.

5. Beastudi Indonesia, Kususnya Beastudi Etos Makassar. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan beasiswa selama 4 tahun ini.

6. Sahabat-sahabat Kimia Titrasi 2013, Terima kasih atas kebersamaan dan pengalaman, suka duka yang tak terlupakan. Seluruh warga dan alumni KMK FMIPA Unhas. HMK tempat kita dibina, HMK tempat kita ditempa.

Kakak-kakak, adik-adik, serta alumni KM FMIPA Unhas. Salam Use Your Mind Be The Best.

(7)

vii 7. Teman-teman seperjuangan penelitian Biokimia: Akbar, Sri, Emmi, Asrul, Eka, Ody, Samri Serta ulfa. Terima kasih atas bantuan, ilmunya dan kebersamaannya yang tidak akan terlupakan.

8. The five ladies insyaAllah sholeha semua khusus temanku tersayang:

Dalifa, Itha, Ana, Aeni, Terima Kasih Selama Perkuliahan telah membantu, menemani, saling memotivasi, memberi nasehat, saling mengeluh, berbagi cerita, pokoknya Terima Kasih atas kebersamaanya selama ini, I Love You so much, The Best For You All. Buat temanku tercinta The Four Idiot: Emi, Atri, Ana. Sekarang nama kita adalah laskar, pemberian oleh komandan. Terimakasih atas kebersamaannya selama 7 tahun terakhir ini, teman dari SMA, atas suka duka, teman nyasar, teman gila-gilaan pokoknya teman yang selalu ada kapanpun itu. Saya ada dan bisa Karena ada kalian. Terkhusus buat komandan Pak Utta Guru sekaligus Motivator saya, yang selama ini membimbing saya dan menyemangati saya, sampai saya bisa ada disini.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhirnya, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan secara umum, dan khususnya bagi penulis sendiri. Semoga Allah SWT senantiasa menambahkan ilmu kepada kita semua dan semoga segala hal yang telah dikerjakan mendapatkan ridha-Nya, Amin.

Makassar, Januari 2018

Penulis

(8)

viii ABSTRAK

Enzim α-amilase adalah enzim ekstraseluler dan bersifat termostabil yang berfungsi menghidrolisis ikatan 1,4-α-glikosida pada pati secara acak menghasilkan glukosa, maltosa dan unit maltotriosa. Enzim ini banyak dimanfaatkan dalam teknologi bioproses. Pada penelitian ini dilakukan optimasi dan karakterisasi enzim α-amilase dari isolat bakteri Bacillus sp RSSII4B bersumber dari air panas Lejja Soppeng Sulawesi Selatan, optimasi produksi enzim α-amilase dengan menentukan konsentrasi substrat pati sagu, konsentrasi CaCl2 dan waktu fermentasi. Pemurnian dilakukan dengan fraksinasi enzim dari ekstrak kasar menggunakan metode salting out dengan penambahan amonium sulfat pada tingkat kejenuhan 0-20%, 20-40%, dan 40-60%. Karakterisasi enzim α-amilase digunakan dengan variasi pH, suhu, substrat optimum, stabilitas pH dan suhu. Aktivitas enzim ditentukan dengan metode DNS, menggunakan maltosa sebagai standar. Kadar protein ditentukan berdasarkan metode Lowry menggunakan BSA (Bovine Serum Albumin) sebagai

standar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum produksi enzim α-amilase dari isolat RSSII4B yaitu konsentrasi pati substrat (2,5%), konsentrasi

CaCl2 (0,16%) dan waktu fermentasi (25 jam). Aktivitas enzim α-amilase tertinggi pada fraksi amonium sulfat kejenuhan 20-40% dengan aktivitas spesifik sebesar 363,02 mU/mg. Tingkat kemurnian 2,2 kali lebih besar dari ekstrak kasar enzim, dan memiliki karakteristik enzim α-amilase diperoleh pH optimum 6,0; suhu optimum 55oC konsentrasi optimum substrat 2,5%, stabil dan aktif sampai menit ke-90 pada suhu 55oC dan suhu 60oC.

Kata kunci: enzim α-amilase, isolat RSSII4B, aktivitas enzim

(9)

ix ABSTRACT

The thermostable α-amylase is an extracellular enzyme which to hydrolyze randomly 1,4-α-glycoside bonding on starch producing glucose, maltose and maltotriose units. The enzyme is widely used in bioprocess technology. In this research, the optimization and characterization of α-amylase enzyme of Bacillus sp RSSII4B bacteria was isolated from hot spring of Lejja Soppeng South Sulawesi.

Optimization of production of α-amylase enzyme by determination of concentration sago starch substrate, CaCl2 concentration and fermentation time. Purification has been done by fractionatied of enzyme from crude extract using salting out method with ammonium sulphate addition at 0-20%, 20-40%, and 40-60% saturation level.

The characterization of the α-amylase enzyme was used with variations of pH, temperature, optimum substrate, pH and temperature stability. The enzyme activity is determined by the DNS method, using maltose as the standard. The protein content was determined by the Lowry method using BSA (Bovine Serum Albumin) as the standard. The results showed that the optimum condition of α-amylase enzyme production was from RSSII4B isolate with respective substrate

concentration (2,5%), CaCl2 concentration (0,16%) and fermentation time (25 hours). The highest activity enzyme of α-amylase in saturated ammonium

sulfate 20-40% fraction was specific activity of 363,02 mU/mg. The purity level is 2,2 times greater than the crude extract of the enzyme, and has the characteristic of the α-amylase enzyme was optimum pH of 6.0; optimum temperature of 55oC optimum substrate concentration of 2,5%, stable and active to 90 min at 55oC and 60oC.

Keywords: α-amylase enzyme, RSSII4B isolate, enzyme activity

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xvi

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN ………... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Maksud Penelitian ... 5

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Enzim amilase ………. 6

2.1 Pemurnian Enzim α-Amilase ………..……… 9

2.3 Metode DNS dan Reaksinya……… 10

2.4 Bakteri Termofil dan Fase Pertumbuhan Bakteri………... 12

2.4.1 Bakteri Termofil………... 12

2.4.2 Fase Pertumbuhan Bakteri……… 13

(11)

xi

2.5 Sagu ………. .. 15

2.6 Pati ……….. 16

2.7 Isolat Bakteri Termofil Bacillus sp RSSII4B ……….. 18

BAB III METODE PENELITIAN ………. 20

3.1 Bahan Penelitian ………. 20

3.2 Alat Penelitian ……… 20

3.3 Waktu dan Tempet Penelitian ………. 20

3.4 Metode Penelitian……… 21

3.4.1 Persiapan substrat, reagen DNS dan pembuatan medium 21

3.4.2 Peremajaan Bakteri………... 22

3.4.3 Optimasi Produksi Enzim α-Amilase dari Isolat Bakteri RSSII4B ……….... 22

3.4.4 Produksi Enzim α-Amilase………... 24

3.4.5 Penentuan Aktivitas Enzim dan Aktivitas Spesifik Enzim α-Amilase……….. 25

3.4.6 Pemurnian Enzim α-amilase ……… 27

3.4.7 Karakterisasi Enzim α-Amilase………. 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 31

4.1 Optimasi Produksi Enzim α-Amilase dari Isolat Bakteri RSSII4B ……….. 31

4.1.1 Penentuan Konsentrasi Optimum Substrat (Pati Sagu)... 32

4.1.2 Penentuan Konsentrasi CaCl2 Optimum……….. 33

4.1.3 Penentuan Waktu Fermentasi Optimum……….. 35

4.2 Produksi Enzim α-Amilase dari Isolat RSSII4B………….. 36

4.3 Pemurnian α-Amilase dari Bakteri Termofil Isolat RSSII4B 37 4.4 Karakterisasi Enzim α-Amilase dari Bakteri Termofil

(12)

xii

Isolat RSSII4B……….. 40

4.4.1 Penentuan pH Optimum……… 40

4.4.2 Penentuan Suhu Optimum……… 41

4.4.3 Penentuan Konsentrasi Pati Terhadap Aktivitas α-Amilase………. 43

4.4.4 Pengaruh pH Terhadap Stabilitas α-Amilase……… 44

4.4.5 Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas α-Amilase………… 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 47

5.1 Kesimpulan ………. 47

5.2 Saran ………... 47

DAFTAR PUSTAKA ……….. 48

LAMPIRAN………. 53

(13)

xiii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penggunaan Enzim α-Amilase dalam beberapa Sektor Industri…. 8 2. Karakterisasi Morfologi Isolat RSSII4B………... 19 3. Tahap Kemurnian α-Amilase dari Bakteri Termofil Isolat RSSII4B

pada Ekstrak Kasar, Fraksi Amonium Sulfat dan Hasil Dialisis…. 39

(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Reaksi DNS dengan glukosa………... 11

2. Kurva fase pertumbuhan mikroorganisme……….. 15

3. Struktur Amilosa melalui ikatan 1,4-α-glikosida ……….. 17

4. Struktur Amilopektin melalui ikatan 1,6-α-glikosida ……… 17

5. Foto Diameter koloni bakteri termofil Isolat RSSII4B tumbuh pada medium selektif amilolitik mengandung pati terlarut 1% (A) dan pati sagu 1% (B), pH 7,0 diinkubasi pada suhu 50oC selama 43,5 Jam. ……… 31

6. Pengaruh konsentrasi substrat pati sagu terhadap produksi α-amilase dari bakteri termofil isolat RSSII4B Pada kondisi fermentasi: pH 7,0; suhu 55oC; kecepatan agitasi 200 rpm selama 24 jam……….. 33

7. Pengaruh konsentrasi CaCl2 terhadap produksi α-amilase dari bakteri termofil isolat RSSII4B. Pada kondisi fermentasi: konsentrasi pati 2,5%; pH 7,0; suhu 55oC; 200 rpm selama 24 jam……….. 34

8. Pengaruh waktu fermentasi terhadap Optical Dencity (OD) bakteri termofil isolat RSSII4B. dan aktivitas enzim α-amilase pada kondisi fermentasi: konsentrasi pati 2,5%; konsentrasi CaCl2 0,16; pH 7,0; suhu 55oC; kecepatan agitasi 200 rpm……… 35

9. Pengaruh tingkat kejenuhan amonium sulfat terhadap aktivitas α-amilase dari bakteri termofil isolat RSSII4B…………. 38

10. Pengaruh pH terhadap aktivitas α-amilase dari isolat RSSII4B pada substrat 2 % dan suhu 55oC……… 41

11. Pengaruh suhu terhadap aktivitas α-amilase dari bakteri termofil isolat RSSII4B pada substrat 2% dan pH 6,0……… 42

12. Pengaruh konsentrasi pati terhadap aktivitas α-amilase dari bakteri termofil isolat RSSII4B pada pH 6,0; suhu 55oC…………. 44 13. Pengaruh pH 5,0 dan pH 6,0 terhadap stabilitas α-amilase

(hasil dialisis) dari bakteri termofil isolat RSSII4B pada

(15)

xv substrat 2% dan suhu 55oC………. 45 14. Pengaruh suhu 55oC dan suhu 60oC terhadap stabilitas

α-amilase (hasil dialisis) dari bakteri termofil isolat RSSII4B

pada substrat 2,0% dan pH 6,0……… 46

(16)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Optimasi Produksi α-Amilase dari Isolat Bakteri RSSII4B... 52

2. Produksi enzim amilase dari isolat RSSII4B……….... 55

3. Pemurnian enzim amilase dari isolat bakteri RSSII4B ……… 56

4. Karakterisasi α-Amilase dari Bakteri Termofil Isolat RSSII4B ….. 57

5. Kurva Standar Maltosa dan Contoh Perhitungan Aktivitas α-Amilase……… 58

6. Kurva Standar BSA dan Contoh Perhitungan Aktivitas Spesifik Enzim α-Amilase………. 60

7. Hasil Penentuan Konsentrasi Optimum Pati dan Konsentrasi Optimum CaCl2 untuk Produksi α-Amilase dari Bakteri Termofil RSSII4B……… 62

8. Hasil Penentuan Waktu Fermentasi Optimum untuk Produksi α-Amilase dari Bakteri Termofil isolat RSSII4B………. 63

9. Hasil Perhitungan Aktivitas Enzim α-Amilase dan Aktivitas Spesifik dari Enzim Ekstrak Fraksinasi Amonium Sulfat………... 64

10. Hasil Penentuan (pH, Suhu, Konsentrasi Pati) Optimum Enzim α-Amilase Hasil Dialisis………. 65

11. Hasil Penentuan Pengaruh pH dan Suhu Terhadap Aktivitas dan Stabilitas Enzim α-Amilase Hasil Dialisis……….. 66

12. Tabel Kejenuhan Amonium Sulfat dan Perhitungan Massa Amonium Sulfat untuk Fraksinasi……….. 68

13. Gambar Dokumentasi Penelitian………. 69

(17)

xvii DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

Singkatan/Singkatan Keterangan

rpm Rotation Per Minute

OD Optical Density

BSA Bovine Serum Albumin

EDTA Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid

ha Hektar

RSSII4B Rugaiyah Sampel Sedimen isolat 2

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikroba yang bersumber dari lokasi air panas umumnya dapat menghasilkan enzim-enzim termostabil (stabil pada suhu tinggi) yang banyak diminati oleh industri berbasis enzim. Salah satu enzim golongan hidrolitik yang memiliki aplikasi yang luas dalam berbagai bidang industri seperti pangan, kesehatan, dan lingkungan adalah enzim amilase (Arfah, 2016). Menurut Vieille dan Zeikus (2001) bahwa amilase yang bersumber dari mikroba termofil dan hipertermofil banyak digunakan dalam industri yang menggunakan suhu tinggi dalam prosesnya, hal ini terjadi karena enzim yang berasal dari mikroba tersebut memiliki termostabilitas dan aktivitas yang tetap optimum pada suhu yang tinggi.

Amilase dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan dan mikroorganisme. Enzim amilase dari mikroba umumnya dapat memenuhi permintaan industri karena memiliki berbagai kelebihan diantaranya efektifitas biaya, hemat ruang dan waktu yang dibutuhkan untuk produksi, kemudahan proses modifikasi serta optimalisasinya (Aiyer, 2005). Penggunaan mikroba untuk produksi enzim amilase dianggap lebih prospektif karena mikroba mudah tumbuh tanpa dipengaruhi oleh musim, cepat menghasilkan enzim dan lingkungan tumbuhnya dapat dikontrol sesuai kebutuhan (Souza dan Magalhaes, 2010)

Dewasa ini perhatian untuk mengisolasi enzim amilase yang digunakan pada industri berasal dari mikroba termofil terutama dari bakteri dan fungi. Bakteri termofilik mampu hidup pada suhu diatas 45oC dan hidup optimal pada kisaran

(19)

2 55ºC - 65ºC. Kemampuan hidupnya pada lingkungan bersuhu tinggi menyebabkan mikroba ini unggul dari mikroba lainnya (Irdawati dkk., 2011).

Penelitian mengenai bakteri yang bersumber dari air panas dan enzim amilase telah banyak dipublikasikan, antara lain yang dilaporkan oleh Arfah dkk.

(2014) bahwa Sumber air panas Lejja Sulawesi Selatan terdapat 10 isolat bakteri termofi penghasil amilase. Terdapat dua isolat RSAII1B sebesar 5,5 cm dan isolat RSSII4B sebesar 5,15 cm. Kedua Isolat tersebut setelah diisolasi enzim amilasenya menghasilkan aktivitas enzim masing-masing 40,7 mU/mL untuk enzim dari isolat RSAII1B, 37,9 mU/mL untuk enzim dari isolat RSSII4B. Isolat RSAII1B

setelah dioptimasi kondisi medium fermentasi ternyata menghasilkan enzim amilase dengan aktivitas enzim 327 mU/mL dengan konsentrasi CaCl2 0,08%.

Waktu fermentasi selama 24 jam, suhu 55oC pada pH 7 dengan konsentrasi pati 1,5%. Jadi untuk meningkatkan aktivitas enzim pada isolat RSSII4B perlu dioptimasi kondisi medium fermentasi.

Hasil penelitian tentang optimasi kondisi medium fermentasi untuk produksi enzim amilase, menurut Hamdani (2008) bahwa komposisi medium sangat mempengaruhi produksi amilase, keberadaan pati akan menginduksi produksi amilase. Suman dan Ramesh (2010) menyatakan bahwa komposisi medium sangat mempengaruhi produksi amilse pada Bacillus species, keberadaan pati terlarut 2%, CaCl2 0,02%, bakto-tripton 1,0%, ekstrak yeast 0,4%

meningkatkan produksi amilase. Menurut Arfah dkk. (2015) penambahan kalsium klorida 0,08% dapat meningkatkan aktivitas α–amilase mencapai 32,89% pada Bacillus sp RSAII1B. Waktu fermentasi merupakan faktor yang harus diperhatikan karena berhubungan dengan fase pertumbuhan bakteri dan proses sintesis enzim.

Bakteri mengalami 4 fase yaitu: fase lag, log, stasioner, dan fase kematian.

(20)

3 Penelitian yang telah dilakukan oleh Raharjo dkk. (2010) diperoleh waktu inkubasi (fermentasi) terbaik untuk produksi α-amilase dari Bacillus sp sumber air panas Sonai Sulawesi Tenggara adalah 36 jam pada suhu 50oC

Enzim α-amilase (endoamilase) adalah enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan α-1,4-glikosida pada pati secara acak menghasilkan glukosa, maltosa, dan unit maltotriosa. Menurut Arfah (2016) α-amilase mampu

menghidrolisis pati sagu dan glikogen melalui pemotongan internal ikatan α-1,4-glikosida secara acak menghasilkan maltodekstrin (α-dekstrin, maltosa, dan

glukosa).

Enzim amilase merupakan enzim yang banyak dimanfaatkan dalam teknologi bioproses. Enzim ini menyumbang 30% dari total enzim dunia.

Berbagai industri di Indonesia telah menggunakan amilase sebagai katalis, seperti pada industri pangan amilase berperan dalam industri makanan, minuman, ataupun gula cair. Pada industri non pangan enzim ini digunakan pada industri tekstil, kertas dan deterjen. Untuk mendapatkan enzim yang tahan terhadap suhu tinggi perlu dilakukan penapisan mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim termostabil dari berbagai sumber alam salah satunya adalah sumber air panas (Pangastuti dkk., 2002).

Penelitian tentang produksi enzim amilase dari isolat bakteri telah dilaporkan oleh Rai dan Salanki (2014) mengisolasi enzim α-amilase dari Bacillus amylolique faciens menghasilkan enzim amilase dengan aktivitas spesifik sebesar 3,88 U/mg protein, enzim tersebut setelah difraksinasi dengan amonium sulfat 50%

menghasilkan sebesar 8,36 U/mg protein, kemudian dilanjutkan dengan dialisis menghasilkan aktivitas spesifik sebesar 11,21 U/mg protein. Begitu pula penelitian yang dilaporkan oleh Arfah, (2016) yang mengisolasi enzim α-amilase dari isolat

(21)

4 RSAII1B mengahsilkan enzim amilase dengan aktivitas spesifik sebesar 370 U/mg protein, enzim tersebut setelah difraksinasi dengan amonium sulfat 40 - 60%

menghasilkan aktivitas spesifik sebesar 1.148 U/mg protein, dilanjutkan dengan dialisis menghasilkan aktivitas spesifik sebesar 1.221 U/mg protein.

Berdasarkan informasi dari metode pemurnian maka dalam penelitian ini dilakukan pemurnian dari isolat bakteri RSSII4B dengan metode fraksinasi dengan amonium sulfat dan dilanjutkan dengan dialisis agar dapat menghasilkan enzim yang memiliki aktivitas spesifik yang tinggi. Hasil penelitian tentang karakteristik

enzim amilase termostabil oleh Al-Qodah dkk. (2007) melaporkan bahwa α-amilase termostabil dari Bacillus sphaericus berasal dari sumber air panas di

Jordania memiliki aktivitas maksimum pada suhu 50oC dan pH 7.

Sagu (Metroxylin sago) merupakan sumber karbohidrat yang cukup penting,

selain dari pati dan umbi-umbian. Luas areal sagu di Indonesia mencapai lebih 1,3 ha yang menyebar diberbagai wilayah seperti daerah Riau, Kepulauan

Mentawai, Bengkulu, Sulawesi, Irian Jaya dan sebagainya. Produksi pati sagu mencapai 2000-3000 kg/ha/tahun. Arfah (2016) melaporkan bahwa pati sagu kering asal kota Palopo Sulawesi Selatan kandungan karbohidrat total 91,23 % dengan kadar air 7, 24 % serta kandungan ion kalsium 408,39 ppm. Pati asal kota Palopo berpotensi dijadikan sebagai medium pertumbuhan bakteri penghasil enzim amilase. Berdasarkan informasi tersebut, maka perlu dilakukan optimasi produksi dan karakterisasi enzim α-amilase dari isolat bakteri termofil bacillus sp RSSII4B

sumber air panas Lejja Soppeng Sulawesi Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumusan masalah sebagai berikut:

(22)

5 1. berapa konsentrasi pati sagu, konsentrasi CaCl2, dan waktu fermentasi yang

dapat menghasilkan enzim α-amilase dengan aktivitas optimum pada medium campur pati sagu dari isolat bakteri termofil Bacillus sp RSSII4B

sumber air panas Lejja Soppeng Sulawesi Selatan?

2. bagaimana hasil dari proses pemurnian enzim amilase?

3. bagaimana karakteristik sifat biokimiawi enzim α-amilase yang diproduksi dari isolat bakteri termofil Bacillus sp RSSII4B sumber air panas Lejja Soppeng Sulawesi Selatan?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk optimasi produksi enzim α-amilase dari isolat bakteri Bacillus sp RSSII4B sumber air panas Lejja Soppeng Sulawesi Selatan dan karakterisasi enzim α-amilase.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka, penelitian ini bertujuan untuk:

1. menentukan konsentrasi pati sagu, CaCl2dan waktu fermentasi optimum untuk pertumbuhan bakteri dan produksi enzim α-amilase dari isolat bakteri termofil Bacillus sp RSSII4B.

2. memurnikan α-amilase melalui fraksinasi dengan amonium sulfat dan dialisis.

3. mengkarakterisasi sifat biokimia α-amilase dari bakteri termofil.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi bagi civitas akademika mengenai optimasi produksi enzim α-amilase dari isolat bakteri termofil Bacillus sp RSSII4B dan karaktrisasi enzim α-amilase.

(23)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enzim Amilase

Amilase merupakan salah satu enzim yang berperan dalam meghidrolisis pati atau amilum menjadi gula yang lebih sederhana seperti dekstrin, maltosa dan glukosa. Hidrolisis amilum atau pati menyebabkan terjadinya perubahan warna pada medium menjadi biru setelah ditambahkan iodin atau lugol. Amilase disebut juga dengan enzim amilolitik, merupakan enzim yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi pemecah pati (amilum) dengan melibatkan bantuan air atau disebut reaksi hidrolisis. Amilase merupakan enzim ekstraseluler yang diproduksi di dalam sel, kemudian dikeluarkan dari sel ke substrat disekelilingnya. Enzim-enzim ekstraseluler pada umumnya bersifat terinduksi, dan produksinya akan meningkat jika ada substrat yang sesuai di sekelilingnya (Irdawati dkk., 2011).

Amilase didapatkan dari berbagai macam sumber, seperti tanaman, hewan dan mikroorganisme. Amilase yang berasal dari mikroba banyak digunakan dalam industri, hal ini dikarenakan mikroba periode pertumbuhannya pendek. Amilase pertama kali yang diproduksi adalah amilase yang berasal dari fungi pada tahun 1894 (Hamdani, 2008).

Amilase dibedakan atas tiga kelompok yaitu:

1. α-amilase (EC 3.2.1.1)

α-amilase adalah enzim ekstaseluler yang bersifat termostabil dan berfungsi menghidrolisis ikatan 1,4-α–glikosida sebagian besar α-amilase adalah metaloenzim yang memerlukan ion kalsium (Ca2+) untuk aktivitas, integritas struktural dan stabilitas. Menurut Robia dan Sutrisno (2015) α-amilase disebut juga

(24)

7 endoamilase karena enzim tersubstrat memecah pati secara acak dari tengah dan bagian dalam molekul. (Robia dan Sutrisno, 2015).

2. β-amilase (EC 3.2.1.2)

Enzim β–amilase adalah enzim eksoamilase yang memecahkan ujung rantai granula bukan pereduksi pada molekul amilosa, amilopektin dan glikogen.

Enzim β-amilase tidak dapat menghidrolisis maltotriosa (Diaz, dkk., 2002).

3. γ-amilase atau Glukoamilase (EC 3.2.1.3)

Glukoamilase menghidrolisis unit glukosa tunggal dari non-pereduksi ujung dari amilosa dan amilopektin secara bertahap. Glukoamilase dapat dibedakan

dengan enzim amilase lainnya karena hasil reaksinya hanya berupa glukosa (Diaz, dkk., 2002).

Enzim α-amilase mengkatalisis hidrolisis ikatan 1,4-α–glikosida menghasilkan maltodekstrin linear pendek. Enzim ini digunakan secara luas dalam industri makanan dan deterjen (Pangastuti dkk., 2002).

Amilase mempunyai kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan polimer dari α-D-glikopiranosa akan dipecah oleh enzim amilase pada ikatan α-1,4-glikosida dan α-l,6-glikosida (Hamdani, 2008).

Enzim amilase banyak dimanfaatkan dalam teknologi bioproses. Enzim ini menyumbang 30% dari total enzim dunia. Amilase merupakan enzim yang berperan dalam mendegradasi pati menjadi gula yang lebih sederhana seperti maltosa, dekstrin, dan glukosa. Berbagai industri di Indonesia telah menggunakan amilase sebagai katalis, seperti pada industri pangan amilase berperan dalam industri makanan, minuman, ataupun gula cair. Pada industri

(25)

8 non pangan enzim ini digunakan pada industri tekstil, kertas dan deterjen.

(Pangastuti dkk., 2002). Penggunaan enzim α-amilase dalam beberapa sektor industri terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan Enzim α-Amilase dalam beberapa Sektor Industri (Souza dan Magalhaes, 2010 dalam Arfah, 2016)

Industri Penggunaan

Pangan - Produksi sirup glukosa, kristalin glukosa - Produksi sirup fruktosa

- Produksi sirup maltosa

- Pengurangan viskositas sirup gula

- Pelarutan dan pembentukan gula pati untuk Fermentasi alkohol dalam industri bir - Penghambat pembusukan pada industri roti

Deterjen Digunakan sebagai bahan tambahan untuk menghilangkan kotoran dari pati

Kertas Pengurangan viskositas pati pada kertas Tekstil Pencegahan pembesaran pada serat tekstil

Farmasi Digunakan sebagai bantuan pencernaan untuk meningkatkan kecernaan serat

Enzim mempunyai nilai ekonomi tinggi, dalam industri pangan. Enzim α-amilase berfungsi menyediakan gula hidrolisis pati sehingga dapat dimanfaatkan untuk produksi sirup glukosa ataupun sirup fruktosa yang

mempunyai tingkat kemanisan tinggi, pembuatan roti, dan makanan bayi.

Di industri tekstil enzim α-amilase digunakan untuk membantu dalam proses penghilangan pati, yang digunakan sebagai perekat untuk melindungi

(26)

9

benang saat ditenun agar lentur. Proses ini memerlukan suhu sekitar 70oC - 80oC. Mikroorganisme termofil dapat menghasilkan enzim yang tahan

terhadap suhu tinggi (Setiasih dkk., 2007).

Kelebihan pada proses industri yang menggunakan suhu tinggi antara lain dapat meningkatkan laju reaksi kimia termasuk reaksi enzimatis, efisien, dan dapat mengurangi kontaminasi. Enzim α-amilase adalah enzim ekstrasel yang mengkatalisis reaksi pemotongan ikatan glukosidik α-1,4 pada bagian dalam molekul substrat (endoenzim). Secara komersial enzim ini dihasilkan baik oleh bakteri seperti dari genus Bacillus, maupun kapang dari genus Aspergillus dan Rhizopus (Setiasih dkk., 2007).

2.2 Pemurnian Enzim Amilase

Pemurnian enzim bertujuan untuk memisahkan enzim yang diinginkan dari enzim lain yang tidak dikehendaki. Pemurnian enzim pada umumnya dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu: fraksinasi dengan garam anorganik atau pelarut organik, sentrifugasi, dialisis, dan pemisahan dengan kromatografi yaitu:

kromatografi filtrasi gel, kromatografi penukar ion, dan kromatografi afinitas (Prijambada, 2011).

Adapun langkah-langkah pemurnian enzim sebagai berikut:

a. Pengendapan dengan amonium sulfat (fraksinasi)

Prinsip pengendapan dengan amonium sulfat berdasarkan pada kelarutan protein yang merupakan interaksi antara gugus polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam dan daya tolak-menolak protein yang bermuatan sama.

Kelarutan protein ada dua yaitu proses salting in dan salting out. Kelarutan protein pada pH dan suhu tertentu akan meningkat saat konsentrasi garam meningkat

(27)

10 sampai pada konsentrasi tertentu (salting in). Selanjutnya pada penambahan garam dengan konsentrasi tertentu, kelarutan protein akan menurun (salting out), karena molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin banyak sehingga terjadi penarikan selubung air yang mengililingi permukaan protein. Peristiwa pengendapan dengan garam amonium sulfat mengakibatkan protein saling berinteraksi, beragregasi, dan kemudian mengendap. Filtrat enzim yang telah dijenuhi dengan amonium sulfat dibiarkan semalam pada suhu 4oC agar molekul protein teragregasi dan mengendap sempurna, endapan yang diperoleh adalah protein (Arfah, 2016).

b. Dialisis

Metode dialisis merupakan metode yang paling dikenal untuk menghilangkan molekul pengganggu, seperti garam atau ion-ion lain yang berukuran kecil dengan cara suspensi protein yang mengandung garam dimasukkan ke dalam kantong dialisis yang memiliki pori ultra halus. Air yang digunakan untuk melarutkan garam bebas melalui pori, sedangkan protein tertinggal dalam kantong dialisis. Proses dialisis dapat terjadi karena konsentrasi garam lebih tinggi di dalam membran dialisis daripada di luar membran, sehingga menyebabkan buffer atau air masuk ke dalam dialisat. Hal ini terjadi pada awal proses dialisis. Selanjutnya garam akan keluar melalui membran hingga tercapai kondisi keseimbangan. Tetapi setelah proses dialisis kadang terjadi penurunan aktivitas enzim yang mungkin disebabkan oleh hilangnya ion yang dapat mengaktifkan enzim (Arfah, 2016).

2.3 Metode DNS dan Reaksinya

Metode DNS merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk menentukan kadar gula reduksi. Dalam metode DNS digunakan reagen dinitro

(28)

11 salisilat (DNS). Bahan - bahan kimia yang diperlukan untuk membuat reagen DNS adalah asam 3,5-dinitrosalisilat, NaOH, Na2SO3, Na-K-tartarat, fenol, dan akuades.

DNS merupakan senyawa aromatis yang dapat bereaksi dengan gula reduksi membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat, suatu senyawa yang mampu menyerap radiasi gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang maksimum 540 nm.

Semakin tinggi kadar gula reduksi yang terdapat dalam sampel, maka akan semakin banyak pula molekul asam 3-amino-5-nitrosalisilat yang terbentuk, sehingga absorbansi sampel akan semakin tinggi (Ruzki, 2013).

Reaksi antara gula reduksi dengan DNS merupakan reaksi redoks, pada gugus aldehid gula teroksidasi menjadi gugus karboksil. Sementara itu, DNS sebagai oksidator akan tereduksi membentuk asam 3-amino dan 5-nitrosalisilat.

Reaksi ini berlangsung dalam suasana basa dan suhu tinggi sekitar 90 - 100°C. Bila terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna kuning akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga menimbulkan warna jingga kemerahan (Kusmiati dan Agustini, 2010). Reaksi antara DNS dengan glukosa terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Reaksi DNS dengan glukosa (Ruzki, 2013).

(29)

12 2.4 Bakteri Termofil dan Fase Pertumbuhan Bakteri

2.4.1 Bakteri Termofil

Mikroba termofil umumnya dapat menghasilkan enzim termostabil, hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain: adanya interaksi secara intra molekul dalam protein, kerapatan konformasi protein, adanya residu hidrofobik pada bagian dalam dan pemaparan residu hidrofilik pada permukaan protein (Cowan, 1992).

Saat ini, beberapa bidang industri terutama pangan, deterjen, kesehatan, serta bidang penelitian mulai banyak tergantung dengan kebutuhan terhadap enzim- enzim termostabil. Salah satu sumber yang cukup potensial adalah bakteri termofilik yang hidup pada sumber air panas (Syafriyani dkk., 2013).

Bakteri termofilik merupakan salah satu mikroorganisme yang saat ini

memiliki nilai komersial. Bakteri termofilik mampu hidup pada suhu diatas 45˚C dan hidup optimal pada kisaran 55ºC - 65ºC. Kemampuan hidupnya pada

lingkungan bersuhu tinggi menyebabkan mikroba ini unggul dari mikroba lainnya.

Genus dari Cyanobacteria, Bakteri ungu, Bakteri hijau, Bacillus, Clostridium, Thiobacillus dan Spirochaeta merupakan kelompok mikroba yang bersifat termofilik (Irdawati dkk., 2011). Menurut Edwards, 1990 dalam Arfah (2016),

kisaran suhu pertumbuhan mikroba dapat dikelompokkan menjadi mesofil (13oC - 42oC) dan termofil (45oC - 100oC). Kelompok mikroba termofil terbagi

menjadi fakultatif dan obligat (45oC - 65oC), ekstrim termofil (65oC - 85oC) dan hipertermofil adalah mikroba yang mampu hidup pada kisaran suhu 85oC - 100oC.

Pemanfaatan bakteri termofilik ini erat kaitannya dengan enzim yang dihasilkannya. Enzim sebagai katalis hayati banyak digunakan dalam aplikasi industri. Enzim yang dihasilkan dari bakteri termofilik bersifat termostabil.

Kestabilan enzim ini menyebabkan aktifitas kerjanya tetap bertahan pada suhu yang

(30)

13 tinggi. Hal ini karena enzim sebagai senyawa protein memiliki sifat yang mudah mengalami denaturasi sehingga pemakaian enzim dari bakteri termofilik lebih baik digunakan. Salah satu enzim yang dapat dihasilkan dari bakteri termofilik adalah amilase (Irdawati dkk., 2011).

Bakteri termofilik dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, diantaranya obligat termofilik yaitu bakteri yang tidak mampu hidup pada suhu

diatas 50oC, dan fakultatif termofilik yang dapat tumbuh pada kisaran suhu 50 - 66oC atau pada suhu yang lebih rendah 38oC. Beberapa obligat termofilik dapat

tumbuh pada suhu 77oC (Kusnandar dkk., 2010).

Suhu optimum kebanyakan bakteri termofilik adalah 45 - 60oC. Jika spora bakteri tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu 50oC, bakteri tersebut disebut obligat termofil. Jika tumbuh pada kisaran suhu 50 - 66 oC atau pada suhu yang lebih rendah (38oC), bakteri ini disebut fakultatif termofilik.

Beberapa obligat termofil dapat tumbuh pada suhu 77oC dan bakteri ini sangat resisten terhadap pemanasan (121oC selama 60 menit). Bakteri termofilik tidak memproduksi toksin selama pertumbuhannya pada makanan. Contoh bakteri dari kelompok ini adalah Bacillus stearothermo-philus (Kusnandar dkk., 2010).

2.4.2 Fase Pertumbuhan Bakteri

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme seperti suplai zat gizi, waktu, suhu, air, pH dan tersedianya oksigen. Waktu pertumbuhan mikroorganisme dapat dibagi menjadi empat fase menurut Poedjiadi (1994) yaitu:

(31)

14 1. Fase Adaptasi (Lag Phase)

Mikroorganisme melakukan adaptasi atau penyesuaian pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan.

2. Fase Logaritmik

Mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimun, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat media dan kondisi pertumbuhan.

Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Menurut Yuliana (2008) fase Logaritmik merupakan fase dimana mikroba membelah dengan cepat dan konstan dan pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh media tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara.

Fase logaritmik terhadap pertumbuhan bakteri terjadi pada waktu pertumbuhan jam ke 3 sampai dengan jam ke 9. Periode ini adalah keadaan pertumbuhan yang seimbang dengan laju pertumbuhan spesifik (μ) konstan, komposisi selular tetap, sedangkan komposisi kimiawi media biakan berubah akibat terjadinya sintesis produk dan penggunaan substrat.

3. Fase Tetap (Stasionery Phase)

Pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Akumulasi produk buangan yang toksik terjadi pada fase ini. Terdapat kehilangan sel yang lambat karena kematian diimbangi oleh pembentukan sel-sel baru melalui pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi yang dilepaskan oleh sel-sel yang mati karena mengalami lisis.

(32)

15 4. Fase Menurun (Decline atau Death Phase)

Sel yang mati meningkat dikarenakan ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik. Untuk lebih jelasnya fase pertumbuhan mikrorganisme terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva fase pertumbuhan mikroorganisme (Pratiwi, 2008)

2.5 Sagu

Klasifikasi ilmiah dari tanaman sagu menurut Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Industri, 2007 dalam Arfah, (2016) sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Devisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Orde : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Metroxylon Spesies : Metroxylon sago

Sagu mempunyai peranan sosial, ekonomi, dan budaya yang cukup penting di Propinsi Papua karena sagu merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat

Fase Adaptasi

Fase Tetap

Waktu

Jumlah Sel

(33)

16 di sana terutama yang bermukim di daerah pesisir. Sagu merupakan tanaman yang asalnya asli dari Indonesia. Diyakini bahwa pusat asal sagu adalah sekitar Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua (Chafid dan Kusumawardhani, 2010).

Sagu merupakan tanaman asli Asia Tenggara.Tanaman sagu tumbuh secara alami terutama di daerah dataran atau rawa dengan sumber air yang melimpah.

Sekitar 50% tanaman sagu dunia atau 1.128 juta ha tumbuh di Indonesia dan 90%

dari jumlah tersebut atau 1.015 juta ha berkembang di Provinsi Papua dan Maluku.

Sekitar 40% dari jumlah tegakan sagu di Papua (seluas 300.000 ha) merupakan tanaman produktif yang siap panen sehingga potensi ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber cadangan pangan pada masa yang akan datang Tanaman sagu di Papua memiliki keragaman genetik yang sangat tinggi. Tepung sagu mengandung amilosa 28% dan amilopektin 54%. mengandung protein, lemak karbohidrat, tepung serta pati. Konsumsi sagu di Papua tahun 2004 mencapai 50,18 kg/kapita/tahun, dengan produksi sagu sekitar 7.140 ton/tahun. Potensi produksi sagu yang besar dengan harga yang cukup tinggi dapat menjadikan sagu sebagai komoditas andalan dimasa yang akan datang (Limbongan, 2007).

2.6 Pati

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas amilosa dan amilopektin. Pati dapat diperoleh dari biji-bijian, umbi-umbian, sayuran, maupun buah-buahan. Sumber alami pati antara lain adalah jagung, labu, kentang, ubi jalar, pisang, barley, gandum, beras, sagu, amaranth, ubi kayu, ganyong, dan sorgum (Herawati, 2010).

Menurut Herawati (2010), struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang

(34)

17 lebih 16 buah, yang terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal.

Pati adalah polimer glukosa dengan rumus molekul (C6H10O5)n. Pembentukan polimer pati diawali dengan terbentuknya ikatan glukosida yaitu ikatan antara molekul glukosa melalui oksigen pada atom karbon pertama (Nangin dan Sutrisno, 2015).

Menurut Chafid dan Kusumawardhani (2010), pati termasuk karbohidrat kompleks yang mengandung dua macam polimer, yaitu amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa merupakan polisakarida linear, yaitu polimer yang tersusun dari glukosa sebagai monomernya. Setiap monomer terhubung dengan ikatan 1,4-α-glukosida seperti terlihat pada Gambar 3.

Amilopektin selain memiliki ikatan 1,4-α-glukosida juga memiliki percabangan rantai akibat adanya ikatan 1,6-α-glukosida di beberapa bagiannya (Nangin dan Sutrisno, 2015). Struktur amilopektin terlihat pada Gambar 4.

O

OH OH

CH2OH

O

O

OH OH

CH2OH

O

O OH CH2OH

OH O O

n

Gambar 3. Struktur Amilosa terbentuk melalui ikatan 1,4-α-glikosida (Khalikov dan Nigamatullina, 2015).

O

OH OH

CH2OH

O

O

OH OH

H2C

O

O OH CH2OH

OH O O

n O

OH

OH

CH2OH

O O

Gambar 4. Struktur Amilopektin terbentuk melalui ikatan 1,6-α-glikosida (Khalikov dan Nigamatullina, 2015).

(35)

18 Pati berperan sebagai sumber makanan penghasil energi utama dari golongan karbohidrat. Selain itu pati berperan sebagai bahan aditif pada proses pengolahan makanan, misalnya sebagai penstabil dalam proses pembuatan puding.

Pada pembuatan sirup dan pemanis buatan seperti sakarin, pati juga digunakan sebagai bahan utama. Dalam bidang non makanan, pati digunakan untuk bahan baku dalam proses pembuatan kertas, pakaian dari katun, industri cat, maupun untuk produksi hidrogen (Nangin dan Sutrisno, 2015).

2.7 Isolat Bakteri Termofil Bacillus sp RSSII4B

Menurut Arfah dkk. (2014) sumber air panas Lejja Sulawesi Selatan terdapat 10 isolat bakteri termofi penghasil amilase. Kesepuluh isolat tersebut tumbuh dan mampu menghidrolisis pati pada kisaran suhu 40 - 50oC pH 7,0 selama 24 - 48 jam dengan kemampuan hidrolisis yang berbeda. Terdapat isolat memiliki zona bening yang luas yaitu: isolat RSAII1B sebesar 5,5 cm dan isolat RSSII4B sebesar 5,15 cm.

Isolat RSSII4B merupakan bakteri Bacillus sp, isolat yang mampu hidup pada suhu 50oC pada pH 7,0 dengan waktu inkubasi selama 48 jam. Isolat RSSII4B

memiliki zona bening yang berdiameter 5,15 cm. Adanya zona bening setelah penambahan larutan iodin menandakan bahwa bakteri tersebut mempunyai kemampuan menghasilkan enzim amilase yang dapat menghidrolisis amilum menjadi glukosa. Semakin besar zona beningnya menandakan aktivitas enzim amilase semakin besar pula (Arfah dkk., 2014). Karakterisasi morfologi isolat RSSII4B terlihat pada Tabel 2.

(36)

19 Tabel 2. Karakterisasi Morfologi Isolat RSSII4B (Arfah dkk., 2014)

No. Morfologi Koloni Isolat RSSII4B

1. Warna koloni Krem

2. Bentuk koloni Batang berspora

3. Tepi koloni Berombak

4. Warna gram Ungu

5. Gram + Basil

6. Permukaan koloni Menyebar

Isolat RSSII4B yang diisolasi dari sedimen campur air pada lokasi air panas Lejja, setelah difermentasi selama 24 jam dalam medium produksi yang mengandung pati 1,5% menghasilkan ekstrak kasar dengan aktivitas sebesar 37,9 mU/mL, kadar protein 0.564 mg/mL, dan aktivitas enzim 37,9 mU/mL (Arfah, 2016).

(37)

20 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri Bacillus Sp RSSII4B, bakto-ekstrak ragi, bakto agar, bakto-pepton, NaCl, MgSO4

7H2O, CaCl2 2H2O, pati sagu, akuades, pepton, natrium bikarbonat, EDTA, Ba(OH)2.8H2O, buffer asetat, kalium iodida, I2, DNS (3,5-dinitro salicilic acid), alkohol, NaOH, (NH4)2SO4, natrium sulfat natrium sulfit, folinciocalteu 1 N, lowry B, buffer natrium fosfat, natrium kalium tartrat, Bovin Serum Albumin (BSA), membran selofan.

3.2 Alat Penelitian

Peralatan utama yang digunakan adalah, pH meter (Hanna Instrument), vortex, jarum ose, shaker inkubator (Memmert), lampu spiritus, magnetik strirer, cawan petridish, sentrifuge dingin, autoclave (Yamato), inkubator (Memmert),

spektofotometer UV-Vis, dan alat-alat gelas yang umum digunakan di laboratorium.

3.3 Waktu dan Tempet Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan April hingga November 2017 di Laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan

di Laboratorium Terpadu Bioteknologi, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin.

(38)

21 3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Persiapan Substrat, Reagen DNS dan Pembuatan Medium a. Persiapan Substrat Pati Sagu

Substrat dibuat dengan melarutkan 3% pati sagu ke dalam 100 mL akuades, setelah itu diaduk dan dipanaskan hingga jernih dan homogen.

b. Persiapan Reagen DNS

Campuran 5 g NaOH, 91 g kalium natrium tatrat, 5 g Na2SO3 dan 5 g DNS (dinitro salisilic acid) dilarutkan ke dalam akuades hingga volume 500 mL.

Campuran dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer. Larutan yang sudah jadi disimpan dalam botol gelap dan suhu rendah.

c. Pembuatan Medium Agar Miring (Arfah, 2016)

Campuran 2% bakto-pepton, 1% bakto-ekstrak ragi, 1% NaCl, 2% agar, dan pati 1,5%, kemudian dilarutkan dalam akuades. Campuran medium agar tersebut dipanaskan sampai larut dan diatur pH 7. Kemudian campuran homogen tersebut dimasukkan dalam tabung reaksi serta disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 tekanan 2 atm selama 15 menit. Setelah itu campuran medium tersebut didinginkan dalam keadaan miring. Medium tersebut digunakan untuk peremajaan bakteri.

d. Pembuatan Medium Inokulum

Medium inokulum dibuat dengan melarutkan 1,5 g pati sagu, 0,4 g bakto- ekstrak ragi, 0,1 g bakto-pepton, 0,05 g MgSO4 7H2O, 0,005 g NaCl, dan 0,08 g CaCl2 2H2O dalam akuades hingga volume 100 mL. Kemudian campuran medium tersebut dipanaskan sampai larut dan diatur pH 7, selanjutnya disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 tekanan 2 atm selama 15 menit (Arfah, 2016).

(39)

22 e. Pembuatan Medium Produksi

Medium produksi dibuat dengan melarutkan 1,5 g pati sagu, 0,4 g bakto- ekstrak ragi; 0,1 g bakto-pepton; 0,05 g MgSO4 7H2O; 0,005 g NaCl dan 0,08 CaCl2

2H2O dalam akuades hingga volume 100 mL. Kemudian campuran medium tersebut dipanaskan sampai larut dan diatur pH 7, setelah itu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 tekanan 2 atm selama 15 menit (Arfah, 2016).

3.4.2 Peremajaan Bakteri

Stok kultur Isolat Bacillus sp RSSII4B diambil 1 ose kemudian digores pada medium agar miring pada kondisi steril atau aseptik kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 50oC selama 24 jam (Arfah dkk., 2014).

3.4.3 Optimasi Produksi Enzim α-Amilase dari Isolat Bakteri RSSII4B

Optimasi produksi enzim amilase dari isolat bakteri RSSII4B dilakukan

terhadap tiga variabel yaitu: 1. penentuan konsentrasi pati (sagu) optimum, 2. penentuan konsentrasi CaCl2 optimum, dan 3. penentuan waktu fermentasi

optimum untuk mengetahui waktu produksi α-amilase optimum pada waktu tertentu.

1. Penentuan Konsentrasi Optimum Substrat (Pati Sagu)

Biakan bakteri isolat RSSII4B yang murni diambil 1 ose dari stok kultur yang umur 24 jam (sudah diremajakan) digores ke dalam medium agar miring, selanjutnya diinkubasi dalam inkubator pada suhu 55oC selama 24 jam. Isolat bakteri diambil 1 ose dan dimasukkan kedalam medium inokulum steril.

Selanjutnya diinkubasi dalam shaker inkubator pada kecepatan agitasi 200 rpm, suhu 55oC selama 24 jam, kemudian 10% inokulum aktif dimasukkan ke dalam

(40)

23 erlenmeyer yang berisi medium produksi steril dengan konsentrasi pati yang bervariasi 1,0%; 1,5%; 2%; 2,5%; 3,0%. Kemudian masing-masing medium produksi yang berisi inokulum aktif dimasukkan kembali dalam shaker inkubator pada suhu 55oC, kecepatan agitasi 200 rpm, selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada 3500 rpm, 4oC selama 30 menit (Arfah dkk., 2015). Supernatan

(filtrat) yang diperoleh merupakan enzim amilase ekstrak kasar. Kemudian masing-masing enzim ekstrak kasar diuji aktivitasnya dengan metode DNS.

2. Penentuan Konsentrasi Optimum CaCl2 Optimum (Arfah dkk., 2015) Biakan bakteri termofil isolat RSSII4B murni diambil 1 ose dari stok kultur yang umur 24 jam digores kedalam medium agar miring kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 55oC selama 24 jam, lalu diambil 1 ose dimasukkan ke dalam medium inokulum steril kemudian diinkubasi dalam shaker inkubator

pada suhu 55oC selama 24 jam. Selanjutnya 10% inokulum aktif dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi medium produksi dengan konsentrasi pati yang

optimum yang diperoleh pada point 1, konsentrasi CaCl2 bervariasi, yaitu 0,01%, 0,02%, 0,04%, 0,08%, 0,16%, 0,2%. Kemudian masing-masing medium produksi yang berisi inokulum aktif dimasukkan kembali dalam shaker inkubator pada suhu 55oC, dengan kecepatan agitasi 200 rpm, selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada 3500 rpm, 4oC selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh merupakan enzim amilase ekstrak kasar. Kemudian masing-masing enzim ekstrak kasar diuji aktivitasnya dengan metode DNS.

3. Penentuan Waktu Fermentasi Optimum.

Biakan bakteri termofil isolat RSSII4B murni diambil 1 ose dari stok kultur yang umur 24 jam digores kedalam medium agar miring kemudian diinkubasi

(41)

24 dalam inkubator pada suhu 55oC selama 24 jam, kemudian diambil 1 ose dimasukkan ke dalam medium inokulum steril kemudian diinkubasi dalah shaker inkubator pada kecepatan agitasi 200 rpm, suhu 55oC selama 24 jam. Selanjutnya, 10% inokulum aktif dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi medium produksi dengan konsentrasi pati dan CaCl2 optimum yang didapatkan pada pada point 1 dan 2, dimasukkan kembali dalam shaker inkubator pada suhu 55oC, dengan kecepatan agitasi 200 rpm, dengan melakukan sampling pada jam ke-19, 25, 43 dan 47. Untuk

analisis optikal density (OD) (Rasooli dkk., 2008) dan penentuan aktivitas α-amilase dengan metode DNS. Ekstrak kasar enzim yang memiliki aktivitas enzim

tertinggi ditentukan kadar protein dengan metode Lowry dkk. (1951). Skema optimasi produksi enzim amilase dari bakteri termofil isolat RSSII4B terdapat pada Lampiran 1.

3.4.4 Produksi Enzim α-Amilase dari Isolat RSSII4B

Produksi enzim amilase dilakukan pada kondisi optimum yang didapatkan pada point 3. Diambil 10% inokulum aktif dimasukkan kedalam erlenmeyer yang berisi medium produksi dengan konsentrasi pati sagu 2,5% dan CaCl2 optimum (0,16%) dimasukkan kembali kedalam shaker inkubator pada suhu 55 oC, dengan kecepatan agitasi 200 rpm selama waktu fermentasi optimum (25 jam), kemudian disentrifugasi pada 3500 rpm, suhu 4oC selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh merupakan enzim amilase ekstrak kasar. Kemudian masing-masing enzim ekstrak kasar diuji aktivitasnya dengan metode DNS (Miller, 1959), uji kadar protein dengan metode Lowry dan dimurnikan.

(42)

25 3.4.5 Penentuan Aktivitas Enzim dan Aktivitas Spesifik Enzim α-Amilase 1. Penentuan Aktivitas Enzim Amilase

Perinsip uji aktivitas enzim α-amilase didasarkan pada jumlah gula reduksi (maltosa) yang dihasilkan dari hidrolisis pati dengan menggunakan metode DNS (Miller, 1959) yang dimodifikasi. Campuran sebanyak 0,5 mL larutan ekstrak kasar enzim α-amilase, 0,5 mL buffer natrium fosfat pH 7,0 dan 0,5 mL substrat (pati sagu) 2% diinkubasi pada suhu 55oC selama 60 menit. Setelah itu campuran tersebut ditambahkan 1,5 mL pereaksi DNS, lalu dikocok dengan vortex selama 10 detik. Selanjutnya campuran tersebut dipanaskan di dalam air mendidih selama 10 menit, kemudian didinginkan dalam air es. Hasil reaksi diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 470 nm. Kadar maltosa hasil hidrolisis pati oleh enzim α-amilase dapat dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi larutan standar maltosa pada kisaran 80-600 ppm. Perhitungan kadar maltosa dilakukan mensubtitusikan absorbansi larutan yang diperoleh pada penentuan kadar maltosa ke dalam persamaan regresi kurva kalibrasi larutan standar maltosa. Kadar maltosa yang diperoleh, selanjutnya digunakan untuk menentukan aktivitas enzim dengan menggunakan rumus perhitungan aktivitas enzim α-amilase pada persamaan (1) menurut Arfah (2016) sebagai berikut:

Aktivitas enzim (U/mL) = [maltosa]x Fp

BM x V x t

(1)

Keterangan:

[Maltosa]= kadar maltosa (ppm) Fp (faktor pengenceran)

BM (bobot molekul maltosa)

V (volume enzim yang digunakan dalam mL) t (waktu inkubasi dalam satuan menit)

(43)

26 Aktivitas enzim yang diperoleh dinyatakan dalam unit/mL, dimana satu unit aktivitas α-amilase adalah sejumlah enzim yang menghasilkan 1 µmol gula reduksi (maltosa) permenit pada kondisi tertentu.

2. Penentuan Kadar Protein

Penentuan kadar protein ditentukan berdasarkan metode Lowry dkk. (1951).

Campuran 2 mL larutan enzim 2,75 mL pereaksi Lowry B, dikocok dengan vortex selama 10 detik. Kemudian campuran tersebut didiamkan pada suhu kamar selama 10 - 15 menit, selanjutnya ditambahkan 0,25 mL pereaksi folinciocalteu (Lowry A) dan dikocok dengan vortex selama 10 detik. Setelah itu campuran tersebut didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit agar reaksi berjalan sempurna.

Larutan standar protein menggunakan BSA (Bovine Serum Albumin) pada kisaran 0,05 - 1,0 mg/mL dan akuades sebagai blanko. Absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum (ƛ-660 nm).

Perhitungan kadar protein enzim dilakukan mensubtitusikan absorbansi larutan yang diperoleh pada penentuan kadar protein enzim ke dalam persamaan regresi kurva kalibrasi larutan standar protein. Kadar protein enzim yang diperoleh, selanjutnya digunakan untuk menentukan aktivitas spesifik enzim dengan menggunakan rumus perhitungan aktivitas spesifik pada persamaan (2) menurut Arfah (2016) sebagai berikut:

Aktivitas spesifik (Unit/mg protein) = [maltosa]x Fp

BM x V x t x P

(2)

keterangan :

[Maltosa] = kadar maltosa dalam ppm V (Volume enzim dalam mL)

Fp (Faktor pengenceran)

P (kadar enzim total dalam mg/mL)

t (Waktu inkubasi dinyatakan dalam menit) BM (bobot molekul maltosa)

(44)

27 3.4.6 Pemurnian Enzim α-Amilase dari Isolat Bakteri RSSII4B

Pemurnian enzim pada penelitian ini dilakukan pada filtrat ekstrak enzim α-amilase dengan cara: fraksinasi dengan menggunakan amonium sulfat, selanjutnya dialisis dalam membran solevan, seperti diuraikan sebagai berikut:

1. Fraksinasi dengan Amonium Sulfat

Enzim ekstrak kasar hasil isolasi dari isolat bakteri termofil terpilih difraksinasi dengan menggunakan amonium sulfat pada beberapa tingkat kejenuhan (0-20%, 20-40% dan 40-60%) berdasarkan metode Bollag dan Edelstein (1991), Skema pemurnian enzim amilase dari isolat bakteri RSSII4B terdapat pada Lampiran 3. Proses pengendapan dengan amonium sulfat dilakukan pada tingkat kejenuhan yaitu: 0 - 20%, 20 - 40%, 40 - 60%. Enzim ekstrak kasar yang diketahui volumenya ditambahkan amonium sulfat pada tingkat kejenuhan tertentu sambil diaduk dengan magnetic stirrer sampai larut sempurna dan dibiarkan selama 24 jam pada suhu 4oC. Endapan dipisahkan dengan filtrat melalui sentrifugasi 10.000 rpm, suhu 4oC selama 30 menit. Selanjutnya, endapan yang diperoleh setiap fraksi dilarutkan dalam ±10 mL buffer fosfat 0,2 M pH 6,0. Kemudian larutan enzim setiap fraksi diuji aktivitasnya, fraksi yang mempunyai aktivitas paling besar, dimurnikan lagi dengan cara dialisis.

2. Dialisis dalam Membran Selofan

Dialisis dilakukan menggunakan membran selofan (Sigma D 0655) dengan diameter 21 mm (Bollag dan Edelstein, 1991). Sebelum dilakukan dialisis, membran selofan dipreparasi dengan cara sebagai berikut: 10 cm membran selofan direbus dalam larutan Na-bikarbonat 2,0% b/v dan EDTA 1.0 mM selama 10 menit.

Kemudian larutan diganti dengan akuades dan kembali direbus selama 10 menit

(45)

28 (diulang 2 - 3 kali). Menurut Plummer (1979), bahwa membran disimpan dalam akuades atau larutan buffer pada suhu 4oC, sebelum digunakan, bagian dalam dan luar dicuci kembali dengan akuades atau buffernya. Fraksi enzim yang memiliki aktivitas yang besar dimasukkan ke dalam kantong selofan, kemudian bagian atas dan bagian bawah kantong selofan diikat. Selanjutnya dilakukan dialisis selama 6 jam pada kondisi dingin, sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer.

Setiap 2 jam dialisat atau buffer diganti, setiap dialisat yang dikeluarkan diuji dengan larutan Ba(OH)2.8H2O 2% untuk mengetahui apakah masih terdapat garam.

Dialisis dihentikan bila dialisat sudah tidak mengandung garam yang ditandai dengan tidak terbentuknya endapan warna putih. Fraksi enzim hasil dialisis dilakukan: pengukuran volume larutan enzim, pengujian kadar protein, dan pengujian aktivitas α-amilase.

3.4.7 Karakterisasi Enzim α-Amilase dari Bakteri Termofil Isolate RSSII4B (Arfah, 2016)

Enzim α-amilase hasil pemurnian dikarakterisasi pada beberapa variasi perlakuan: pH, suhu, konsentrasi substrat, stabilitas pH dan stabilitas suhu terhadap aktivitas enzim α-amilase, skema karakterisasi α-amilase terlihat pada Lampiran 4.

Cara pengujian aktivitas enzim α-amilase pada beberapa variasi perlakuan. Tahapan kerja karakterisasi diuraikan seperti berikut:

a. Penentuan pH Optimum

Campuran 0,25 mL substrat pati sagu 2,0%, 0,25 mL larutan enzim α-amilase, 0,25 mL buffer asetat/buffer fosfat pH 4 – 8, dikocok dengan vortex

selama 10 detik. Selanjutnya campuran tersebut diinkubasi selama 1 jam pada suhu 55oC, setelah diinkubasi ditambahkan 0,5 mL H2O dan 0,75 mL pereaksi DNS lalu dikocok dengan vortex selama 10 detik. Kemudian larutan tersebut dipanaskan ke

(46)

29 dalam air mendidih selama 10 menit, selanjutnya didinginkan dalam air es dan diukur absorbansinya pada λ-max 470 nm. Hasil analisis diperoleh aktivitas yang berbeda pada setiap perubahan pH sehingga diperoleh aktivitas enzim α-amilase maksimum pada pH tertentu.

b. Penentuan Suhu Optimum

Campuran 0,25 mL substrat pati 2,0%, 0,25 mL larutan enzim α-amilase, 0,25 mL buffer asetat/buffer fosfat pH optimum yang didapatkan pada point (a) diinkubasi pada suhu 40, 45, 50, 55, 60, 65 selama 1 jam, setelah diinkubasi ditambahkan 0,5 mL H2O dan 0,75 mL pereaksi DNS Selanjutnya campuran tersebut dikocok dengan vortex selama 10 detik dan dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit, kemudian didinginkan dalam air es dan ukur absorbansinya pada λ-max 470 nm. Hasil analisis diperoleh aktivitas yang berbeda setiap perubahan suhu hingga akhirnya diperoleh aktivitas enzim α-amilase maksimum pada suhu tertentu.

c. Penentuan Konsentrasi Optimum Substrat

Campuran 0,25 mL substrat pati sagu variasi konsentrasi 0,5% - 3,0%, 0,25 mL enzim α-amilase dan 0,25 mL buffer asetat/buffer fosfat pH optimum pada

point (a) dikocok dengan vortex selama 10 detik. Campuran tersebut diinkubasi selama 1 jam pada suhu optimum yang didapatkan pada point (b), setelah diinkubasi ditambahkan 0,5 mL H2O dan 0,75 mL pereaksi DNS. Selanjutnya campuran tersebut dikocok dengan vortex selama 10 detik, kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit, selanjutnya didinginkan dalam air es dan ukur absorbansinya pada λ-maks 470 nm. Hasil analisis diperoleh aktivitas enzim yang

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok disiplin-disiplin yang mengaplikasikan perspektif keilmuan sosial terhadap studi hukum, termasuk diantaranya sosiologi hukum, antropologi hukum, sejarah hukum, psikologi

Kegiatan pemanenan merupakan salah satu aspek yang menentukan keuntungan usaha perkebunan kelapa sawit, karena akan menentukan mutu minyak sawit dan minyak inti

Nurhadi |Cerai Bersyarat (Shighat Ta’liq) menurut Dual Sistem Hukum.... 30 Begitu juga berdasarkan hadis yang diriwayatkatkan Imam Bukhari dalam hal perjanjian. Kata

Hasil pengujian memperlihatkan fitur konseling online ini dapat berjalan dengan baik, setiap konselor mampu menerima materi konseling sesuai dengan topik

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat mengalisis bagaimana dan seberapa besar pengaruh variabel inflasi dan pendidikan terhadap tingkat pengangguran di Sumatera

Sasaku telah membangun kepercayaan mulai dari karyawan, pemasok, hingga pelanggan, norma dilakukan dengan menjalin hubungan secara kekeluargaan antar karyawan,

Pada aspek kegiatan awal, tiga indikator mendapat skor 1, yakni indikator siswa memperhatikan penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran membaca pemahaman tentang

Kemudian kami melakukan analisis diskriminan untuk mengetahui variabel-variabel persepsi manakah (dari variabel x1 sampai dengan x6) yang berguna secara signifikan